Anda di halaman 1dari 208

Oleh : Mega Efrilia, S.Farm. M.Farm.

, apt
HIRARKI PERUNDANG-UNDANGAN RI menurut Undang-Undang ( UU ) Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

• UNDANG-UNDANG DASAR 1945


UUD 1945

• KETETAPAN MPR
TAP MPR

• UNDANG-UNDANG/PERATURAN
UU /
PERPU
PENGGANTI UNDANG-UNDANG
PP
• PERATURAN PEMERINTAH

PERPRES
• PERATURAN PRESIDEN

PERDA
• PERATURAN DAERAH PROVINSI
PROVINSI

PERDA
• PERATURAN DAERAH KABUPATEN
KABUPATEN
PENDAHULUAN
 Peraturan Perundang-undangan :adalah
peraturan tertulis yang memuat norma
hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam
peraturan Perundang-undangan
PENGUNDANGAN
Penempatan Peraturan Perundang-
undangan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia,
Berita Negara Republik Indonesia,
Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan
Lembaran Daerah, atau berita daerah.
TUGAS
 Mencari bagan struktur organisasi kesehatan :
KEMENKES, BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN, BADAN POM, DINAS KESEHATAN
PROVINSI DAN DINKES KABUPATEN / KOTA?
 Tuliskan tugas dan fungsi masing-masing Direktorat
/Bagian ?
Undang – undang RI N0. 36 tahun 2009
tentang kesehatan
 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
 Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala
bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan,
sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas
kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
 Perbekalan Kesehatan adalah semua bahan dan
peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
 Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika.
 Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus,
mesin dan/ atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk
mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/
atau untuk membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh
 Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan dibidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
 Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu
alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif,maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah daerah, dan atau masyarakat.
 Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
 Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
 Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat
dan/ atau metode yang ditujukan untuk
membantu menegakkan diagnosa, pencegahan
dan penanganan permasalahan kesehatan
manusia.
 Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu, terintergrasi dan berkesinambungan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan/ atau masyarakat.
 Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang lebih
mengutamakan pelayanan yang bersifat
promosi kesehatan.
 Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu
kegiatan pencegahan terhadap suatu
masalah kesehatan/ penyakit.
 Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk
penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit, pengendalian
penyakit, atau pengendalian kecacatan agar
kualitas penderita dapat terjaga seoptimal
mungkin.
KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN
MENURUT UU No.36 tahun 2014

1. Tenaga Kesehatan adalah Setiap orang yang mengabdikan diri dalam


bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan. Kualifikasi minumum tenaga kesehatan adalah Diploma
Tiga kecuali Tenaga Medis.

1. Asisten Tenaga Kesehatan adalah Setiap orang yang mengabdikan


diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan di bawah jenjang
Diploma Tiga. Kualifikasi minimum Pendidikan Menengah di bidang
kesehatan dan hanya dapat bekerja di bawah supervisi Tenaga
Kesehatan
Jenis tenaga kesehatan menurut UU No.36
tahun 2014
1. Tenaga Medis (Dokter, Dokter gigi, Dokter spesialis,
Dokter gigi spesialis)
2. Tenaga Psikologis Klinis ( Psikologis Klinis)
3. Tenaga Keperawatan (Perawat, Perawat gigi)
4. Tenaga Kebidanan (Bidan)
5. Tenaga Kefarmasian (Apoteker, Tenaga teknis
kefarmasian)
6. Tenaga Kesehatan Masyarakat (Epidemiolog kesehatan,
Tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku,
Pembimbing kesehatan kerja, Tenaga administrasi dan
kebijakan kesehatan, Administator Kesehatan, Tenaga
biostatistik dan kependudukan, Tenaga kesehatan
reproduksi dan keluarga)
7. Tenaga Kesehatan Lingkungan (Tenaga sanitasi lingkungan,
Ahli entomolog kesehatan, Ahli mikrobiologi kesehatan)
8. Tenaga Gizi (Ahli nutrisi/gizi, Ahli/spesialis diet)
9. Tenaga Keterapian Fisik (Ahli fisioterapi, Ahli terapi
okupasional, Ahli terapis Wicara, Ahli akupunktur)
10. Tenaga Keteknisian Medis (Perekam medis dan Informasi
kesehatan, Teknisi Kardiovaskuler, Teknisi pelayanan darah,
Pakar optik refraksi /optometris, Teknisi gigi, Penata
anestesi, Ahli terapi gigi dan mulut, Audiologis )
11. Tenaga Teknik Biomedika (Radiographer, Elektromedis,
Ahli teknologi laboratorium medik, Fisikawan medik, Ahli
radioterapi, Ortotik prostetik)
12. Tenaga Kesehatan Tradisional (Tenaga Kesehatan
tradisional ramuan, Tenaga Kesehatan tradisional
keterampilan)
KLASIFIKASI TENAGA KEFARMASIAN
 Khusus untuk tenaga kefarmasian, Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian.Menurut PP ini :

1. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan


pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian.
2. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus apoteker
dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker
3. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis
farmasi dan tenaga menengah farmasi / asisten apoteker.
PEKERJAAN KEFARMASIAN
 Pekerjaan kefarmasian menurut PP No.51/2009, adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, penyimpanan, dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat,
dan obat tradisional.
Pekerjaan kefarmasian dapat dilaksanakan oleh
tenaga kefarmasian pada :
 Fasilitas produksi sediaan farmasi yang berupa industri farmasi
obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik
kosmetik, dan pabrik lain yang membutuhkan tenaga
kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan
pengawasan mutu.
 Fasilitas distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan melalui
pedagang besar farmasi (PBF), penyalur alat kesehatan. Instalasi
sediaan farmasi dan alat kesehatan milik pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
 Fasilitas pelayanan kefarmasian melalui praktik di apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau
praktik bersama, klinik primer/ pelayanan Kesehatan I, Klinik
sekunder.
PERIZINAN TENAGA KESEHATAN
 Menurut Permenkes RI nomor
889/Menkes/PER/V/2011 tentang registrasi, izin
praktik dan izin kerja Tenaga Kefarmasian. tenaga
Kefarmasian terdiri atas:
1. Apoteker
2. Tenaga Teknis Kefarmasian yang meliputi:
Sarjana Farmasi
Ahli Madya Farmasi
Analis Farmasi
Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker.
 Dengan berlakunya undang-undang tenaga kesehatan
No.36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan maka
Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker minimal
D3 dan Tenaga Kesehatan dengan pendidikan setara
SMF/SMK Farmasi berubah menjadi Asisten Tenaga
Kesehatan. Pendidikan di bawah D3 diantaranya
adalah D2, D1 maupun SMK Kejuruan. Sebagai
implementasi undang-undang tenaga kesehatan,
pemerintah mengeluarkan Permenkes tentang jenis
Asisten Tenaga Kesehatan diantaranya adalah Asisten
Tenaga Kefarmasian, Asisten Keperawatan, Asisten
Dental, Asisten Teknis Laboratorium Medik, Asisten
Teknis Pelayanan Darah
Definisi dan pengertian dalam Undang-undang Tenaga
Kesehatan

 Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) adalah bukti


tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang
telah diregistrasi.
 Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian
(STRTTK) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah
diregistrasi.
 Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) adalah surat izin yang
diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan
praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
 Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) adalah surat izin
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.

 Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK)


adalah surat izin praktik yang diberikan kepada
Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
kefarmasian.
SURAT TANDA REGISTRASI

 Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan


Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki Surat Tanda
Registrasi ( STR ). STR diperuntukkan bagi :

1. Apoteker berupa STRA; dan


2. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK
Untuk mendapatkan STRTTK, seorang tenaga Teknis
Kefarmasian wajib memenuhi beberapa persyaratan :
1. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
2. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter
yang memiliki surat izin praktek .
3. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang
telah memiliki STRA di tempat tenaga Teknis Kefarmasian
bekerja; dan
4. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika kefarmasian.
 STRTTK dikeluarkan oleh Menteri, Menteri dapat
mendelegasikan pemberian STRTTK kepada pejabat kesehatan
yang berwenang pada pemerintah daerah provinsi, berlaku
selama 5 ( lima ) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka
waktu 5 ( lima ) tahun apabila memenuhi syarat.
STRTTK tidak berlaku karena :

1. habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh


yang bersangkutan atau tidak memenuhi
persyaratan untuk diperpanjang;
2. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-
undangan;
3. permohonan yang bersangkutan;
4. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
5. dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang
berwenang.
IZIN PRAKTIK DAN IZIN KERJA
 Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja.
 Surat izin berupa :
 SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian;
 SIPA bagi Apoteker Pendamping di fasilitas pelayanan
kefarmasian;
 SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian
di fasilitas produksi/ fasilitas distribusi/ penyaluran; atau
 SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan
pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian
Ketentuan-ketentuan
a. SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas
pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan
untuk 1 ( satu ) tempat fasilitas kefarmasian
b. Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi
Apoteker pendamping di luar jam kerja.
c. SIPA bagi Apoteker Pendamping dapat diberikan
untuk paling banyak 3 (tiga)tempat fasilitas
pelayanan kefarmasian
d. SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga)
tempat fasilitas kefarmasian
e. SIPA, SIKA atau SIKTTK sebagaimana dikeluarkan
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / kota
tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.

SIPA, SIKA atau SIKTTK masih tetap berlaku


Tempat praktik bekerja masih sesuai dengan yang
tercantum dalam SIPA, SIKA atau SIKTTK.
PENGGOLONGAN OBAT

 Penggolongan obat diatur dalam Peraturan Menteri


Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/ X/1993 yang
kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/IV/2000 tentang wajib daftar obat
jadi. Penggolongan obat adalah "Penggolongan yang
dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan
ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi
yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat
wajib apotek, obat keras, psikotropika dan
narkotika.Untuk obat yang dapat diperoleh tanpa resep
dokter maka pada kemasan dan etiketnya tertera tanda
khusus."
1. Obat Bebas
obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum
tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika,
psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah
terdaftar di Depkes R.I.
Contoh : Paracetamol tablet, vitamin B Komplek, Oralit,
Antasida
Penandaan obat bebas :
Tanda khusus pada kemasa obat bebas diatur berdasarkan S.K.
Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus
untuk obat bebas dan obat bebas terbatas.Tanda khusus
untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis
tepi warna hitam.
2. Obat Bebas Terbatas
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang
menetapkan obat-obatan ke dalam daftar obat “W”
(Waarschuwing= Peringatan), adalah Obat Keras yang
dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter.
Dikenal sebagai LOTC (Limited Over The Counter). Obat
bebas terbatas dapat diperoleh di toko obat dan apotek.

 Obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep pada


penyerahannya harus memenuhi beberapa
persyaratanyaitu :
1. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli
dari pabriknya atau pembuatnya.
2. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus
mencantumkan tanda peringatan
 Obat yang termasuk golongan obat bebas terbatas
adalah pain relief (analgesik), obat batuk, obat
pilek, obat influenza, obat penghilang rasa nyeri
dan penurun panas pada saat demam (analgetik-
antipiretik), beberapa suplemen vitamin dan
mineral, obat-obat antiseptik, obat tetes mata
untuk iritasi ringan, dll.

 Contoh : CTM, Povidon iodine, Bisacodyl


 Sesuai dengan SK MenKes RI No.6355/Dirjen/SK/1969,
pada kemasan OBT harus tertera peringatan yang
berupa kotak kecil berukuran 5×2 cm berdasar warna
hitam atau kotak putih bergaris tepi hitam.
 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat bebas terbatas
berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi
berwarna hitam.
Berdasarkan SK MenKes No.917 tahun 1993, pada setiap
kemasan/brosur obat bebas terbatas harus
menyebutkan informasi obat sebagai berikut:

1. Nama obat (merek dagang dan kandungannya)


2. Daftar dan jumlah bahan berkhasiat yang terkandung di
dalamnya
3. Nama dan alamat produsen tertulis dengan jelas
4. Izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) atau Departemen Kesehatan (DepKes)
5. Tanggal Kadaluawarsa (masa berlaku) obat. Indikasi
(petunjuk kegunaan obat)
6. Kontra-indikasi (petunjuk penggunaan obat yang tidak
diperbolehkan)
7. Efek samping (efek negatif yang timbul, yang bukan
merupakan kegunaan obat)
8. Petunjuk cara penggunaan
9. Dosis (takaran) dan aturan penggunaan obat
10. Cara penyimpanan obat
11. Peringatan
12. Informasi tentang interaksi obat yang bersangkutan
dengan obat lain yang digunakan dan/atau dengan
makanan yang dikonsumsi
3. OBAT KERAS

 Disebut obat keras karena jika pemakai tidak


memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan
yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya.
Karenanya obat golongan ini dikenal
sebagaiobatdaftar G(Gevaarlijk = berbahaya). Obat
Keras hanya boleh diberikan atas resep dokter
umum/spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan.
Karena keharusannya menggunakan resep dokter
untuk mendapatkannya, obat keras dikenal juga
sebagai obat etikal (ethical),
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang
termasuk golongan obat keras adalah :

1. Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si


pembuat disebutkan bahwa obat itu hanya boleh
diserahkan dengan resep dokter.
2. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang
nyata-nyata untuk dipergunakan secara parenteral,
baik dengan cara suntikan maupun dengan cara
pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli
dari jaringan.
3. Semua obat baru, terkecuali apabila oleh
Departemen Kesehatan telah dinyatakan secara
tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan
kesehatan manusia.
4. Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras :
obat itu sendiri dalam substansi dan semua sediaan
yang mengandung obat itu, terkecuali apabila di
belakang nama obat disebutkan ketentuan lain, atau
ada pengecualian Daftar Obat Bebas Terbatas.
Selain yang definisi di atas, obat keras juga
meliputi obat-obat :
1. Daftar G, seperti: antibiotika, obat-obatan yang
mengandung hormon, antidiabetes, antihipertensi,
antihipotensi, obat jantung, obat ulkus lambung, dll.
2. Obat Keras Tertentu (OKT) atau psikotropika, seperti:
obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dll.
3. Obat Generik dan Obat Wajib Apotek (OWA), yaitu obat
yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula
diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa
resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti
antihistamin, obat asma, pil antihamil, beberapa obat
kulit tertentu, antikoagulan, sulfonamida dan derivatnya,
obat injeksi, dll.
 Contoh :Asam Mefenamat, Metampiron, Adrenalinu,
Antibiotika, Antihistamin

 Penandaan obat keras adalah Lingkaran bulat


berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam
dengan huruf K yang menyentuh garis tepi
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 02396/A/SK/VIII/1986)
4. OBAT WAJIB APOTEK (OWA)

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat


diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa resep dokter.
Peraturan tentang Obat Wajib Apotek berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Daftar Obat Wajib
Apotek No.1. keputusan Menteri Kesehatan RI No.
924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib
Apotek No.2 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.
1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib
Apotek No.3
Pertimbangan dikeluarkan Keputusan Menteri
tersebut sebagai berikut :
1. Pertimbangan yang utama yaitu meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri
guna mengatasi masalah kesehatan, dengan
meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman
dan rasional.
2. Pertimbangan yang kedua untuk peningkatan peran
apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi,
informasi dan edukasi serta pelayanan obat kepada
masyarakat.
3. Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat
yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri.
Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter
ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada
wanita hamil, anak di bawah umur 2 tahun dan orang
tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak
memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat
khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang
prevalensinya tinggi Obat dimaksud memiliki rasio
khasiat keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri
 Contoh :

1. Daftar Obat Wajib Apotek (OWA) No. 1. Berdasarkan


Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Daftar Obat Wajib
Apotek No.1
2. Obat wajib apotek No. 2, Berdasarkankeputusan Menteri
Kesehatan RI No. 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar
Obat Wajib Apotek No.2
3. Obat Wajib Apotek No.3, Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1176/Menkes/SK/X/1999

 Carilah contoh obat OWA 1, 2 dan 3


5. OBAT PSIKOTROPIKA

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997,


Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
perilaku. Psikotropika disebut juga sebagai obat
penenang (transquilizer)atau obat keras tertentu (OKT)
Berdasarkan UU RI No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika, obat ini
dapat dibagi dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu:

1. Psikotropika gol. I
 Contoh :Meskalina, MDMA (ekstasi), LSD, ST
2. Psikotropika gol. II.
 Contoh:Amfetamin, Metamfetamin (sabu), Fensiklidin, Ritalin
3. Psikotropika gol. III.
 Contoh: Pentobarbital, Amobarbital, Flunitrazepam, Pentazosin
4. Psikotropika gol. IV.
 Contoh:Alprazolam, Diazepam, Klobazam, Fenobarbital,
Barbital, Lora-zepam, Klordiazepoxide, Nitrazepam
 Penandaan obat golongan psikotropika berupa
Lingkaran bulat berwarna merah, dengan huruf K
berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang
berwarna hitam.
6. OBAT GOLONGAN NARKOTIKA

Menurut UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, obat-


obatan yang tergolong sebagai Narkotika adalah zat/obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan tingkat kesadaran (fungsi anestesia),
hilangnya rasa, menghilangkan rasa nyeri (sedatifl),
munculnya rangsangan semangat (euforia), halusinasi atau
timbulnya khayalan-khayalan, dan dapat menimbulkan efek
ketergantungan bagi penggunanya..
Menurut UU No. 35 tahun 2009, penggolongan narkotika ada 4
golongan :
1. Narkotika gol.I
 Contoh: heroin, kokain, ganja/marijuana
2. Narkotika gol.II
 Contoh: morfin, petidin, metadon
3. Narkotika gol.III
 Contoh: kodein
 Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat
dalam Ordonansi Obat Bius yaitu “Palang Medali Merah”
Obat Generik
 Obat Generik adalah obat dengan nama resmi
International Non Propietary Names (INN) yang
ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku
standar lainnya untuk zat berkhasiat yang
dikandungnya. Pengertian ini tercantum dalam
permenkes nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010
tentang Kewajiban menggunakan Obat Generik Di
fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
Obat generik ada 2 macam :

1. Obat generik bermerek dagang (OGM) adalah obat


generik yang diberi merek dagang oleh industri farmasi
yang memproduksinya. Contoh: natrium diklofenak
(nama generik), di pasaran memiliki berbagai nama
merek dagang misalnya: Voltadex, Klotaren, Voren,
Divoltar, dll.
2. Obat generik berlogo (OGB) : Obat generik berlogo diberi
logo khusus yang menunjukkan bahwa obat generik
tersebut diproduksi oleh pabrik obat yang sudah
mendapatkan sertifikat Cara Produksi Obat yang Baik
(CPOB)sehingga dapat dijamin mutunya.
Logo obat generik dan maknanya

Bulat : berarti suatu kebulatan tekad untuk menggunakan obat


generik
Garis-garis tebal tipis : berarti menjangkau seluruh lapisan
masyarakat
Warna hijau : berarti obat yang telah lulus dalam segala
pengujian

 Contoh - contoh obat generik berlogo :


 Acetosal 100 mg tablet, Allopurinol 100 mg tablet,
Aminophylline 200 mg tablet, Amoxycillin 500 mg kapsul,
Ampicillin 125 mg /5 ml sirup kering
OBAT ESENSIAL

 Obat essensial adalah obat terpilih yang paling banyak


dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup
upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi,
yang diupayakan tersedia pada unit pelayanan
kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Definisi ini tercantum dalam Kepmenkes RI no
479/Menkes/SK/VII/2006 tentang Daftar Obat
Essensial Nasional 2005.
Pemilihan obat essensial berdasarkan kriteria
sebagai berikut :
1. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang
paling menguntungkan penderita.
2. Mutu terjamin termasuk stabilitas dan bioavaibilitas.
3. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
4. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan disesuaikan
dengan tenaga, sarana dan fasilitas kesehatan.
5. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan
oleh penderita
6. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang
tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
7. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki
efek terapi serupa, pilihan dijatuhkan pada :
1) Obat yang sifatnya paling banyak diketahui
berdasarkan data ilmiah
2) Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui
paling menguntungkan
3) Obat yang stabilitasnya lebih baik
4) Mudah diperoleh
5) Obat yang telah dikenal
8. Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria
berikut :
1) Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk
kombinasi tetap
2) Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan
keamanan yang lebih tanggi dari pada masing-masing
komponen
3) Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap
merupakan perbandingan yang tepat untuk sebagian besar
penderita yang memerlukan kombinasi tersebut
4) Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya
(benefit-cost ratio)
5) Untuk antibiotika kombinasi tetap harus dapat mencegah
atau mengurangi terjadinya resistensi dan efek merugikan
lainnya
DISTRIBUSI OBAT
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu
terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari gudang
obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan
unit – unit pelayanan kesehatan.
 Tujuan distribusi adalah :
1. Terlaksananya pengiriman obat secara teratur dan merata
sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan
2. Terjamin kecukupan dan terpelihara efisiensi penggunaan
obat di unit pelayanan kesehatan
3. Terlaksana pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan
pelayanan dan program kesehatan
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan Farmasi
 Bentuk distributi obat narkotik

Industri PBF Kimia Apotek


Pasien
PT. Kimia Farma Farma IFRS
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan Farmasi
 Bentuk distribusi obat daftar G (baik bentuk obat atau
baku obat dalam substansi)

Industri Apotek
Agen PBF Pasien
Farmasi IFRS
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan Farmasi
 Bentuk saluran distribusi obat daftar W

Apotek, IFRS
Industri Farmasi PBF Pasien
Toko Obat Berizin

Industri Apotek, IFRS


Agen PBF Pasien
Farmasi Toko Obat Berizin
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan Farmasi
 Bentuk saluran distribusi daftar obat bebas

Apotek
Industri
PBF Toko Obat Berizin Konsumen
Farmasi
Warung/Toko Kelontong

Apotek
Industri
Agen PBF Toko Obat Berizin Konsumen
Farmasi
Warung/Toko Kelontong
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan Farmasi
 Bentuk saluran distribusi obat tradsional

Industri Obat
Agen Pengecer Konsumen
Tradisional
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan Farmasi
 Bentuk saluran distribusi alat kesehatan

Industri Alat
Agen PBF PBF Apotek Konsumen
Kesehatan
A. Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Pengeritan Pedagang Besar Farmasi menurut Permenkes


Nomor :34 tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi.
Pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar
sesuai ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.
 Jaringan distribusi obat

Apotek
IFRS
Industri PBF Konsumen
Puskesmas
Toko Obat Berizin
Narkotik dan psikotropika memiliki jalur distribusi sendiri. Menurut Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika
menyebutkan bahwa:

 Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika


kepada PBF tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah tertentu dan rumah sakit.
 PBF tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada PBF
tertentu lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah tertentu, dan lembaga ilmu pengetahuan.
 Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya
dapat menyalurkan narkotika kepada rumah sakit pemerintah,
pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan pemerintah
tertentu.
 Narkotika golongan I hanya dapat disalurkan oleh PBF tertentu
kepada lembaga ilmu pengetahuan.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 menyatakan penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan
sebagai berikut :

 Pabrik obat kepada PBF, apotek, sarana penyimpanan


sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
 PBF dapat meyalurkannya kepada PBF lain apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit,
dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
 Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah dapat
menyalurkannya kepada puskesmas dan balai pengobatan.
 Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh
pabrik obat dan PBF kepada lembaga penelitian dan/ atau
lembaga pendidikan saja.
PERIZINAN PBF
 Berbadan hukum PT atau koperasi
 Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)
 Memiliki secara tetap apoteker WNI sebagai penanggungjawab
 Komisaris/dewan pengawas dan direksi/ pengurus PBF tidak pernah
terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu
2 tahun terakhir
 Memiliki bangunan dan sarana yang memadai untuk melaksanakan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF
 Memiliki gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan
yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan
 Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai CDOB
Masa berlaku izin PBF
 Izin PBF berlaku selama 5 tahun. Izin tersebut dapat
diperpanjang selama memenuhi persyaratan, dan akan
dinyatakan tidak berlaku apabila :
1. Masa berlaku habis dan tidak diperpanjang
2. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan
3. Izin PBF dicabut
Pencabutan Izin Usaha PBF
1. Tidak memperkerjakan apoteker sebagai
penanggungjawab
2. Tidak aktif dalam penyaluran obat selama 1 tahun
3. Tidak memenuhi persyaratan usaha sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan
4. Tidak menyampaikan laporan PBF 3 (tiga) kali
berturut-turut
5. Tidak memenuhi ketentuan tata cara penyaluran
obat dan/ atau bahan obat sebagaimana yang
ditetapkan
 Pedagang besar farmasi dilarang melakukan :
1. Menjual perbekalan farmasi secara eceran
2. Menerima dan atau melayani resep dokter.
3. Melakukan pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran narkotika tanpa izin dari Menteri
Kesehatan

 Pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku dapat


dikenai sanksi administratif berupa :
1. Peringatan
2. Penghentian sementara kegiatan
3. Pencabutan pengakuan ( bagi PBF cabang)
4. Pencabutan izin
B. Apotek
 Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
922 tahun 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, yang diperbaharui
menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
1332 tahun 2002. Beberapa pengertian :
Apotek : Suatu tempat tertentu, tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat.

Apoteker : adalah sarjana farmasi yang telah
lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker mereka yang berdasarkan peraturan
perundang - undangan yang berlaku berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai apoteker.
Surat Izin Apotek (SIA) : Surat izin yang
diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada
apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan
pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek
di suatu tempat tertentu.
 Apoteker Pengelola Apotek (APA) : Apoteker yang
telah diberi Surat izin Apotek (SIA)
 Apoteker Pendamping : Apoteker yang bekerja di
apotek disamping apoteker pengelola apotek dan
atau menggantikannya pada jam - jam tertentu pada
hari buka apotek
 Apoteker Pengganti : Apoteker yang menggantikan
apoteker pengelola apotek selama APA tersebut
tidak berada ditempat lebih dari tiga bulan secara
terus-menerus, telah memiliki surat izin kerja dan
tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.
 Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
1980, tugas dan fungsi apotek adalah :
1) Tempat pengabdian profesi seorang apoteker
yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
2) Sarana farmasi yang melakukan peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran dan
penyerahan obat atau bahan obat.
3) Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus
menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat
secara meluas dan merata.
 Pengelolaan apotek meliputi :
1) Pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan, dan penyerahan obat atau
bahan obat.
2) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan
penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
3) Pelayanan informasi mengenai perbekalan
farmasi.
 Pelayanan informasi yang dimaksud meliputi :
1) Pelayanan informasi tentang obat dan
perbekalan farmasi lainnya yang diberikan
baik kepada dokter dan tenaga kesehatan
lainnya maupun kepada masyarakat.
2) Pelayanan informasi mengenai khasiat,
keamanan, bahaya dan mutu obat serta
perbekalan farmasi lainnya.
Pelayanan informasi dan pelaporan tersebut
wajib didasarkan pada kepentingan
masyarakat.
 Jenis - jenis Pelayanan di Apotek :
Selain pelayanan seperti tersebut di atas,
pelayanan lain di apotek yaitu :
1) Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi
dan dokter hewan.
2) Pelayanan resep dimaksud sepenuhnya atas
tanggung jawab apoteker pengelola apotek.
 Dalam melayani resep tersebut apoteker wajib :
1) Melayani resep sesuai dengan tanggung jawab
dan keahlian profesinya yang dilandasi pada
kepentingan masyarakat.
PERIZINAN APOTEK
 Izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan, yang
kewenangannya dilimpahkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
 Kepala Dinas Kabupaten/Kota wajib melaporkan
pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,
pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali
setahun kepada Menteri Kesehatan dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
C. INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang


bertanggung jawab terhadap pengelolalan perbekalan
farmasi.Sedangkan Komite Farmasi dan Terapi adalah
bagian yang bertanggung jawab dalam penetapan
formularium.
Tugas Dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut PerMenKes Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar


pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, Tugas Instalasi Farmasi
Rumah Sakit yaitu:
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan
mengawasi seluruh kegiatan Pelayanan Farmasi Klinis yang
optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik
profesi.
2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang efektif,
aman, bermutu dan efisien.
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta
meminimalkan risiko.
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE)
serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat
dan pasien.
5. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi.
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta
pengembangan Pelayanan farmasi klinis.
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar
pengobatan dan formularium Rumah Sakit.

Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:


1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai
2. Pelayanan farmasi klinik.
D. PEDAGANG ECERAN OBAT (PEO)

 Menurut Permenkes RI Nomor 167/Kab/B.VII/1972,


tanggal 28 September 1972 dan telah diperbaharui
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
1331 tahun 2002, yang dimaksud dengan pedagang
eceran obat adalah orang atau badan hukum
Indonesia yang memiliki izin untuk meyimpan obat-
obat bebas dan obat bebas terbatas (daftar “W”) untuk
dijual secara eceran di tempat tertentu sebagaimana
tercantum dalam surat izin.
Persyaratan PEO sebagai berikut :

1. PEO dapat diusahakan oleh perusahaan negara,


perusahaan swasta atau perorangan.
2. Penanggung jawab teknis farmasi terletak pada seorang
asisten apoteker.
3. Untuk mendirikan Pedagang Eceran Obat harus ada izin
dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat.Setiap penerbitan izin Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota harus menyampaikan tembusan kepada
Menteri kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
serta Balai POM setempat.
4. Permohonan izin PEO harus diajukan secara tertulis
dengan disertai :
 alamat dan denah tempat usaha
 nama dan alamat pemohon
 nama dan alamat asisten apoteker
 salinan ijazah dan surat izin kerja asisten apoteker
 surat pernyataan kesediaan bekerja asisten apoteker.
 Permohonan secara tertulis tersebut diajukan kepada
Kepala Dinas Kesehatan setempat.

Jenis-jenis Obat yang dijual :


 Semua obat yang termasuk dalam obat bebas dan obat
bebas terbatas
 Kewajiban-Kewajiban PEO

1. PEO harus memasang papan dengan tulisan “Toko Obat


Berizin”, tidak menerima resep dokter dan memasang
papan nama di depan tokonya.
2. Tulisan harus berwarna hitam di atas warna dasar putih,
tinggi huruf 5 cm dan tebalnya paling sedikit 5 mm.
3. Ukuran papan tersebut paling sedikit lebar 40 cm dan
panjang 60 cm.
4. PEO dilarang menerima atau melayani resep dokter.
5. PEO dilarang membuat obat, membungkus atau
membungkus kembali obat.
6. Obat-obat yang masuk dalam daftar obat bebas terbatas
harus disimpan dalam almari khusus dan tidak boleh
dicampur dengan obat-obat atau barang-barang lain.
7. Di depan tokonya, pada iklan dan barang-barang cetakan
toko obat tidak boleh memasang nama yang sama atau
menyamai nama apotik, pabrik obat atau pedagang besar
farmasi, yang dapat menimbulkan kesan seakan-akan
toko obat tersebut adalah sebuah apotik atau ada
hubungannya dengan apotik, pabrik farmasi atau
pedagang besar farmasi.
8. Setiap Pedagang Eceran Obat harus selalu tunduk pada
semua peraturan yang berlaku.
NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
 NARKOTIKA
Beberapa istilah penting yang perlu diketahui dalam UU RI
No. 35 Th 2009 tentang Narkotika antara lain :

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman


atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
 Penggolongan Narkotika
Berdasarkan UU RI No. 35 Th 2009, narkotika
dibagi atas 3 golongan :
Golongan I
Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
Contoh terdiri dari 65 macam, antara lain : Tanaman
Papaver somniferum L, Tanaman koka seperti
Erythroxylon coca, Tanaman ganja (Cannabis
indica)
Heroina, Tiofentanil, Lisergida, atau yang sering
disebut LSD, MDMA ….α dimetil 3,4 metilendioksi
fenetilamina, Psilosibina, Amphetamine, Opium
obat

Golongan II
Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat
pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir
dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
Contoh terdiri dari 86 macam, antara lain :
Alfasetilmetadol, Difenoksilat, Dihidromorfina,
Ekgonina, Fentanil, Metadona, Morfina,
Oksikodona, Petidina, Tebaina, Tebakon

Golongan III
Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan.
Contoh antara lain terdiri dari : Asetildihidrokode,
Dekstropropoksifena,Dihidrokodeina, Etilmorfina,
Kodeina Nikodikodina, Nikokodina, Norkodeina,
Polkodina, Propiram

Prekursor Narkotika
Menurut UU RI No.35 Th 2009, Prekursor narkotika
dibagi atas:
 Tabel I
Acetic Anhydride, N- Acetylanthranilic Acid,
Ephedrine, Norephedrine, Pseudoephedrine,
Ergometrine, Ergotamine, sosafrole, Safrole,
Lysergid Acid, 3,4- Methylenedioxyphenyl-2-
propanone, 1- Phenyl – 2- propanone, Piperonal,
Potassium Permanganat.
 Tabel II
Acetone, Anthranilic Acid, Ethyl Ether, Hydrochloric
acid, Phenylacetic Acid, Sulphuric acid, Metyl ethyl
ketone, Piperidine, Toluene.
 Beberapa ketentuan mengenai psikotropika yang
tercantum dalam UU RI No. 5 Th 1997 tentang Psikotropika
adalah :
 Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau
sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada SSP yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA
 Golongan I

 Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat


digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Semua
psikotropika golongan I, telah dipindahkan menjadi
narkotika golongan 1 menurut UU No.35 tahun 2009
tentang narkotika ( pasal 153 )
 Golongan II

 Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat


pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Sebagian besar
sudah dipindahkan menjadi narkotika golongan 1 menurut
UU No.35 tahun 2009 tentang narkotika ( pasal 153 ).
 Contoh :
 Metamfetamin rasemat,
 Metilfenidat, dan
 Sekobarbital,
 Golongan III

 Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat


pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang meng-akibatkan sindroma ketergantungan.
 Contoh :
 Amobarbital,
 Flunitrazepam,
 Pentobarbital,
 Siklobarbital,
 Katina
 Golongan IV

 Golongan IV adalah psikotropi yang berkhasiat pengobatan


dan sangat luas digunakan dalam terapi dan / atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
meng-akibatkan sindroma ketergantungan.

 Contoh :
Allobarbital, barbital, bromazepam, diazepam,
fencamfamina, fenobarbital, flurazepam, klobazam,
klordiazepoksida, meprobamat, nitrazepam, triazolam.
PENGADAAN NARKOTIKA

 Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi


Narkotika kepada Industri Farmasi tertentu yang telah
memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan setelah dilakukan audit oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan. Menteri melakukan
pengendalian terhadap produksi Narkotika sesuai dengan
rencana kebutuhan tahunan Narkotika sementara
pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan
hasil akhir dari produksi Narkotika dilakukan oleh BPOM.
PENGADAAN PSIKOTROPIKA

 Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang


telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Psikotropika, yang
diproduksi untuk diedarkan berupa obat, harus memenuhi
standar dan/atau persyaratan farmakope Indonesia atau
buku standar lainnya. Impor psikotropika hanya dapat
dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi
yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
serta lembaga penelitian atau lembaga pendidikan.
PENYIMPANAN NARKOTIKA
 Pabrik farmasi, importir dan PBF yang menyalurkan
narkotika harus memiliki gudang khusus untuk
menyimpan narkotika dengan persyaratan sebagai berikut
:
1. Dinding terbuat dari tembok dan hanya mempunyai satu
pintu dengan dua buah kunci yang kuat dengan merk
yang berlainan.
2. Langit-langit dan jendela dilengkapi dengan jeruji besi.
3. Dilengkapi dengan lemari besi yang beratnya tidak
kurang dari 150 kg serta harus mempunyai kunci yang
kuat.
 Apotek dan rumah sakit harus memiliki tempat khusus
untuk menyimpan narkotika dengan persyaratan sebagai
berikut :
1. Harus di seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat
2. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan
3. Dibagi dua bagian, masing-masing dengan kunci yang
berlainan.
4. Bagian pertama untuk menyimpan morfina, petidina, dan
garam-garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan
bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika
lainnya yang dipakai sehari-hari.
5. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran
lebih kurang 40x80x100 cm3, lemari tersebut harus dibuat
pada tembok atau lantai
6. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan
bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh
Menkes
7. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai
yang diberi kuasa
8. Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan
yang tidak diketahui oleh umum
PEREDARAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA

 Peredaran narkotika dan psikotropika meliputi setiap


kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau
penyerahan narkotika dan psikotropika baik dalam rangka
perdagangan, bukan perdagangan, maupun
pemindahtanganan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan pe-ngembangan ilmu pengetahuan.

 Narkotika dan psikotropika dalam bentuk obat jadi hanya


dapat diedarkan setelah terdaftar pada Badan
POM.Narkotika golongan II dan III yang berupa bahan
baku baik alamiah maupun sintetis dapat diedarkan oleh
pihak yang berhak tanpa wajib daftar
PELAPORAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
 Industri farmasi, Pedagang Besar Farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga
ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan dan
penyimpan laporan berkala, pemasukan dan / atau
pengeluaran narkotika.
 Laporan dibuat setiap awal bulan sampai tanggal 10 dan
dikirim secara online meng-gunakan aplikasi SIPNAP
(Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) melalui
situs http://www.sipnap.binfar.depkes.go.id. Aplikasi ini
dikelola oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
PENYERAHAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
1. Penyerahan hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan dan dokter.
2. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah
sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter
dan pasien.
3. Rumah sakit, apotek, puskesmas, dan balai pengobatan hanya
dapat menyerahkan kepada pasien, berdasarkan resep dokter,
dalam hal:
 menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan

 menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan


atau
 menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada apotek

4. Narkotika dan psikotropika dalam bentuk suntikan dalam


jumlah tertentu yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh
dari apotek.
PEMUSNAHAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA

 Pemusnahan narkotika dan psikotropika dilakukan apabila


:
1. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan
yang berlaku dan / atau tidak dapat digunakan dalam
proses produksi.
2. Kadaluarsa
3. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan / atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan atau ;
4. berkaitan dengan tindak pidana.
 Pemusnahan dilaksanakan oleh orang atau badan yang
bertanggung-jawab atas produksi dan peredaran narkotika
dan psikotropika yang disaksikan oleh pejabat yang
berwenang dan membuat Berita Acara Pemusnahan yang
memuat antara lain ;
 hari, tanggal, bulan dan tahun
 nama pemegang izin khusus (APA/Dokter)
 nama saksi (1 orang dari pemerintah dan 1 orang dari
badan/instansi ybs)
 nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan
 cara pemusnahan
 tanda tangan penanggung jawab apotik/pemegang izin
khusus/dokter pemilik narkotik dan saksi-saksi.
REGISTRASI

 Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat


untuk mendapatkan izin edar. Izin edar adalah bentuk
persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di
wilayah Indonesia. Pertimbangan pemerintah
mengeluarkan peraturan menteri tentang registrasi obat
adalah untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat
jadi yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan,
mutu dan kemanfaatannya.
Beberapa pengertian yang berkaitan dengan
pendaftaran obat, antara lain
 Obat jadi : adalah sediaan atau paduan bahan-bahan termasuk
produk biologi dan kontrasepsi, yang siap digunakan untuk
mempengaruhi dan menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan.
 Obat jadi baru : adalah obat jadi dengan zat berkhasiat atau
bentuk sediaan/cara pemberian atau indikasi atau posologi baru
yang belum pernah disetujui di Indonesia.
 Obat jadi sejenis adalah obat jadi yang mengandung zat berkhasiat
sama dengan obat jadi yang sudah terdaftar.
 Obat jadi kontrak adalah obat jadi yang pembuatannya
dilimpahkan kepada industri farmasi lain.
 Obat jadi impor adalah obat jadi hasil produksi
industrifarmasiluar negeri.
Obat jadi yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi
beberapa kriteria sebagai berikut :

1. khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang


memadai, yang dibuktikan dengan uji praklinis dan
klinis atau uji lain yang relevan
2. mutu yang memenuhi syarat, yang dibuktikan dari
proses produksi sesuai CPOB
3. penandaan berisi informasi yang lengkap dan
obyektif.
4. sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
5. Kriteria lain khusus untuk psikotropika mempunyai
keunggulan kemanfaatan dan keamanan dibanding
dengan obat standar atau obat yang telah disetujui
Persyaratan Obat Jadi Produk Dalam Negeri

 Hanya dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin


sekurang-kurangnya izin prinsip.
 Wajib memenuhi CPOB.
 Pemenuhan persyaratan CPOB dinyatakan oleh petugas
pengawas farmasi yang berwenang setelah dilakukan
pemeriksaan setempat pada industri yang
bersangkutan.
Persyaratan Obat Jadi Kontrak/ Produk TOL

 Hanya dilakukan oleh pemberi kontrak dengan


melampirkan dokumen kontrak.
 Pemberi kontrak adalah industri farmasi atau badan lain.
 Pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi,
sekurang-kurangnya memiliki satu fasilitas produksi
sediaan lain yang telah memenuhi CPOB.
 Industri pemberi kontrak bertanggung jawab atas mutu
obat jadi yang diproduksi berdasarkan kontrak.
 Penerima kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan
fasilitas produksi yang telah memenuhi persyaratan CPOB
untuk sediaan yang telah dikontrakkan.
Persyaratan Obat Jadi Impor

 Diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat dan


registrasinya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri atau
pedagang besar yang mendapat persetujuan tertulis dari industri
farmasi atau pemilik produk di luar negeri.
 Industri farmasi dalam negeri dimaksud harus menunjukkan
bukti perimbangan kegiatan impor dan ekspor yang dilakukan.
 Industri farmasi di luar negeri harus memenuhi persyaratan
CPOB.
 Pemenuhan persyaratan CPOB tersebut harus dibuktikan
dengan dokumen yang sesuai atau jika diperlukan dilakukan
pemeriksaan setempat oleh petugas yang berwenang tersebut
harus dilengkapi dengan data inspeksi terakhir paling lama 2
(dua) tahun yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang setempat.
Persyaratan Obat Jadi Khusus Ekspor

 Khusus untuk ekspor hanya dilakukan oleh industri


farmasi.
 Harus memenuhi kriteria-kriteria kecuali disertai dengan
persetujuan tertulis dari negara tujuan.
Persyaratan Obat Jadi yang Dilindungi Paten

 Hanya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri


pemegang hak paten atau industri farmasi lain atau PBF
yang ditunjuk oleh pemilik paten. Hak paten harus
dibuktikan dengan sertifikat paten.
 Hanya boleh dilakukan apabila telah memenuhi ketentuan
paten yang berlaku di Indonesia.
Evaluasi pendaftaran obat

 Untuk melakukan evaluasi dibentuk :


1. Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS-POJ).
2. Panitia Penilai Khasiat Keamanan.
3. Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan
Kerasionalan Obat Jadi.
Peninjauan kembali pendaftaran obat

 Dalam hal registrasi ditolak, pendaftar dapat mengajukan


keberatan melalui mekanisme peninjauan kembali.
 Pengajuan peninjauan kembali harus disertai dokumen
yang berisi data penunjang.
Evaluasi Kembali pendaftaran obat
1. Terhadap obat jadi yang telah diberikan izin edar
dapat dilakukan evaluasi kembali.
2. Evaluasi kembali dilakukan terhadap :
 Obat dengan resiko efek samping lebih besar
dibandingkan dengan efektivitasnya yang terungkap
sesudah obat dipasarkan.
 Obat dengan efektivitas tidak lebih dari plasebo.
 Obat yang tidak memenuhi persyaratan ketersediaan
hayati/bioekivalensi.
Terhadap obat yang dilakukan evaluasi kembali, industri
farmasi/pendaftar wajib menarik obat tersebut dari
peredaran. Evaluasi kembali juga dilakukan untuk
perbaikan komposisi dan formula obat jadi.
Pembatalan Izin Edar pendaftaran obat
Badan POM dapat membatalkan izin edar apabila terjadi hal-hal sebagai
berikut :
 berdasarkan penilaian atau pemantauan dalam penggunaannya setelah
terdaftar tidak memenuhi kriteria pendaftaran.
 penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan izin edar.
 tidak melaksanakan kewajiban yang telah ditentukan yaitu :
 memproduksi atau mengimpor dan mengedarkan obat
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal persetujuan
dikeluarkan.
 melaporkan pelaksanaannya kepadakepala Badan POM.

 selama 12 bulan berturut-turut obat jadi yang bersangkutan


tidak diproduksi, diimpor atau diedarkan.
 izin industri farmasi, PBF yang mendaftarkan, memproduksi
atau mengedarkan dicabut.
 pemilik izin edar melakukan pelanggaran dibidang produksi dan
peredaran obat jadi.
Kode Nomor Pendaftaran Obat
 Nomor pendaftaran untuk Obat terdiri dari 15 digit yaitu 3
digit pertama berupa huruf dan 12 digit sisanya berupa
angka. Arti dari tiga (3) digit yang pertama dapat dilihat
pada tabel berikut.
Digit ke1 menunjukkan jenis atau kategori obat,seperti :
D  berarti Obat dengan merek dagang
G  berarti obat dengan nama generik

Digit ke 2 menunjukkan golongan obat, seperti :


B  berarti golongan obat bebas
T  berarti golongan obat bebas terbatas
K  berarti golongan obat keras
P  berarti golongan obat Psikotropika
N  berarti golongan obat Narkotika

Digit ke 3 menunjukkan lokasi obat tersebut di produksi atau tujuan diproduksinya obat
tersebut, seperti :
L  berarti obat tersebut diproduksi di dalam negeri atau yang
diproduksi dengan lisensi.
I  berarti obat diproduksi di luar negeri atau obat impor.
X  berarti obat yang dibuat dengan tujuan khusus atau program khusus,
misalnya obat-obat untuk program keluarga berencana
DBL Golongan obat bebas dengan nama dagang(paten) produksi dalam negeri atau lisensi.

DTL Golongan obat bebas terbatas dengan nama dagang (paten) produksi dalam negeri atau lisensi.

GKL Golongan obat keras dengan nama generik produksi dalam negeri atau lisensi

DKL Golongan obat keras dengan nama dagang (obat bermerk) produksi dalam negeri atau lisensi.

DKI Golongan obat keras dengan nama dagang produksi luar negeri atau impor.

GPL Golongan obat psikotropika dengan nama generik produksi dalam negeri atau lisensi.

DPL Golongan obat psikotropika dengan nama dagang produksi dalam negeri atau lisensi

DPI Golongan obat psikotropika dengan nama dagang produksi luar negeri atau impor.

GNL Golongan obat narkotika dengan nama generik produksi dalam negeri atau lisensi

DNL Golongan obat narkotika dengan nama dagang produksi dalam negeri atau lisensi.

DNI Golongan obat narkotika dengan nama dagang produksi luar negeri atau impor.

DKX Golongan obat keras dengan nama dagang untuk program khusus
KOSMETIKA

Berdasarkan Permenkes RI
No.1175/MenKes/Per/VIII/2010 yang dimaksud dengan
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk pemakaian pada bagian luar tubuh
manusia (epidemis, rambut, kuku, bibir, dan organ
genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,
mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik.
Izin produksi
Untuk memproduksi kosmetika harus memperoleh izin.
Kosmetika yang akan diproduksi dan diedarkan harus
memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan, standar
mutu atau persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan yaitu mengenai Cara Produksi Kosmetika Yang
Baik (CPKB) dan hal ini tertuang dalam Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI No.965/ MenKes/SK/XI/1992. Cara
Produksi Kosmetika Yang Baik (CPKB) merupakan cara
produksi kosmetika dengan pengawasan menyeluruh yang
meliputi aspek produksi dan pengendalian mutu untuk
menjamin produk jadi yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan, aman dan bermanfaat
bagi pemakainya.
Izin produksi dibagi 2, yaitu:

 Golongan A, yaitu izin produksi untuk industri kosmetik


yang dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan
kosmetik.
 Golongan B, yaitu izin produksi untuk industri kosmetik
yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetik
tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana.
Persyaratan untuk mendapatkan izin produksi industri
kosmetik golongan A :

 Memiliki apoteker sebagai penanggungjawab


 Memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang
akan dibuat
 Memiliki fasilitas laboratorium
 Wajib menerapkan CPKB
Persyaratan untuk mendapatkan izin produksi industri
kosmetik golongan B :

 Memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis


kefarmasian sebagai penanggungjawab
 Memiliki fasilitas produksi dengan teknologi
sederhana sesuai dengan produk yang akan dibuat
 Mampu menerapkan higiene sanitasi dan
dokumentasi sesuai CPKB
Izin produksi tersebut berlaku selama 5 tahun dan dapat
dicabut jika :

 Atas permohonan sendiri


 Izin usaha industri atau tanda daftar industri habis
masa berlakunya dan tidak diperpanjang
 Izin produksi habis masa berlakunya dan tidak
diperpanjang
 Tidak berproduksi dalam jangka waktu 2 (dua) tahun
berturut-turut
 Tidak memenuhi standar dan persyaratan untuk
memproduksi kosmetika
Notifikasi kosmetika
Kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar
dari Menteri Kesehatan. Sekarang izizn edar produk
kosmetik tidak lagi menggunakan sistem registrasi, tetapi
menggunakan notifikasi kosmetika sesuai peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1176/MenKes/ Per/VIII/2010 tentang
Notifikasi Kosmetika. Hal tersebut dilakukan dalam rangka
harmonisasi ASEAN dibidang kosmetik (Asean Harmonized
Cosmetics Regulatory Scheme). Notifikasi ini ditujukan
kepada Kepala Badan POM RI dengan mengisi formulir
secara elektronik pada website Badan POM RI
Pihak yang dapat melakukan permohonan notifikasi
adalah:

 Industri kosmetika yang berada di wilayah RI yang telah


memiliki izin produksi
 Importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor
(API) dan surat penunjukan keagenan dari produsen negara asal
 Usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak
produksi dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin
produksi.
Notifikasi berlaku selama tiga tahun, dan dapat
diperbaharui/diperpanjang oleh pemohon. Khusus bagi produk
yang diproduksi berdasarkan kontrak, maka produsennya harus
memiliki DIP (Dokumen Informasi Produk) yang sewaktu-waktu
siap untuk diaudit BPOM.
Beberapa istilah Kosmetika dalam Permenkes RI No.445
/MenKes/Per/V/1998

 Bahan adalah zat atau campuran yang berasal dari alam


dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetika
 Zat warna adalah zat atau campuran yang dapat digunakan
sebagai pewarna dalam kosmetika dengan atau tanpa
bantuan zat lain.
 Zat warna bacam adalah zat warna yang dijerapkan
(diabsorpsikan) atau diendapkan pada substratum dengan
maksud untuk memberikan corak dan intesitas warna yang
sesuai dengan yang dikehendaki.
 Zat pengawet adalah zat yang dapat mencegah kerusakan
kosmetika yang disebabkan oleh mikro organisme.
 Substratum adalah zat penjerap (pengabsorpsi) atau zat
pewarna yang digunakan untuk menjerap (mengabsorpsi)
atau mengendapkan zat warna dengan maksud untuk
memberikan corak dan intensitas warna yang sesuai
dengan yang dikehendaki.
 Tabir surya adalah zat yang dapat menyerap sedikitnya
85% sinar matahari pada panjang gelombang 290 sampai
320 nanometer tetapi dapat meneruskan sinar pada
panjang gelombang lebih dari 320 nanometer.
Bahan yang dilarang dalam kosmetika

Terdapat sekitar 55 macam bahan – bahan yang dilarang


digunakan dalam kosmetika baik yang berupa zat warna,
Subtratum, zat pengawet dan tabir surya antara lain
Antimon dan derivatnya, Benzene, Fosfor, Hormone, Iodium,
Kloroform, Monoksida, Nitrosamina, Sel (jaringan atau
produk yang dihasilkan dari manusia) ,Vinil klorida,
Zirkonium
Bahan-bahan yang diizinkan digunakan pada kosmetika
terdiri atas :

1. Zat warna yang diizinkan untuk kosmetika


Ada sekitar 172 macam zat warna yang diizinkan untuk
kosmetika antara lain Pigmen Green no. 8 (CI.No.10008),
Pigmen yelow No.1, Carmoisine, Brilliant black, Acid black,
Beta - caroten, Curcumine, Ultramarines, Titanium dioxide,
Zinc oxyda, Lacto-flavin, Caramel, Timbal (II) asetat

b. Substratum zat warna kosmetika yang diizinkan


Ada sekitar 21 macam subtratum zat warna yang dapat
digunakan dalamkosmetika antara lain Aluminium
hidroksida, Bentonit, Kalsium karbonat, Kaolin, Magnesium
aluminium silikat, Pati, Talk
Zat pengawet yang diizinkan pada kosmetika dengan
persyaratan
 Terdapat 48 macam pengawet yang diizinkan dalam
kosmetika. Beberapa diantaranya dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

No Nama Zat Pengawet Persyaratan

1 Klorbutanol 0.5%

2 Heksamin 0,15%

3 Heksetidin 0,1 %

4 Natrium Iodida 0,1 %

5 Thiomersal 0,007%

6 Triklorokarbon 0,2%

7 Triklosan 0,3%
Bahan yang diizinkan dalam kosmetika dan persyaratan
No Nama Bahan Kegunaan Max Penandaan Ket

1 Alfa Naptol Pewarna rambut 0,5% Mengandung

alfanaftol

2 Aluminium Sulfat Antiperspiran 30%

3 Asam Borat Bedak Badan 5% Jangan

< 3 th

Higines mulut 0,5%

4 Belerang Anti Jerawat 2-10%

5 Benzilkonium Antiseptika 0,005%

Klorida

6 Formaldehid Pengeras kuku 5%

7 Hidrokinon Pengoksida/warna 2%

8 Kinin & garamnya Sampo 0,3%

Cat rambut 0,2%

9 KOH / NaOH - pelarut kutikula

Kuku

- pelurus rambut

10 Selenium Anti ketombe 1% Hanya untuk Mgd

Disulfida Sediaan bilas selenium

(sampo) Jangan

kena

mata/kulit

yang luka

11 Seng Pirition Anti ketombe 2% Jangan

Kena mata

12 Tingtur Cabe 1%
Tabir surya yang diizinkan dengan persyaratan

 Tabir surya yang diperbolehkan ada dalam kosmetika ada


21 macam, diantarnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

No Nama Zat Tabir Sury Persyaratan

1 Deoksibenzon 3%

2 Oksibenzon 6%

3 Lawson 0,25 %

4 Oktil Dimetil PABA 8%

5 PABA 15%

6 Sulisobenzon 10%

7 TEA Salicylat 12%


Wadah dan Pembungkusan Kosmetika diatur dalam
Permenkes RI No.96/Menkes/Per/V/1977

 Wadah harus dibuat dari bahan yang tidak beracun, tidak


mempengaruhi mutu, cukup baik melindungi isi terhadap
pengaruh dari luar, ditutup sedemikian rupa sehingga
menjamin keutuhan isinya, dibuat dengan
mempertimbangkan keamanan pemakaian.
 Pembungkus harus diberi etiket seperti wadah dan dibuat
dari bahan yang cukup melindungi wadah selama
peredaran. Pembungkus yang berfungsi sebagai wadah
harus memenuhi persyaratan wadah.
Iklan Kosmetika
1. Periklanan kosmetika harus menyatakan hal yang benar sesuai
kenyataan, tidak berlebih-lebihan, tidak menyesatkan dan tidak
dapat ditafsirkan salah perihal asal, sifat, nilai, kuantitas,
komposisi, kegunaan dan keamanan kosmetika dan alat
kesehatan.
2. Dilarang mengiklankan kosmetika :
 yang belum terdaftar atau belum mendapatkan nomor
pendaftaran,
 dengan menggunakan kalimat, kata-kata, pernyataan yang isinya
tidak sesuai dengan penandaan atau keterangan yang tercantum
pada formulir permohonan pendaftaran yang disetujui,
 dengan menggunakan rekomendasi dari suatu laboratorium,
instansi pemerintah, organisasi profesi kesehatan atau kecantikan
dan atau tenaga kesehatan,
 dengan menggunakan peragaan tenaga kesehatan dan kecantikan,
 seolah-olah sebagai obat.
ALAT KESEHATAN

 Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, implan


yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk
mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit serta
memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
(Undang-Undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
dan Permenkes RI No:1189,1190,1191 tahun 2010 )
Menurut Permenkes RI Nomor : 1190 / Menkes / Per /
VIII / 2010, pembagian katagori dan sub katagori alat
kesehatan adalah :

1. peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik


( sistem tes kimia klinik, sistem tes toksikologi klinik, dan lain-lain )
2. peralatan hematologi dan patologi
( peralatan dan asesori patologi, pereaksi hematologi, dan lain-lain )
3. peralatan imunologi dan mikrobiologi
( sistem tes imunologikal, peralatan mikrobiologi, dan lain-lain ))
4. peralatan anestesi
( peralatan anestesi diagnostik, peralatan anestesi terapetik, dll)
5. peralatan kardiologi
( peralatan kardiologi bedah, peralatan kardiologi terapetik, dll)
Penanggung jawab teknis :

 Menurut Permenkes RI Nomor : 1189 / Menkes / Per / VIII /


2010 :
 Pemilik sertifikat kelas A : Apoteker, sarjana lain yang
sesuai, D3 ATEM ( Akademi Teknik Elektro Medik )
untuk alat kesehatan elektromedik
 Pemilik sertifikat produksi kelas B : minimal D3 Farmasi
dan Kimia Teknik
 Pemilik sertifikat produksi kelas C : SMK Farmasi
Pedoman periklanan alat kesehatan
 Untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan
peredaran Alat Kesehatan, yang tidak memenuhi syarat
akibat label dan periklanan yang tidak benar, pemerintah
melaksanakan pengendalian dan pengawasan promosi dan
atau periklanan. Hal ini diatur dalam Permenkes RI Nomor :
1189 / Menkes / Per / VIII / 2010.
 Kriteria Periklanan :
 Iklan alat kesehatan yang diedarkan harus memuat
keterangan secara obyektif, lengkap dan tidak menyesatkan
serta sesuai dengan penandaan yang telah disetujui.
 Iklan mengenai alat kesehatan pada media apapun harus
mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan dan
dilaksanakan dengan memperhatikan etika periklanan
PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA (PKRT)

 Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ( PKRT ) adalah alat,


bahan atau campuran untuk pemeliharaan dan perawatan
kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan
peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum.
Definisi tersebut tercantum dalam Permenkes RI No.
No:1189,1190,1191 tahun 2010
Kategori dan sub kategori PKRT
1. Tissue dan kapas
( kapas kecantikan, facial tissue, toilet tissue, tissue basah, dll )
2. Sediaan untuk mencuci
( sabun cuci, deterjen, pelembut cucian, pemutih, dll )
3. Pembersih
(pembersih kaca,pembersih lantai,pembersih kloset,poreseln, dan
lain-lain )
4. Alat perawatan bayi
( dot dan sejenisnya, popok bayi, botol susu, dan lain-lain )
5. Antiseptika dan desinfektan
( antiseptika, desinfektan , dan lain-lain )
6. Pewangi
( pewangi ruangan, pewangi telepon, pewangi mobil, dll)
7. Pestisida rumah tangga
 (pengendali serangga, pencegah serangga, pengendali kutu rambut,
dan lain-lain )
Klasifikasi kelas PKRT diatur dalam Permenkes RI Nomor :
1190 / Menkes / Per / VIII / 2010 ), yaitu :

 Kelas I ( resiko rendah ) : pada penggunaan tidak


menimbulkan akibat seperti iritasi, korosif dan
karsinogenik, contoh : kapas dan tissue
 Kelas II ( resiko sedang ) : pada penggunaan dapat
menimbulkan akibat seperti iritasi, korosif tetapi tidak
menyebabkan karsinogenik, contoh : detergen dan alkohol
 Kelas III ( resiko tinggi ) : mengandung pestisida yang
dapat menimbulkan akibat serius seperti karsinogenik,
contoh : anti nyamuk bakar, repelan
Produksi PKRT ( Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga )

 Untuk memproduksi PKRT harus mendapatkan izin


berupa Sertifikat Produksi dari Menkes.dengan
menerapkan Pedoman Cara Pembuatan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB) sesuai
dengan Permenkes RI Nomor: 1189,1190,1191/Menkes/Per/
VIII/2010
Pedoman Periklanan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga ( PKRT )

 Untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan


peredaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT),
yang tidak memenuhi syarat akibat label dan periklanan
yang tidak benar, pemerintah melaksanakan pengendalian
dan pengawasan promosi dan atau periklanan. Pedoman
periklanan PKRT diatur dalam Permenkes RI Nomor : 1190/
Menkes /Per /VIII /2010
Kriteria Periklanan :

 Iklan PKRT yang diedarkan harus memuat keterangan


secara obyektif, lengkap dan tidak menyesatkan serta
sesuai dengan penandaan yang telah disetujui.
 Iklan mengenai PKRT pada media apapun harus mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan dan
dilaksanakan dengan memperhatikan etika periklanan
BAHAN BERBAHAYA DAN ZAT WARNA TERTENTU YANG
DINYATAKAN SEBAGAI BAHAN BERBAHAYA

 Bahan berbahaya
Berdasarkan Permenkes RI No.472/Menkes/Per/V/1996
tentang pengamanan bahan ber-bahaya bagi kesehatan, yang
dimaksud dengan bahan berbahaya adalah zat, bahan kimia
dan biologi baik dalam bentuk tunggal maupun campuran
yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup
secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat
racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan
iritasi.
 Pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun menurut OSHA
(Occupational Safety and Health of the United State
Government) adalah bahan yang karena sifat kimia
maupun kondisi fisiknya berpotensi menyebabkan
gangguan pada kesehatan manusia, kerusakan properti
dan atau lingkungan. Contoh dan sifat bahan berbahaya
dapat dilihat pada table berikut ini
Sifat dan contoh bahan berbahaya
N Sifat Contoh
o

1 Racun Akonitin, Atropin, Hyoscyamin, Khloralhidrat

Merkuri, Sianida, Strichnin

2 Karsinogenik Rhodamin B, Methanyl Yellow


3 Teratogenik dan Iritasi Dimetilformamida
4 Mutagenik dan Karsinogenik Benzo(a)piren / alfa benzopiren pada asap rokok

5 Korosif & Racun Amonium biflorida, Boron trichlorida, Fosfor (putih), Phenol, Xilenol

6 Iritasi & Racun Nitrogen dioksida


7 Racun dan Karsinogenik Anilin, Asam arsenat & , garamnya, Asbestos, Borax, Hexa chlorobenzene

8 Iritasi & Karsinogenik Formaldehid


9 Racun, Iritasi & Teratogenik Karbondisulfida

1 Racun, Iritasi, Mutagenik & Etilen dioksida


0 Karsinogenik
Persyaratan Distributor / Pengelola

 Setiap badan usaha atau perorangan yang mengelola bahan


berbahaya harus membuat, menyusun dan memiliki
lembaran data pengaman bahan berbahaya. Lembaran
Data Pengamanan (LDP) adalah lembar petunjuk yang
berisi informasi tentang sifat fisika, kimia dari bahan
berbahaya, jenis bahaya yang dapat ditimbulkan, cara
penanganan dan tindakan khusus yang berhubungan
dengan keadaan darurat didalam penanganan bahan
berbahaya.
 LDP harus diletakkan ditempat yang mudah dilihat dan
dibaca untuk memudahkan tindakan pengamanan apabila
diperlukan.
Penandaan

 Setiap bahan berbahaya yang diedarkan harus diberikan


wadah dan kemasan yang baik serta aman. Pada wadah
atau kemasan harus dicantumkan penandaan yang
meliputi : nama sediaan / nama dagang, nama bahan aktif,
isi / berat netto, kalimat peringatan dan tanda atau simbol
bahaya, pertolongan pertama pada kecelakaan, dan
penandaan tersebut harus mudah dilihat, dibaca,
dimengerti, tidak mudah lepas / luntur baik karena
pengaruh sinar / cuaca.
Contoh Simbol dan arti dari beberapa bahan berbahaya
Simbol Keterangan

Nama : Irritant
Arti : Bahan yang dapat menyebabkan iritasi, gatal-gatal dan dapat menyebabkan luka bakar
pada kulit.
Contoh : NaOH, C6H5OH, Cl2

Nama : Harmful
Arti : Bahan yang dapat merusak kesehatan tubuh bila kontak langsung dengan tubuh atau
melalui inhalasi.
Contoh : Etilen glikol, Diklorometan.

Nama : Toxic
Arti : Bahan yang bersifat beracun, dapat menyebabkan sakit serius bahkan kematian bila
tertelan atau terhirup.
Contoh : Metanol, Benzena.
Nama : Corrosive

Arti : Bahan yang bersifat korosif, dapat merusak jaringan hidup, dapat menyebabkan iritasi pada kulit, gatal-gatal dan dapat membuat kulit mengelupas.

Contoh : HCl, H2SO4, NaOH (>2%)

Nama : Flammable

Arti : Bahan kimia yang mempunyai titik nyala rendah, mudah terbakar dengan api bunsen, permukaan metal panas atau loncatan bunga api.

Contoh : Minyak terpentin.

Nama : Explosive

Lambang : E

Arti : Bahan kimia yang mudah meledak dengan adanya panas atau percikan bunga api, gesekan atau benturan.

.Contoh : KClO3, NH4NO3, Trinitro Toluena (TNT).

Nama : Oxidizing

Arti : Bahan kimia bersifat pengoksidasi, dapat menyebabkan kebakaran dengan menghasilkan panas saat kontak dengan bahan organik dan bahan pereduksi.

Contoh : Hidrogen peroksida, Kalium perklorat.

Nama : Dengerous For the Environment

Arti : Bahan kimia yang berbahaya bagi satu atau beberapa komponen lingkungan. Dapat menyebabkan kerusakan ekosistem.

Contoh : Tributil timah klorida, Tetraklorometan, Petroleum bensin.

Nama : Radioactive

Arti : Bahan yang mengandung material atau kombinasi dari material lain yang dapat memancarkan radiasi secara spontan.

Contoh : Uranium, 90Co, Tritium.

Nama : Marine Pollutant

Arti : Polutan laut.

Tindakan : Tidak membuang limbah ke saluran air atau sungai yang mengalir ke laut.
Pelaporan
 Badan usaha / perorangan yang mengelola bahan berbahaya
harus membuat laporan berkala setiap tiga bulan yang memuat
tentang penerimaan, penyaluran, dan penggunaan serta yang
berkaitan dengan kasus yang terjadi. Khusus terhadap importir
bahan berbahaya berupa boraks, formalin, merkuri, metanil
yellow, rhodamin B dan sianida dan garamnya harus segera
melaporkan pemasukan dan penerimaannya kepada Badan
POM selambat-lambatnya dua minggu setelah penerimaan
barang tersebut yang mendata tentang :
 nama & alamat jelas pemesan / pengguna
 jumlah bahan berbahaya yang diserahkan.
 untuk keperluan apa bahan berbahaya tersebut digunakan serta
pada kemasan bahan berbahaya harus dicantumkan nama
importirnya.
ZAT WARNA TERTENTU YANG DINYATAKAN SEBAGAI
BAHAN BERBAHAYA

 Zat warna tertentu yang digunakan untuk memberi dan


atau memperbaiki warna bahan atau barang, banyak
beredar dalam masyarakat yang apabila digunakan dalam
obat, makanan, dan kosmetika dapat membahayakan
kesehatan manusia. Untuk melindungi masyarakat dari
bahaya yang ditimbulkan oleh zat warna tertentu Menteri
Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.239/Menkes/Per/V/85 tentanga Zat Warna Tertentu
yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya.
 Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan Depkes RI No. 00386/C/SK/II/90
tentang perubahan lampiran Peraturan Menteri Kesehatan
No.239/Menkes/ Per/V/85, yang termasuk dalam zat warna
tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam
obat, makanan dan kosmetik adalah jingga K1, merah K3,
Merah K4, Merah K10, Merah K11
Pelaporan

 Zat warna tertentu dalam lampiran Permenkes ini


dinyatakan sebagai bahan berbahaya, dilarang
digunakan dalam obat, makanan dan kosmetika.
Kecuali mendapat izin dari Dirjen POM (sekarang
Badan POM). Badan usaha / perorangan yang
memproduksi, mengimpor dan mengedarkan zat
warna tertentu ini harus mendaftarkan kepada Dirjen
POM (sekarang Badan POM) serta membuat laporan
khusus tentang produksi, impor dan peredarannya.
Penandaan

 Pada wadah dan pembungkus zat warna tertentu yang


dinyatakan sebagai bahan berbahaya harus dicantumkan
penandaan berupa tanda peringatan : “DILARANG
DIGUNAKAN DALAM OBAT, MAKANAN DAN
KOSMETIKA atau DILARANG DIGUNAKAN DALAM
OBAT DAN MAKANAN “. dengan huruf latin besar
berwarna merah dan dapat dibaca dengan jelas.
TUGAS
 Sebutkan macam-macam sediaan kosmetika beserta
contohnya
 Penyaluran alat kesehatan dapat dilakukan oleh.....
 Setiap penyalur alat kesehatan (PAK), cabang PAK dan
toko alat kesehatan wajib memiliki izin :
BAHAN TAMBAHAN PANGAN

 bahan tambahan pangan (BTP) didefinisikan sebagai


bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Secara umum
penggunaan bahan tambahan pangan bertujuan untuk
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan daya
simpan, serta mempermudah penghidangan pangan.
Sebagian besar bahan tambahan pangan memiliki nilai gizi
atau tidak ada sama sekali.
BEBERAPA ISTILAH DALAM BTP
 ADI (Acceptable Daily Intake) adalah jumlah maksimum bahan
tambahan pangan dalam miligram per kilogram berat bahan
yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa
menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.
 PTWI (Provisional Tolerable Weekly Intake)merupakan jumlah
maksimum suatu zat dalam miligram per kilogram berat badan
yang dapat ditoleransi oleh tubuh dalam seminggu tanpa
menimbulkan efek merugikan kesehatan
 MTDI (Maximum Daily Tolerable Intake) adalah jumlah
maksimum suatu zat dalam miligram per kilogram berat badan
yang dapat ditoleransi oleh tubuh dalam sehari tanpa
menimbulkan efek merugikan kesehatan.
 PTWI dan MTDI umumnya digunakan untuk kontaminan
dan residu seperti pestisida dan insektisida
Dasar pertimbangan ditetapkannya Permenkes
No.033/Menkes/Per/VII/2012 Tentang Bahan Tambahan
Pangan :
 bahwa masyarakat perlu dilindungi dari penggunaan bahan
tambahan pangan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan;
 bahwa pengaturan tentang bahan tambahan pangan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
tentang Bahan Tambahan Makanan sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1168/Menkes/Per/X/1999 sudah tidak sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
pangan;
 bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan tentang Bahan Tambahan Pangan;
BTP yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut :
 BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung
dan/atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan.
 BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang
sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis
pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan
untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik
secara langsung atau tidak langsung.
 BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai
gizi.
Pelabelan bahan tambahan pangan

 Pangan yang mengandung BTP atau sediaan BTP harus


diberi label pangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Secara umum semua
pangan yang mengandung BTP harus mencantumkan
golongan BTP yang digunakan pada lebelnya. Pangan yang
mengandung BTP golongan antioksidan, pemanis buatan,
pengawet, pewarna dan penguat rasa wajib mencantumkan
nama jenis BPT. Pangan olahan yang mengandung BTP
ikutan (carry over) wajib mencantumkan BTP ikutan
(carry over) setelah bahan yang mengandung BTP tersebut
sediaan BTP, pada label wajib mencantumkan :

 tulisan “Bahan Tambahan Pangan”;


 nama golongan BTP;
 nama jenis BTP; dan
 nomor Pendaftaran Produsen BTP, kecuali untuk
sediaan pemanis dalam bentuk table top
Jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan

 Terdapat 27 jenis bahan tambahan pangan yang diatur dalam


Permenkes nomor 033 /Menkes /Per/VII/2012 :
1. Pemanis (Sweetener);
 Berfungsi untuk memberikan rasa manis pada produk pangan.
 Pemanis dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
a. Pemanis alami (natural sweetener)
 Ditemukan dalam bahan alam baik melalui proses sintetik
maupun fermentasi.
 Contoh : sorbitol, manitol, xilitol, laktitol, eritritol, isomalt
b. Pemanis buatan (Artificial sweetener)
 Diperoleh dari proses kimia dan tidak terdapat di alam.
 Contoh : aspartam, sakarin, asam siklamat, sukralosa, neotam
2. Pewarna (Colour);
 Befungsi untuk memberikan warna pangan, dibedakan menjadi :
a. Pewarna alami
 Dibuat melalui proses ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi
(sintesis parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral, atau sumber
alami lain, termasuk pewarna identik alami.
 Contoh : antosianin, bit, beta karoten, caramel, kurkumin,
riboflavin, karmin, klorofil, karbon tanaman, beta karoten,
ekstrak anato, karotenoid, merah, titanium dioksida.
b. Pewarna sintetik
 Diperoleh melalui sintesis kimiawi
 Contoh : indigotanin Cl. No.73015, hijau FCF Cl. No.42090,
tartrazin CL. No 19149, kuning kuinolon Cl. No. 47005, ponceau
4R Cl. No.16255, eritrosin Cl. No.45430,
3. Peretensi warna (Colour retention agent);
 Digunakan untuk mempertahankan, menstabilkan, atau
memperkuat intensitas warna pangan tanpa menimbulkan
warna baru.
 Contoh : magnesium karbonat, magnesium hidroksida

4. Pengawet (Preservative);
 Digunakan untuk mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap
pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
 Contoh : asam benzoat dan garamnya, etil parahidroksibenzoat,
metil parahidroksibenzoat, asam sorbat dan garamnya, sulfit,
nisin, nitrit, nitrat, asam propionat, lisozim hidroklorida
5. Perisai (Flavouring)
 Digunakan untuk member rasa (flavor), kecuali rasa manis, asin dan
asam. Umumnya berupa preparat konsentrat dengan atau tanpa ajudan
perisa (flavouring adjunct). Dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a. Bahan baku aromatik alami
 Berasal dari tumbuhan atau hewan yang cocok digunakan dalam
penyiapan/ pembuatan/ pengolahan perisai alami. Termasuk bahan
pangan, rempah-rempah, herbal dan sumber tumbuhan lainnya yang
tepat untuk aplikasi yang dimaksud
 Contoh : bubuk bawang, bubuk cabe, irisan daun jeruk, potongan daun
salam, irisan jahe
b. Preparat perisai (Flavouring preparation)
 Merupakan bahan yang diolah untuk memberikan citarasa. Diperoleh
melalui proses fisik, mikrobiologis, atau enzimatik suatu bahan
tumbuhan atau hewan dalam bentuk mentah atau produk olahan.
 Contoh : ekstrak teh, paprika oleoresin, bubuk keju, ekstrak ragi,
minyak jeruk
3. Perisai asap
 Diperoleh dari kayu keras termasuk serbuk gergaji, tempurung, dan
tanaman berkayu melalui proses pembakaran yang terkendali,
distilasi kering, atau perlakuan dengan uap yang sangat panas, dan
selanjutnya dikondensasi serta difraksinasi untuk mendapatkan
cita rasa yang diinginkan. yang tidak mengalami perlakuan dan
tidak terkontaminasi

4. Perisai hasil proses panas, dapat berupa :


 Preparat perisa dari bahan atau campuran bahan yang diizinkan
digunakan dalam pangan,
 Perisa yang secara alami terdapat dalam pangan, atau
 Perisa yang diizinkan digunakan dalam pembuatan perisai hasil
proses panas, pada kondisi yang setara dengan suhu dan waktu
tidak lebih dari 1800C selama 15 menit serta pH tidak lebih dari 8,0
 Contoh : perisai yang dihasilkan dari gula pereduksi dan asam
amino
6. Penguat rasa (Flavour enhancer);
 Digunakan untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau
aroma yang telah ada dalam bahan pangan tanpa memberikan rasa
dan/atau aroma baru.
 Contoh : Asal L-glutamat, asam inosinat dan garamnya, asam guanilat
dan garamnya, garam-garam 5-ribonukleotida

7. Pengemulsi (Emulsifier);
 Digunakan untuk membantu terbentuknya campuran yang homogen
dari dua atau lebih fase yang tidak tercampur seperti minyak dan air.
 Contoh : lesitin, golongan gom (gom arab, gom kacang lokus, gom
trgacanth, gom karaya), gelatin, golongan laktat (natrium laktat,
kalsium laktat), natrium dihidrogen sitrat, dinatrium monohidrogen
sitrat, golongan alginat (asam alginat, natrium alginat, kalium alginat),
agar-agar, karagenan, gelatin, polisorbat, pektin,selulosa mikrokristal,
ester asam lemak dan laktat dari gliserol,
8. Garam pengemulsi (Emulsifying salt);
 Digunakan untuk mendispersikan protein dalam keju sehingga
mencegah pemisahan lemak.
 Contoh : natrium dihidrogen sitrat, trinatrium dihidrogen sitrat,
monokalium fosfat, dikalium fosfat, gelatin, dinatrium fosfat,
kalium polifosfat, ester asam lemak dan laktat dari gliserol, ester
asam lemak dan sitrat dari gliserol, natrium glukonat

9. Penstabil (Stabilizer);
 Digunakan untuk menstabilkan sistem dispersi yang homogen
pada pangan.
 Contoh : asam alginat, agar-agar, kalsium karbonat, kalsium
asetat, lesitin, natrium laktat, kalsium laktat, asam fumarat,
natrium dihidrogen sitrat, karagenan, gom kacang lokus, gom
tragakan, gom arab, gom karaya, gelatin, polisorbat, pektin,
selulosa mikrokristal, ester asam lemak dan laktat dari gliserol,
ester sukrosa asam lemak
10. Pengental (Thickener);
 Digunakan untuk meningkatkan viskositas pangan.
 Contoh : kalsium asetat, golongan alginate (kalium alginat, asam
alginat, natrium alginat, kalsium alginat), golongan laktat
(natrium laktat, kalsium laktat), golongan gom (gom kacang
lokus, gom tragakan, gom arab, gom karaya, gom gelan), gliserol,
gelatin, polisorbat, pektin, kalium klorida, kalsium klorida,
bromelain.

11. Pengembang (Raising agent);


 Berupa senyawa tunggal atau campuran untuk melepaskan gas
sehingga meningkatkan volume adonan.
 Contoh : amonium karbonat, natrium aluminium fosfat,
natrium karbonat, natrium hidrogen karbonat, amonium
karbonat, dekstrin, pati asetat.
12. Peningkat volume (Bulking agent);
 Digunakan untuk meningkatkan volume pangan.
 Contoh : karagenan, gom tragakan, natrium laktat, asam
alginat, natrium alginat, propilen glikol, agar-agar, gom
guar, gom arab, pati modifikasi asam, pati oksida,
monopati fosfat, dipati adipat terasetilasi

13. Antioksidan (Antioxidant);


 Digunakan untuk mencegah atau menghambat kerusakan
pangan akibat oksidasi.
 Contoh: asam askorbat, natrium askorbat, tokoferol, propil
galat, TBHQ (Tertiary butylhydroquinone), BHA (butylated
hydroxyyanisole) dan BHT (butylated hydroxyltoluene
14. Antikempal (Anticaking agent);
 Digunakan untuk mencegah mengempalnya produk
pangan.
 Contoh :kalsium karbonat, trikalsium fosfat, selulosa
mikrokristal, asam miristat, asam palmitat, magnesium
karbonat, natrium karbonat.
15. Antibuih (Antifoaming agent);
 Digunakan untuk mencegah atau mengurangi
pembentukan buih/ busa.
 Contoh : Kalsium alginat, Mono dan digliserida asam
lemak.
16. Bahan pengkarbonasi (Carbonating agent);
 Berfungsi untuk membentuk karbonasi di dalam pangan.
 Contoh : karbon dioksida
17. Gas untuk kemasan (Packaging gas)
 Digunakan untuk mempertahankan mutu pangan dan
melindungin pangan dari kerusakan. Biasanya berupa gas yang
dimasukkan ke dalam kemasan pangan sebelum, saat, maupun
setelah kemasan diisi dengan pangan. Contoh : karbon dioksida,
nitrogen

18. Propelan (Propellant);


 Berupa gas yang digunakan untuk mendorong pangan keluar
dari kemasan.
 Contoh : nitrogen, propana, dinitrogen monoksida

19. Humektan (Humectant)


 Digunakan untuk mempertahankan kelembaban pangan.
 Contoh : natrium laktat, kalium laktat, natrium hidrogen
maleat, natrium malat, gliserol, triasetin.
20. Pelapis (Glazing agent);
 Digunakann untuk melapisi permukaan pangan sehingga
memberikan efek perlindungan dan/atau penampila mengilap
 Contoh : malam, lilin kandelila, lilin karnauba, lak, lilin
mikrokristalin, lilih lebah, lanolin.

21. Pembawa (carrier)


 Digunakan untuk memfasilitasi penanganan, aplikasi atau
penggunaan bahan tambahan pangan lain atau zat gizi di dalam
pangan. Digunakan dengan melarutkan, mengencerkan,
mendispersikan, atau memodifikasi bahan tambahan pangan
lain atau zat gizi secara fisik tanpa mengubah fungsinya dan
tidak mempunyai efek teknologi pangan.
 Contoh : polietilen glikol, propilen glikol, triasetil sitrat, sukrosa
isobutirat
22. Pembentuk gel (Gelling agent);
 Digunakan untuk membentuk gel.
 Contoh : asam alginat, natrium alginat, kalium alginat,
agar-agar, karagenan, gom gelan, gelatin, pektin.

23. Pembuih (Foaming agent);


 Digunakan untuk membentuk atau memelihara
homogenitas dispersi fase gas dalam pangan berbentuk cair
atau padat.
 Contoh : etil metil selulosa, gom xantan, selulosa
mikrokristal
24. Pengatur keasaman (Acidity regulator);
 Digunakan untuk mengasamkan, menetralkan dan/atau
mempertahankan derajat keasaman pangan.
 Contoh : asam malat, kalsium laktat, kalsium karbonat, asam
asetat, natrium asetat, kalium asetat, asam laktat, asam fumarat,
natrium laktat, kalium laktat, asam sitrat dan garamnya, asam
tartrat, asam fosfat, natrium hidrogen malat, natrium karbonat,
kalium karbonat, asam hidroklorida, magnesium hidroksida.

25. Pengeras (Firming agent);


 Digunakan untuk mengeraskan, atau mempertahankan jaringan
buah dan sayuran, atau berinteraksi dengan bahan pembentuk
gel untuk memperkuat gel.
 Contoh : kalsium klorida, kalsium glukonat, kalium laktat,
trikalsium sitrat, kalium klorida, kalsium sulfat, kalsium
glukonat.
26. Bahan Perlakuan tepung (Flour treatment agent);
 Ditambahkan pada tepung untuk memperbaiki warna, mutu
adonan dan atau pemanggangan, termasuk bahan pengembang
adonan, pemucat dan pematang tepung.
 Contoh : amonium klorida, L-amonium laktat, alfa amilasi dari
Aspergillus oryzae, protease dari Aspergillus oryzae, papain,
bromelain

27. Sekuestran (Sequestrant);


 Digunakan untuk mengikat ion logam polivalen untuk
membentuk kompleks sehingga meningkatkan stabilitas dan
kualitas pangan.
 Contoh : isopropil sitrat, natrium glukonat, kalsium dinatrium
etilen diamin tetra asetat, kalium glukonat
Bahan Yang Dilarang Digunakan Sebagai BTP (Bahan
Tambahan Pangan)

1. Asam borat dan senyawanya (Boric acid) 1. Nitrofurazon (Nitrofurazone)


2. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its 2. Dulkamara (Dulcamara)
salt) 3. Kokain (Cocaine)
3. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC) 4. Nitrobenzen (Nitrobenzene)
4. Dulsin (Dulcin) 5. Sinamil antranilat (Cinnamyl
5. Formalin (Formaldehyde) anthranilate)
6. Kalium bromat (Potassium bromate) 6. Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)
7. Kalium klorat (Potassium chlorate) 7. Biji tonka (Tonka bean)
8. Kloramfenikol (Chloramphenicol) 8. Minyak kalamus (Calamus oil)
9. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated 9. Minyak tansi (Tansy oil)
vegetable oils) 10. Minyak sasafras (Sasafras oil)
Label pada pemanis buatan
 Pada lebel pangan, kesetaraan tingkat kemanisan dengan gula beserta
nilai ADI pemanis harus dicantumkan. Selain itu, perlu dicantumkan
tulisan tertentu pada label, antara lain :
 Semua pangan dengan pemanis buatan wajib mencantumkan tulisan
“mengandung pemanis buatan, disarankan tidak dikonsumsi oleh anak
di bawah 5 (lima) tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui”.
 Pangan khusus penderita diabetes yang menggunakan pemanis buatan
harus mencantumkan tulisan “untuk penderita diabetes dan/ atau
orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah”.
 Apabila pangan mengandung pemanis buatan aspartam, tulisan
“mengandung fenilalanin, tidak cocok untuk penderita fenil-
ketonurik” dan “tidak cocok digunakan untuk bahan yang akan
dipanaskan” wajib dicantumkan.
 Bila pemanis buatan yang digunakan adalah golongan poliol, label
pangan harus mencantumkan “konsumsi yang berlebihan memberikan
efek laksatif”.
 Pangan yang menggunakan kombinasi gula dan pemanis buatan harus
mencantumkan “mengandung gula dan pemanis buatan”.
Label pada zat pewarna

 Pangan olahan yang mengandung perisai wajib


mencantumkan nama kelompok perisai dalam daftar
bahan atau komposisi bahan (ingredients). Pada
labelnya harus tercantum nomor indeks (color index,
CL) dan tulisan pewarna pangan ditulis dengan huruf
besar berwarna hijau di dalam kotak persegi panjang
berwarna hijau. Selain itu, logo huruf M di dalam
suatu lingkaran berwarna hitam harus dicantumkan
pada lebelnya.
PEMBANGUNAN KESEHATAN

 Tujuan nasional bangsa Indonesia seperti yang termaktub


dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, adalah
untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan pembangunan kesehatan

 Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat


2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui
terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang
ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku
dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara
adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Landasan pembangunan kesehatan

 Landasan idiil : Pancasila


 Landasan konstitusional : UUD 1945
Dasar-dasar pembangunan kesehatan

1. Perikemanusian
2. Adil dan merata
3. Pemberdayaan dan kemandirian
4. Pengutamaan dan manfaat
4 misi pembangunan kesehatan 2010

1. Menggerakan pembangunan nasional berwawasan


kesehatan
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup
sehat
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan
yang bermutu, merata dan terjangkau
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu,
keluarga, masyarakat beserta lingkungannya
Visi pembangunan kesehatan

 Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin


dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah
masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh
penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan
perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk
menjagkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Sasaran pembangunan kesehatan Indonesia sehat 2010

1. Kerjasama lintas sektoral


2. Kemandirian masyarakat dan kemitraan swata
3. Perilaku hidup sehat
4. Lingkungan sehat
5. Upaya kesehatan
6. Manajemen pembangunan kesehatan
7. Derajat kesehatan
KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS)

 Tujuan konas untuk meningkatkan pemerataan dan


keterjangkauan obat secara berkelanjutan, agar tercapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
 Keterjangkauan dan penggunaan obat yang rasional merupakan
bagian dari tujuan yang hendak dicapai. Pemilihan obat yang
tepat dengan mengutamakan penyediaan obat esensial dapat
meningkatkan akses serta kerasionalan penggunaan obat.
 Semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan
mutunya agar memberikan manfaat bagi kesehatan. Bersamaan
dengan itu masyarakat harus dilindungi dari salah penggunaan
dan penyalahgunaan obat.
landasan, arah dan pedoman dalam pembangunan
khususnya di bidang obat , yang mencakup :
1. Pembiayaan
 Sasaran : Masyarakat, terutama yg tidak mampu dapat memperoleh
obat esensial setiap saat diperlukan
 Beberapa langkah kebijakan :
a. Penetapan target pembiayaan obat sektor publik secara nasional
b. Mengembangkan mekanisme pemantauan pembiayaan obat sektor
publik di daerah
c. Pemerintah menyediakan anggaran obat utk program kesehatan
nasional
d. Pemerintah menyediakan dana buffer stock nasional utk
kepentingan penanggulangan bencana & memenuhi kekurangan
obat di kabupaten/kota
e. Pemerintah daerah menyediakan anggaran obat cukup yg
dialokasikan dari dau
2. Ketersediaan dan pemerataan obat
 Sasaran : Obat Yg Dibutuhkan Untuk Pelayanan Kesehatan, Terutama
Obat Esensial Senantiasa Tersedia Di Seluruh Wilayah Indonesia
 Beberapa langkah kebijakan :
a. Memberikan Insentif Utk Produksi Obat Jadi & Bahan Baku Dlm
Negeri Tanpa Menyimpang Dari & Dgn Memanfaatkan Peluang Yang
Ada Dlm Perjanjian Wto
b. Menunjang Ekspor Obat à Mencapai Skala Produksi Yg Lebih
Ekonomis -à Menunjang Perkembangan Ekonomi Nasional
c. Mendorong Kerjasama Regional Dlm Rangka Perdagangan Obat
Internasional Untuk Pengembangan Produksi Dalam Negeri
d. Menunjang Pengembangan & Produksi Fitofarmaka Dari Sumber
Daya Alam Sesuai Dgn Kriteria Khasiat & Keamanan Obat
e. Peningkatan Efektivitas & Efisiensi Distribusi Obat Melalui Regulasi
Yg Tepat
f. Mendorong Pelayanan Kefarmasian Melalui Peningkatan
Profesionalisme Tenaga Farmasi
3. Keterjangkauan obat
 Sasaran : Harga Obat Terutama Obat Esensial Terjangkau Oleh
Masyarakat
 Beberapa langkah kebijakan :
a. Peningkatan Penerapan Konsep Obat Esensial & Program Obat
Generik
b. Pemerintah Melaksanakan Evaluasi Harga Secara Periodik
c. Memanfaatkan Pendekatan Farmakoekonomik Di Upk Untuk
Meningkatkan Efisiensi
d. Pengendalian Harga Jual Pabrik
e. Mengembangkan Sistem Informasi Harga Obat Bagi Masyarakat
f. Mengembangkan Sistem Pengadaan Obat Sektor Publik Dengan
Menerapkan Prinsip Pengadaan Dlm Jumlah Besar / Pengadaan
Bersama
g. Penghapusan pajak dan bea masuk untuk obat esensial
h. Melakukan kebijakan pengaturan harga obat untuk menjamin
keterjangkauan harga obat
4. Seleksi obat esensial
 Sasaran : Diterimanya Secara Luas Daftar Obat Esensial Nasional
(Doen)
 Beberapa langkah kebijakan :
a. Pemilihan Obat Esensial Harus Terkait Dengan Pedoman
Terapi / Standar Pengobatan Yang Didasarkan Pada Bukti
Ilmiah Terbaik
b. Seleksi Obat Esensial Dilakukan Melalui Penelaahan Ilmiah
Yg Mendalam & Pengambilan Keputusan Yg Transparan
Dgn Melibatkan Para Farmasis, Farmakolog, Klinisi & Ahli
Kesehatan Masyarakat
c. Revisi Doen Dilakukan Secara Periodik Paling Tidak Setiap
3-4 Thn Dgn Melalui Proses Pengambilan Keputusan Yg
Sama
d. Penyebarluasan Doen Kpd Sarana Pelayanan Kesehatan
Sampai Daerah Terpencil, Baik Dlm Bentuk Tercetak
Maupun Elektronik
5. Penggunaan obat yang rasional
 Sasaran :Penggunaan Obat Dalam Jenis, Bentuk Sediaan,
Dosis Dan Jumlah Yang Tepat, Dan Disertai Informasi Yang
Lengkap, Benar, Dan Tidak Menyesatkan

 Beberapa langkah kebijakan :


a. Penyusunan Pedoman Terapi Standar Berdasarkan Bukti
Ilmiah Terbaik Yg Direvisi Secara Berkala
b. Pemilihan Obat Dengan Acuan Utama Doen
c. Pembentukan Dan Atau Pemberdayaan Komite Farmasi
Dan Terapi Di Rumah Sakit
6. Pengawasan obat
 Sasaran :
a. Obat Yang Beredar Harus Memenuhi Syarat Keamanan,
Khasiat, Mutu Dan Keabsahan
b. Masyarakat Terhindar Dari Penggunaan Obat Yg Salah &
Penyalahgunaan Obat
 Beberapa langkah kebijakan :
a. Pengawasan Obat Dilaksanakan Dgn Kompetensi Tinggi
Secara Independen, Akuntabel & Transparan
b. Penguatan Fungsi Pengawasan Obat
c. Peningkatan Sarana & Prasarana Pengawasan Obat, Serta
Pemenuhan Kebutuhan Sdm Yg Memadai
7. Penelitian dan pengembangan

 Sasaran : Peningkatan Penelitian Di Bidang Obat Untuk


Menunjang Penerapan Konas

 Beberapa langkah kebijakan :


a. Pengembangan & Modifikasi Indikator Penerapan Konas
b. Pengembangan Model Pengelolaan Terutama Obat
Esensial Di Daerah Terpencil, Perbatasan, Daerah Rawan
Bencana, Guna Menunjang Ketersediaan, Pemerataan &
Keterjangkauan
8. Pengembangan SDM
 Sasaran : Tersedianya Sdm Yang Menunjang Pencapaian Sasaran
Konas
 Beberapa langkah kebijakan :

a. Melakukan Pemetaan Kebutuhan Tenaga Farmasi


b. Penyediaan Dan Penempatan Tenaga Farmasi Secara
Merata Sesuai Dengan Kebutuhan Di Setiap Daerah Dan
Jenjang Pelmemasukkan Konas Ke Dalam Kurikulum
Pendidikan & Pelatihan Tenaga Kesehatan
c. Memasukkan Konas Ke Dlm Kurikulum Pendidikan
Berkelanjutan Oleh Organisasi Profesi Kesehatan
d. Kerjasama Regional & Internasional Utk Pengembangan
SDM
9. Pemantauan dan evaluasi
 Sasaran : Menunjang Penerapan Konas Sebaik-baiknya
Melalui Pembentukan Mekanisme Pemantauan Dan
Evaluasi Kinerja Serta Dampak Kebijakan, Guna
Mengetahui Hambatan Dan Penetapan Strategi Yang
Efektif
 Beberapa langkah kebjakan :
a. Pemantauan Dan Evaluasi Dilakukan Secara Berkala
b. Pelaksanaan Dan Indikator Pemantauan Mengikuti
Pedoman Who Dan Dpt Bekerjasama Dengan Who
Atau Pihak Lain Utk Membandingkan Hasilnya
Dengan Negara Lain
c. Pemanfaatan Hasil Pemantauan Dan Evaluasi
PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dalam rangka perlindungan konsumen terhadap hasil


hasil produk produsen dan pelayanan jasa konsumen
maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang RI
No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Berdasarkan UU RI No.8 tahun 1999
Beberapa istilah yang perlu diketahui dalam UU RI No.8
tahun 1999

 Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau


jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
 Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan usaha dalam
berbagai bidang.
 Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat
dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat
untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau
dimanfaatkan oleh konsumen.
 Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau
prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan oleh konsumen.
 Setiap konsumen yang mendapatkan barang atau
pelayanan jasa yang tidak memuaskan dapat melakukan
tuntutan ganti rugi baik melalui perorangan maupun
kelompok (Class Action).

Anda mungkin juga menyukai