Anda di halaman 1dari 293

PERUNDANG-UNDANGAN

KESEHATAN

Apt, Mega Efrilia, S.Farm, M.Farm


Hirarki Perundang-undangan RI menurut Undang-
Undang ( UU ) Nomor 12 Tahun 2011
Definisi
• Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat
secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan
Perundang-undangan
• Penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita
Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah,
Tambahan Lembaran Daerah, atau berita daerah.
Tugas
• Mencari bagan struktur organisasi kesehatan :
kel 1 : Kemenkes,
Kel 2 : Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Kel 3 : Badan POM,
Kel 4 : Dinas Kesehatan Provinsi
Kel 5 : Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota depok

• Tuliskan tugas dan fungsi masing-masing


Direktorat /Bagian ?
• Dikerjakan per kelompok, diketik dalam bentuk word,
dipresentasikan perkelompok pada pertemuan pekan
berikutnya
Undang – undang RI N0. 36 tahun
2009 tentang kesehatan
• Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
• Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala
bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan,
sediaan farmasi dan alat kesehatan serta
fasilitas kesehatan dan teknologi yang
dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan
atau masyarakat.
Lanjutan definisi….
Perbekalan Kesehatan adalah semua bahan dan
peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika.
Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus,
mesin dan/ atau implan yang tidak mengandung
obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit memulihkan
kesehatan pada manusia, dan/ atau untuk
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh
Lanjutan definisi….
• Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
• Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat
dan/ atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif,maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah daerah, dan atau
masyarakat.
Lanjutan definisi….
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun-temurun
telah digunakan untuk pengobatan dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat
Lanjutan definisi….
Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/
atau metode yang ditujukan untuk membantu
menegakkan diagnosa, pencegahan dan penanganan
permasalahan kesehatan manusia.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu, terintergrasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/ atau
masyarakat.
Lanjutan definisi….
• Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang lebih
mengutamakan pelayanan yang bersifat
promosi kesehatan.

• Pelayanan kesehatan preventif adalah


suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu
masalah kesehatan/ penyakit.
Lanjutan definisi….
• Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk
penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit, pengendalian
penyakit, atau pengendalian kecacatan agar
kualitas penderita dapat terjaga seoptimal
mungkin.
Lanjutan definisi….
• Pelayanan kesehatan rehabilitatif
adalah kegiatan dan/ atau serangkaian
kegiatan untuk mengembalikan bekas
penderita ke dalam masyarakat
sehingga dapat berfungsi lagi sebagai
anggota masyarakat yang berguna untuk
dirinya dan masyarakat semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuannya.
UU No.36 th 2014 tentang tenaga
kesehatan
 Tenaga Kesehatan adalah Setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan. Kualifikasi minumum tenaga kesehatan
adalah Diploma Tiga kecuali Tenaga Medis.
 Asisten Tenaga Kesehatan adalah Setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
bidang kesehatan di bawah jenjang Diploma Tiga.
Kualifikasi minimum Pendidikan Menengah di bidang
kesehatan dan hanya dapat bekerja di bawah supervisi
Tenaga Kesehatan
Jenis tenaga kesehatan menurut UU
No.36 tahun 2014
1. Tenaga Medis (Dokter, Dokter gigi, Dokter spesialis,
Dokter gigi spesialis)
2. Tenaga Psikologis Klinis ( Psikologis Klinis)
3. Tenaga Keperawatan (Perawat, Perawat gigi)
4. Tenaga Kebidanan (Bidan)
5. Tenaga Kefarmasian (Apoteker, Tenaga teknis
kefarmasian)
6. Tenaga Kesehatan Masyarakat (Epidemiolog kesehatan,
Tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku,
Pembimbing kesehatan kerja, Tenaga administrasi dan
kebijakan kesehatan, Administator Kesehatan, Tenaga
biostatistik dan kependudukan, Tenaga kesehatan
reproduksi dan keluarga)
Lanjutan….
7. Tenaga Kesehatan Lingkungan (Tenaga sanitasi
lingkungan, Ahli entomolog kesehatan, Ahli
mikrobiologi kesehatan)
8. Tenaga Gizi (Ahli nutrisi/gizi, Ahli/spesialis diet)
9. Tenaga Keterapian Fisik (Ahli fisioterapi, Ahli
terapi okupasional, Ahli terapis Wicara, Ahli
akupunktur)
10. Tenaga Keteknisian Medis (Perekam medis dan
Informasi kesehatan, Teknisi Kardiovaskuler,
Teknisi pelayanan darah, Pakar optik refraksi
/optometris, Teknisi gigi, Penata anestesi, Ahli
terapi gigi dan mulut, Audiologis )
Lanjutan….
11. Tenaga Teknik Biomedika
(Radiographer, Elektromedis, Ahli
teknologi laboratorium medik,
Fisikawan medik, Ahli radioterapi,
Ortotik prostetik)
12. Tenaga Kesehatan Tradisional (Tenaga
Kesehatan tradisional ramuan, Tenaga
Kesehatan tradisional keterampilan)
KLASIFIKASI TENAGA KEFARMASIAN
•Khusus untuk tenaga kefarmasian, Pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.Menurut PP
ini :

1. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian


yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

2. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker

3. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam


menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli
madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi / asisten
apoteker.
• Dengan berlakunya undang-undang tenaga
kesehatan No.36 tahun 2014 tentang tenaga
kesehatan maka Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker minimal D3 dan
Tenaga Kesehatan dengan pendidikan setara
SMF/SMK Farmasi berubah menjadi Asisten
Tenaga Kesehatan. Pendidikan di bawah D3
diantaranya adalah D2, D1 maupun SMK
Kejuruan. Sebagai Implementasi Undang-
undang Tenaga Kesehatan, pemerintah
mengeluarkan Permenkes RI No.80 tahun
2016 tentang penyelenggaraan pekerjaan
Asisten Tenaga Kesehatan.
Jenis Asisten Tenaga Kesehatan menurut Permenkes
RI No.80 tahun 2016 adalah
1. Asisten Perawat

2. Asisten Tenaga Kefarmasian


3. Asistem Dental
4. Asisten Teknisi Laboratorium Medik

5. Asisten Teknisi Pelayanan Darah


Definisi dan pengertian dalam Undang-
undang Tenaga Kesehatan
• Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi.
• Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian (STRTTK) adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga
Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi.
• Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) adalah
surat izin yang diberikan kepada Apoteker
untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian
pada fasilitas pelayanan kefarmasian
Definisi dan pengertian dalam Undang-
undang Tenaga Kesehatan
• Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) adalah
surat izin yang diberikan kepada Apoteker
untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi atau
fasilitas distribusi atau penyaluran.

• Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian


(SIKTTK) adalah surat izin praktik yang
diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian
untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
SURAT TANDA REGISTRASI

• Setiap Tenaga Kefarmasian yang


melakukan Pekerjaan Kefarmasian di
Indonesia wajib memiliki Surat Tanda
Registrasi ( STR ). STR diperuntukkan
bagi :

1. Apoteker berupa STRA; dan


2. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa
STRTTK
PERSYARATAN STRTTK

1. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;


2. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari
dokter yang memiliki surat izin praktek .
3. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker
yang telah memiliki STRA di tempat tenaga Teknis
Kefarmasian bekerja; dan
4. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika kefarmasian.
• STRTTK dikeluarkan oleh Menteri, Menteri dapat
mendelegasikan pemberian STRTTK kepada pejabat
kesehatan yang berwenang pada pemerintah daerah
provinsi, berlaku selama 5 ( lima ) tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu 5 ( lima ) tahun apabila
memenuhi syarat
STRTTK tidak berlaku karena :

1. habis masa berlakunya dan tidak


diperpanjang oleh yang bersangkutan atau
tidak memenuhi persyaratan untuk
diperpanjang;
2. dicabut atas dasar ketentuan peraturan
perundang-undangan;
3. permohonan yang bersangkutan;
4. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
5. dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan
yang berwenang.
IZIN PRAKTIK DAN IZIN KERJA

• Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan


pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai
tempat tenaga kefarmasian bekerja.
• Surat izin berupa :
– SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas
pelayanan kefarmasian;
– SIPA bagi Apoteker Pendamping di fasilitas
pelayanan kefarmasian;
– SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan
kefarmasian di fasilitas produksi/ fasilitas
distribusi/ penyaluran; atau
– SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang
melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
kefarmasian
Ketentuan-ketentuan
a. SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas
pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan
untuk 1 ( satu ) tempat fasilitas kefarmasian
b. Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi
Apoteker pendamping di luar jam kerja.
c. SIPA bagi Apoteker Pendamping dapat diberikan
untuk paling banyak 3 (tiga)tempat fasilitas pelayanan
kefarmasian
d. SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga)
tempat fasilitas kefarmasian
e. SIPA, SIKA atau SIKTTK sebagaimana dikeluarkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / kota tempat
pekerjaan kefarmasian dilakukan.
Permenkes 949/Menkes/Per/ VI/2000
tentang Penggolongan obat
• Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sis- tem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi
• Penggolongan obat adalah "Penggolongan yang
dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan
ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi
yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat
wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika.
PENGGOLONGAN OBAT

1. Obat bebas
obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas
kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk
dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras,
obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di
Depkes R.I.
Contoh : Paracetamol tablet, vitamin B Komplek,
Oralit, Antasida, dll
Penandaan obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau
dengan garis tepi warna hitam.
PENGGOLONGAN OBAT

2. Obat bebas terbatas (Obat daftar W)


daftar obat “W” (Waarschuwing= Peringatan), adalah
Obat Keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya
tanpa resep dokter. Dikenal sebagai LOTC (Limited Over
The Counter). Obat bebas terbatas dapat diperoleh di
toko obat dan apotek.
• Obat yang termasuk golongan obat bebas terbatas
adalah  pain relief (analgesik), obat batuk, obat pilek,
obat influenza, obat penghilang rasa nyeri dan penurun
panas pada saat demam (analgetik-antipiretik),
beberapa suplemen vitamin dan mineral, obat-obat
antiseptik, obat tetes mata untuk iritasi ringan, dll.

• Contoh : CTM, Povidon iodine, Bisacodyl


LANJUTAN….

• Logo Obat Bebas Terbatas

• Obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep


pada penyerahannya harus memenuhi beberapa
persyaratanyaitu :
1. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam
bungkusan asli dari pabriknya atau pembuatnya.
2. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual
harus mencantumkan tanda peringatan ( P1-P6)
LANJUTAN….

Sesuai dengan SK MenKes


RI No.6355/Dirjen/SK/1969, pada kemasan OBT harus
tertera peringatan yang berupa kotak kecil berukuran
5×2 cm berdasar warna hitam atau kotak putih bergaris
tepi hitam.
LANJUTAN….

• Berdasarkan SK MenKes No.917 tahun 1993, pada


setiap kemasan/brosur obat bebas terbatas harus
menyebutkan informasi obat sebagai berikut:
1. Nama obat (merek dagang dan kandungannya)
2. Daftar dan jumlah bahan berkhasiat yang
terkandung di dalamnya
3. Nama dan alamat produsen tertulis dengan jelas
4. Izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) atau Departemen Kesehatan (DepKes)
5. Tanggal Kadaluawarsa (masa berlaku) obat. Indikasi
(petunjuk kegunaan obat)
6. Kontra-indikasi (petunjuk penggunaan obat yang
tidak diperbolehkan)
LANJUTAN….

7. Efek samping (efek negatif yang timbul, yang


bukan merupakan kegunaan obat)
8. Petunjuk cara penggunaan
9. Dosis (takaran) dan aturan penggunaan obat
10. Cara penyimpanan obat
11. Peringatan
12. Informasi tentang interaksi obat yang
bersangkutan dengan obat lain yang
digunakan dan/atau dengan makanan yang
dikonsumsi
PENGGOLONGAN OBAT

3. Obat Keras
Disebut obat keras karena jika pemakai tidak
memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan
yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya.
Karenanya obat golongan ini dikenal
sebagaiobatdaftar G (Gevaarlijk = berbahaya). Obat
Keras hanya boleh diberikan atas resep dokter
umum/spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan.
Karena keharusannya menggunakan resep dokter
untuk mendapatkannya, obat keras dikenal juga
sebagai obat etikal (ethical).
LANJUTAN….
• Obat yang termasuk golongan obat keras adalah :
1. Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat
disebutkan bahwa obat itu hanya boleh diserahkan dengan
resep dokter.
2. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-
nyata untuk dipergunakan secara parenteral, baik dengan
cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan
jalan merobek rangkaian asli dari jaringan.
3. Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen
Kesehatan telah dinyatakan secara tertulis bahwa obat
baru itu tidak membahayakan kesehatan manusia.
4. Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras :
obat itu sendiri dalam substansi dan semua sediaan yang
mengandung obat itu, terkecuali apabila di belakang nama
obat disebutkan ketentuan lain, atau ada pengecualian
Daftar Obat Bebas Terbatas.
LANJUTAN….
• Selain yang definisi di atas, obat keras juga meliputi
obat-obat :
1. Daftar G, seperti: antibiotika, obat-obatan yang
mengandung hormon, antidiabetes, antihipertensi,
antihipotensi, obat jantung, obat ulkus lambung, dll.
2. Obat Keras Tertentu (OKT) atau psikotropika, seperti:
obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dll.
3. Obat Generik dan  Obat Wajib Apotek (OWA), yaitu
obat yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun
dapat pula diserahkan oleh apoteker kepada pasien di
apotek tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu,
seperti antihistamin, obat asma, pil antihamil,
beberapa obat kulit tertentu, antikoagulan,
sulfonamida dan derivatnya, obat injeksi, dll.
LANJUTAN….

• Contoh obat keras :Asam Mefenamat, Metampiron,


Adrenalinum, Antibiotika, Antihistamin, dll

• Penandaan obat keras adalah Lingkaran bulat


berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam
dengan huruf K yang menyentuh garis tepi
PENGGOLONGAN OBAT

4. Obat Wajb Apotek (OWA)

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat


diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa resep
dokter. Peraturan tentang Obat Wajib Apotek
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Daftar Obat
Wajib Apotek No.1. keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat
Wajib Apotek No.2 dan Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No.3
LANJUTAN….
• Pertimbangan dikeluarkan Keputusan Menteri
tentang obat wajib apotek :
1. Pertimbangan yang utama yaitu meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya
sendiri guna mengatasi masalah kesehatan,
dengan meningkatkan pengobatan sendiri secara
tepat, aman dan rasional.
2. Pertimbangan yang kedua untuk peningkatan
peran apoteker di apotek dalam pelayanan
komunikasi, informasi dan edukasi serta
pelayanan obat kepada masyarakat.
3. Pertimbangan ketiga untuk peningkatan
penyediaan obat yang dibutuhkan untuk
pengobatan sendiri
Kriteria obat yang dapat diserahkan
tanpa resep dokter
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada
wanita hamil, anak di bawah umur 2 tahun dan
orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak
memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat
khusus yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang
prevalensinya tinggi Obat dimaksud memiliki rasio
khasiat keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri
Lanjutan
• Logo obat wajib apotek
Penandaan obat keras adalah Lingkaran bulat
berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam
dengan huruf K yang menyentuh garis tepi

• Tugas :
• Carilah contoh obat wajib apotek no.1, obat wajib
apotek no.2, obat wajib apotek no.3
• Carilah contoh obat generik berlogo (OGB) dan
obat generik ber merk dagang (OGM)
PENGGOLONGAN OBAT

5. Obat Psikotropika

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997,


Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika disebut
juga sebagai obat penenang (transquilizer) atau obat
keras tertentu (OKT)
LANJUTAN….
Penggolongan psikotropika
1. Psikotropika gol I
Semua psikotropika golongan I, telah dipindahkan menjadi
narkotika golongan 1 menurut UU No.35 tahun 2009 tentang
narkotika
2. Psikotropika gol II
Sebagian besar sudah dipindahkan menjadi narkotika
golongan 1 menurut UU No.35 tahun 2009 tentang narkotika
( pasal 153 ) contoh : Metilfenidat, Sekobarbital, dll
3. Psikotropika gol III
Contoh: Pentobarbital, Amobarbital, Flunitrazepam,
Pentazosin, dll
4. Psikotropika gol IV
Contoh:Alprazolam, Diazepam, Klobazam, Fenobarbital,
Barbital, Lora-zepam, Klordiazepoxide, Nitrazepam, dll
LANJUTAN….

• Penandaan obat golongan psikotropika berupa


Lingkaran bulat berwarna merah, dengan huruf K
berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang
berwarna hitam.
PENGGOLONGAN OBAT

6. Obat Narkotika

Menurut UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika,


obat-obatan yang tergolong sebagai Narkotika adalah
zat/obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
tingkat kesadaran (fungsi anestesia), hilangnya rasa,
menghilangkan rasa nyeri (sedatifl), munculnya
rangsangan semangat (euforia), halusinasi atau
timbulnya khayalan-khayalan, dan dapat menimbulkan
efek ketergantungan bagi penggunanya..
LANJUTAN….
• Penggolongan narkotika
1. Narkotika gol I
Contoh: heroin, kokain, ganja/marijuana, dll
2. Narkotika gol II
Contoh: morfin, petidin, metadon, dll
3. Narkotika gol III
Contoh: kodein, dll

• Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang


terdapat dalam Ordonansi Obat Bius yaitu “Palang
Medali Merah”
PERUBAHAN PENGGOLONGAN OBAT

• Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 3 Tahun 2021 tentang
perubahan penggolongan, pembatasan, dan
kategori obat, berdasarkan pertimbangan
untuk menjamin keselamatan pasien dan
melindungi masyarakat dari peredaran obat
yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,
mutu dan kemanfaatan, perlu disusun
perubahan penggolongan, pembatasan, dan
kategori obat berdasarkan risiko keamanan
dan manfaat.
TUGAS

• Sebutkan obat-obat yang termasuk daftar OWA


No.1. OWA No.2 & OWA No.3
• Sebutkan Daftar perubahan penggolongan obat
sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2021
• Sebutkan Daftar perubahan pembatasan obat
sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2021
• Dikumpulkan pekan depan, masing2 mahasiswa
mengupload di e-learning
OBAT GENERIK

• Obat Generik adalah obat dengan nama resmi


International Non Propietary Names (INN)
yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia
atau buku standar lainnya untuk zat
berkhasiat yang dikandungnya. Pengertian ini
tercantum dalam permenkes nomor
HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang
Kewajiban menggunakan Obat Generik Di
fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
OBAT GENERIK ADA 2 MACAM

1. Obat generik bermerek dagang (OGM) adalah


obat generik yang diberi merek dagang oleh
industri farmasi yang memproduksinya. Contoh:
natrium diklofenak (nama generik), di pasaran
memiliki berbagai nama merek dagang misalnya:
Voltadex, Klotaren, Voren, Divoltar, dll.
2. Obat generik berlogo (OGB) : Obat generik
berlogo diberi logo khusus yang menunjukkan
bahwa obat generik tersebut diproduksi oleh
pabrik obat yang sudah mendapatkan sertifikat
Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB)sehingga
dapat dijamin mutunya.
Logo obat generik dan maknanya

• Logo

• Makna
1. Bulat : berarti suatu kebulatan tekad untuk
menggunakan obat generik
2. Garis-garis tebal tipis : berarti menjangkau
seluruh lapisan masyarakat
3. Warna hijau : berarti obat yang telah lulus dalam
segala pengujian
OBAT ESSENSIAL

• Obat essensial adalah obat terpilih yang paling


banyak dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan,
mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi
dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia
pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan
fungsi dan tingkatnya. Definisi ini tercantum
dalam Kepmenkes RI no
479/Menkes/SK/VII/2006 tentang Daftar
Obat Essensial Nasional 2005
Kriteria pemilihan obat essensial

1. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio)


yang paling menguntungkan penderita.
2. Mutu terjamin termasuk stabilitas dan
bioavaibilitas.
3. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
4. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
disesuaikan dengan tenaga, sarana dan fasilitas
kesehatan.
5. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan
penerimaan oleh penderita
6. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio)
yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan
tidak langsung.
Lanjutan..

7. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang


memiliki efek terapi serupa, pilihan
dijatuhkan pada :
1) Obat yang sifatnya paling banyak diketahui
berdasarkan data ilmiah
2) Obat dengan sifat farmakokinetik yang
diketahui paling menguntungkan
3) Obat yang stabilitasnya lebih baik
4) Mudah diperoleh
5) Obat yang telah dikenal
Lanjutan..
8. Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria
berikut :
1) Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk
kombinasi tetap
2) Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan
keamanan yang lebih tanggi dari pada masing-masing
komponen
3) Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap
merupakan perbandingan yang tepat untuk sebagian
besar penderita yang memerlukan kombinasi tersebut
4) Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-
biaya (benefit-cost ratio)
5) Untuk antibiotika kombinasi tetap harus dapat
mencegah atau mengurangi terjadinya resistensi dan
efek merugikan lainnya
DISTRIBUSI OBAT

• Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka


pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu
terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari
gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi
kebutuhan unit – unit pelayanan kesehatan
• Tujuan distribusi adalah :
1. Terlaksananya pengiriman obat secara teratur dan
merata sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan
2. Terjamin kecukupan dan terpelihara efisiensi
penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan
3. Terlaksana pemerataan kecukupan obat sesuai
kebutuhan pelayanan dan program kesehatan
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan
Farmasi

• Bentuk distribusi obat narkotika

Apotek
Industri IFRS
PBF Kimia
PT. Kimia SPSFP Pasien
Farma
Farma Lembaga
pengetahuan

• Bentuk distribusi obat psikotropika

Apotek
Industri IFRS
PBF Pasien
Farmasi SPSFP
Lembaga pengetahuan
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan Farmasi

• Bentuk distribusi obat daftar G (baik bentuk obat atau


baku obat dalam substansi

Industri Apotek
Agen PBF Pasien
Farmasi IFRS

• Bentuk saluran distribusi obat tradsional

Industri Obat
Agen Pengecer Konsumen
Tradisional

• Bentuk saluran distribusi alat kesehatan

Industri Alat
Agen PBF PBF Apotek Konsumen
Kesehatan
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan
Farmasi
• Bentuk saluran distribusi obat daftar W

Industri Apotek, IFRS


PBF Pasien
Farmasi Toko Obat Berizin

Industri Apotek, IFRS


Agen PBF Pasien
Farmasi Toko Obat Berizin
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan
Farmasi
• Bentuk saluran distribusi daftar obat bebas

Apotek
Industri
PBF Toko Obat Berizin Konsumen
Farmasi
Warung/Toko Kelontong

Apotek
Industri
Agen PBF Toko Obat Berizin Konsumen
Farmasi
Warung/Toko Kelontong
Pedagang Besar Farmasi (PBF)

• menurut Permenkes Nomor. 30 tahun


2017 tentang Pedagang Besar Farmasi.
Pedagang besar farmasi adalah
perusahaan berbentuk badan hukum
yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan/atau
bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan Perundang-undangan yang
berlaku.
Dalam distribusi dikenal :
a. Penjualan rutin kesaluran distribusi rutin/ regular,
misalnya : Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Puskesmas, Klinik dan Toko Obat ( hanya obat bebas
& daftar W)

b. Penjualan non regular/ non rutin ke instansi lain


terutama Instansi Pemerintah melalui proses
pelelangan atau tender
JARINGAN DISTRUBISI OBAT

Apotek
IFRS
Industri PBF Konsumen
Puskesmas
Toko Obat Berizin
KEWAJIBAN PBF

a. PBF wajib mendokumentasikan pengadaan, penyimpanan dan


penyaluran/ pengiriman barang dengan mengikuti pedoman
CDOB.
b. PBF memastikan kualitas produk yang dicapai melalui CPOB
dipertahankan sepanjang jalur distribusi melalui standar CDOB.
c. PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran
narkotika wajib memiliki izin khusus, dan sampai saat ini
Pemerintah hanya memberi izin khusus kepada PBF PT Kimia
Farma untuk menyalurkan Narkotika
KEWAJIBAN PBF
d. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri Farmasi
dan/ atau dari PBF lain maupun secara importasi yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

e. PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga)


bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat/ bahan
obat kepada Dirjen BinFar dengan tembusan kepada Kepala Badan
POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM
setempat.

f. Sedangkan PBF dan cabangnya yang menyalurkan Narkotika dan


Psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran
Narkotika dan Psikotropika sesuai ketentuan peraturan Perundang-
undangan.
PERIZINAN PBF

1. Berbadan hukum PT atau koperasi


2. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)
3. Memiliki secara tetap apoteker WNI sebagai
penanggungjawab
4. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/
pengurus PBF tidak pernah terlibat, baik
langsung atau tidak langsung dalam
pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang farmasi dalam kurun waktu 2 tahun
terakhir
Lanjutan…
5. Memiliki bangunan dan sarana yang memadai
untuk melaksanakan pengadaan, penyimpanan,
dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF
6. Memiliki gudang sebagai tempat penyimpanan
dengan perlengkapan yang dapat menjamin
mutu serta keamanan obat yang disimpan
7. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah
dari ruangan lain sesuai CDOB
Masa berlaku izin PBF

• Izin PBF berlaku selama 5 tahun. Izin


tersebut dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan, dan akan dinyatakan tidak
berlaku apabila :
1. Masa berlaku habis dan tidak diperpanjang
2. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara
kegiatan
3. Izin PBF dicabut
Pencabutan Izin Usaha PBF

1. Tidak memperkerjakan apoteker sebagai


penanggungjawab
2. Tidak aktif dalam penyaluran obat selama 1
tahun
3. Tidak memenuhi persyaratan usaha
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
4. Tidak menyampaikan laporan PBF 3 (tiga) kali
berturut-turut
5. Tidak memenuhi ketentuan tata cara
penyaluran obat dan/ atau bahan obat
sebagaimana yang ditetapkan
Pedagang besar farmasi dilarang
melakukan
1. Menjual perbekalan farmasi secara eceran
2. Menerima dan atau melayani resep dokter.
3. Melakukan pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran narkotika tanpa izin dari Menteri
Kesehatan

• Pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku


dapat dikenai sanksi administratif berupa :
1. Peringatan
2. Penghentian sementara kegiatan
3. Pencabutan pengakuan ( bagi PBF cabang)
4. Pencabutan izin
APOTEK
Beberapa Pengertian menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 9 tahun 2017 tentang Apotek
1. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
Apoteker
2. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang
digunakan untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian.
3. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang
melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Lanjutan…

4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah


lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
5. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
membantu Apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan
Analis Farmasi.
6. Surat Tanda Registrasi Apoteker yang
selanjutnya disingkat STRA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh konsil tenaga
kefarmasian kepada apoteker yang telah
diregistrasi.
Lanjutan…

7. Surat Izin Apotek yang selanjutnya disingkat


SIA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota kepada
Apoteker sebagai izin untuk
menyelenggarakan Apotek.
8. Surat Izin Praktik Apoteker yang selanjutnya
disingkat SIPA adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada Apoteker sebagai
pemberian kewenangan untuk menjalankan
praktik kefarmasian.
Lanjutan…

9. Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian


yang selanjutnya disingkat SIPTTK adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada tenaga teknis
kefarmasian sebagai pemberian kewenangan
untuk menjalankan praktik kefarmasian.
10. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan kepada
Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun
elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan bagi
pasien
Lanjutan…

11. Apoteker Pengelola Apotek (APA)


adalah Apoteker yang telah diberi
Surat izin Apotek (SIA)

12.Apoteker Pendamping adalah apoteker


yang bekerja di apotek disamping
apoteker pengelola apotek dan atau
menggantikannya pada jam - jam
tertentu pada hari buka apotek
Lanjutan…

13. Apoteker Pengganti adalah apoteker


yang menggantikan apoteker pengelola
apotek selama APA tersebut tidak
berada ditempat lebih dari tiga bulan
secara terus-menerus, telah memiliki
surat izin kerja dan tidak bertindak
sebagai APA di apotek lain.
14. Organisasi Profesi adalah Ikatan
Apoteker Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek

Tujuan standar pelayanan kefarmasian di Apotek :


1) Meningkatkan mutu pelayanan Kefarmasian

2) Menjamin kepastian hukum bagi tenaga


kefarmasian dan
3) Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan
obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan
pasien (patient safety)
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar

1) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis


Habis Pakai. Meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pemusnahan, pengendalian dan pencatatan dan
pelaporan
2) Pelayanan Farmasi Klinik.

Meliputi pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi


Obat (PIO), Konseling, Pelayanan Kefarmasian dirumah (home
pharmacy care), pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring
Efek Samping Obat (MESO).
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang
pelayanan kefarmasian diapotek meliputi :

1) Ruang penenrimaan resep


2) Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan
secara terbatas)

3) Ruang penyerahan obat

4) Ruang konseling
5) Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
medis habis pakai

6) Ruang arsip
KEWAJIBAN APOTEKER MELAYANI RESEP

1) Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggungjawab


dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan
masyarakat
2) Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek dagang,
maka apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat
generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang
lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien
3) Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di apotek atau
pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam resep,
apoteker dapat mengganti obat setelah berkonsultasi dengan
dokter penulis resep untuk pemilihan obat lain
KEWAJIBAN APOTEKER MELAYANI RESEP

4.) Apabila apoteker menganggap penulisan resep terdapat


kekeliruan atau tidak tepat, apoteker harus memberitahukan
kepada dokter penulis resep.
5.) Apabila dokter penulis resep sebagaimana dimaksud pada ayat
(d) tetap pada pendiriannya, maka apoteker tetap memberikan
pelayanan sesuai dengan resep dengan memberikan catatan
dalam resep bahwa dokter sesuai dengan pendiriannya.
SALINAN RESEP
1) Pasien berhak meminta salinan resep
2) Salinan resep sebagaimana dimaksud pada ayat (a) harus disahkan oleh
apoteker

3) Salinan resep sebagaimana dimaksud pada ayat (a) harus sesuai aslinya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4) Resep bersifat rahasia
5) Resep harus disimpan di apotek dengan baik paling singkat 5 (lima) tahun

6) Resep/ salinan resep hanya dapat diperlihatkan kepada dokter penulis resep,
pasien yang bersangkutan atau yang merawat pasien, petugas kesehatan atau
petugas lain yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
PERIZINAN APOTEK
1) Setiap pendirian apotek wajib memiliki izin dari menteri
2) Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (a) kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota
3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (b) berupa SIA
4) SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama
memnuhi persyaratan
5) Untuk memperoleh SIA, apoteker harus mengajukan
permohonan tertulis kepada pemerintah daerah kabupaten/ kota
dengan menggunakan formulir 1
Kritera Apoteker dalam melakukan
pelayanan kefarmasian

1) Persyaratan administrasi
a) Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang
terakreditasi
b) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
c) Memiliki sertifikat Kompetensi yang masih berlaku
d) Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
2) Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda
pengenal
3) Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan / continuing
professional development (CPD) dan mampu memberikan
pelatihan berkesinambungan
4) Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan
pengembangan diri, baik melalui pelatihan seminar,
workshop, Pendidikan berkelanjutan atau mandiri
5) Harus memahami dan melaksanakan serta patuh
terhadap peraturan perundang-undangan, sumpah
apoteker, standar profesi (standar Pendidikan, standar
pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang
berlaku
Sanksi administratif pelanggaran terhadap
ketentuan

1) Peringatan tertulis

2) Penghentian sementara kegiatan


3) Pencabutan izin
Pencabutan izin apotek dilakukan apabila :

1) Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang telah


ditetapka, seperti ijazah yang tidak terdaftar pada
Kementerian Kesehatan melanggar sumpah/ janji apoteker,
tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental dalam
melaksanakan tugasnya sebagai penanggung jawab apotek atau
industri farmasi lainnya

2) Apoteker tidak menyediakan menyimpan dan menyerahkan


perbekalan farmasi yang bermutu dan terjamin keabsahannya
3) Apoteker tidak menjalankan tugasnya dengan baik dalam
melayani resep dan memberikan informasi yang berkaitan
dengan penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional
4) Apoteker berhalangan melakukan tugasnya
lebih dari 2 tahun berturut-turut
5) Apoteker melanggar perundang-undangan
narkotika, obat keras dan ketentuan lainnya
6) SIPA Apoteker dicabut

7) Pemilik sarana apotek (PSA) terbukti terlibat


dalam pelanggaran perundang-undangan di
bidang farmasi
8) Apoteker tidak lagi memenuhi persyaratan
yang ditetapkan
INSTALASI FARMASI RUMAH
SAKIT
• Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah bagian
yang bertanggung jawab terhadapp
pengelolalan perbekalan farmasi.Sedangkan
Komite Farmasi dan Terapi adalah bagian yang
bertanggung jawab dalam penetapan
formularium
Tugas dan fungsi Instalasi Farmasi Rumah
Sakit yaitu:
a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan
mengawasi seluruh kegiatan Pelayanan Farmasi Klinis yang
optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik
profesi.
b. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan
efisien.
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna
memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan
risiko.
d. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi
(KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter,
perawat dan pasien.

e. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi.


f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta
pengembangan Pelayanan farmasi klinis.
g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar
pengobatan dan formularium Rumah Sakit.
Standar Pelayanan Kefarmasian di
rumah sakit meliputi standar :
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai. Meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan administrasi

b. Pelayanan Farmasi Klinik.

Meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran Riwayat


penggunaan obat, rekonsiliasi obat, Pelayanan Informasi Obat
(PIO), Konseling, visite, pemantauan Terapi Obat (PTO),
Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan
Obat (EPO), dispensing sediaan steril dan Pemantauan Kadar
Obat Dalam Darah (PKOD).
Sistem distribusi di unit pelayanan

1. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan


(floor stock)
2. Sistem Resep Perorangan
3. Sistem Unit Dosis Pendistribusian
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan
Resep perorangan
4. Sistem Kombinasi Sistem pendistribusian
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien
rawat inap
Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan
(floor stock)

1. Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan
dikelola oleh Instalasi Farmasi.
2. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang disimpan di ruang
rawat harus dalam jenis dan jumlah yang
sangat dibutuhkan.
3. Dalam kondisi sementara dimana tidak ada
petugas farmasi yang mengelola (di atas jam
kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan
kepada penanggung jawab ruangan.
Lanjutan…

4. Setiap hari dilakukan serah terima


kembali pengelolaan obat floor stock
kepada petugas farmasi dari
penanggung jawab ruangan.
5. Apoteker harus menyediakan
informasi, peringatan dan kemungkinan
interaksi Obat pada setiap jenis Obat
yang disediakan di floor stock.
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
(PUSKESMAS)

• Berdasarkan Peraturan Menteri


Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas. Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) adalah unit
pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggungjawab
menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja.
Standar Pelayanan Kefarmasian di
puskesmas meliputi standar :

a. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai.


Meliputi perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis
pakai, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan, pelaporan, pengarsipan, pemantauan
dan evaluasi pengelolaan

b. Pelayanan Farmasi Klinik.

Meliputi pengkajian resep, penyerahan obat dan pemberian


informasi obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), Konseling,
ronde/ visite pasien (khusus puskesmas rawat inap),
pemantauan dan pelaporan efek samping, pemantauan Terapi
Obat (PTO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).
Sub-sub unit di puskesmas dan
jaringannya anatara lain :

a. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan


puskesmas

b. Puskesmas pembantu
c. Puskesmas keliling
d. Posyandu
e. Polindes
PENDISTRIBUSIAN
• Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat
inap, UGD, dan lain-lain) dilakukan
dengan cara pemberian obat sesuai
resep yang diterima (floor stock),
pemberian obar per sekali minum
(dispensing unit dose) atau kombinasi,
sedangkan pendistribusian ke jaringan
puskesmas dilakukan dengan cara
penyerahan obat sesuai dengan
kebutuhan (floor stock).
PEDAGANG ECERAN OBAT (PEO)

• Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan


Nomor: 1331 tahun 2002, yang dimaksud
dengan pedagang eceran obat adalah orang
atau badan hukum Indonesia yang memiliki
izin untuk meyimpan obat-obat bebas dan
obat bebas terbatas (daftar “W”) untuk
dijual secara eceran di tempat tertentu
sebagaimana tercantum dalam surat izin.
Persyaratan PEO

1. PEO dapat diusahakan oleh perusahaan


negara, perusahaan swasta atau perorangan.
2. Penanggung jawab teknis farmasi terletak
pada seorang asisten apoteker.
3. Untuk mendirikan Pedagang Eceran Obat
harus ada izin dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.Setiap penerbitan
izin Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
harus menyampaikan tembusan kepada
Menteri kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi serta Balai POM setempat.
Lanjutan…

4. Permohonan izin PEO harus diajukan secara


tertulis dengan disertai :
– alamat dan denah tempat usaha
– nama dan alamat pemohon
– nama dan alamat asisten apoteker
– salinan ijazah dan surat izin kerja asisten
apoteker
– surat pernyataan kesediaan bekerja asisten
apoteker.
5. Permohonan secara tertulis tersebut diajukan
kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat.
Jenis-jenis Obat yang dijual

• Semua obat yang termasuk dalam


obat bebas dan obat bebas
terbatas
Kewajiban-Kewajiban PEO

1. PEO harus memasang papan dengan tulisan “Toko


Obat Berizin”, tidak menerima resep dokter dan
memasang papan nama di depan tokonya.
2. Tulisan harus berwarna hitam di atas warna dasar
putih, tinggi huruf 5 cm dan tebalnya paling
sedikit 5 mm.
3. Ukuran papan tersebut paling sedikit lebar 40 cm
dan panjang 60 cm.
4. PEO dilarang menerima atau melayani resep
dokter.
5. PEO dilarang membuat obat, membungkus atau
membungkus kembali obat.
Lanjutan..
6. Obat-obat yang masuk dalam daftar obat bebas
terbatas harus disimpan dalam almari khusus dan
tidak boleh dicampur dengan obat-obat atau
barang-barang lain.
7. Di depan tokonya, pada iklan dan barang-barang
cetakan toko obat tidak boleh memasang nama
yang sama atau menyamai nama apotik, pabrik
obat atau pedagang besar farmasi, yang dapat
menimbulkan kesan seakan-akan toko obat
tersebut adalah sebuah apotik atau ada
hubungannya dengan apotik, pabrik farmasi atau
pedagang besar farmasi.
8. Setiap Pedagang Eceran Obat harus selalu tunduk
pada semua peraturan yang berlaku.
PERMENKES NARKOTIKA

• bahwa terdapat zat psikoaktif baru (New


Psychoactive Subtances) yang berpotensi
penyalahgunaan dan membahayakan kesehatan
masyarakat yang belum termasuk dalam golongan
narkotika sebagaimana diatur dalam Lampiran I
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 22 Tahun 2020 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika. Untuk pelaksanannya
maka perlu menetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 4 Tahun 2021 tentang
Perubahan Penggolongan Narkotika.
PERMENKES PSIKOTROPIKA
• Bahwa terdapat obat keras yang mempunyai
potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan
yang belum termasuk dalam Golongan Psikotropika
sebagaimana diatur dalam Lampiran Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun
2020 tentang Penetapan dan Perubahan
Penggolongan Psikotropika. Untuk pelaksanannya
maka perlu menetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 2 Tahun 2021 tentang penetapan
dan perubahan penggolongan Psikotropika
NARKOTIKA & PSIKOTROPIKA
Pengaturan-pengaturan dibidang narkotika maupun
psikotropika bertujuan untuk :
 Menjamin ketersediaan narkotika dan psikotropika
untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan / atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa
Indonesia dari penyalahgunaan narkotika dan
psikotropika.
 Memberantas peredaran gelap narkotika-
psikotropika dan prekursor narkotika-psikotropika,
dan
 Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan
sosial bagi penyalahguna dan pencandu narkotika.
NARKOTIKA
Dalam UU RI No. 35 Th 2009 tentang Narkotika,
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.

Undang – undang tentang Narkotika mengacu pada UU RI


no 35 tahun 2009 tentang Narkotika, namun ada
pembaharuan tentang perubahan penggolongan Narkotika
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2021
Penggolongan Narkotika

1. Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat


digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan.

Contoh : Tanaman Papaver somniferum L,


Tanaman koka seperti Erythroxylon coca,
Tanaman ganja (Cannabis indica), LSD, MDMA,
Amphetamin, heroin, katinona dan metkatinona
Lanjutan…

• Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat


pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir
dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan.

Contoh terdiri dari 86 macam, antara lain :


Alfasetilmetadol, Difenoksilat, Dihidromorfina,
Ekgonina, Fentanil, Metadona, Morfina,
Oksikodona, Petidina, Tebaina, Tebakon
Lanjutan…

• Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat


pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan.

• Contoh antara lain terdiri dari : Etilmorfina,


Kodein, Norkodeina, Dihidrokodein, Propiram,
Nikokodina
PREKURSOR FARMASI
• Menurut PerMenkes RI No.3 Tahun 2015 tentang
peredaran, pemusnahan dan pelaporan Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi. Prekursor
Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan
kimia yang dapat digunakan sebagai bahan
baku/penolong untuk keperluan proses produksi
industri farmasi atau produk antara, produk
ruahan, dan produk jadi yang mengandung
ephedrine, pseudoephedrine,
norephedrine/phenylpropanolamine, ergotamin,
ergometrine, atau Potasium Permanganat.
• Prekursor Farmasi dibagi 2 jenis yaitu Prekursor
Tabel 1 dan Prekursor Tabel 2
Jenis Prekursor Tabel 1

N NAMA NO NAMA
O

1 Acetic Anhydride 8 Isosafrole

2 N- Acetylanthranilic Acid 9 Safrole

3 Ephedrine 10 Lysergid Acid

4 Norefedrin 11 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propan

5 Pseudoephedrine 12 1- Phenyl – 2- propanone

6 Ergometrine 13 Piperonal

7 Ergotamine 14 Potassium Permanganat


Jenis Prekursor Tabel 2

N NAMA NO NAMA
O

1 Acetone 6 Sulphuric Acid

2 Anthranilic Acid 7 Metyl ethyl ketone

3 Ethyl Ether 8 Piperidine

4 Hydrochloric Acid 9 Toluene

5 Phenylacetic Acid    
PSIKOTROPIKA
• Dalam UU RI No. 5 Th 1997 tentang Psikotropika,
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah
atau sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada SSP yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
• Undang – undang tentang Narkotika mengacu pada
UU RI No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika,
namun ada pembaharuan tentang penetapan
perubahan penggolongan Psikotropika menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2021
PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA

• Golongan I adalah psikotropika yang hanya


dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contoh : Deskloroketamin, 2F-Deskloroketamin,


Flubromazolam, Flualprazolam
Lanjutan…

• Golongan II adalah psikotropika yang


berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi dan / atau ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan.
• Contoh :
• Amineptina, Metilfenidat, Sekobarbital,
Etilfenidat, Etizolam, Diclazepam ,
Lanjutan…
• Golongan III adalah psikotropika yang
berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
meng-akibatkan sindroma ketergantungan.

Contoh : Pentobarbital, Amobarbital,


Flunitrazepam, Pentazosina, butalbital,
Glutetimida, Katina, Siklobarbital, dll
Lanjutan…
• Golongan IV adalah psikotropika yang
berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan meng-akibatkan sindroma
ketergantungan.

• Contoh : terdapat 62 jenis Psikotropika,


diantaranya : Allobarbital, Alprazolam
Diazepam, Klordiazepoxide, Fenobarbital,
Lorazepam, meprobamate, bromazepam,
nitrazepam, triazolam, barbital, dll
PENGADAAN NARKOTIKA

• Menteri memberi izin khusus untuk


memproduksi Narkotika kepada Industri
Farmasi tertentu yang telah memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan setelah dilakukan audit oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan. Menteri
melakukan pengendalian terhadap produksi
Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan
tahunan Narkotika sementara pengawasan
terhadap bahan baku, proses produksi, dan
hasil akhir dari produksi Narkotika dilakukan
oleh BPOM.
PENGADAAN PSIKOTROPIKA

• Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik


obat yang telah memiliki izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Psikotropika, yang diproduksi untuk
diedarkan berupa obat, harus memenuhi standar
dan/atau persyaratan farmakope Indonesia atau
buku standar lainnya. Impor psikotropika hanya
dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang
besar farmasi yang telah memiliki izin sebagai
importir sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta lembaga
penelitian atau lembaga pendidikan.
PENYIMPANAN NARKOTIAK

• Pabrik farmasi, importir dan PBF yang menyalurkan


narkotika harus memiliki gudang khusus untuk
menyimpan narkotika dengan persyaratan sebagai
berikut :
1. Dinding terbuat dari tembok dan hanya
mempunyai satu pintu dengan dua buah kunci yang
kuat dengan merk yang berlainan.
2. Langit-langit dan jendela dilengkapi dengan jeruji
besi.
3. Dilengkapi dengan lemari besi yang beratnya tidak
kurang dari 150 kg serta harus mempunyai kunci
yang kuat.
Lanjutan…

• Apotek dan rumah sakit harus memiliki tempat


khusus untuk menyimpan narkotika dengan
persyaratan sebagai berikut :
1. Harus di seluruhnya dari kayu atau bahan lain
yang kuat
2. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan
3. Dibagi dua bagian, masing-masing dengan kunci
yang berlainan.
4. Bagian pertama untuk menyimpan morfina,
petidina, dan garam-garamnya serta persediaan
narkotika, sedangkan bagian kedua
dipergunakan untuk menyimpan narkotika
lainnya yang dipakai sehari-hari.
Lanjutan…

5. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan


ukuran lebih kurang 40x80x100 cm 3, lemari
tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai
6. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk
menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali
ditentukan oleh Menkes
7. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh
pegawai yang diberi kuasa
8. Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang
aman dan yang tidak diketahui oleh umum
PEREDARAN NARKOTIKA DAN
PSIKOTROPIKA
• Peredaran narkotika dan psikotropika meliputi
setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
penyaluran atau penyerahan narkotika dan
psikotropika baik dalam rangka perdagangan, bukan
perdagangan, maupun pemindahtanganan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan pe-
ngembangan ilmu pengetahuan.
• Narkotika dan psikotropika dalam bentuk obat jadi
hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada
Badan POM.Narkotika golongan II dan III yang
berupa bahan baku baik alamiah maupun sintetis
dapat diedarkan oleh pihak yang berhak tanpa
wajib daftar
PELAPORAN NARKOTIKA DAN
PSIKOTROPIKA
• Industri farmasi, Pedagang Besar Farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek,
rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter,
dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat,
menyampaikan dan penyimpan laporan berkala,
pemasukan dan / atau pengeluaran narkotika.
• Laporan dibuat setiap awal bulan sampai tanggal 10
dan dikirim secara online meng-gunakan aplikasi
SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika) melalui situs
http://www.sipnap.binfar.depkes.go.id. Aplikasi ini
dikelola oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
PENYERAHAN NARKOTIKA DAN
PSIKOTROPIKA

1. Penyerahan hanya dapat dilakukan


oleh apotek, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan dan
dokter.
2. Apotek hanya dapat menyerahkan
narkotika kepada rumah sakit,
puskesmas, apotek lainnya, balai
pengobatan, dokter dan pasien.
Lanjutan

3. Rumah sakit, apotek, puskesmas, dan balai


pengobatan hanya dapat menyerahkan kepada
pasien, berdasarkan resep dokter, dalam hal:
– menjalankan praktek terapi dan diberikan
melalui suntikan
– menolong orang sakit dalam keadaan darurat
melalui suntikan atau
– menjalankan tugas didaerah terpencil yang
tidak ada apotek
4. Narkotika dan psikotropika dalam bentuk suntikan
dalam jumlah tertentu yang diserahkan dokter
hanya dapat diperoleh dari apotek.
Pemusnahan narkotika dan psikotropika
dilakukan apabila

1. diproduksi tanpa memenuhi standar dan


persyaratan yang berlaku dan / atau tidak
dapat digunakan dalam proses produksi.
2. Kadaluarsa
3. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan / atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan atau ;
4. berkaitan dengan tindak pidana.
Lanjutan

• Pemusnahan dilaksanakan oleh orang atau badan yang


bertanggung-jawab atas produksi dan peredaran
narkotika dan psikotropika yang disaksikan oleh pejabat
yang berwenang dan membuat Berita Acara Pemusnahan
yang memuat antara lain ;
– hari, tanggal, bulan dan tahun
– nama pemegang izin khusus (APA/Dokter)
– nama saksi (1 orang dari pemerintah dan 1 orang dari
badan/instansi ybs)
– nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan
– cara pemusnahan
– tanda tangan penanggung jawab apotik/pemegang
izin khusus/dokter pemilik narkotik dan saksi-saksi.
REGISTRASI
• Registrasi adalah prosedur pendaftaran
dan evaluasi obat untuk mendapatkan izin
edar. Izin edar adalah bentuk persetujuan
registrasi obat untuk dapat diedarkan di
wilayah Indonesia. Pertimbangan
pemerintah mengeluarkan peraturan
menteri tentang registrasi obat adalah
untuk melindungi masyarakat dari
peredaran obat jadi yang tidak memenuhi
persyaratan khasiat, keamanan, mutu dan
kemanfaatannya.
Beberapa pengertian yang berkaitan
dengan pendaftaran obat, antara lain
• Obat jadi : adalah sediaan atau paduan bahan-
bahan termasuk produk biologi dan
kontrasepsi, yang siap digunakan untuk
mempengaruhi dan menyelidiki sistem fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan
dan peningkatan kesehatan.
• Obat jadi baru : adalah obat jadi dengan zat
berkhasiat atau bentuk sediaan/cara
pemberian atau indikasi atau posologi baru
yang belum pernah disetujui di Indonesia.
Lanjutan

• Obat jadi sejenis adalah obat jadi yang


mengandung zat berkhasiat sama dengan
obat jadi yang sudah terdaftar.
• Obat jadi kontrak adalah obat jadi yang
pembuatannya dilimpahkan kepada industri
farmasi lain.
• Obat jadi impor adalah obat jadi hasil
produksi industrifarmasiluar negeri.
Obat jadi yang dapat memiliki izin edar
harus memenuhi beberapa kriteria sebagai
berikut
1. khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang
memadai, yang dibuktikan dengan uji praklinis dan
klinis atau uji lain yang relevan
2. mutu yang memenuhi syarat, yang dibuktikan dari
proses produksi sesuai CPOB
3. penandaan berisi informasi yang lengkap dan
obyektif.
4. sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
5. Kriteria lain khusus untuk psikotropika mempunyai
keunggulan kemanfaatan dan keamanan dibanding
dengan obat standar atau obat yang telah
disetujui
Persyaratan Obat Jadi Produk
Dalam Negeri

• Hanya dilakukan oleh industri farmasi yang


memiliki izin sekurang-kurangnya izin
prinsip.
• Wajib memenuhi CPOB.
• Pemenuhan persyaratan CPOB dinyatakan
oleh petugas pengawas farmasi yang
berwenang setelah dilakukan pemeriksaan
setempat pada industri yang
bersangkutan.
Persyaratan Obat Jadi Kontrak/ Produk
TOL
• Hanya dilakukan oleh pemberi kontrak dengan
melampirkan dokumen kontrak.
• Pemberi kontrak adalah industri farmasi atau badan
lain.
• Pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi,
sekurang-kurangnya memiliki satu fasilitas produksi
sediaan lain yang telah memenuhi CPOB.
• Industri pemberi kontrak bertanggung jawab atas
mutu obat jadi yang diproduksi berdasarkan kontrak.
• Penerima kontrak wajib memiliki izin industri farmasi
dan fasilitas produksi yang telah memenuhi
persyaratan CPOB untuk sediaan yang telah
dikontrakkan.
Persyaratan Obat Jadi Impor

• Diutamakan untuk obat program kesehatan


masyarakat dan registrasinya dilakukan oleh
industri farmasi dalam negeri atau pedagang
besar yang mendapat persetujuan tertulis dari
industri farmasi atau pemilik produk di luar
negeri.
• Industri farmasi dalam negeri dimaksud harus
menunjukkan bukti perimbangan kegiatan
impor dan ekspor yang dilakukan.
Lanjutan

• Industri farmasi di luar negeri harus


memenuhi persyaratan CPOB.
• Pemenuhan persyaratan CPOB tersebut harus
dibuktikan dengan dokumen yang sesuai atau
jika diperlukan dilakukan pemeriksaan
setempat oleh petugas yang berwenang
tersebut harus dilengkapi dengan data
inspeksi terakhir paling lama 2 (dua) tahun
yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang
setempat
Persyaratan Obat Jadi Khusus
Ekspor

• Khusus untuk ekspor hanya dilakukan


oleh industri farmasi.
• Harus memenuhi kriteria-kriteria
kecuali disertai dengan persetujuan
tertulis dari negara tujuan.
Persyaratan Obat Jadi yang Dilindungi
Paten

• Hanya dilakukan oleh industri farmasi


dalam negeri pemegang hak paten atau
industri farmasi lain atau PBF yang
ditunjuk oleh pemilik paten. Hak paten
harus dibuktikan dengan sertifikat
paten.
• Hanya boleh dilakukan apabila telah
memenuhi ketentuan paten yang berlaku
di Indonesia.
Evaluasi pendaftaran obat

• Untuk melakukan evaluasi dibentuk :


1. Komite Nasional Penilai Obat Jadi
(KOMNAS-POJ).
2. Panitia Penilai Khasiat Keamanan.
3. Panitia Penilai Mutu, Teknologi,
Penandaan dan Kerasionalan Obat
Jadi.
Peninjauan kembali pendaftaran
obat
• Dalam hal registrasi ditolak, pendaftar
dapat mengajukan keberatan melalui
mekanisme peninjauan kembali.
• Pengajuan peninjauan kembali harus
disertai dokumen yang berisi data
penunjang.
Evaluasi Kembali pendaftaran obat

1. Terhadap obat jadi yang telah diberikan izin edar


dapat dilakukan evaluasi kembali.
2. Evaluasi kembali dilakukan terhadap :
– Obat dengan resiko efek samping lebih besar
dibandingkan dengan efektivitasnya yang terungkap
sesudah obat dipasarkan.
– Obat dengan efektivitas tidak lebih dari plasebo.
– Obat yang tidak memenuhi persyaratan ketersediaan
hayati/bioekivalensi.
Terhadap obat yang dilakukan evaluasi kembali, industri
farmasi/pendaftar wajib menarik obat tersebut dari
peredaran. Evaluasi kembali juga dilakukan untuk
perbaikan komposisi dan formula obat jadi.
Pembatalan Izin Edar pendaftaran obat

Badan POM dapat membatalkan izin edar


apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :
1. berdasarkan penilaian atau pemantauan
dalam penggunaannya setelah terdaftar
tidak memenuhi kriteria pendaftaran.
2. penandaan dan promosi menyimpang dari
persetujuan izin edar.
LANJUTAN…

3. tidak melaksanakan kewajiban yang telah


ditentukan yaitu :
 memproduksi atau mengimpor dan mengedarkan
obat selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah
tanggal persetujuan dikeluarkan.
 melaporkan pelaksanaannya kepadakepala Badan
POM.
 selama 12 bulan berturut-turut obat jadi yang
bersangkutan tidak diproduksi, diimpor atau
diedarkan.
 izin industri farmasi, PBF yang mendaftarkan,
memproduksi atau mengedarkan dicabut.
 pemilik izin edar melakukan pelanggaran dibidang
produksi dan peredaran obat jadi.
KODE NOMOR PENDAFTARAN
(REGISTRASI) OBAT

• Nomor pendaftaran untuk Obat terdiri dari 15


digit yaitu 3 digit pertama berupa huruf dan
12 digit sisanya berupa angka.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Digit 1 Menunjukkan jenis atau kategori obat,seperti :
D : menunjukkan obat dagang
G : menunjukkan obat generik

Digit 2 Menunjukkan golongan obat, seperti :


B : golongan obat bebas
T : golongan obat bebas terbatas
K : golongan obat keras
P : golongan obat Psikotropika
N : golongan obat Narkotika
H : golongan obat hewan

Digit 3 Menunjukkan lokasi obat tersebut di produksi atau tujuan diproduksinya obat tersebut,
seperti :
L : Obat jadi produksi lokal
I : Obat jadi impor
E : Obat jadi keperluan ekspor
X : obat jadi yang dibuat dengan tujuan khusus atau program khusus, misalnya obat-obat
untuk program keluarga berencana

Digit 4, 5 Menunjukkan tahun registrasi atau persetujuan obat tersebut oleh Badan POM
Contoh : 09 berarti obat tersebut telah disetujui pada periode tahun 2019
Digit 6, 7, 8 Menunjukkan nomor urut pabrik (jumlah pabrik yang ada lebih dari 100 dan
kurang dari 1000)

Digit 9, 10, Menunjukkan nomor urut obat jadi yang disetujui untuk masing-masing pabrik (jumlah
obat jadi untuk masing-masing pabrik ada yang lebih dari 100 dan diperkirakan tidak
11
lebih dari 1000)

Digit 12, 13 Menunjukkan bentuk sediaan obat jadi (macam bentuk sediaan yang ada lebih dari 26
macam)

Digit 14 Menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi


A : menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi yang pertama disetujui
B : menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi yang kedua disetujui
C, dst : menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi yang ketiga disetujui, dst

Digit 15 Menunjukkan kemasan berbeda untuk setiap nama, kekuatan, dan bentuk sediaan
obat jadi (untuk satu nama, kekuatan dan bentuk sediaan obat jadi diperkirakan tidak
lebih dari 10 kemasan)
1 : menunjukkan kemasan utama
2 : menunjukkan kemasan pertama
3 : menunjukkan kemasan kedua
4, dst : menunjukkan kemasan ketiga
KODE NOMOR PENDAFTARAN
(REGISTRASI) OBAT TRADISIONAL

• Nomor pendaftaran obat tradisional terdiri


dari 11 digit yaitu 2 (dua) digit pertama berupa
huruf dan 9 (sembilan) digit kedua berupa
angka

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Digit 1, 2 Menunjukkan kode huruf :
TR : obat tradisional lokal
TI : obat tradisional impor
TL : obat tradisional lisensi
FF : fitofarmaka

Digit 3, 4 Menunjukkan tahun mulai produk tersebut terdaftar pada Badan POM
Misal : 1996 ditulis 96
2002 ditulis 02
2018 ditulis 18

Digit 5 Menunjukkan bentuk perusahaan


1 : menunjukkan pabrik farmasi
2 : menunjukkan pabrik jamu (IOT)
3 : menunjukkan perusahaan jamu (IKOT/UJR)

Digit 6 Menunjukkan bentuk sediaan


1 : bentuk rajangan
2 : bentuk serbuk
3 : bentuk kapsul
3. : bentuk pil, granul, boli. Pastiles, jenang
4. : bentuk dodol, majun, tablet, kaplet
5. : bentuk cairan
6. : bentuk salep, krim
7. : bentuk plester, koyok
8. : bentuk lain: dupa, ratus, mangir, permen
Contoh : 09 berarti obat tersebut telah disetujui pada periode tahun 2019

Digit 7, 8, 9, 10 Menunjukkan nomor urut jenis produk yang terdaftar

Digit 11 Menunjukkan jenis macam kemasan yang keberapa


Misal : 1 – 15 ml
2 – 30 ml
3 – 45 ml
KODE NOMOR PENDAFTARAN (REGISTRASI)
KOSMETIKA
• Nomor izin edar kosmetik (sistem registrasi) terdiri atas 12-14
digit, yaitu 2 digit huruf, 10 digit angka, dan 1-2 digit huruf
(opsional tergantung produk) seperti berikut:
• CL: Kosmetika dalam negeri
• CL: Kosmetika luar negeri (impor)
• E : Kosmetika khusus untuk ekspor
• L : Kosmetika golongan 2 (resiko tinggi)
• Angka 1-10: menunjukkan jenis kosmetik, tahun registrasi,
dan nomor urut registrasi

CD/ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 E/
CL L/
EL
• Sementara itu, nomor izin edar kosmetika harmonisasi ASEAN terdiri
dari atas 13 digit, yaitu 2 digit huruf dan 11 digit angka seperti berikut :
• NA : Kode benua Asia
• NB : Kode benua Australia
• NC : Kode benua Eropa
• ND : Kode benuaAfrika
• NE : Kode benua Amerika
• Angka 1-11 : Kode negara, tahun notifikasi, jenis produk, dan
nomor urut notifikasi

• Notifikasi berlaku selama tiga tahun, dan dapat


diperbaharui/diperpanjang oleh pemohon. Khusus bagi produk yang
diproduksi berdasarkan kontrak, maka produsennya harus memiliki
DIP (Dokumen Informasi Produk) yang sewaktu-waktu siap untuk
diaudit BPOM.

NA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
KODE NOMOR PENDAFTARAN (REGISTRASI)
ALAT KESEHATAN
• Nomor pendaftaran alat kesehatan terdiri dari 12 digit
yaitu 2 (dua) digit pertama berupa huruf dan 10 digit
berikutnya berupa angka. Dua digit pertama yang
berupa huruf mempunyai arti sebagai berikut :

• Digit ke-1 : menunjukkan alat kesehatan dan


dilambangkan dengan huruf K.
• Digit ke-2 : menunjukkan lokasi alat kesehatan tersebut
diproduksi.
• Contoh kode nomor pendaftaran untuk Alat Kesehatan
sebagai berikut :
• KD : Alat Kesehatan produksi dalam negeri / lisensi.
• KL : Alat Kesehatan produksi luar negeri atau impor
 
KODE NOMOR PENDAFTARAN (REGISTRASI)
PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
(PKRT)

Nomor pendaftaran untuk PKRT terdiri dari 12 digit


yaitu 2 (dua) digit pertama berupa huruf dan 10 digit
berikutnya berupa angka.Huruf pada digit pertama
menunjukkan PKRT dan dilambangkan dengan
huruf P sedangkan digit ke-2 menunjukan tempat
PKRT tersebut diproduksi.Contoh nomor
pendaftaran PKRT sebagai berikut :

PD : PKRT produksi dalam negeri atau lisensi


PL : PKRT produksi luar negeri atau impor
KODE NOMOR PENDAFTARAN (REGISTRASI)
MAKANAN DAN MINUMAN

Nomor pendaftaran makanan dan minuman terdiri dari 14


digit yaitu 2 (dua) digit pertama berupa huruf sedangkan 12
digit berikutnya berupa angka.Huruf pada digit pertama
menunjukkan Makanan atau Minuman dan dilambangkan
dengan huruf M, sedangkan huruf pada digit ke-2
menunjukkan lokasi makanan atau minuman tersebut
diproduksi.

MD : makanan atau minuman produksi dalam negeri atau


lisensi
ML : makanan atau minuman produksi luar negeri atau impor
SD : suplemen makanan produksi dalam negeri
SL : suplemen makanan produksi dalam negeri dengan lisensi
SI : suplemen makanan produksi luar negeri atau impor
KOSMETIKA

Berdasarkan Permenkes RI
No.1175/MenKes/Per/VIII/2010 yang dimaksud
dengan Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk pemakaian pada bagian
luar tubuh manusia (epidemis, rambut, kuku,
bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
membran mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan
atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik.
IZIN PRODUKSI

• Untuk memproduksi kosmetika harus memperoleh


izin. Kosmetika yang akan diproduksi dan diedarkan
harus memenuhi persyaratan keselamatan dan
kesehatan, standar mutu atau persyaratan yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yaitu mengenai
Cara Produksi Kosmetika Yang Baik (CPKB) dan hal ini
tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan
RI No.965/ MenKes/SK/XI/1992. Cara Produksi
Kosmetika Yang Baik (CPKB) merupakan cara produksi
kosmetika dengan pengawasan menyeluruh yang
meliputi aspek produksi dan pengendalian mutu untuk
menjamin produk jadi yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan, aman
dan bermanfaat bagi pemakainya.
Izin produksi KOSMETIKA dibagi 2

• Golongan A, yaitu izin produksi untuk


industri kosmetik yang dapat membuat
semua bentuk dan jenis sediaan kosmetik.
• Golongan B, yaitu izin produksi untuk
industri kosmetik yang dapat membuat
bentuk dan jenis sediaan kosmetik
tertentu dengan menggunakan teknologi
sederhana.
Persyaratan untuk mendapatkan izin
produksi industri kosmetik golongan A

1. Memiliki apoteker sebagai


penanggungjawab
2. Memiliki fasilitas produksi sesuai dengan
produk yang akan dibuat
3. Memiliki fasilitas laboratorium
4. Wajib menerapkan CPKB
Persyaratan untuk mendapatkan izin
produksi industri kosmetik golongan B

1) Memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai


penanggungjawab
2) Memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai
dengan produk yang akan dibuat
3) Dilarang memproduksi kosmetika sediaan bayi, mengandung
bahan antiseptik, antiketombe, pencerah kulit dan tabir surya

4) Bentuk dan jenis sediaan kosmetika dengan teknologi sederhana


5) Mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai
CPKB
Izin produksi tersebut berlaku selama 5
tahun dan dapat dicabut jika

1. Atas permohonan sendiri


2. Izin usaha industri atau tanda daftar industri
habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang
3. Izin produksi habis masa berlakunya dan
tidak diperpanjang
4. Tidak berproduksi dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun berturut-turut
5. Tidak memenuhi standar dan persyaratan
untuk memproduksi kosmetika
Notifikasi kosmetika

• Kosmetika hanya dapat diedarkan setelah


mendapat izin edar dari Menteri Kesehatan.
Sekarang izizn edar produk kosmetik tidak lagi
menggunakan sistem registrasi, tetapi
menggunakan notifikasi kosmetika sesuai peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1176/MenKes/
Per/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika. Hal
tersebut dilakukan dalam rangka harmonisasi
ASEAN dibidang kosmetik (Asean Harmonized
Cosmetics Regulatory Scheme). Notifikasi ini
ditujukan kepada Kepala Badan POM RI dengan
mengisi formulir secara elektronik pada website
Badan POM RI
Pihak yang dapat melakukan permohonan
notifikasi

1. Industri kosmetika yang berada di


wilayah RI yang telah memiliki izin
produksi
2. Importir kosmetika yang mempunyai
Angka Pengenal Impor (API) dan surat
penunjukan keagenan dari produsen
negara asal
3. Usaha perorangan/badan usaha yang
melakukan kontrak produksi dengan
industri kosmetika yang telah memiliki
izin produksi.
Lanjutan

Notifikasi berlaku selama tiga tahun, dan


dapat diperbaharui/diperpanjang oleh
pemohon. Khusus bagi produk yang
diproduksi berdasarkan kontrak, maka
produsennya harus memiliki DIP (Dokumen
Informasi Produk) yang sewaktu-waktu
siap untuk diaudit BPOM.
Beberapa istilah Kosmetika

• Bahan adalah zat atau campuran yang berasal


dari alam dan atau sintetik yang merupakan
komponen kosmetika
• Zat warna adalah zat atau campuran yang dapat
digunakan sebagai pewarna dalam kosmetika
dengan atau tanpa bantuan zat lain.
• Zat warna bacam adalah zat warna yang
dijerapkan (diabsorpsikan) atau diendapkan
pada substratum dengan maksud untuk
memberikan corak dan intesitas warna yang
sesuai dengan yang dikehendaki.
Lanjutan..
• Zat pengawet adalah zat yang dapat mencegah
kerusakan kosmetika yang disebabkan oleh mikro
organisme.
• Substratum adalah zat penjerap (pengabsorpsi) atau
zat pewarna yang digunakan untuk menjerap
(mengabsorpsi) atau mengendapkan zat warna
dengan maksud untuk memberikan corak dan
intensitas warna yang sesuai dengan yang
dikehendaki.
• Tabir surya adalah zat yang dapat menyerap
sedikitnya 85% sinar matahari pada panjang
gelombang 290 sampai 320 nanometer tetapi dapat
meneruskan sinar pada panjang gelombang lebih
dari 320 nanometer.
Bahan yang dilarang dalam
kosmetika
• Terdapat sekitar 55 macam bahan – bahan
yang dilarang digunakan dalam kosmetika baik
yang berupa zat warna, Subtratum, zat
pengawet dan tabir surya antara lain Antimon
dan derivatnya, Benzene, Fosfor, Hormone,
Iodium, Kloroform, Monoksida, Nitrosamina,
Sel (jaringan atau produk yang dihasilkan dari
manusia) ,Vinil klorida, Zirkonium
Bahan-bahan yang diizinkan digunakan
pada kosmetika

1. Zat warna yang diizinkan untuk kosmetika

Ada sekitar 172 macam zat warna yang


diizinkan untuk kosmetika antara lain Pigmen
Green no. 8 (CI.No.10008), Pigmen yelow
No.1, Carmoisine, Brilliant black, Acid black,
Beta - caroten, Curcumine, Ultramarines,
Titanium dioxide, Zinc oxyda, Lacto-flavin,
Caramel, Timbal (II) asetat
Lanjutan

2. Substratum zat warna kosmetika yang


diizinkan

Ada sekitar 21 macam subtratum zat


warna yang dapat digunakan
dalamkosmetika antara lain Aluminium
hidroksida, Bentonit, Kalsium karbonat,
Kaolin, Magnesium aluminium silikat, Pati,
Talk
Zat pengawet yang diizinkan pada
kosmetika dengan persyaratan
• Terdapat 48 macam pengawet yang diizinkan dalam
kosmetika. Beberapa diantaranya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.

No Nama Zat Pengawet Persyaratan

1 Klorbutanol 0.5%

2 Heksamin 0,15%

3 Heksetidin 0,1 %

4 Natrium Iodida 0,1 %

5 Thiomersal 0,007%

6 Triklorokarbon 0,2%

7 Triklosan 0,3%
Bahan yang diizinkan dalam kosmetika
dan persyaratan
No Nama Bahan Kegunaan Max Penandaan Ket

1 Alfa Naptol Pewarna rambut 0,5% Mengandung  


alfanaftol
2 Aluminium Sulfat Antiperspiran 30%    
3 Asam Borat Bedak Badan 5%   Jangan
< 3 th
    Higines mulut 0,5%    
4 Belerang Anti Jerawat 2-10%    
5 Benzilkonium Antiseptika 0,005%    
Klorida
6 Formaldehid Pengeras kuku 5%    
7 Hidrokinon Pengoksida/warna 2%    
8 Kinin & garamnya Sampo 0,3%    
    Cat rambut 0,2%    
9 KOH / NaOH - pelarut kutikula      
Kuku
    - pelurus rambut      
10 Selenium Anti ketombe 1% Hanya untuk Mgd
Disulfida Sediaan bilas selenium
(sampo) Jangan
kena
mata/kulit
          yang luka
11 Seng Pirition Anti ketombe 2%   Jangan
Kena mata
12 Tingtur Cabe   1%    
Wadah dan Pembungkusan Kosmetika diatur
dalam Permenkes RI
No.96/Menkes/Per/V/1977

• Wadah harus dibuat dari bahan yang tidak


beracun, tidak mempengaruhi mutu, cukup baik
melindungi isi terhadap pengaruh dari luar,
ditutup sedemikian rupa sehingga menjamin
keutuhan isinya, dibuat dengan
mempertimbangkan keamanan pemakaian.
• Pembungkus harus diberi etiket seperti wadah
dan dibuat dari bahan yang cukup melindungi
wadah selama peredaran. Pembungkus yang
berfungsi sebagai wadah harus memenuhi
persyaratan wadah.
PERIKLANAN KOSMETIKA

• Pedoman teknis pengawasan iklan kosmetika


diatur dalam Permenkes RI Nomor 1 Tahun
2016
1. Kosmetika dapa diiklankan setelah mendapat izin
edar berupa notifikasi dari Kepala Badan POM
2. Iklan harus mengacu pada ketentuan peraturan
perundangundangan, pedoman pengawasan
periklanan kosmetika dan etika periklanan
3. Iklan sebagaimana yang dimaksud dapat
dipublikasikan melalui media elektronik, media
cetak atau media luar ruang
Lanjutan
4. Iklan harus obyektif yaitu memberikan informasi
sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh
menyimpang dari sifat kemanfaatan, cara penggunaan
dan keamanan kosmetika.
5. Iklan tidak boleh menyesatkan, yaitu memberikan
informasi yang akurat dan bertanggungjawab serta
tidak memanfaatkan kekhawatiran masyarakat akan
suatu masalah kesehatan
6. Iklan harus lengkap yaitu mencantumkan spot iklan
“BACA CARA PENGGUNAAN DAN PERINGATAN”,
jika dipersyaratkan.
7. Iklan harus menggunakan bahasa Indonesia
8. Penggunaan kata, istilah atau slogan selain bahasa
Indonesia diperbolehkan sepanjang dipahami oleh
masyarakat sasarannya
ALAT KESEHATAN

• Menurut Undang-Undang RI No.36 tahun 2009


tentang Kesehatan dan Permenkes RI
No:1189,1190,1191 tahun 2010
• Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus,
mesin, implan yang tidak mengandung obat
yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit,
merawat orang sakit serta memulihkan
kesehatan pada manusia dan atau untuk
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh
Kategori dan sub kategori alat kesehatan
Menurut Permenkes RI Nomor : 1190 /
Menkes / Per / VIII / 2010

1. peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik


( sistem tes kimia klinik, sistem tes toksikologi
klinik, dan lain-lain )
2. peralatan hematologi dan patologi
( peralatan dan asesori patologi, pereaksi
hematologi, dan lain-lain )
Lanjutan
3. peralatan imunologi dan mikrobiologi
( sistem tes imunologikal, peralatan mikrobiologi,
dan lain-lain )
4. peralatan anestesi
( peralatan anestesi diagnostik, peralatan anestesi
terapetik, dan lain-lain )
5. peralatan kardiologi
( peralatan kardiologi bedah, peralatan kardiologi
terapetik, dan lain-lain )
Penanggung jawab teknis alat
kesehatan

• Menurut Peraturan Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2014 tentang
cara distribusi alat Kesehatan yang baik,
Penanggung jawab teknis yang bekerja penuh,
dengan pendidikan minimal Ahli Madya Farmasi,
Ahli MAdya Teknik Elektromedik, dan/atau tenaga
lain yang sederajat, sesuai dengan produk yang
disalurkan.
Kriteria periklanan alat Kesehatan dan
PKRT
1. Alat kesehatan dan PKRT yang diiklankan hanya alat
kesehatan dan PKRT yang telah memiliki izin edar sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2. Iklan alat kesehatan dan PKRT harus memuat keterangan
secara obyektif, lengkap dan tidak menyesatkan
3. Iklan alat kesehatan dan PKRT harus menggunakan Bahasa
Indonesia, angka arab dan huruf latin yang mudah dipahami
dan tidak menimbulkan penafsiran ganda
4. Iklan alat kesehatan dan PKRT tidak bertentangan dengan
etika kesusilaan
5. Iklan mengenai alat kesehatan pada media apapun harus
mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan dan
dilaksanakan dengan memperhatikan etika periklanan
Lanjutan
6. Materi iklan alat kesehatan dan PKRT tidak
diperbolehkan apabila :
• Bersifat menyesatkan melalui penekanan,
perbandingan yang mencolok, atau menghilangkan
fakta
• Membandingkan dengan produk lain yang sejenis
dengan maksud merendahkan
• Secara langsung atau tidak langsung mendorong
penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang
berlebihan dan tidak perlu
• Mamanfaatkan ketidaktahuan masyarakat dengan
mencantumkan data ilmiah yang tidak dapat
divalidasi dan diverifikasi
Lanjutan

• Manimbulkan ketakutan atau memanfaatkan mitos


yang ada di masyarakat
• Memberikan testimoni
• Menggunakan nama, inisial, logo, lambang, dan/ atau
referensi yang mengindikasikan saran penggunaan
dari institusi atau organisasi yang bergerak dibidang
kesehatan
• Menggunakan jargon/ slogan medis yang
membingungkan
• Menyalahgunakan hasil penelitian atau menggunakan
kutipan dari publikasi teknik atau ilmiah, dan atau
• Menyarankan secara langsung maupun tidak langsung
dapat mencegah penyakit
PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH
TANGGA (PKRT)

Menurut Permenkes RI No. No:1189,1190,1191


tahun 2010 Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
( PKRT ) adalah alat, bahan atau campuran untuk
pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk
manusia, pengendali kutu hewan peliharaan,
rumah tangga dan tempat-tempat umum
Kategori dan Sub Kategori Perbekalan
Kesehatan Rumah Tanga

1. Tissue dan kapas


( kapas kecantikan, facial tissue, toilet tissue,
tissue basah, dan lain-lain )
2. Sediaan untuk mencuci
( sabun cuci, deterjen, pelembut cucian, pemutih,
dan lain-lain )
3. Pembersih
( pembersih kaca, pembersih lantai, pembersih
kloset, poreseln, dan lain-lain )
Lanjutan

4. Alat perawatan bayi


( dot dan sejenisnya, popok bayi, botol susu, dan
lain-lain )
5. Antiseptika dan desinfektan
( antiseptika, desinfektan , dan lain-lain )
6. Pewangi
( pewangi ruangan, pewangi telepon, pewangi
mobil, dan lain-lain )
7. Pestisida rumah tangga
(pengendali serangga, pencegah serangga,
pengendali kutu rambut, dan lain-lain )
Produksi PKRT ( Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga )
• Untuk memproduksi PKRT harus
mendapatkan izin berupa Sertifikat
Produksi dari Menkes.dengan menerapkan
Pedoman Cara Pembuatan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga yang Baik
(CPPKRTB) sesuai dengan Permenkes RI
Nomor: 1189,1190,1191/Menkes/Per/
VIII/2010
tugas
• Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 62 tahun 2017 tentang izin edar alat
Kesehatan, alat Kesehatan diagnostik in vito dan
Perbekalan Kesehatan Rumah tangga
1) Sebutkan dan berikan contoh klasifikasi kelas alat
Kesehatan
2) Klasifikasi kelas PKRT ( Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga )
BAHAN BERBAHAYA DAN
ZAT WARNA TERTENTU
YANG DINYATAKAN
SEBAGAI BAHAN
BERBAHAYA
BAHAN BERBAHAYA

Berdasarkan Permenkes RI
No.472/Menkes/Per/V/1996 tentang
pengamanan bahan ber-bahaya bagi kesehatan,
yang dimaksud dengan bahan berbahaya adalah
zat, bahan kimia dan biologi baik dalam bentuk
tunggal maupun campuran yang dapat
membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup
secara langsung atau tidak langsung yang
mempunyai sifat racun, karsinogenik,
teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi.
LANJUTAN

• Pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun


menurut OSHA (Occupational Safety and
Health of the United State Government)
adalah bahan yang karena sifat kimia maupun
kondisi fisiknya berpotensi menyebabkan
gangguan pada kesehatan manusia, kerusakan
properti dan atau lingkungan. Contoh dan sifat
bahan berbahaya dapat dilihat pada table
berikut ini
Sifat dan contoh bahan berbahaya
No Sifat Contoh
1 Racun Akonitin, Atropin, Hyoscyamin, Khloralhidrat
Merkuri, Sianida, Strichnin

2 Karsinogenik Rhodamin B, Methanyl Yellow


3 Teratogenik dan Iritasi Dimetilformamida
4 Mutagenik dan Karsinogenik Benzo(a)piren / alfa benzopiren pada asap rokok

5 Korosif & Racun Amonium biflorida, Boron trichlorida, Fosfor (putih),


Phenol, Xilenol

6 Iritasi & Racun Nitrogen dioksida


7 Racun dan Karsinogenik Anilin, Asam arsenat & , garamnya, Asbestos, Borax,
  Hexa chlorobenzene

8 Iritasi & Karsinogenik Formaldehid


9 Racun, Iritasi & Teratogenik Karbondisulfida
 

10 Racun, Iritasi, Mutagenik & Etilen dioksida


Karsinogenik  
Persyaratan Distributor / Pengelola

• Setiap badan usaha atau perorangan yang


mengelola bahan berbahaya harus membuat,
menyusun dan memiliki lembaran data pengaman
bahan berbahaya. Lembaran Data Pengamanan
(LDP) adalah lembar petunjuk yang berisi informasi
tentang sifat fisika, kimia dari bahan berbahaya,
jenis bahaya yang dapat ditimbulkan, cara
penanganan dan tindakan khusus yang berhubungan
dengan keadaan darurat didalam penanganan bahan
berbahaya.
• LDP harus diletakkan ditempat yang mudah dilihat
dan dibaca untuk memudahkan tindakan
pengamanan apabila diperlukan.
Penandaan bahan berbahaya

• Setiap bahan berbahaya yang diedarkan harus


diberikan wadah dan kemasan yang baik serta
aman. Pada wadah atau kemasan harus
dicantumkan penandaan yang meliputi : nama
sediaan / nama dagang, nama bahan aktif, isi /
berat netto, kalimat peringatan dan tanda atau
simbol bahaya, pertolongan pertama pada
kecelakaan, dan penandaan tersebut harus
mudah dilihat, dibaca, dimengerti, tidak mudah
lepas / luntur baik karena pengaruh sinar /
cuaca.
Contoh Simbol dan arti dari beberapa
bahan berbahaya

Simbol Keterangan

Nama : Irritant
Arti : Bahan yang dapat menyebabkan iritasi, gatal-gatal dan dapat
menyebabkan luka bakar pada kulit.
Contoh : NaOH, C6H5OH, Cl2

Nama : Harmful
Arti : Bahan yang dapat merusak kesehatan tubuh bila kontak langsung dengan
tubuh atau melalui inhalasi.
Contoh : Etilen glikol, Diklorometan.

Nama : Toxic
Arti : Bahan yang bersifat beracun, dapat menyebabkan sakit serius bahkan
kematian bila tertelan atau terhirup.
Contoh : Metanol, Benzena.
 

Nama : Corrosive

Arti : Bahan yang bersifat korosif, dapat merusak jaringan hidup, dapat menyebabkan iritasi pada kulit, gatal-gatal dan dapat

membuat kulit mengelupas.


Contoh : HCl, H2SO4, NaOH (>2%)

Nama : Flammable

Arti : Bahan kimia yang mempunyai titik nyala rendah, mudah terbakar dengan api bunsen, permukaan metal panas atau loncatan

bunga api.

Contoh : Minyak terpentin.

  Nama : Explosive

Lambang : E

Arti : Bahan kimia yang mudah meledak dengan adanya panas atau percikan bunga api, gesekan atau benturan.
.Contoh : KClO3, NH4NO3, Trinitro Toluena (TNT).

  Nama : Oxidizing

Arti : Bahan kimia bersifat pengoksidasi, dapat menyebabkan kebakaran dengan menghasilkan panas saat kontak dengan bahan

organik dan bahan pereduksi.

Contoh : Hidrogen peroksida, Kalium perklorat.

Nama : Dengerous For the Environment

Arti : Bahan kimia yang berbahaya bagi satu atau beberapa komponen lingkungan. Dapat menyebabkan kerusakan ekosistem.

Contoh : Tributil timah klorida, Tetraklorometan, Petroleum bensin.

Nama : Radioactive

Arti : Bahan yang mengandung material atau kombinasi dari material lain yang dapat memancarkan radiasi secara spontan.

Contoh : Uranium, 90Co, Tritium.

Nama : Marine Pollutant

Arti : Polutan laut.

Tindakan : Tidak membuang limbah ke saluran air atau sungai yang mengalir ke laut.
PELAPORAN BAHAN BERBAHAYA

• Badan usaha / perorangan yang mengelola


bahan berbahaya harus membuat laporan
berkala setiap tiga bulan yang memuat tentang
penerimaan, penyaluran, dan penggunaan serta
yang berkaitan dengan kasus yang terjadi.
Khusus terhadap importir bahan berbahaya
berupa boraks, formalin, merkuri, metanil
yellow, rhodamin B dan sianida dan garamnya
harus segera melaporkan pemasukan dan
penerimaannya kepada Badan POM selambat-
lambatnya dua minggu setelah penerimaan
barang tersebut.
Lanjutan

yang mendata tentang :


1. nama & alamat jelas pemesan / pengguna
2. jumlah bahan berbahaya yang diserahkan.
3. untuk keperluan apa bahan berbahaya
tersebut digunakan serta pada kemasan
bahan berbahaya harus dicantumkan nama
importirnya.
ZAT WARNA TERTENTU YANG
DINYATAKAN SEBAGAI BAHAN BERBAHAYA
• Zat warna tertentu yang digunakan untuk
memberi dan atau memperbaiki warna bahan
atau barang, banyak beredar dalam masyarakat
yang apabila digunakan dalam obat, makanan, dan
kosmetika dapat membahayakan kesehatan
manusia. Untuk melindungi masyarakat dari
bahaya yang ditimbulkan oleh zat warna tertentu
Menteri Kesehatan mengeluarkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI
No.239/Menkes/Per/V/85 tentanga Zat Warna
Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan
Berbahaya.
zat warna tertentu yang dinyatakan
sebagai bahan berbahaya
• Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Depkes RI No.
00386/C/SK/II/90 tentang perubahan
lampiran Peraturan Menteri Kesehatan
No.239/Menkes/ Per/V/85, yang termasuk
dalam zat warna tertentu yang dinyatakan
sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan
dan kosmetik adalah jingga K1, merah K3,
Merah K4, Merah K10, Merah K11
PELAPORAN

• Zat warna tertentu dalam lampiran Permenkes


ini dinyatakan sebagai bahan berbahaya,
dilarang digunakan dalam obat, makanan dan
kosmetika. Kecuali mendapat izin dari Dirjen
POM (sekarang Badan POM). Badan usaha /
perorangan yang memproduksi, mengimpor dan
mengedarkan zat warna tertentu ini harus
mendaftarkan kepada Dirjen POM (sekarang
Badan POM) serta membuat laporan khusus
tentang produksi, impor dan peredarannya
Penandaan

• Pada wadah dan pembungkus zat warna


tertentu yang dinyatakan sebagai bahan
berbahaya harus dicantumkan penandaan
berupa tanda peringatan : “DILARANG
DIGUNAKAN DALAM OBAT, MAKANAN
DAN KOSMETIKA atau DILARANG
DIGUNAKAN DALAM OBAT DAN
MAKANAN “. dengan huruf latin besar
berwarna merah dan dapat dibaca dengan
jelas.
BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP)

• Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat


dan Makanan Nomor 11 tahun 2019 tentang
Bahan Tambahan Pangan:
• Bahan Tambahan Pangan adalah yang
selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan
BEBERAPA ISTILAH DALAM BTP
BTP ikutan (carry over) adalah BTP yang berasal dari semua
bahan baku pangan, bahan penolong dan/ atau BTP, baik yang
dicampurkan maupun yang dikemas secara terpisah, tetapi
masih merupakan satu kesatuan produk yang tidak berfungsi
secara teknologi dalam produk pangan akhir

Table-top sweetener adalah BTP pemanis bentuk granul,


serbuk, tablet atau cair yang siap dikonsumsi sebagai produk
akhir yang dikemas dalam kemasan sekali pakai setara dengan 5
(lima) gram sampai 10 (gram) gula (sukrosa)

Acceptable Daily Intake yang selanjutnya disingkat ADI


adalah jumlah maksimal BTP dalam miligram per kilogram berat
badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa
menimbulkan efek merugikan terhadap Kesehatan
1. Asupan maksimal harian yang dapat ditoleransi atau Maximum
Daily Tolerable Intake yang selanjutnya disingkat MTDI adalah
jumlah maksimal suatu zat dalam miligram per kilogram berat badan
yang dapat dikonsumsi dalam sehari tanpa menimbulkan efek
merugikan terhadap kesehatan
2. Asupan mingguan sementara yang dapat ditoleransi atau
Provosional Tolerable Weekly Intake yang selanjutnya disingkat
PTWI adalah jumlah maksimal sementara suatu zat dalam miligram
per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi dalamseminggu
tanpa menimbulkan efek merugikan terhadapkesehatan
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 11 tahun 2019 tentang Bahan
Tambahan Pangan:

1. Bahwa masyarakat perlu dilindungi dari penggunaan Bahan Tambahan Pangan yang
tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan;

2. Bahwa pengaturan terhadap 26 (dua puluh enam) golongan Bahan Tambahan Pangan
yang telah diatur dalam beberapa Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan terkait Bahan Tambahan Pangan sudah tidak sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan;

3. Bahwa bahan Tambahan Pangan sebagaimana dimaksud dengan nomor 2 diatur dalam
26 (dua pulu enam) Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan, sehingga perlu
dilakukan simplifikasi;

4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam nomor 1, nomor 2,


dan nomor 3, perlu menetapkan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang
Bahan Tambahan Pangan;
Persyaratan BTP yang dikonsumsi
1. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara
langsung dan/atau tidak diperlakukan sebagai bahan
baku pangan.
2. BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan
untuk tujuan teknologis pada pembuatan,
pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk
menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut,
baik secara langsung atau tidak langsung.
3. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.
Pelabelan bahan tambahan pangan
Peraturan perundang-undangan yang berlaku mewajibkan
pencantuman label bahan tambahan pangan (BTP) pada setiap
kemasan pangan yang mengandung BTP atau sediaan BTP :
1) Mencantumkan golongan BTP yang digunakan pada labelnya.

2) Wajib mencantumkan nama jenis BTP untuk pangan yang mengandung


BTP golongan antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna dan
penguat rasa wajib mencantumkan nama jenis BPT.

3) Wajib mencantumkan BTP ikutan (carry over) untuk pangan olahan yang
mengandung BTP ikutan (carry over), setelah bahan yang mengandung
BTP tersebut.
4) Untuk sediaan BTP, pada label wajib mencantumkan
1) tulisan “Bahan Tambahan Pangan”;

2) nama golongan BTP;


3) nama jenis BTP;
4) nomor Pendaftaran Produsen BTP, kecuali untuk
sediaan pemanis dalam bentuk table top
Label Pada Zat Pewarna

Hal-hal yang harus dicantumkan pada label pangan olahan


yang mengandung pewarna
a. Wajib mencantumkan nama kelompok perisa dalam
daftar bahan atau komposisi bahan (ingredients).
b. Wajib mencantumkan nomor indeks (color index, CL)
dan tulisan pewarna pangan ditulis dengan huruf besar
berwarna hijau di dalam kotak persegi panjang
berwarna hijau.
c. Wajib mencantumkan logo huruf M di dalam suatu
lingkaran berwarna hitam
Label Pada Pemanis Buatan
Pada label pemanis buatan, kesetaraan tingkat kemanisan dengan gula dan nilai
ADI pemanis harus dicantumkan. Hal lain yang haru dicantumkan dalam label
adalah
a. Wajib mencantumkan tulisan “mengandung pemanis buatan, disarankan tidak
dikonsumsi oleh anak di bawah 5 (lima) tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui”.
b. Wajib mencantumkan tulisan “untuk penderita diabetes dan/ atau orang yang
membutuhkan makanan berkalori rendah” untuk pangan khusus bagi penderita
diabetes yang menggunakan pemanis buatan.
c. Wajib mencantumkan tulisan “mengandung fenilalanin, tidak cocok untuk
penderita fenil-ketonurik” dan “tidak cocok digunakan untuk bahan yang akan
dipanaskan” Apabila pangan mengandung pemanis buatan aspartam
d. Wajib mencantumkan tulisan “konsumsi yang berlebihan memberikan efek
laksatif” bila pemanis buatan yang digunakan adalah golongan poliol
e. Wajib mencantumkan tulisan harus mencantumkan “mengandung gula dan
pemanis buatan” bila pangan yang digunakan merupakan kombinasi gula dan
pemanis buatan
LARANGAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN
(BTP)

• Dilarang menggunakan BTP untuk tujuan :

1. Menyembunyikan penggunaan bahan yang tidak


memenuhi persyaratan;
2. Menyembunyikan cara kerja yang
bertentangan dengan cara produksi pangan
yang baik untuk pangan;
3. Menyembunyikan kerusakan pangan
Jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan
ada 27 jenis

1) Antibuih (Antifoaming agent) adalah BTP untuk mencegah atau


mengurangi pembentukan buih/ busa.
Contoh : Kalsium alginat, Mono dan Digliserida asam lemak.

2) Antikempal (Anticaking agent) adalah BTP untuk mencegah


mengempalnya produk pangan.
Contoh : Kalsium karbonat, Trikalsium fosfat, Selulosa
mikrokristal, Asam miristat, Asam palmitat, Magnesium karbonat,
Natrium karbonat, dll.
3) Antioksidan (Antioxidant) adalah BTP untuk mencegah atau
menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi.
Contoh: Asam askorbat, Natrium askorbat, Tokoferol, Propil galat,
TBHQ (Tertiary butylhydroquinone), BHA (butylated
hydroxyyanisole) dan BHT (butylated hydroxyltoluene, dll.

4) Bahan pengkarbonasi (Carbonating agent) adalah BTP untuk


membentuk karbonasi di dalam pangan.
Contoh : Karbon dioksida

5) Garam pengemulsi (Emulsifying salt) adalah BTP untuk


mendispersikan protein dalam keju sehingga mencegah pemisahan
lemak.
Contoh : Natrium dihidrogen sitrat, Trinatrium dihidrogen sitrat,
Monokalium fosfat, Dikalium fosfat, Gelatin, Dinatrium fosfat,
Kalium polifosfat, Ester asam lemak dan laktat dari Gliserol, Ester
asam lemak dan sitrat dari gliserol, Natrium glukonat, dll.
6) Gas untuk kemasan (Packaging gas) adalah BTP berupa gas yang
dimasukkan ke dalam kemasan pangan sebelum, saat, maupun setelah
kemasan diisi dengan pangan untuk mempertahankan mutu pangan
dan melindungi pangan dari kerusakan
Contoh : Karbon dioksida, Nitrogen.

7) Humektan (Humectant) adalah BTP untuk mempertahankan


kelembaban pangan.
Contoh : Natrium laktat, Kalium laktat, Natrium hidrogen maleat,
Natrium malat, Gliserol, Triasetin, dll.

8) Pelapis (Glazing agent) adalah BTP untuk melapisi permukaan pangan


sehingga memberikan efek perlindungan dan/atau penampila mengilap
• Contoh : Malam, Lilin kandelila, Lilin karnauba, Syelak, Lilin
mikrokristalin, Pullulan.
 
9) Pemanis (Sweetener) adalah BTP berupa pemanis alami
dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada
produk pangan.

a. Pemanis alami (natural sweetener) adalah pemanis yang


dapat ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya
secara sintetik ataupun fermentasi.
Contoh : Sorbitol, Manitol, Maltitol, Laktitol, Silitol,
Isomalt, dll

b. Pemanis buatan (Artificial sweetener) adalah pemanis


yang diproses secara kimiawi dan senyawa tersebut tidak
terdapat di alam.
• Contoh : Aspartam, Sakarin, Asam siklamat, Sukralosa,
Neotam, dll.
10) Pembawa (carrier) adalah BTP yang digunakan untuk
memfasilitasi penanganan, aplikasi atau penggunaan BTP lain
atau zat gizi di dalam pangan dengan cara melarutkan,
mengencerkan, mendispersikan, atau memodifikasi secara
fisik BTP lain atau zat gizi tanpa mengubah fungsinya dan
tidak mempunyai efek teknologi pada pangan.
Contoh : Polietilen glikol, Propilen glikol, Trietil sitrat,
Sukrosa asetat isobutirat

11) Pembentuk gel (Gelling agent) adalah BTP untuk membentuk


gel.
Contoh : Asam alginat, Natrium alginat, Kalium alginat, Agar-
agar, Karagen, Gom gelan, Gelatin, Pektin, dll.

12) Pembuih (Foaming agent) adalah BTP untuk membentuk


atau memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan
berbentuk cair atau padat.
Contoh : Etil metil selulosa, Gom xanthan, Selulosa
mikrokristalin, dll.
13) Pengatur keasaman (Acidity regulator) adalah BTP untuk
mengasamkan, menetralkan dan/atau mempertahankan
derajat keasaman pangan.
• Contoh : Asam malat, Kalsium laktat, Kalsium karbonat,
Asam asetat, Natrium asetat, Kalium asetat, Asam laktat,
Asam fumarat, Natrium laktat, Kalium laktat, Asam sitrat
dan garamnya, Asam tartrat, Asam fosfat, Natrium
hidrogen malat, Natrium karbonat, Kalium karbonat, Asam
hidroklorida, Magnesium hidroksida, dll.

14) Pengawet (Preservative) adalah BTP untuk mencegah atau


menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan
perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh
mikroorganisme.
• Contoh : Asam benzoat dan garamnya, Etil
parahidroksibenzoat, Metil parahidroksibenzoat, Asam
sorbat dan garamnya, Sulfit, Nisin, Nitrit, Nitrat, Asam
propionat, Lisozim hidroklorida, dll.
15) Pengembang (Raising agent) adalah BTP Berupa senyawa
tunggal atau campuran untuk melepaskan gas sehingga
meningkatkan volume adonan.
• Contoh : Amonium karbonat, Natrium aluminium fosfat,
Natrium karbonat, Natrium hidrogen karbonat, Dekstrin,
Pati asetat, dll.

16) Pengemulsi (Emulsifier) adalah BTP untuk membantu


terbentuknya campuran yang homogen dari dua atau lebih
fase yang tidak tercampur seperti minyak dan air.
• Contoh : Lesitin, Golongan gom (Gom arab, Gom kacang lokus,
Gom tragakan, Gom karaya), Gelatin, Golongan laktat
(Natrium laktat, Kalsium laktat), Natrium dihidrogen sitrat,
Dinatrium monohidrogen sitrat, Golongan alginat (Asam
alginat, Natrium alginat, Kalium alginat), Agar-agar,
Karagenan, Gelatin, Polisorbat, Pektin, Selulosa mikrokristal,
Ester asam lemak. Laktat dari gliserol, dll.
17) Pengental (Thickener) adalah BTP untuk meningkatkan
viskositas pangan.
• Contoh : Kalsium asetat, Golongan alginate (kalium alginat,
Asam alginat, Natrium alginat, Kalsium alginat), Golongan
laktat (Natrium laktat, Kalsium laktat), Golongan gom (Gom
kacang lokus, Gom tragakan, Gom arab, Gom karaya, Gom
gelan), Gliserol, Gelatin, Polisorbat, Pektin, Kalium klorida,
Kalsium klorida, Bromelain dll.
•  
18) Pengeras (Firming agent) adalah BTP untuk memperkeras
atau mempertahankan jaringan buah dan sayuran, atau
berinteraksi dengan bahan pembentuk gel untuk
memperkuat gel.
• Contoh : Kalsium klorida, Kalsium glukonat, Kalium laktat,
Trikalsium sitrat, Kalium klorida, Kalsium sulfat, Kalsium
glukonat. Dll.
19) Penguat rasa (Flavour enhancer) adalah BTP untuk memperkuat
atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan
pangan tersebut tanpa memberikan rasa dan/atau aroma tertentu.
• Contoh : Asam L-glutamat, Asam inosinat dan garamnya, Asam
guanilat dan garamnya, Garam-garam 5-ribonukleotida, dll.

20) Peningkat volume (Bulking agent) adalah BTP untuk meningkatkan


volume pangan.
• Contoh : Karagenan, Gom tragakan, Natrium laktat, Asam alginat,
Natrium alginat, Propilen glikol, Agar-agar, Gom guar, Gom arab,
Pati modifikasi asam, Pati oksida, Monopati fosfat, Dipati adipat
terasetilasi, dll.
21) Penstabil (Stabilizer) adalah BTP untuk menstabilkan
sistem dispersi yang homogen pada pangan.
• Contoh : Asam alginat, Agar-agar, Kalsium karbonat,
Kalsium asetat, Lesitin, Natrium laktat, Kalsium laktat,
Asam fumarat, Natrium dihidrogen sitrat, Karagenan, Gom
kacang lokus, Gom tragakan, Gom arab, Gom karaya,
Gelatin, Polisorbat, Pektin, Selulosa mikrokristal, Ester
asam lemak dan laktat dari gliserol, Ester sukrosa asam
lemak, dll.

22) Peretensi warna (Colour retention agent) adalah BTP untuk


mempertahankan, menstabilkan, atau memperkuat
intensitas warna pangan tanpa menimbulkan warna baru.
• Contoh : Magnesium karbonat, Magnesium hidroksida, besi
(II) glukonat
23) Bahan Perlakuan tepung (Flour treatment agent) adalah BTP yang ditambahkan
pada tepung untuk memperbaiki warna, mutu adonan dan atau pemanggangan,
termasuk bahan pengembang adonan, pemucat dan pematang tepung.
• Contoh : Amonium klorida, L-amonium laktat, Kalsium sulfat, Kalsium oksida,
dll.
•  
24) Pewarna (Colour) adalah BTP berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang
ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan mampu memberi atau
memperbaiki warna
a. Pewarna alami ( Natural food colour) adalah pewarna yang dibuat melalui proses
ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi (sintetis parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral,
atau sumber alami lain, termasuk pewarna identik alami.
• Contoh : Antosianin, Merah Bit, Beta karoten, Karamel, Kurkumin, Riboflavin,
Karmin, Klorofil, Karbon tanaman, Ekstrak anato, Karotenoid, Titanium
dioksida, dll.
a. Pewarna sintetis ( synthetic colour ) adalah pewarna yang diperoleh melalui sintetis
kimiawi
• Contoh : Indigotanin Cl. No.73015, Hijau FCF Cl. No.42090, Tartrazin CL. No
19149, Kuning kuinolon Cl. No. 47005, Ponceau 4R Cl. No.16255, Eritrosin
Cl. No.45430, dll.
25) Propelan (Propellant) adalah BTP berupa gas yang
digunakan untuk mendorong pangan keluar dari kemasan.
• Contoh : Nitrogen, Propana, Dinitrogen monoksida,
Butana

26) Sekuestran (Sequestrant) adalah BTP yang dapat


mengikat ion logam polivalen untuk membentuk kompleks
sehingga meningkatkan stabilitas dan kualitas pangan.
• Contoh : Isopropil sitrat, Natrium glukonat, Kalsium
dinatrium etilen diamin tetra asetat, Kalium glukonat,
dll.
27) Perisa (Flavouring)
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 13 Tahun 2020 tentang bahan tambahan
pangan perisa
a. Perisa adalah bahan tambahan pangan berupa preparat
konsentrat, dengan atau tanpa ajudan perisa
( Flavouring adjunct ) yang digunakan untuk memberi
flavour, dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam.
b. Ajudan perisa adalah bahan tambahan yang diperlukan
dalam pembuatan pelarutan, pengenceran, penyimpanan
dan penggunaan perisa
TUGAS
• Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor 13 Tahun 2020 tentang
bahan tambahan pangan perisa

Sebutkan dan jelaskan Jenis bahan pembuat


perisa :
LARANGAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN
(BTP)

Dilarang menggunakan BTP untuk tujuan :

1. Menyembunyikan penggunaan bahan yang tidak


memenuhi persyaratan;
2. Menyembunyikan cara kerja yang
bertentangan dengan cara produksi pangan
yang baik untuk pangan;
3. Menyembunyikan kerusakan pangan
Bahan Yang Dilarang Digunakan Sebagai BTP
(Bahan Tambahan Pangan)

1 Asam borat dan senyawanya (Boric acid) 11 Dulkamara (Dulcamara)


 
2 Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and 12 Kokain (Cocaine)
its salt)  
3 Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, 13 Nitrobenzen (Nitrobenzene)
DEPC)  
4 Dulsin (Dulcin) 14 Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)

5 Formalin (Formaldehyde) 15 Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)

6 Kalium bromat (Potassium bromate) 16 Biji tonka (Tonka bean)

7 Kalium klorat (Potassium chlorate) 17 Minyak kalamus (Calamus oil)

8 Kloramfenikol (Chloramphenicol) 18 Minyak tansi (Tansy oil)

9 Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated 19 Minyak sasafras (Sasafras oil)


vegetable oils)  
10 Nitrofurazon (Nitrofurazone)    
CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CPOB)
• Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 13 tahun
2018 tentang perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor HK.03.1.33.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik :

1. Bahwa beberapa ketentuan mengenai penerapan Pedoman Cara Pembuatan


Obat yang Baik sebagaimana yang diatur dengan Peraturan Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.33.12.8195 tahun 2012 tentang
Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, perlu disesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pembuatan
obat dan bahan obat terkini;
2. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud nomor 1, perlu
menetapkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang
perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.33.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik.
DEFINISI DAN TUJUAN CPOB

• Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) yang


merupakan pedoman pembuatan obat yang
bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara
konsisten, memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. CPOB mencakup semua aspek
produksi dan pengendalian mutu.
PERSYARATAN CPOB

1. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji


secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu
secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan
mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan
2. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses
dan sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan
divalidasi.
3. Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk
a. Personil yang terkualifikasi dan terlatih
b. Bangunan dan sarana dengan luas yang memadai
c. Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai
d. Bahan, wadah dan label yang benar
BEBERAPA ISTILAH DALAM CPOB

1. Produk antara adalah tiap bahan atau campuran bahan yang masih
memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan sampai dengan
pengemasan untuk menghasilkan obat jadi.
2. Produk ruahan adalah tiap bahan olahan yang mesih memerlukan
tahap pengemasan untuk menjadi produk jadi.
3. Pengawasan Mutu (Quality Control) adalah semua upaya yang
dilakukan selama pembuatan dan dirancang untuk menjamin
keseragaman produk obat yang memenuhi spesifikasi,
identitas,kekuatan,kemurnian dan karakteristik lain yang
ditetapkan.
1. Karantina adalah status dari bahan/produk yang dipisahkan
sementara menunggu keputusan apakah bahan/produk tersebut dapat
digunakan untuk pengolahan, pengemasan, distribusi.

2. Diluluskan atau release adalah status suatu bahan atau produk yang
diperbolehkan untuk digunakan dalam pengolahan, pengemasan dan
distribusi.

3. Ditolak atau reject adalah status bahan atau produk yang tidak
diizinkan digunakan pada pengolahan, pengemasan dan distribusi.

4. Batch adalah sejumlah produk obat yang dihasilkan alam satu siklus
pembuatan berdasarkan suatu formulasi tertentu yang mempunyai
sifat dan mutu yang seragam. Esensi suatu batch adalah
homogenitasnya.

5. Lot adalah Sebagian tertentu dari suatu batch yang memiliki sifat
dan mutu yang seragam dalam batas yang ditatapkan.
1. Spesifikasi adalah adalah suatu uraian pemerian dari bahan awal,
produk antara, produk ruahan atau produk jadi dalam segi sifat kimia,
fisika dan apabila perlu juga mikrobiologinya. Umumnya
spesifikasimeliputi ketentuan deskriptif dan numerik yang
menyatakan standar toleransi yang masih diperbolehkan.
2. Tanggal pembuatan adalah tanggal yang menunjukkan selesainya
proses pembuatan suatu batch tertentu.
3. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan
atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan
akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten.
TUGAS
• Sebutkan aspek-aspek CPOB
• Sebutkan Klasifikasi kebersihan ruang
pembuatan obat
RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG
BIDANG KESEHATAN
2005-2025
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG
BIDANG KESEHATAN 2005-2025

• Rencana pembangunan jangka Panjang


bidang Kesehatan (RPJP-K) adalah rencana
pembangunan nasional bidang Kesehatan
yang merupakan penjabaran dari RPJPN
tahun 2005-2025, dalam bentuk dasar,
visi, misi, arah dan kebutuhan sumber daya
pembangunan nasional di bidang Kesehatan
untuk masa 20 tahun ke depan, yang
mencakup kurun waktu sejak tahun 2005
sampai dengan tahun 2025
LANDASAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA
PANJANG BIDANG KESEHATAN 2005-2025

 Landasan idiil : Pancasila


 Landasan konstitusional : UUD 1945
 Landasan operasional :
1. Ketetapan MPR
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional.
4. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
5. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasiona
6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
7. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Perencanaan
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
DASAR PEMBANGUNAN KESEHATAN
PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2005-
2025

1. Perikemanusiaan
2. Pemberdayaan dan kemandirian
3. Adil dan merata
4. Pengutamaan dan manfaat
VISI PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN
2005-2025

• Dalam Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis


pembangunan kesehatan yang diharapkan adalah
lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan
sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu
lingkungan yang bebas dari kerawanan sosial
budaya dan polusi, tersedianya air minum dan
sarana sanitasi lingkungan yang memadai,
perumahan dan pemukiman yang sehat,
perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan,
serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang
memiliki solidaritas sosial dengan memelihara nilai-
nilai budaya bangsa
MISI PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN
2005-2025

1. Menggerakkan Pembangunan Nasional


Berwawasan Kesehatan
2. Mendorong Kemandirian Masyarakat
untuk Hidup Sehat
3. Memelihara dan Meningkatkan Upaya
Kesehatan yang Bermutu, Merata, dan
Terjangkau
4. Meningkatkan dan Mendayagunakan
Sumber Daya Kesehatan
Tujuan pembangunan kesehatan menuju
Indonesia Sehat 2025
• meningkatnya kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dapat terwujud,
melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan
negara Indonesia yang ditandai oleh
penduduknya yang hidup dengan perilaku dan
dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu, secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia
Sasaran pembangunan kesehatan yang
akan dicapai tahun 2025
1. meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dari
69 tahun pada tahun 2005 menjadi 73,7 tahun
pada tahun 2025
2. Menurunnya Angka Kematian Bayi dari 32,3 per
1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi
15,5 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2025
3. Menurunnya Angka Kematian Ibu dari 262 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi
74 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2025
4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita
dari 26% pada tahun 2005 menjadi 9,5% pada
tahun 2025
Strategi pembangunan kesehatan yang
akan ditempuh sampai tahun 2025

1. Pembangunan Nasional Berwawasan


Kesehatan
2. Pemberdayaan Masyarakat dan Daerah
3. Pengembangan Upaya dan Pembiayaan
Kesehatan
4. Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan
5. Penanggulangan Keadaan Darurat
Kesehatan
Pentahapan RPJP-K dalam RPJM-K
secara indikatif
 RPJM-K ke-1 (2005-2009)
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan akses dan mutu pelayanan
kesehatan
Pentahapan RPJP-K dalam RPJM-K
secara indikatif
 RPJM-K ke-2 (2010-2014)
Akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas telah lebih
berkembang dan meningkat
Pentahapan RPJP-K dalam RPJM-K
secara indikatif
• RPJM-K ke-3 (2015-2019)
Akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas telah mulai
mantap.
Pentahapan RPJP-K dalam RPJM-K
secara indikatif
• RPJM-K ke-4 (2020-2025)
Akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas telah mantap
Untuk dapat melaksanakan upaya pokok
pembangunan kesehatan diperlukan
sumberdaya kesehatan yang memadai,
terutama meliputi
A. Sumber Daya Manusia Kesehatan
B. Pembiayaan Kesehatan
C. Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
D. Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi Kesehatan
(IPTEK)
KepMenkes No.189/ Menkes/
SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat
Nasional (KONAS)
• KONAS adalah dokumen kebijakan pelaksanaan
program di bidang obat, sebagai penjabaran dari
subsistem bidang Obat dan Perbekalan kesehatan
dalam SKN. KONAS merupakan dokumen resmi
yang berisi pernyataan komitmen semua pihak baik
pusat, propinsi kabupaten - kota yang menetapkan
tujuan dan sasaran nasional di bidang obat beserta
prioritasnya, untuk menggariskan strategi dan
peran berbagai pihak dalam penerapan komponen-
komponen pokok kebijakan untuk pencapaian tujuan
pembangunan kesehatan
TUJUAN KONAS

1. Ketersediaan , pemerataan, dan


keterjangkauan obat esensial
2. Keamanan, khasiat dan mutu semua
obat yang beredar serta penggunaan
obat yang rasional.
3. Masyarakat terlindung dari salah
penggunaan dan penyalahgunaan obat;
LANDASAN KEBIJAKAN

Untuk mencapai tujuan Kebijakan Obat Nasional


ditetapkan landasan kebijakan yang merupakan
penjabaran dari prinsip dasar SKN, yaitu :
1. Obat harus diperlakukan sebagai komponen
yang tidak tergantikan dalam pemberian
pelayanan kesehatan. Dalam kaitan ini aspek
teknologi dan ekonomi harus diselaraskan
dengan aspek sosial dan ekonomi.
2. Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan, keterjangkauan dan
pemerataan obat esensial yang dibutuhkan
masyarakat
Lanjutan
3. Pemerintah dan sarana pelayanan kesehatan
bertanggung jawab untuk menjamin agar pasien
mendapat pengobatan yang rasional.
4. Pemerintah melaksanakan pembinaan, pengawasan
dan pengendalian obat, sedangkan pelaku usaha di
bidang obat bertanggung jawab atas mutu obat
sesuai dengan fungsi usahanya. Tugas pengawasan
dan pengendalian yang menjadi tanggung jawab
pemerintah dilakukan secara profesional,
bertanggung jawab, independen dan transparan.
5. Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi
obat yang benar, lengkap dan tidak menyesatkan.
Pemerintah memberdayakan masyarakat untuk
terlibat dalam pengambilan keputusan pengobatan.
TUGAS
1. Jelaskan strategi yang dilakukan
pemerintah agar tujuan Konas tercapai
?
2. Jelaskan pokok-pokok dan langkah –
langkah kebijakan Konas ?
STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN

UNDANG-UNDANG KESEHATAN DIPLOMA TIGA STIKes IKIFA


TUJUAN PENGATURAN STANDAR
PELAYANAN KEFARMASIAN (YANFAR)

1. Meningkatkan mutu pelayanan


kefarmasian
2. Menjamin kepastian hukum bagi
tenaga kefarmasian
3. Melindungi pasien dan masyarakat
dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan
pasien ( patient safety)
REGULASI DAN PEDOMAN PENDUKUNG
UNTUK PELAKSANAAN YANFAR

1. UU No. 36 Tahun 2009: Kesehatan


2. PP No. 72 Tahun 1998: Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
3. PP No. 51 Tahun 2009: Pekerjaan Kefarmasian
4. SK Menkes No. 189 Tahun 2006: Kebijakan Obat Nasional
5. SK Menkes No. 32 Tahun 2013: Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014
6. Permenkes No. 889 Th. 2011: Registrasi Izin Praktek dan Izin Kerja Tenaga kefarmasian
7. Permenkes No.74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
8. Permenkes No 72 tahun2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
9. Permenkes No.73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
10. Permenkes No No. 9 Tahun 2017 Tentang Apotek
UU No. 36/2009 ttg Kesehatan
Pasal 108

Praktik Kefarmasian yang meliputi


 pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
 pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
 pelayanan obat atas resep dokter,
 pelayanan informasi obat serta
 pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional

harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
sesuai dengan ketentuan peraturan per-undang2an
TUJUAN PELAYANAN KEFARMASIAN

Menyediakan dan memberikan sediaan


farmasi dan alat kesehatan
disertai Informasi

Agar masyarakat mendapatkan manfaat


Yang terbaik
Pelayanan Kefarmasian
(PP No. 51/2009)
Pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien

GPP/CPFB
Pharmaceutical Care
berorientasi pada
patient safety
Paradigma Pelayanan Kefarmasian

PRODUCT PATIENT
ORIENTED ORIENTED
Old
design

PERLUASAN
PARADIGMA
YANFAR

Patient
centered
260
Quality of Life
PERMENKES NO 74 TAHUN 2016
TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

• perencanaan kebutuhan
obat dan BMHP
Kegiatan
PENGELOLAAN • Permintaan
pengelolaan
SEDIAAN FRMASI, Obat dan • penerimaan
DAN Bahan • penyimpanan
BAHAN MEDIS Medis Habis • pendistribusian
HABIS PAKAI Pakai • pengendalian
(BMHP)
• Pencatatan, pelaporan dan
pengarsipan
PELAYANAN
• Pemantauan & evaluasi
FARMASI DI
Pengelolan
PUSKESMAS
• pengkajian Resep, Penyerahan Obat,
• Pemberian Informasi Obat (PIO)
• konseling
PELAYANAN
FARMASI KLINIK • Visite Pasien (Khusus Pusk.Rawat Inap)
• Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping
Penanggungjawab 1 orang Obat (Eso)
Apoteker, dibantu oleh TTK . • Pemantauan Terapi Obat ( PTO)
Rasio Apoteker di Puskesmas SUMBER • Evaluasi Penggunaan Obat
adalah 1 (satu) Apoteker untuk DAYA
KEFARMASIAN
50 (lima puluh) pasien perhari
SUMBER DAYA KEFARMASIAN
SARANA DAN
SUMBER DAYA MANUSIA PRASARANA
• PERSYARATAN ADMINISTRASI • RUANG PENERIMA RESEP
• ATRIBUT PRAKTEK • RUANG PELAYANAN RESEP
• MENGIDENTIFIKASI DAN PERACIKAN
KEBUTUHAN PENGEMBANGAN • RUANG PENYERAHAN OBAT
PENGEMBANGAN DIRI • RUANG KONSELING
• MEMAHAMI DAN MENGIKUTI • RUANG PENYIMPANAN
PERATURAN SEDIAAN FARMASI, ALKES
DAN BMHP
• RUANG ARSIP
Pelayanan Resep

1 apoteker untuk 50 pasien ???+ TTK+sarpras


Etiket / Label
Sebagian contoh leaflet yg dibuat
P
I
O
Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan
di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang
bermutu. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
72/2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah
sakit, pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Petugas yang bekerja di Instalasi Farmasi RS :
a. Kepala Instalasi Farmasi (Apoteker)
b. Apoteker yang bekerja di Instalasi Farmasi
c. Tenaga Teknis Kefarmasian
d. Petugas lain yang bertanggungjawab bekerja di
Instalasi Farmasi, contoh petugas gudang
farmasi/penyimpanan
• Depo obat/satelit/apotek RS
adalah unit distribusi obat yang berada
dibawah instalasi Farmasi misalnya: depo
obat rawat inap, rawat jalan, gawat darurat,
ruang intensif, kamar operasi dll. Depo obat
rawat jalan /rawat inap terkadang juga
disebut apotek rawat jalan/rawat inap.
Sistem pendistribusian sediaan farmasi, Alkes, dan
BMHP di RS
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,
dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi
yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit
pelayanan.
1. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock)
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan
dan dikelola oleh Instalasi Farmasi sesuai dengan jenis dan
jumlah yang sangat dibutuhkan.
2. Sistem resep perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien
rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi
3. Sistem unit dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan
dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali
dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat
inap.
4. Sistem kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan
menggunakan kombinasi 1 + 2 atau 2 + 3 atau 1 + 3
• Waktu tunggu pelayanan obat jadi
Yang dimaksud waktu tunggu pelayanan obat jadi adalah
tenggang waktu mulai pasien menyerahkan resep sampai
dengan menerima obat jadi.
• Rata-rata waktu tunggu pelayanan obat jadi
Merupakan hasil pembagian antara jumlah kumulatif waktu
tunggu pelayanan obat jadi pasien dengan jumlah pasien
yang menebus obat jadi di RS selama tahun 2018.
Standarnya adalah ≤ 30 menit.
• Waktu tunggu pelayanan obat racikan
Yang dimaksud Waktu tunggu pelayanan obat racikan adalah lamanya waktu untuk
menunggu dari mulai resep diserahkan sampai dengan obat diberikan (untuk 5 resep
racikan), dari yang tercepat sampai yang terlama waktu tunggunya, tidak termasuk jadi.

• Rata-rata waktu tunggu pelayanan obat racikan


Rata-rata waktu tunggu pelayanan obat racikanmerupakan hasil pembagian antara
jumlah kumulatif waktu tunggu pelayanan obat racikan pasien dengan jumlah pasien
yang menebus obat racikan di RS selama tahun 2018. Standarnya adalah ≤ 60 menit.

 
• Formularium RS (FRS)
Formularium RS adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh panitia
Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit.

• Formularium Nasional (FORNAS)


Formularium Nasional merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan
harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional. Fornas berisi daftar obat yang disusun
berdasarkan bukti ilmiah mutakhir oleh Komite Nasional Penyusunan
Fornas.

 
Perencanaan Obat
•Perencanaan kebutuhan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan
jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan
dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan
metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan
yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
•Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dibuat oleh RS setiap tahun. RKO biasanya
dibuat berdasarkan data stok akhir tahun y-2, lalu dibuat dan dikirimkan
melalui e-monev pada tahun y-1 dan direalisasikan pada tahun berjalan.

 
Perencanaan Obat
•Perencanaan kebutuhan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan
jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan
dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan
metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan
yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
•Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dibuat oleh RS setiap tahun. RKO biasanya
dibuat berdasarkan data stok akhir tahun y-2, lalu dibuat dan dikirimkan
melalui e-monev pada tahun y-1 dan direalisasikan pada tahun berjalan.

 
•E-monev merupakan aplikasi Monitoring dan Evaluasi Katalog obat yang dikembangkan dan dikelola
oleh Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat jenderal Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Aplikasi ini diperuntukkan bagi seluruh
Fasilitas Pelayanan Kesehatan (apotek, FKTP dan FKRTL), PBF, Industri farmasi, Dinkes
Prov/Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia.

•Sistem pengadaan obat adalah sistem pengadaan yang pernah dilakukan oleh RS untuk melakukan
pembelian obat, melalui:
a. E-purchasing adalah tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem katalog elektronik
b. Tender/lelang adalah suatu rangkaian kegiatan penawaran yang bertujuan untuk menyeleksi,
mendapatkan, menetapkan, serta menunjuk perusahaan mana yang paling pantas dan layak untuk
mengerjakan suatu paket pekerjaan.
c. Pembelian langsung adalah salah satu metode pemilihan pengadaan barang atau
jasa langsung kepada penyedia barang atau jasa tanpa melalui proses pelelangan atau seleksi
menggunakan penunjukan langsung yang dilakukan oleh Pejabat Pengadaan.

 
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek
menyatakan apotek adalah tempat tertentu untuk melakukan praktik
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi/ obat kepada masyarakat.

Apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang kompeten, berlokasi di


daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat dan terdapat papan petunjuk yg
tertulis kata “apotek”.
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek (SPKA) menyatakan tujuan SPKA adalah:
 meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
 menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
 melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional

Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi dua kegiatan, yaitu yang bersifat manajerial berupa
pengelolaan sediaan farmasi dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek :
1. Pengkajian dan pelayanan resep
2. Dispensing (penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat)
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
4. Konseling, yaitu proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarga utk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan shg terjadi perubahan
perilaku dlm penggunaan obat & menyelesaikan masalah yg dihadapi pasien.
5. Pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care), yaitu Pemberian pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien
dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO), merupakan proses yang memastikan bahwa seorang
pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan
efikasi dan meminimalkan efek samping.
7. Monitoring efek samping obat (MESO), merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi
fungsi fisiologis.
PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK PADA MASA PANDEMI
CORONA VIRUS DISEASE–19 DI INDONESIA

Permasalahan
Dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dikeluarkan PMK Nomor 9
Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kemudian pada masa pandemic Covid-19 IAI telah mengeluarkan Prosedur
Standar Pelayanan Pelanggan Apotek Selama masa KLB Covid-19.
Permasalahan:
 bagaimanakan yanfar di apotek selama masa pandemi Covid-19 terkait
sediaan farmasi (obat, obat tradisional, alat kesehatan, suplemen) apa yg
banyak terjual ?
 bagaimana pelayanan pelanggan selama pandemi Covid-19 ?
Prosedur Standar Pelayanan Pelanggan Apotek Selama Masa Pandemi
Covid-19 yang dikeluarkan (Ikatan Apoteker Indonesia, 2020 sebagai
berikut) :
I. Sanitasi Ruangan Apotek
II. Perlindungan Diri Personil
III. Pelayanan Pelanggan
IV. Sarana edukasi Pencegahan Covid-19 poster sederhana untuk pasien
mencegah
penularan virus Covid-19
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai