Anda di halaman 1dari 125

Oleh :

Mega Efrilia, S.Farm. M.Farm., Apt


Ida Diana Sari, S.Si, Apt, MPH
HIRARKI PERUNDANG-UNDANGAN RI menurut Undang-Undang ( UU ) Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

• UNDANG-UNDANG DASAR 1945


UUD 1945

• KETETAPAN MPR
TAP MPR

• UNDANG-UNDANG/PERATURAN
UU /
PERPU
PENGGANTI UNDANG-UNDANG
PP
• PERATURAN PEMERINTAH

PERPRES
• PERATURAN PRESIDEN

PERDA
• PERATURAN DAERAH PROVINSI
PROVINSI

PERDA
• PERATURAN DAERAH KABUPATEN
KABUPATEN
PENDAHULUAN
 Peraturan Perundang-undangan : adalah
peraturan tertulis yang memuat norma
hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam
peraturan Perundang-undangan
PENGUNDANGAN
Penempatan Peraturan Perundang-
undangan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia,
Berita Negara Republik Indonesia,
Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan
Lembaran Daerah, atau berita daerah.
TUGAS
 Mencari bagan struktur organisasi kesehatan :
KEMENKES, BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN, BADAN POM, DINAS KESEHATAN
PROVINSI DAN DINKES KABUPATEN / KOTA?
 Tuliskan tugas dan fungsi masing-masing Direktorat
/Bagian ?
Undang – undang RI N0. 36 tahun 2009
tentang kesehatan
 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
 Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala
bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan,
sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas
kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
 Perbekalan Kesehatan adalah semua bahan dan
peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
 Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika.
 Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus,
mesin dan/ atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk
mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/
atau untuk membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh
 Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan dibidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
 Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu
alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif,maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah daerah, dan atau masyarakat.
 Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
 Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
 Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat
dan/ atau metode yang ditujukan untuk
membantu menegakkan diagnosa, pencegahan
dan penanganan permasalahan kesehatan
manusia.
 Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu, terintergrasi dan berkesinambungan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan/ atau masyarakat.
 Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang lebih
mengutamakan pelayanan yang bersifat
promosi kesehatan.
 Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu
kegiatan pencegahan terhadap suatu
masalah kesehatan/ penyakit.
 Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk
penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit, pengendalian
penyakit, atau pengendalian kecacatan agar
kualitas penderita dapat terjaga seoptimal
mungkin.
KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN
MENURUT UU No.36 tahun 2014

1. Tenaga Kesehatan adalah Setiap orang yang mengabdikan diri dalam


bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan. Kualifikasi minumum tenaga kesehatan adalah Diploma
Tiga kecuali Tenaga Medis.

1. Asisten Tenaga Kesehatan adalah Setiap orang yang mengabdikan


diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan di bawah jenjang
Diploma Tiga. Kualifikasi minimum Pendidikan Menengah di bidang
kesehatan dan hanya dapat bekerja di bawah supervisi Tenaga
Kesehatan
Jenis tenaga kesehatan menurut UU No.36
tahun 2014
1. Tenaga Medis (Dokter, Dokter gigi, Dokter spesialis,
Dokter gigi spesialis)
2. Tenaga Psikologis Klinis ( Psikologis Klinis)
3. Tenaga Keperawatan (Perawat, Perawat gigi)
4. Tenaga Kebidanan (Bidan)
5. Tenaga Kefarmasian (Apoteker, Tenaga teknis
kefarmasian)
6. Tenaga Kesehatan Masyarakat (Epidemiolog kesehatan,
Tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku,
Pembimbing kesehatan kerja, Tenaga administrasi dan
kebijakan kesehatan, Administator Kesehatan, Tenaga
biostatistik dan kependudukan, Tenaga kesehatan
reproduksi dan keluarga)
7. Tenaga Kesehatan Lingkungan (Tenaga sanitasi lingkungan,
Ahli entomolog kesehatan, Ahli mikrobiologi kesehatan)
8. Tenaga Gizi (Ahli nutrisi/gizi, Ahli/spesialis diet)
9. Tenaga Keterapian Fisik (Ahli fisioterapi, Ahli terapi
okupasional, Ahli terapis Wicara, Ahli akupunktur)
10. Tenaga Keteknisian Medis (Perekam medis dan Informasi
kesehatan, Teknisi Kardiovaskuler, Teknisi pelayanan darah,
Pakar optik refraksi /optometris, Teknisi gigi, Penata
anestesi, Ahli terapi gigi dan mulut, Audiologis )
11. Tenaga Teknik Biomedika (Radiographer, Elektromedis,
Ahli teknologi laboratorium medik, Fisikawan medik, Ahli
radioterapi, Ortotik prostetik)
12. Tenaga Kesehatan Tradisional (Tenaga Kesehatan
tradisional ramuan, Tenaga Kesehatan tradisional
keterampilan)
KLASIFIKASI TENAGA KEFARMASIAN
 Khusus untuk tenaga kefarmasian, Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian.Menurut PP ini :

1. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan


pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian.
2. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus apoteker
dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker
3. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis
farmasi dan tenaga menengah farmasi / asisten apoteker.
PEKERJAAN KEFARMASIAN
 Pekerjaan kefarmasian menurut PP No.51/2009, adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, penyimpanan, dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat,
dan obat tradisional.
Pekerjaan kefarmasian dapat dilaksanakan oleh
tenaga kefarmasian pada :
 Fasilitas produksi sediaan farmasi yang berupa industri farmasi
obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik
kosmetik, dan pabrik lain yang membutuhkan tenaga
kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan
pengawasan mutu.
 Fasilitas distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan melalui
pedagang besar farmasi (PBF), penyalur alat kesehatan. Instalasi
sediaan farmasi dan alat kesehatan milik pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
 Fasilitas pelayanan kefarmasian melalui praktik di apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau
praktik bersama, klinik primer/ pelayanan Kesehatan I, Klinik
sekunder.
PERIZINAN TENAGA KESEHATAN
 Menurut Permenkes RI nomor
889/Menkes/PER/V/2011 tentang registrasi, izin
praktik dan izin kerja Tenaga Kefarmasian. tenaga
Kefarmasian terdiri atas:
1. Apoteker
2. Tenaga Teknis Kefarmasian yang meliputi:
Sarjana Farmasi
Ahli Madya Farmasi
Analis Farmasi
Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker.
 Dengan berlakunya undang-undang tenaga kesehatan
No.36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan maka
Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker minimal
D3 dan Tenaga Kesehatan dengan pendidikan setara
SMF/SMK Farmasi berubah menjadi Asisten Tenaga
Kesehatan. Pendidikan di bawah D3 diantaranya
adalah D2, D1 maupun SMK Kejuruan. Sebagai
implementasi undang-undang tenaga kesehatan,
pemerintah mengeluarkan Permenkes tentang jenis
Asisten Tenaga Kesehatan diantaranya adalah Asisten
Tenaga Kefarmasian, Asisten Keperawatan, Asisten
Dental, Asisten Teknis Laboratorium Medik, Asisten
Teknis Pelayanan Darah
Definisi dan pengertian dalam Undang-undang Tenaga
Kesehatan

 Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) adalah bukti


tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang
telah diregistrasi.
 Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian
(STRTTK) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah
diregistrasi.
 Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) adalah surat izin yang
diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan
praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
 Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) adalah surat izin
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.

 Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK)


adalah surat izin praktik yang diberikan kepada
Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
kefarmasian.
SURAT TANDA REGISTRASI

 Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan


Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki Surat Tanda
Registrasi ( STR ). STR diperuntukkan bagi :

1. Apoteker berupa STRA; dan


2. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK
Untuk mendapatkan STRTTK, seorang tenaga Teknis
Kefarmasian wajib memenuhi beberapa persyaratan :
1. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
2. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter
yang memiliki surat izin praktek .
3. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang
telah memiliki STRA di tempat tenaga Teknis Kefarmasian
bekerja; dan
4. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika kefarmasian.
 STRTTK dikeluarkan oleh Menteri, Menteri dapat
mendelegasikan pemberian STRTTK kepada pejabat kesehatan
yang berwenang pada pemerintah daerah provinsi, berlaku
selama 5 ( lima ) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka
waktu 5 ( lima ) tahun apabila memenuhi syarat.
STRTTK tidak berlaku karena :

1. habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh


yang bersangkutan atau tidak memenuhi
persyaratan untuk diperpanjang;
2. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-
undangan;
3. permohonan yang bersangkutan;
4. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
5. dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang
berwenang.
IZIN PRAKTIK DAN IZIN KERJA
 Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja.
 Surat izin berupa :
 SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian;
 SIPA bagi Apoteker Pendamping di fasilitas pelayanan
kefarmasian;
 SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian
di fasilitas produksi/ fasilitas distribusi/ penyaluran; atau
 SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan
pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian
Ketentuan-ketentuan
a. SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas
pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan
untuk 1 ( satu ) tempat fasilitas kefarmasian
b. Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi
Apoteker pendamping di luar jam kerja.
c. SIPA bagi Apoteker Pendamping dapat diberikan
untuk paling banyak 3 (tiga)tempat fasilitas
pelayanan kefarmasian
d. SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga)
tempat fasilitas kefarmasian
e. SIPA, SIKA atau SIKTTK sebagaimana dikeluarkan
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / kota
tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.

SIPA, SIKA atau SIKTTK masih tetap berlaku


Tempat praktik bekerja masih sesuai dengan yang
tercantum dalam SIPA, SIKA atau SIKTTK.
PENGGOLONGAN OBAT

 Penggolongan obat diatur dalam Peraturan Menteri


Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/ X/1993 yang
kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/IV/2000 tentang wajib daftar obat
jadi. Penggolongan obat adalah "Penggolongan yang
dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan
ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi
yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat
wajib apotek, obat keras, psikotropika dan
narkotika.Untuk obat yang dapat diperoleh tanpa resep
dokter maka pada kemasan dan etiketnya tertera tanda
khusus."
1. Obat Bebas
obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum
tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika,
psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah
terdaftar di Depkes R.I.
Contoh : Paracetamol tablet, vitamin B Komplek, Oralit,
Antasida
Penandaan obat bebas :
Tanda khusus pada kemasa obat bebas diatur berdasarkan S.K.
Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus
untuk obat bebas dan obat bebas terbatas.Tanda khusus
untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis
tepi warna hitam.
2. Obat Bebas Terbatas
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang
menetapkan obat-obatan ke dalam daftar obat “W”
(Waarschuwing= Peringatan), adalah Obat Keras yang
dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter.
Dikenal sebagai LOTC (Limited Over The Counter). Obat
bebas terbatas dapat diperoleh di toko obat dan apotek.

 Obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep pada


penyerahannya harus memenuhi beberapa
persyaratanyaitu :
1. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli
dari pabriknya atau pembuatnya.
2. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus
mencantumkan tanda peringatan
 Obat yang termasuk golongan obat bebas terbatas
adalah pain relief (analgesik), obat batuk, obat
pilek, obat influenza, obat penghilang rasa nyeri
dan penurun panas pada saat demam (analgetik-
antipiretik), beberapa suplemen vitamin dan
mineral, obat-obat antiseptik, obat tetes mata
untuk iritasi ringan, dll.

 Contoh : CTM, Povidon iodine, Bisacodyl


 Sesuai dengan SK MenKes RI No.6355/Dirjen/SK/1969,
pada kemasan OBT harus tertera peringatan yang
berupa kotak kecil berukuran 5×2 cm berdasar warna
hitam atau kotak putih bergaris tepi hitam.
 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat bebas terbatas
berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi
berwarna hitam.
Berdasarkan SK MenKes No.917 tahun 1993, pada setiap
kemasan/brosur obat bebas terbatas harus
menyebutkan informasi obat sebagai berikut:

1. Nama obat (merek dagang dan kandungannya)


2. Daftar dan jumlah bahan berkhasiat yang terkandung di
dalamnya
3. Nama dan alamat produsen tertulis dengan jelas
4. Izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) atau Departemen Kesehatan (DepKes)
5. Tanggal Kadaluawarsa (masa berlaku) obat. Indikasi
(petunjuk kegunaan obat)
6. Kontra-indikasi (petunjuk penggunaan obat yang tidak
diperbolehkan)
7. Efek samping (efek negatif yang timbul, yang bukan
merupakan kegunaan obat)
8. Petunjuk cara penggunaan
9. Dosis (takaran) dan aturan penggunaan obat
10. Cara penyimpanan obat
11. Peringatan
12. Informasi tentang interaksi obat yang bersangkutan
dengan obat lain yang digunakan dan/atau dengan
makanan yang dikonsumsi
3. OBAT KERAS

 Disebut obat keras karena jika pemakai tidak


memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan
yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya.
Karenanya obat golongan ini dikenal
sebagaiobatdaftar G(Gevaarlijk = berbahaya). Obat
Keras hanya boleh diberikan atas resep dokter
umum/spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan.
Karena keharusannya menggunakan resep dokter
untuk mendapatkannya, obat keras dikenal juga
sebagai obat etikal (ethical),
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang
termasuk golongan obat keras adalah :

1. Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si


pembuat disebutkan bahwa obat itu hanya boleh
diserahkan dengan resep dokter.
2. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang
nyata-nyata untuk dipergunakan secara parenteral,
baik dengan cara suntikan maupun dengan cara
pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli
dari jaringan.
3. Semua obat baru, terkecuali apabila oleh
Departemen Kesehatan telah dinyatakan secara
tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan
kesehatan manusia.
4. Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras :
obat itu sendiri dalam substansi dan semua sediaan
yang mengandung obat itu, terkecuali apabila di
belakang nama obat disebutkan ketentuan lain, atau
ada pengecualian Daftar Obat Bebas Terbatas.
Selain yang definisi di atas, obat keras juga
meliputi obat-obat :
1. Daftar G, seperti: antibiotika, obat-obatan yang
mengandung hormon, antidiabetes, antihipertensi,
antihipotensi, obat jantung, obat ulkus lambung, dll.
2. Obat Keras Tertentu (OKT) atau psikotropika, seperti:
obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dll.
3. Obat Generik dan Obat Wajib Apotek (OWA), yaitu obat
yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula
diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa
resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti
antihistamin, obat asma, pil antihamil, beberapa obat
kulit tertentu, antikoagulan, sulfonamida dan derivatnya,
obat injeksi, dll.
 Contoh :Asam Mefenamat, Metampiron, Adrenalinu,
Antibiotika, Antihistamin

 Penandaan obat keras adalah Lingkaran bulat


berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam
dengan huruf K yang menyentuh garis tepi
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 02396/A/SK/VIII/1986)
4. OBAT WAJIB APOTEK (OWA)

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat


diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa resep dokter.
Peraturan tentang Obat Wajib Apotek berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Daftar Obat Wajib
Apotek No.1. keputusan Menteri Kesehatan RI No.
924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib
Apotek No.2 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.
1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib
Apotek No.3
Pertimbangan dikeluarkan Keputusan Menteri
tersebut sebagai berikut :
1. Pertimbangan yang utama yaitu meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri
guna mengatasi masalah kesehatan, dengan
meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman
dan rasional.
2. Pertimbangan yang kedua untuk peningkatan peran
apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi,
informasi dan edukasi serta pelayanan obat kepada
masyarakat.
3. Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat
yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri.
Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter
ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada
wanita hamil, anak di bawah umur 2 tahun dan orang
tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak
memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat
khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang
prevalensinya tinggi Obat dimaksud memiliki rasio
khasiat keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri
 Contoh :

1. Daftar Obat Wajib Apotek (OWA) No. 1. Berdasarkan


Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Daftar Obat Wajib
Apotek No.1
2. Obat wajib apotek No. 2, Berdasarkan keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar
Obat Wajib Apotek No.2
3. Obat Wajib Apotek No.3, Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1176/Menkes/SK/X/1999

 Carilah contoh Obat Wajib Apotek (OWA) 1, 2 dan 3


Tugas Mata Kuliah Undang-Undang Kesehatan
Hari Rabu, 17 Oktober 2018
Kelas Reguler 16B, Karyawan 16E dan Karyawan 16F

1. Carilah penggolongan obat beserta contoh obat-obat


dari masing-masing golongan tersebut
2. Carilah contoh Obat Wajib Apotek (OWA) 1, 2 dan 3

Noted:
 Diketik dalam bentuk word dicopy dalam flash disk (boleh
tulis tangan di kertas).
 Tugas dikerjakan di kelas secara individu, dikumpulkan
kepada Bagian Sekretariat 30 menit sebelum jam mata
kuliah selesai agar dapat melakukan absen manual di
Sekretariat.
5. OBAT PSIKOTROPIKA

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997,


Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
perilaku. Psikotropika disebut juga sebagai obat
penenang (transquilizer)atau obat keras tertentu (OKT)
Berdasarkan UU RI No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika, obat ini
dapat dibagi dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu:

1. Psikotropika gol. I
 Contoh :Meskalina, MDMA (ekstasi), LSD, ST
2. Psikotropika gol. II.
 Contoh:Amfetamin, Metamfetamin (sabu), Fensiklidin, Ritalin
3. Psikotropika gol. III.
 Contoh: Pentobarbital, Amobarbital, Flunitrazepam, Pentazosin
4. Psikotropika gol. IV.
 Contoh:Alprazolam, Diazepam, Klobazam, Fenobarbital,
Barbital, Lora-zepam, Klordiazepoxide, Nitrazepam
 Penandaan obat golongan psikotropika berupa
Lingkaran bulat berwarna merah, dengan huruf K
berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang
berwarna hitam.
6. OBAT GOLONGAN NARKOTIKA

Menurut UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, obat-


obatan yang tergolong sebagai Narkotika adalah zat/obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan tingkat kesadaran (fungsi anestesia),
hilangnya rasa, menghilangkan rasa nyeri (sedatifl),
munculnya rangsangan semangat (euforia), halusinasi atau
timbulnya khayalan-khayalan, dan dapat menimbulkan efek
ketergantungan bagi penggunanya..
Menurut UU No. 35 tahun 2009, penggolongan narkotika ada 4
golongan :
1. Narkotika gol.I
 Contoh: heroin, kokain, ganja/marijuana
2. Narkotika gol.II
 Contoh: morfin, petidin, metadon
3. Narkotika gol.III
 Contoh: kodein
 Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat
dalam Ordonansi Obat Bius yaitu “Palang Medali Merah”
Obat Generik
 Obat Generik adalah obat dengan nama resmi
International Non Propietary Names (INN) yang
ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku
standar lainnya untuk zat berkhasiat yang
dikandungnya. Pengertian ini tercantum dalam
permenkes nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010
tentang Kewajiban menggunakan Obat Generik Di
fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
Obat generik ada 2 macam :

1. Obat generik bermerek dagang (OGM) adalah obat


generik yang diberi merek dagang oleh industri farmasi
yang memproduksinya. Contoh: natrium diklofenak
(nama generik), di pasaran memiliki berbagai nama
merek dagang misalnya: Voltadex, Klotaren, Voren,
Divoltar, dll.
2. Obat generik berlogo (OGB) : Obat generik berlogo diberi
logo khusus yang menunjukkan bahwa obat generik
tersebut diproduksi oleh pabrik obat yang sudah
mendapatkan sertifikat Cara Produksi Obat yang Baik
(CPOB)sehingga dapat dijamin mutunya.
Logo obat generik dan maknanya

Bulat : berarti suatu kebulatan tekad untuk menggunakan obat


generik
Garis-garis tebal tipis : berarti menjangkau seluruh lapisan
masyarakat
Warna hijau : berarti obat yang telah lulus dalam segala
pengujian

 Contoh - contoh obat generik berlogo :


 Acetosal 100 mg tablet, Allopurinol 100 mg tablet,
Aminophylline 200 mg tablet, Amoxycillin 500 mg kapsul,
Ampicillin 125 mg /5 ml sirup kering
OBAT ESENSIAL

 Obat essensial adalah obat terpilih yang paling banyak


dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup
upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi,
yang diupayakan tersedia pada unit pelayanan
kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Definisi ini tercantum dalam Kepmenkes RI no
479/Menkes/SK/VII/2006 tentang Daftar Obat
Essensial Nasional 2005.
Pemilihan obat essensial berdasarkan kriteria
sebagai berikut :
1. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang
paling menguntungkan penderita.
2. Mutu terjamin termasuk stabilitas dan bioavaibilitas.
3. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
4. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan disesuaikan
dengan tenaga, sarana dan fasilitas kesehatan.
5. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan
oleh penderita
6. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang
tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
7. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki
efek terapi serupa, pilihan dijatuhkan pada :
1) Obat yang sifatnya paling banyak diketahui
berdasarkan data ilmiah
2) Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui
paling menguntungkan
3) Obat yang stabilitasnya lebih baik
4) Mudah diperoleh
5) Obat yang telah dikenal
8. Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria
berikut :
1) Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk
kombinasi tetap
2) Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan
keamanan yang lebih tanggi dari pada masing-masing
komponen
3) Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap
merupakan perbandingan yang tepat untuk sebagian besar
penderita yang memerlukan kombinasi tersebut
4) Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya
(benefit-cost ratio)
5) Untuk antibiotika kombinasi tetap harus dapat mencegah
atau mengurangi terjadinya resistensi dan efek merugikan
lainnya
DISTRIBUSI OBAT
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu
terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari gudang
obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan
unit – unit pelayanan kesehatan.
 Tujuan distribusi adalah :
1. Terlaksananya pengiriman obat secara teratur dan merata
sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan
2. Terjamin kecukupan dan terpelihara efisiensi penggunaan
obat di unit pelayanan kesehatan
3. Terlaksana pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan
pelayanan dan program kesehatan
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan Farmasi
 Bentuk distributi obat narkotik

Industri PBF Kimia Apotek


Pasien
PT. Kimia Farma Farma IFRS
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan Farmasi
 Bentuk distribusi obat daftar G (baik bentuk obat atau
baku obat dalam substansi)

Industri Apotek
Agen PBF Pasien
Farmasi IFRS
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan Farmasi
 Bentuk saluran distribusi obat daftar W

Apotek, IFRS
Industri Farmasi PBF Pasien
Toko Obat Berizin

Industri Apotek, IFRS


Agen PBF Pasien
Farmasi Toko Obat Berizin
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan Farmasi
 Bentuk saluran distribusi daftar obat bebas

Apotek
Industri
PBF Toko Obat Berizin Konsumen
Farmasi
Warung/Toko Kelontong

Apotek
Industri
Agen PBF Toko Obat Berizin Konsumen
Farmasi
Warung/Toko Kelontong
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan Farmasi
 Bentuk saluran distribusi obat tradsional

Industri Obat
Agen Pengecer Konsumen
Tradisional
Bentuk Sistem Ditribusi Perbekalan Farmasi
 Bentuk saluran distribusi alat kesehatan

Industri Alat
Agen PBF PBF Apotek Konsumen
Kesehatan
A. Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Pengeritan Pedagang Besar Farmasi menurut Permenkes


Nomor :34 tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi.
Pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar
sesuai ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.
 Jaringan distribusi obat

Apotek
IFRS
Industri PBF Konsumen
Puskesmas
Toko Obat Berizin
Narkotik dan psikotropika memiliki jalur distribusi sendiri. Menurut Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika
menyebutkan bahwa:

 Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika


kepada PBF tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah tertentu dan rumah sakit.
 PBF tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada PBF
tertentu lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah tertentu, dan lembaga ilmu pengetahuan.
 Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya
dapat menyalurkan narkotika kepada rumah sakit pemerintah,
pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan pemerintah
tertentu.
 Narkotika golongan I hanya dapat disalurkan oleh PBF tertentu
kepada lembaga ilmu pengetahuan.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 menyatakan penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan
sebagai berikut :

 Pabrik obat kepada PBF, apotek, sarana penyimpanan


sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
 PBF dapat meyalurkannya kepada PBF lain apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit,
dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
 Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah dapat
menyalurkannya kepada puskesmas dan balai pengobatan.
 Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh
pabrik obat dan PBF kepada lembaga penelitian dan/ atau
lembaga pendidikan saja.
PERIZINAN PBF
 Berbadan hukum PT atau koperasi
 Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)
 Memiliki secara tetap apoteker WNI sebagai penanggungjawab
 Komisaris/dewan pengawas dan direksi/ pengurus PBF tidak pernah
terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu
2 tahun terakhir
 Memiliki bangunan dan sarana yang memadai untuk melaksanakan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF
 Memiliki gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan
yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan
 Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai CDOB
Masa berlaku izin PBF
 Izin PBF berlaku selama 5 tahun. Izin tersebut dapat
diperpanjang selama memenuhi persyaratan, dan akan
dinyatakan tidak berlaku apabila :
1. Masa berlaku habis dan tidak diperpanjang
2. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan
3. Izin PBF dicabut
Pencabutan Izin Usaha PBF
1. Tidak memperkerjakan apoteker sebagai
penanggungjawab
2. Tidak aktif dalam penyaluran obat selama 1 tahun
3. Tidak memenuhi persyaratan usaha sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan
4. Tidak menyampaikan laporan PBF 3 (tiga) kali
berturut-turut
5. Tidak memenuhi ketentuan tata cara penyaluran
obat dan/ atau bahan obat sebagaimana yang
ditetapkan
 Pedagang besar farmasi dilarang melakukan :
1. Menjual perbekalan farmasi secara eceran
2. Menerima dan atau melayani resep dokter.
3. Melakukan pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran narkotika tanpa izin dari Menteri
Kesehatan

 Pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku dapat


dikenai sanksi administratif berupa :
1. Peringatan
2. Penghentian sementara kegiatan
3. Pencabutan pengakuan ( bagi PBF cabang)
4. Pencabutan izin
B. Apotek
 Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
922 tahun 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, yang diperbaharui
menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
1332 tahun 2002. Beberapa pengertian :
Apotek : Suatu tempat tertentu, tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat.

Apoteker : adalah sarjana farmasi yang telah
lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker mereka yang berdasarkan peraturan
perundang - undangan yang berlaku berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai apoteker.
Surat Izin Apotek (SIA) : Surat izin yang
diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada
apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan
pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek
di suatu tempat tertentu.
 Apoteker Pengelola Apotek (APA) : Apoteker yang
telah diberi Surat izin Apotek (SIA)
 Apoteker Pendamping : Apoteker yang bekerja di
apotek disamping apoteker pengelola apotek dan
atau menggantikannya pada jam - jam tertentu pada
hari buka apotek
 Apoteker Pengganti : Apoteker yang menggantikan
apoteker pengelola apotek selama APA tersebut
tidak berada ditempat lebih dari tiga bulan secara
terus-menerus, telah memiliki surat izin kerja dan
tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.
 Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
1980, tugas dan fungsi apotek adalah :
1) Tempat pengabdian profesi seorang apoteker
yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
2) Sarana farmasi yang melakukan peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran dan
penyerahan obat atau bahan obat.
3) Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus
menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat
secara meluas dan merata.
 Pengelolaan apotek meliputi :
1) Pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan, dan penyerahan obat atau
bahan obat.
2) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan
penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
3) Pelayanan informasi mengenai perbekalan
farmasi.
 Pelayanan informasi yang dimaksud meliputi :
1) Pelayanan informasi tentang obat dan
perbekalan farmasi lainnya yang diberikan
baik kepada dokter dan tenaga kesehatan
lainnya maupun kepada masyarakat.
2) Pelayanan informasi mengenai khasiat,
keamanan, bahaya dan mutu obat serta
perbekalan farmasi lainnya.
Pelayanan informasi dan pelaporan tersebut
wajib didasarkan pada kepentingan
masyarakat.
 Jenis - jenis Pelayanan di Apotek :
Selain pelayanan seperti tersebut di atas,
pelayanan lain di apotek yaitu :
1) Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi
dan dokter hewan.
2) Pelayanan resep dimaksud sepenuhnya atas
tanggung jawab apoteker pengelola apotek.
 Dalam melayani resep tersebut apoteker wajib :
1) Melayani resep sesuai dengan tanggung jawab
dan keahlian profesinya yang dilandasi pada
kepentingan masyarakat.
PERIZINAN APOTEK
 Izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan, yang
kewenangannya dilimpahkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
 Kepala Dinas Kabupaten/Kota wajib melaporkan
pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,
pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali
setahun kepada Menteri Kesehatan dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
C. INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang


bertanggung jawab terhadap pengelolalan perbekalan
farmasi.Sedangkan Komite Farmasi dan Terapi adalah
bagian yang bertanggung jawab dalam penetapan
formularium.
Tugas Dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut PerMenKes Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar


pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, Tugas Instalasi Farmasi
Rumah Sakit yaitu:
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan
mengawasi seluruh kegiatan Pelayanan Farmasi Klinis yang
optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik
profesi.
2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang efektif,
aman, bermutu dan efisien.
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta
meminimalkan risiko.
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE)
serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat
dan pasien.
5. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi.
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta
pengembangan Pelayanan farmasi klinis.
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar
pengobatan dan formularium Rumah Sakit.

Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:


1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai
2. Pelayanan farmasi klinik.
D. PEDAGANG ECERAN OBAT (PEO)

 Menurut Permenkes RI Nomor 167/Kab/B.VII/1972,


tanggal 28 September 1972 dan telah diperbaharui
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
1331 tahun 2002, yang dimaksud dengan pedagang
eceran obat adalah orang atau badan hukum
Indonesia yang memiliki izin untuk meyimpan obat-
obat bebas dan obat bebas terbatas (daftar “W”) untuk
dijual secara eceran di tempat tertentu sebagaimana
tercantum dalam surat izin.
Persyaratan PEO sebagai berikut :

1. PEO dapat diusahakan oleh perusahaan negara,


perusahaan swasta atau perorangan.
2. Penanggung jawab teknis farmasi terletak pada seorang
asisten apoteker.
3. Untuk mendirikan Pedagang Eceran Obat harus ada izin
dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat.Setiap penerbitan izin Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota harus menyampaikan tembusan kepada
Menteri kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
serta Balai POM setempat.
4. Permohonan izin PEO harus diajukan secara tertulis
dengan disertai :
 alamat dan denah tempat usaha
 nama dan alamat pemohon
 nama dan alamat asisten apoteker
 salinan ijazah dan surat izin kerja asisten apoteker
 surat pernyataan kesediaan bekerja asisten apoteker.
 Permohonan secara tertulis tersebut diajukan kepada
Kepala Dinas Kesehatan setempat.

Jenis-jenis Obat yang dijual :


 Semua obat yang termasuk dalam obat bebas dan obat
bebas terbatas
 Kewajiban-Kewajiban PEO

1. PEO harus memasang papan dengan tulisan “Toko Obat


Berizin”, tidak menerima resep dokter dan memasang
papan nama di depan tokonya.
2. Tulisan harus berwarna hitam di atas warna dasar putih,
tinggi huruf 5 cm dan tebalnya paling sedikit 5 mm.
3. Ukuran papan tersebut paling sedikit lebar 40 cm dan
panjang 60 cm.
4. PEO dilarang menerima atau melayani resep dokter.
5. PEO dilarang membuat obat, membungkus atau
membungkus kembali obat.
6. Obat-obat yang masuk dalam daftar obat bebas terbatas
harus disimpan dalam almari khusus dan tidak boleh
dicampur dengan obat-obat atau barang-barang lain.
7. Di depan tokonya, pada iklan dan barang-barang cetakan
toko obat tidak boleh memasang nama yang sama atau
menyamai nama apotik, pabrik obat atau pedagang besar
farmasi, yang dapat menimbulkan kesan seakan-akan
toko obat tersebut adalah sebuah apotik atau ada
hubungannya dengan apotik, pabrik farmasi atau
pedagang besar farmasi.
8. Setiap Pedagang Eceran Obat harus selalu tunduk pada
semua peraturan yang berlaku.
NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
 NARKOTIKA
Beberapa istilah penting yang perlu diketahui dalam UU RI
No. 35 Th 2009 tentang Narkotika antara lain :

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman


atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
 Penggolongan Narkotika
Berdasarkan UU RI No. 35 Th 2009, narkotika
dibagi atas 3 golongan :
Golongan I
Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
Contoh terdiri dari 65 macam, antara lain : Tanaman
Papaver somniferum L, Tanaman koka seperti
Erythroxylon coca, Tanaman ganja (Cannabis
indica)
Heroina, Tiofentanil, Lisergida, atau yang sering
disebut LSD, MDMA ….α dimetil 3,4 metilendioksi
fenetilamina, Psilosibina, Amphetamine, Opium
obat

Golongan II
Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat
pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir
dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
Contoh terdiri dari 86 macam, antara lain :
Alfasetilmetadol, Difenoksilat, Dihidromorfina,
Ekgonina, Fentanil, Metadona, Morfina,
Oksikodona, Petidina, Tebaina, Tebakon

Golongan III
Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan.
Contoh antara lain terdiri dari : Asetildihidrokode,
Dekstropropoksifena,Dihidrokodeina, Etilmorfina,
Kodeina Nikodikodina, Nikokodina, Norkodeina,
Polkodina, Propiram

Prekursor Narkotika
Menurut UU RI No.35 Th 2009, Prekursor narkotika
dibagi atas:
 Tabel I
Acetic Anhydride, N- Acetylanthranilic Acid,
Ephedrine, Norephedrine, Pseudoephedrine,
Ergometrine, Ergotamine, sosafrole, Safrole,
Lysergid Acid, 3,4- Methylenedioxyphenyl-2-
propanone, 1- Phenyl – 2- propanone, Piperonal,
Potassium Permanganat.
 Tabel II
Acetone, Anthranilic Acid, Ethyl Ether, Hydrochloric
acid, Phenylacetic Acid, Sulphuric acid, Metyl ethyl
ketone, Piperidine, Toluene.
 Beberapa ketentuan mengenai psikotropika yang
tercantum dalam UU RI No. 5 Th 1997 tentang Psikotropika
adalah :
 Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau
sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada SSP yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA
 Golongan I

 Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat


digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Semua
psikotropika golongan I, telah dipindahkan menjadi
narkotika golongan 1 menurut UU No.35 tahun 2009
tentang narkotika ( pasal 153 )
 Golongan II

 Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat


pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Sebagian besar
sudah dipindahkan menjadi narkotika golongan 1 menurut
UU No.35 tahun 2009 tentang narkotika ( pasal 153 ).
 Contoh :
 Metamfetamin rasemat,
 Metilfenidat, dan
 Sekobarbital,
 Golongan III

 Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat


pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang meng-akibatkan sindroma ketergantungan.
 Contoh :
 Amobarbital,
 Flunitrazepam,
 Pentobarbital,
 Siklobarbital,
 Katina
 Golongan IV

 Golongan IV adalah psikotropi yang berkhasiat pengobatan


dan sangat luas digunakan dalam terapi dan / atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
meng-akibatkan sindroma ketergantungan.

 Contoh :
Allobarbital, barbital, bromazepam, diazepam,
fencamfamina, fenobarbital, flurazepam, klobazam,
klordiazepoksida, meprobamat, nitrazepam, triazolam.
PENGADAAN NARKOTIKA

 Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi


Narkotika kepada Industri Farmasi tertentu yang telah
memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan setelah dilakukan audit oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan. Menteri melakukan
pengendalian terhadap produksi Narkotika sesuai dengan
rencana kebutuhan tahunan Narkotika sementara
pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan
hasil akhir dari produksi Narkotika dilakukan oleh BPOM.
PENGADAAN PSIKOTROPIKA

 Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang


telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Psikotropika, yang
diproduksi untuk diedarkan berupa obat, harus memenuhi
standar dan/atau persyaratan farmakope Indonesia atau
buku standar lainnya. Impor psikotropika hanya dapat
dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi
yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
serta lembaga penelitian atau lembaga pendidikan.
PENYIMPANAN NARKOTIKA
 Pabrik farmasi, importir dan PBF yang menyalurkan
narkotika harus memiliki gudang khusus untuk
menyimpan narkotika dengan persyaratan sebagai berikut
:
1. Dinding terbuat dari tembok dan hanya mempunyai satu
pintu dengan dua buah kunci yang kuat dengan merk
yang berlainan.
2. Langit-langit dan jendela dilengkapi dengan jeruji besi.
3. Dilengkapi dengan lemari besi yang beratnya tidak
kurang dari 150 kg serta harus mempunyai kunci yang
kuat.
 Apotek dan rumah sakit harus memiliki tempat khusus
untuk menyimpan narkotika dengan persyaratan sebagai
berikut :
1. Harus di seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat
2. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan
3. Dibagi dua bagian, masing-masing dengan kunci yang
berlainan.
4. Bagian pertama untuk menyimpan morfina, petidina, dan
garam-garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan
bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika
lainnya yang dipakai sehari-hari.
5. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran
lebih kurang 40x80x100 cm3, lemari tersebut harus dibuat
pada tembok atau lantai
6. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan
bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh
Menkes
7. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai
yang diberi kuasa
8. Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan
yang tidak diketahui oleh umum
PEREDARAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA

 Peredaran narkotika dan psikotropika meliputi setiap


kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau
penyerahan narkotika dan psikotropika baik dalam rangka
perdagangan, bukan perdagangan, maupun
pemindahtanganan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan pe-ngembangan ilmu pengetahuan.

 Narkotika dan psikotropika dalam bentuk obat jadi hanya


dapat diedarkan setelah terdaftar pada Badan
POM.Narkotika golongan II dan III yang berupa bahan
baku baik alamiah maupun sintetis dapat diedarkan oleh
pihak yang berhak tanpa wajib daftar
PELAPORAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
 Industri farmasi, Pedagang Besar Farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga
ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan dan
penyimpan laporan berkala, pemasukan dan / atau
pengeluaran narkotika.
 Laporan dibuat setiap awal bulan sampai tanggal 10 dan
dikirim secara online meng-gunakan aplikasi SIPNAP
(Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) melalui
situs http://www.sipnap.binfar.depkes.go.id. Aplikasi ini
dikelola oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
PENYERAHAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
1. Penyerahan hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan dan dokter.
2. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah
sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter
dan pasien.
3. Rumah sakit, apotek, puskesmas, dan balai pengobatan hanya
dapat menyerahkan kepada pasien, berdasarkan resep dokter,
dalam hal:
 menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan

 menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan


atau
 menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada apotek

4. Narkotika dan psikotropika dalam bentuk suntikan dalam


jumlah tertentu yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh
dari apotek.
PEMUSNAHAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA

 Pemusnahan narkotika dan psikotropika dilakukan apabila


:
1. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan
yang berlaku dan / atau tidak dapat digunakan dalam
proses produksi.
2. Kadaluarsa
3. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan / atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan atau ;
4. berkaitan dengan tindak pidana.
 Pemusnahan dilaksanakan oleh orang atau badan yang
bertanggung-jawab atas produksi dan peredaran narkotika
dan psikotropika yang disaksikan oleh pejabat yang
berwenang dan membuat Berita Acara Pemusnahan yang
memuat antara lain ;
 hari, tanggal, bulan dan tahun
 nama pemegang izin khusus (APA/Dokter)
 nama saksi (1 orang dari pemerintah dan 1 orang dari
badan/instansi ybs)
 nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan
 cara pemusnahan
 tanda tangan penanggung jawab apotik/pemegang izin
khusus/dokter pemilik narkotik dan saksi-saksi.
REGISTRASI

 Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat


untuk mendapatkan izin edar. Izin edar adalah bentuk
persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di
wilayah Indonesia. Pertimbangan pemerintah
mengeluarkan peraturan menteri tentang registrasi obat
adalah untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat
jadi yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan,
mutu dan kemanfaatannya.
Beberapa pengertian yang berkaitan dengan
pendaftaran obat, antara lain
 Obat jadi : adalah sediaan atau paduan bahan-bahan termasuk
produk biologi dan kontrasepsi, yang siap digunakan untuk
mempengaruhi dan menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan.
 Obat jadi baru : adalah obat jadi dengan zat berkhasiat atau
bentuk sediaan/cara pemberian atau indikasi atau posologi baru
yang belum pernah disetujui di Indonesia.
 Obat jadi sejenis adalah obat jadi yang mengandung zat berkhasiat
sama dengan obat jadi yang sudah terdaftar.
 Obat jadi kontrak adalah obat jadi yang pembuatannya
dilimpahkan kepada industri farmasi lain.
 Obat jadi impor adalah obat jadi hasil produksi
industrifarmasiluar negeri.
Obat jadi yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi
beberapa kriteria sebagai berikut :

1. khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang


memadai, yang dibuktikan dengan uji praklinis dan
klinis atau uji lain yang relevan
2. mutu yang memenuhi syarat, yang dibuktikan dari
proses produksi sesuai CPOB
3. penandaan berisi informasi yang lengkap dan
obyektif.
4. sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
5. Kriteria lain khusus untuk psikotropika mempunyai
keunggulan kemanfaatan dan keamanan dibanding
dengan obat standar atau obat yang telah disetujui
Persyaratan Obat Jadi Produk Dalam Negeri

 Hanya dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin


sekurang-kurangnya izin prinsip.
 Wajib memenuhi CPOB.
 Pemenuhan persyaratan CPOB dinyatakan oleh petugas
pengawas farmasi yang berwenang setelah dilakukan
pemeriksaan setempat pada industri yang
bersangkutan.
Persyaratan Obat Jadi Kontrak/ Produk TOL

 Hanya dilakukan oleh pemberi kontrak dengan


melampirkan dokumen kontrak.
 Pemberi kontrak adalah industri farmasi atau badan lain.
 Pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi,
sekurang-kurangnya memiliki satu fasilitas produksi
sediaan lain yang telah memenuhi CPOB.
 Industri pemberi kontrak bertanggung jawab atas mutu
obat jadi yang diproduksi berdasarkan kontrak.
 Penerima kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan
fasilitas produksi yang telah memenuhi persyaratan CPOB
untuk sediaan yang telah dikontrakkan.
Persyaratan Obat Jadi Impor

 Diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat dan


registrasinya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri atau
pedagang besar yang mendapat persetujuan tertulis dari industri
farmasi atau pemilik produk di luar negeri.
 Industri farmasi dalam negeri dimaksud harus menunjukkan
bukti perimbangan kegiatan impor dan ekspor yang dilakukan.
 Industri farmasi di luar negeri harus memenuhi persyaratan
CPOB.
 Pemenuhan persyaratan CPOB tersebut harus dibuktikan
dengan dokumen yang sesuai atau jika diperlukan dilakukan
pemeriksaan setempat oleh petugas yang berwenang tersebut
harus dilengkapi dengan data inspeksi terakhir paling lama 2
(dua) tahun yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang setempat.
Persyaratan Obat Jadi Khusus Ekspor

 Khusus untuk ekspor hanya dilakukan oleh industri


farmasi.
 Harus memenuhi kriteria-kriteria kecuali disertai dengan
persetujuan tertulis dari negara tujuan.
Persyaratan Obat Jadi yang Dilindungi Paten

 Hanya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri


pemegang hak paten atau industri farmasi lain atau PBF
yang ditunjuk oleh pemilik paten. Hak paten harus
dibuktikan dengan sertifikat paten.
 Hanya boleh dilakukan apabila telah memenuhi ketentuan
paten yang berlaku di Indonesia.
Evaluasi pendaftaran obat

 Untuk melakukan evaluasi dibentuk :


1. Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS-POJ).
2. Panitia Penilai Khasiat Keamanan.
3. Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan
Kerasionalan Obat Jadi.
Peninjauan kembali pendaftaran obat

 Dalam hal registrasi ditolak, pendaftar dapat mengajukan


keberatan melalui mekanisme peninjauan kembali.
 Pengajuan peninjauan kembali harus disertai dokumen
yang berisi data penunjang.
Evaluasi Kembali pendaftaran obat
1. Terhadap obat jadi yang telah diberikan izin edar
dapat dilakukan evaluasi kembali.
2. Evaluasi kembali dilakukan terhadap :
 Obat dengan resiko efek samping lebih besar
dibandingkan dengan efektivitasnya yang terungkap
sesudah obat dipasarkan.
 Obat dengan efektivitas tidak lebih dari plasebo.
 Obat yang tidak memenuhi persyaratan ketersediaan
hayati/bioekivalensi.
Terhadap obat yang dilakukan evaluasi kembali, industri
farmasi/pendaftar wajib menarik obat tersebut dari
peredaran. Evaluasi kembali juga dilakukan untuk
perbaikan komposisi dan formula obat jadi.
Pembatalan Izin Edar pendaftaran obat
Badan POM dapat membatalkan izin edar apabila terjadi hal-hal sebagai
berikut :
 berdasarkan penilaian atau pemantauan dalam penggunaannya setelah
terdaftar tidak memenuhi kriteria pendaftaran.
 penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan izin edar.
 tidak melaksanakan kewajiban yang telah ditentukan yaitu :
 memproduksi atau mengimpor dan mengedarkan obat
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal persetujuan
dikeluarkan.
 melaporkan pelaksanaannya kepadakepala Badan POM.

 selama 12 bulan berturut-turut obat jadi yang bersangkutan


tidak diproduksi, diimpor atau diedarkan.
 izin industri farmasi, PBF yang mendaftarkan, memproduksi
atau mengedarkan dicabut.
 pemilik izin edar melakukan pelanggaran dibidang produksi dan
peredaran obat jadi.
Kode Nomor Pendaftaran Obat
 Nomor pendaftaran untuk Obat terdiri dari 15 digit yaitu 3
digit pertama berupa huruf dan 12 digit sisanya berupa
angka. Arti dari tiga (3) digit yang pertama dapat dilihat
pada tabel berikut.
Digit ke1 menunjukkan jenis atau kategori obat,seperti :
D  berarti Obat dengan merek dagang
G  berarti obat dengan nama generik

Digit ke 2 menunjukkan golongan obat, seperti :


B  berarti golongan obat bebas
T  berarti golongan obat bebas terbatas
K  berarti golongan obat keras
P  berarti golongan obat Psikotropika
N  berarti golongan obat Narkotika

Digit ke 3 menunjukkan lokasi obat tersebut di produksi atau tujuan diproduksinya obat
tersebut, seperti :
L  berarti obat tersebut diproduksi di dalam negeri atau yang
diproduksi dengan lisensi.
I  berarti obat diproduksi di luar negeri atau obat impor.
X  berarti obat yang dibuat dengan tujuan khusus atau program khusus,
misalnya obat-obat untuk program keluarga berencana
DBL Golongan obat bebas dengan nama dagang(paten) produksi dalam negeri atau lisensi.

DTL Golongan obat bebas terbatas dengan nama dagang (paten) produksi dalam negeri atau lisensi.

GKL Golongan obat keras dengan nama generik produksi dalam negeri atau lisensi

DKL Golongan obat keras dengan nama dagang (obat bermerk) produksi dalam negeri atau lisensi.

DKI Golongan obat keras dengan nama dagang produksi luar negeri atau impor.

GPL Golongan obat psikotropika dengan nama generik produksi dalam negeri atau lisensi.

DPL Golongan obat psikotropika dengan nama dagang produksi dalam negeri atau lisensi

DPI Golongan obat psikotropika dengan nama dagang produksi luar negeri atau impor.

GNL Golongan obat narkotika dengan nama generik produksi dalam negeri atau lisensi

DNL Golongan obat narkotika dengan nama dagang produksi dalam negeri atau lisensi.

DNI Golongan obat narkotika dengan nama dagang produksi luar negeri atau impor.

DKX Golongan obat keras dengan nama dagang untuk program khusus

Anda mungkin juga menyukai