dan
ILMU PERILAKU
Endang Hoyaranda
Politeknik Kesehatan
Jurusan Teknologi Laboratorium Medik
Semester IV
September 2018
1
1. PENDAHULUAN
2
Pertanyaan
3
Pertanyaan
4
Pertanyaan
5
Pertanyaan
6
ISI MATA KULIAH
1. Pendahuluan
2. Pengantar Etika dan Etos Kerja
3. Sistem Nilai (Values)
4. Keputusan Etis
5. Jenjang Kesadaran Etis
6. Etika Profesi
7. Studi kasus
7
2. PENGANTAR ETIKA DAN ETOS
KERJA
8
MENGAPA BELAJAR ETIKA
9
MENGAPA ETIKA PROFESI
PERLU DIPELAJARI
10
ETIKA
Adalah ilmu atau studi tentang norma-norma
yang mengatur tingkah laku manusia.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
etika berbicara tentang apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia ; tentang apa yang
benar, baik dan tepat.
Etika membahas, menganalisa, kemudian
merumuskan objek studinya secara rasional
dan masuk akal, melalui metode yang ilmiah.
Karena itu etika disebut sebagai ilmu.
11
ETIKA
Adalah
12
Apa bedanya ETIKA dan MORAL ?
13
SUMPAH HIPPOCRATES (400 SM)
14
Sumpah Hippocrates,
berlakukah di masa kini?
16
Faktor-faktor penentu
Kesuksesan
1.
2.
3.
4.
5.
(Tuliskan 5 faktor yang menurut Anda menjadi kunci sukses kebanyakan orang)
17
Faktor-faktor penentu
Kesuksesan
Kajilah isian Anda:
Berapa banyak yang berupa faktor
yang terkait
dengan ‘sikap’?
Maknanya:
Sukses hidup lebih ditentukan oleh sikap ketimbang
faktor lain
18
APAKAH ANDA PUAS DENGAN
SIKAP DAN KEBIASAAN
ANDA
SAAT INI?
19
ANDA YANG BAGAIMANA
YANG ANDA DAMBAKAN?
20
GAP ANALYSIS
Dimana Anda berada sekarang
22
You are who you think you are..
23
You are who you
think you are
Anonym
24
3. SISTEM NILAI (VALUES)
25
SISTEM NILAI
Setiap orang
mempunyai
perangkat nilai,
sekalipun tidak selalu
disadarinya
26
NILAI
Nilai adalah hal yang diyakini
Nilai adalah sesuatu yang
dijunjung tinggi
Nilai adalah yang memberi
makna kepada hidup
Nilai bukanlah sekedar
keyakinan
27
Tujuh Sifat NILAI
1. Dihargai dan dijunjung tinggi
2. Bersedia diakui dan dinyatakan di
depan orang lain
3. Dipilih dengan bebas
4. Dipertimbangkan dengan sadar
5. Dipilih dari beberapa pilihan, bukan
satu-satunya
6. Dinyatakan dalam tindakan
7. Dinyatakan berulang-ulang
28
Bagaimana mengetahui
nilai Anda ?
29
30
Nilai Ideal dan Fungsional
31
Nilai Ideal dan Fungsional
Persoalan Keputusan Etis adalah :
Masalah bagaimana meniti jalan antara yang fungsional dan
yang ideal,
bagaimana tetap realistis tanpa menjadi konformis. Tetap idealis,
tanpa menjadi naif dan fanatik. Tetap fungsional dalam tindakan,
tetapi
tetap berdiri dengan tegak dengan kedua kaki berpijak
pada kehidupan nyata,
sekaligus tetap memelihara ideal kita selalu menyala.
Tidak menjadi idealis picik dan bukan juga kompromis murahan.
32
MOTIVASI
33
Siapakah yang
dapat memotivasi diri Anda?
34
Siklus Motivasi
Dorongan
Kebutuhan Ketegangan untuk
memenuhi kebutuhan
Kepuasan Tindakan
Terhadap pemenuhan
kelakuan,
kebutuhan yang
menimbulkan dipengaruhi oleh
pengurangan ketegangan dorongan
35
Siklus Demotivasi
(bila motivasi tidak menghasilkan kepuasan)
Dorongan
Kebutuhan Ketegangan untuk
memenuhi kebutuhan
Kebutuhan Tindakan
tidak kelakuan,
dipengaruhi oleh
terpuaskan dorongan
Kekecewaan Hambatan
Demotivasi 36
Akibat Demotivasi
Frustrasi
Depresi
Agresi
Apati
Fiksasi
37
Motivasi
Kunci
Peningkatan
Produktivitas Diri
38
Motivasi dan Kinerja
KEMAMPUAN
0% 20-30% 80-90%
Eleanor Roosevelt
41
Penemuan terbesar
generasi saya adalah
bahwa manusia dapat
mengubah hidupnya
dengan mengubah
pikirannya
William James, awal abad ke 20
42
Ubahlah
pikiranmu
maka engkau
akan
mengubah
dunia
43
Our greatest glory is not in
never falling, but in rising
every time we fall
Confucius
44
4. KEPUTUSAN ETIS
45
Apa yang membedakan
manusia
dengan mahluk lain ?
46
Manusia adalah mahluk ingin
tahu
47
Manusia adalah mahluk bertanya :
49
Pertanyaan : Apa ?
Jawabannya adalah : sebuah nama
50
Pertanyaan : Mengapa ?
Jawabannya adalah : sesuatu hasil nalar
manusia.
Akal mengamati, menimbang, lalu menarik
kesimpulan untuk menjawab pertanyaan
mengapa.
Jawaban terhadap pertanyaan ‘mengapa’
adalah hakekat dari ilmu : ilmu berusaha
mencari dan merumuskan hukum-hukum yang
berlaku yang ada di balik peristiwa atau
kenyataan tertentu.
51
Pertanyaan : Bagaimana
seharusnya ?
Kalau ‘apa’ dan ‘mengapa’ merupakan pertanyaan yang
bersifat statis, ingin penjelasan tentang sesuatu kenyataan,
maka :
Pertanyaan ‘bagaimana seharusnya’ adalah pertanyaan
yang dinamis, yang ingin mengubah kenyataan.
Contoh : seekor sapi yang lapar akan memakan rumput yang
paling dulu ditemuinya tanpa mempertanyakan kebun siapa
yang ia lahap. Ia tidak bertanya apakah itu boleh. Manusia
tidak seperti itu, manusia akan bertanya terlebih dahulu :
bolehkah ia?
Kesadaran tentang apa yang seharusnya itulah yang
menyebabkan manusia menekan nalurinya, karena kesadaran
akan yang benar dan yang salah.
Kesadaran itulah yang disebut KESADARAN ETIS.
52
KESADARAN ETIS
Adalah kesadaran tentang norma-
norma yang ada pada diri manusia.
Norma itulah yang mengendalikan
tingkah laku manusia, yaitu norma
tentang apa yang benar dan yang
salah, yang baik dan jahat, yang
tepat dan tidak tepat.
Manusia akan berusaha untuk
melakukan apa yang benar, baik
dan tepat.
53
UJI TINDAKAN ETIS
A. Legalkah?
B. Sejalankah dengan aturan dan pedoman?
C. Sejalankah dengan nilai budaya tempat
kerja/lingkungan?
D. Jika saya lakukan, adakah yang merasa tidak
nyaman atau merasa bersalah?
E. Adakah sesuai dengan pernyataan misi dan janji
tempat kerja atau lingkungan?
F. Akankah saya lakukan terhadap teman atau
keluarga?
G. Adakah saya benar-benar tak keberatan hal yang
sama dilakukan terhadap saya?
H. Apakah orang yang paling beretika di sekitar saya
akan melakukannya?
54
Yang seharusnya dalam etika adalah :
Yang benar, yang baik dan yang tepat.
1. Deontologis
2. Teleologis
3. Kontekstual
56
DEONTOLOGIS
57
TELEOLOGIS
Membedakan yang baik dan yang jahat.
Yang dipentingkan adalah : tujuan (teleos).
Pelaku lebih mengedepankan tujuan dan akibatnya
ketimbang hukumnya ; segala tindakan yang bertujuan
untuk membahagiakan orang lain atau diri sendiri adalah
baik.
Kebaikan : tidak kaku.
Keburukan :
1. Bahaya menghalalkan segala cara.
2. Hedonisme (mencari kenikmatan, kemudahan,
keuntungan untuk diri sendiri).
58
KONTEKSTUAL
59
Keputusan Etis kita …
60
Keputusan Etis kita …
61
Keputusan Etis kita …
62
TUGAS UNTUK MINGGU DEPAN
63
BERBAGAI MASALAH ETIKA DI LABORATORIUM/RS
64
Apakah Etika
Menjamin sukses ?
65
Apakah Etika
sama dengan Hukum ?
66
Bagi mereka yang ber-etika,
hukum tidak diperlukan,
67
Menggali hati nurani:
mulailah dengan mengenali
diri sendiri
68
MENGENAL DIRI
Socrates :
Kenalilah dirimu !
69
Hambatan mengenal diri:
FENOMENA GUNUNG ES
70
Dikenal diri
JENDELA JOHARI
facade terang
gelap buta
Dikenal orang lain
71
Penjelasan Jendela JOHARI
Daerah Façade: menutup diri bagi
dunia luar
Daerah Gelap: tidak dikenal diri
maupun orang lain
Daerah Buta: tidak dikenal diri tapi
dikenal orang lain
Daerah Terang: dikenal diri maupun
orang lain
72
5. Pengambilan Keputusan Etis
dan Kesadaran Etis
73
Kesadaran Etis itu bertumbuh
Lawrence Kohlberg :
76
1. Moralitas Pra-Konvensional
‘Kanak-Kanak’
• Jenjang kedua :
Jenjang kesadaran etis kekanak-kanakan dimana tindakan moral dijadikan
instrumen untuk mencapai tujuan.
Motivasi utama adalah : bagaimana mendapatkan kenikmatan sebesar-besarnya
dan mengurangi kesakitan sedapat-dapatnya.
‘You scratch my back and I’ll scratch yours’
Ada rasa keadilan, namun dengan perhitungan.
Nilai moral bersifat Instrumental.
Sudah ada semacam kebebasan untuk mengambil keputusan
namun belum mempertimbangkan apa yang benar atau salah,
belum obyektif.
Ada cinta, namun instrumental.
77
2. Moralitas Konvensional
‘Orang tua”
Jenjang ketiga:
Kesadaran untuk patuh pada ketentuan yang berlaku,
yang dibuat oleh orang lain.
Kesadaran untuk menyenangkan orang lain.
Orang melakukan yang baik karena ia ingin menjadi
anggota kelompok yang baik.
Cinta sudah berkembang, tidak lagi manipulatif.
Dalam agama : Tuhan dipatuhi karena memang seharusnya demikian.
Keterbatasan : nilai moral masih bersifat setempat – setempat ;
kesulitan muncul ketika terjadi perbenturan nilai atau kepentingan/loyalitas.
78
2. Moralitas Konvensional
‘Orang tua”
Jenjang keempat :
Nilai moral dimana hukum yang dipegang
sudah lebih universal ; hukum yang obyektif.
Segala sesuatu dilakukan sebagai kewajiban.
Cinta menjadi lebih rasional.
79
3. Moralitas Purna Konvensional
‘Dewasa’
Jenjang kelima :
Nilai moral dimana terdapat kesadaran bahwa hukum
adalah kesepakatan semata ;
ada keterbatasannya dan dapat diubah.
Dan karena kesepakatan adalah hasil bersama,
maka timbul toleransi.
Karena itu akal menjadi lebih berperan.
80
3. Moralitas Purna Konvensional
‘Dewasa’
Jenjang keenam :
Nilai moral yang pantang mengkhianati hati nurani
dan keyakinan tentang yang baik dan yang benar.
Tidak takut menentang arus.
Berani menanggung kesendirian karena disisihkan,
bukan untuk kepentingan pribadi melainkan untuk
tegaknya harkat manusia,
visi dan misi yang universal.
81
Tokoh-tokoh bermoralitas
Purna Konvensional
(jenjang keenam)
• Sukarno
• Moh Hatta
• Mahatma Gandhi
• Martin Luther King
• Budha Gautama
• Abraham Lincoln
82
Etika adalah penjara!
Penjara Sosial
Penjara Ekonomi
83
Etika adalah Peran :
• Bebas
• Memilih
85
ETIKA adalah AKAL
86
6. Etika Profesi
87
Kode Etik Profesi
88
Apakah PROFESI itu ?
89
Professionalism
Is defined as
the conduct and qualities
that characterize
a professional person
Prinsip :
1. Altruism
2. Do good, do no harm
91
Majelis Kode Etik
Adalah badan resmi dalam Organisasi Profesi
yang bertindak selaku badan yudikatif
bagi pelaku profesi,
bekerja berdasarkan
prinsip-prinsip dalam Kode Etik Profesi
serta kaidah moral yang berlaku di masyarakat
92
Hak-Hak Pasien
93
KEPATUHAN ANALIS KESEHATAN
TERHADAP ETIKA PROFESI:
apa maknanya?
94
Etika Profesi
95
STUDI KASUS
96
KASUS ETIKA PROFESI
KEWENANGAN VS KEMANUSIAAN
Amin Sukendar adalah seorang Analis Kesehatan yang telah 15 tahun bekerja di sebuah Puskesmas di
daerah Bulungan, pedalaman Mahakam.
Sebagai Analis Kesehatan yang bekerja di lokasi yang jauh dari jangkauan fasilitas kota, ia terbiasa
menangani masalah dengan sarana terbatas. Bahkan kadang-kadang ia harus ‘stand-by’ selama 24 jam
terus menerus jika kebetulan dokter penanggungjawab dan perawat atau bidan tidak di tempat.
Sejak bertahun lalu, jika dokter dan perawat berhalangan, pasien yang datang ke Puskesmas ini harus
mengandalkan bantuan Amin untuk mengatasi persoalan kesehatan mereka. Meskipun beban itu berat
ditanggung oleh Amin, namun ia tetap mengerjakannya demi kemanusiaan mengingat kebutuhan pasien
yang perlu dibantu dan tidak memiliki tempat yang lebih baik untuk mempercayakan masalah
kesehatannya.
Tentu sesekali dibutuhkan juga pemberian obat yang harusnya dilakukan seorang dokter namun setelah
bertahun tahun Amin melakukannya dengan berkonsultasi kepada dokter penanggungjawab, di masa
terkahir ini ia sudah melakukannya secara mandiri setelah pengalamannya sulit menghubungi si dokter di
kala dokter berhalangan.
Bulan lalu, Amin kedatangan lagi seorang pasien yang nampaknya flu berat, sementara dokter
penanggungjawab sedang menjalani cuti melahirkan di pulau Jawa, bidan sakit dan perawat sedang
merawat suaminya yang sakit keras. Tentu tidak mungkin Amin membiarkan pasien itu tanpa pertolongan
meskipun ia sadar sepenuhnya bahwa bukan kewenangannya untuk mengobati. Ia berusaha menghubungi
dokter namun tidak berhasil. Karena sudah terbiasa dokter menyarankan penyuntikan antibiotik derivat
penisilin, Amin melakukan hal yang sama. Namun ternyata pasien shock karena alergi terhadap penisiin
dan nyawanya hampir saja tak terselamatkan akibat kejadian tersebut. Kebetulan saudara dari pasien itu
adalah seorang dokter di kota Banjarmasin, dan atas saran dokter tersebut, Amin dilaporkan ke polisi
dengan gugatan malpraktek.
Jika Anda adalah bagian dari aparat hukum, bagaimana sikap Anda menghadapi kasus ini?
Apakah Amin perlu dibela atau tidak dibela?
Apa landasan etika nya?
Apa yang perlu dilakukan untuk antisipasi di masa depan?
97
KASUS ETIKA PROFESI
KESELAMATAN PASIEN VS KEPENTINGAN MASYARAKAT
Sandra Sebastian adalah seorang analis kesehatan senior yang cerdas, yang bekerja di Rumah Sakit besar di
daerah Bali. Dengan kecerdasannya dan keseniorannya, ia memiliki jaringan pergaulan yang cukup luas di
antara para pejabat kesehatan setempat, dan ia seringkali diminta nasihatnya jika pemerintah daerah
sedang mempersiapkan naskah kebijakan atau aturan di bidang laboratorium.
Kejadian berikut ini terjadi pada akhir 80-an, ketika AIDS baru mulai terdengar sebagai penyakit yang
mengerikan dan mematikan di dunia. Suatu kali lab tempat Sandra bekerja, dipercaya untuk melaksanakan
survey Anti-HIV terhadap sejumlah pekerja seks pria dan wanita di daerah pantai Kuta. Hasilnya cukup
mengejutkan, karena ternyata sekitar 15% telah memiliki antibodi HIV itu, yang berarti dalam kurun waktu
sebelum 10 tahun sebagian besar di antaranya akan berkembang menjadi AIDS. Ini sangat
mengkhawatirkan bagi pemerintah daerah setempat, mengingat Bali adalah daerah turis yang sangat
potensial, dan jika tingginya angka Anti-HIV ini tak dikendalikan dengan ketat, niscaya penduduk Bali akan
terancam semakin besar risiko tertularnya, bukan hanya dari para turis namun akan meluas kepada
pasangan dan kemudian bayi yang lahir dari ibu tertular.
Suatu saat tidak lama setelah hasil survey ini digelar, lab tempat Sandra bekerja diminta oleh sebuah
perusahaan asing yang beroperasi di Bali, untuk melakukan pemeriksaan General Medical Check-Up bagi
karyawannya, termasuk para Ex-patriat-nya. Perusahaan ini mempekerjakan cukup banyak orang asing.
Kebetulan reagens untuk melakukan survey Anti-HIV masih tersisa sedikit, dan penanggungjawab lab
berinisiatif untuk melakukan pemeriksaan Anti-HIV terhadap mereka yang check-up ini, sekedar utnuk
mendapatkan gambaran pola Anti-HIV di perusahaan asing dan sekadar menghabiskan reagens. Ternyata
seorang asing ex-pat di antara yang diperiksa, menunjukkan Anti-HIV positif. Ini membuat para pejabat lab,
termasuk Sandra dan dokter penanggungjawab sangat cemas, karena orang-orang seperti itulah yang akan
semakin cepat menularkan AIDS di kalangan penduduk asli. Para petugas kesehatan Bali belum lepas dari
trauma positivitas yang tinggi di kalangan pekerja seks, muncul lagi data baru ini yang sudah diduga menjadi
penyebab tingginya angka kejadian Anti-HIV yang tinggi itu. Sandra kemudian segera melaporkan kejadian
ini kepada pejabat Departemen Kesehatan setempat, dan Dinas Kesehatan segera memanggil pimpinan lokal
perusahaan asing tersebut untuk segera mendeportasi orang asing yang tertular HIV tadi. Pertimbangannya
adalah jangan sampai penduduk lokal semakin terancam penularan HIV.
Orang asing tadi di-deportasi, namun yang tidak diduga adalah bahwa pimpinan perusahaan asing itu
ternyata marah besar dan mengirimkan surat dari kantor pusatnya di luar negeri hingga ke Gubernur Bali,
atas kekecewaannya.
Pertanyaan: Apa yang sebenarnya terjadi, di mana letak kesalahan kasus ini, dan bagaimana seharusnya?98
Apa yang perlu dilakukan untuk mengantiipasi agar kejadian yang sama tak terulang?
PADA AKHIRNYA….
Bagaimana saya akan menjalankan
profesi dengan beretika?
99