Pertumbuhan Rohani dan Pembentukan Karakter Pelayan Kristus
Spiritualitas merupakan unsur penting
dalam pelayanan Kristen yang berkaitan langsung dengan kerohanian dan karakter (kredibilitas) orang-orang yang terlibat di dalamnya. Pelayanan Kristen yang terlepas dari spiritualitas tidak dapat mengalami pertumbuhan yang maksimal dan tidak dapat membawa dampak yang signifikan bagi orang- orang dan lingkungan pelayanannya. Berdasarkan etimologinya kata spiritualitas berasal dari kata Spiritus (Latin), artinya nafas, keteguhan hati, kekuatan, roh, dan hidup. Dalam perspektif teologia Kristen, spiritualitas dimengerti sebagai kehidupan kerohanian yang dihubungkan dengan Roh Kudus – Allah mengaruniakan kepada seseorang Roh Kudus agar dapat mengikuti kehendak Allah yang benar sebagaimana telah dicontohkan melalui kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus. Spiritualitas Kristen yang mengacu kepada kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus bersifat kongret dan dinamis, berbeda dengan spiritualitas monasticism dan spiritualitas Zen (dhyana) yang bertumpu pada aspek devosi atau samadhi. Serta spiritualitas pantheism yang membawa pada penyatuan (peleburan) roh manila dengan yang Ilahi. Pusat spiritualitas Kristen adalah Yesus Kristus dan karya-Nya, yaitu Allah yang berinkarnasi ke dalam dunia. Spiritualitas: Pertumbuhan Rohani & Pembentukan Karakter
Kerohanian yang bertumbuh dan karakter yang
kuat merupakan bagian dari kunci keberhasilan pelayanan Kristen dalam menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks dan kontekstual. Namun setiap pelayan atau pemimpin Kristen perlu menghindari Pseudo spiritualitas yang mengacu kepada pementingan diri sendiri (self- interest) yang membawa kepada manipulasi kerohanian dan teologi. Pertumbuhan kerohanian dan pembentukan karakter mengikuti spiritualitas Yesus Kristus sendiri, baca Matius 4-8. Belajar dari sikap Yesus menghadapi pencobaan di padang gurun merupakan contoh bagi pertumbuhan rohani untuk mengatasi pencobaan bagi setiap pelayan/pemimpin Kristen (Matius 4 bnd. 1 Yoh. 2:16 – keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan hidup). 1. Hidup Oleh Firman Allah (4:4) Mendengarkan (Yesaya 1:2, Mat 17:5, Yoh 10:1- 4). Membaca (Wahyu 1:3, 1 Tes 5:27, Kol 4:16) Berinteraksi (memahami dengan sungguh- sungguh) 2 Tim 2:15, Mat 22:29, Kol 3:16. Merenungkan (Yosua 1:8, Ul 6:4-9, Maz 119:48) Meneladani (Ibrani 4:12, 2 Pet 1:19) 2. Menyembah dan Beribadah Hanya Kepada Allah (4:7, 10).
Karakter orang-orang yang menjadi milik
Kerajaan Allah (Matius 5-7). Miskin di hadapan Allah – kerendahan hati yang tulus, pertobatan (tidak bermegah secara rohani). Berdukacita (menyesali akan dosa-dosanya) Lemah-lembut (bukan plin-plan atau tidak memiliki keberanian). Lapar dan haus akan kebenaran. Murah hati. Hidup dalam kekudusan. Pembawa damai (rekonsialiasi) Implikasi Spiritualitas Kristen: Menjadi Garam dan Terang (Mat 5:13-16).
Bentuk-bentuk pelayanan Kristen yang dijiwai
oleh spiritualitas yang benar harus hidup dan dinamis, dalam arti bentuk-bentuk itu dapat mewujud juga di berbagai bidang kehidupan baik itu di dalam sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, seni dsb. Dalam setiap bidang kehidupan semangat dari Salib Kristus harus terlihat dan teraplikasikan. Orang-orang Kristen, baik itu jemaat maupun para pemimpinnya, mesti dipersiapkan dengan baik dan benar dalam soal spiritualitas sehingga memiliki “karakter yang bersih, etos yang benar, dan moralitas yang baik” untuk siap menjadi garam dan terang. Doa, pujian dan penyembahan, puasa, pembacaan Alkitab, serta kegiatan-kegiatan atau disiplin-disiplin rohani yang lainnya hendaknya membawa para pelayan rohani semakin menumbuhkan kehidupan spiritualitas dan mewujudkannya dalam di dunia ini.