dan Perawatan (Urticaria : Evaluation and Treatment)
Nonni Dwi Amarita (17711048)
Alfan Faidilla Dharma (17711105) URTIKARIA Suatu penyakit yang dibawa oleh cacing yang menimbulkan rasa gatal, timbul, dan dengan atau tanpa adanya edema pada kulit. CIRI-CIRI Adanya bintil-bintil yang sangat gatal dan menonjol (d = 1-2cm), 1 biasanya menyatu dan ukurannya bervariasi, tampak pucat hingga berwarna eritematosa.
Dapat timbul dengan atau tanpa adanya angioedema yang lokal
2 dari subkutan, biasanya terasa hangat dan nyeri.
3 Lesi urticarial biasanya sembuh dalam waktu 24 jam tanpa perlu
pengobatan, sedangkan angioedema dalam 72 jam. Urtikaria Akut Urtikaria Kronis
Bengkak dapat Rasa nyeri dan
sembuh dalam kemerahan lebih sering beberapa jam, kambuh hingga enam namun dapat minggu. kambuh hingga enam minggu. URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA
Urtikaria dan angioedema memiliki mekanisme dasar
yang sama, yang membedakan adalah lokasi sel mast di dermis supefisial akan menimbulkan urticarial atau pada jaringan dermis dan subkutan yang lebih dalam yang menimbulkan angioedema. PENYEBAB Keadaan menandai gejala terjadinya urtikaria seperti
Mastositosis Kulit (urticaria pigmentosa)
dikenal dengan hiperpigmentasi orange hingga coklat, urtikaria memiliki diameter yang lebih kecil, dan terdapat tanda darier Vaskulitis Urtikaria Didapati bengkak yang timbul selama lebih dari 24 jam, nyeri, dan meninggalkan residu hiperpigmentasi atau purpura, namun terkadang memiliki sensitivitas rendah. Cryoglobulinemia Beberapa gangguan langka EVALUASI Pasien ditanya mengenai
Onset Obat &
suplemen Riwayat gejala
Infeksi Pemicu terbaru
Tinjauan dilakukan secara lengkap dengan mengidentifikasi
lesi apapun dengan pengujian dermatograf dan memeriksa tanda-tanda penyakit sistemik. Pada urticarial kronis melakukan pengecekan darah lengkap untuk mengecek tingkat sedimentasi eritrosit atau tingkat protein C-reaktif untuk menguji infeksi, atopi dan penyakit sistemik, selain itu pengukuran kadar hormon thyroid-stimulating , tes fungsi hati, dan urinalysis sangat direkomendasikan. PENGOBATAN -Menghindarkan pasien dari pemicunya -Pasien disarankan tidak mengkonsumsi aspirin, alkohol, penggunaan obat anti-inflamasi nonsteroid karena dapat memperburuk gejalanya.
Ketika tidak diketahui pemicu secara pasti,
antihistamin dapat digunakan sebagai farmakoterapi lini pertama. Gejala Akut Pada urtikaria akut, pemblokir histamin H1 adalah terapi lini yang pertama. Ini termasuk agen generasi kedua seperti loratadine (Claritin), desloratadine (Clarinex), fexofenadine (Allegra), cetirizine (Zyrtex), dan levocetirizine (Xyzal), yang sifatnya nonsedasi jika dikonsumsi sesuai dosis rata-rata harian. Antihistamin generasi pertama seperti diphenhydramine (Benadryl), hydroxyzine (Vistaril), chlorpheniramine (Chlor-Trimeton), and cyproheptadine dapat bekerja dengan cepat dan beberapa diantaranya diberikan secara intravena, tetapi dosis yang digunakan akan menghasilkan efek merugikan, seperti mengantuk, penurunnya waktu reaksi, bingung, pusing, terganggunya konsentrasi, dan penurunan kinerja psikomotor yang lebih rentan pada pasien lanjut usia. Sebaiknya berdiskusi dengan pasien terlebih dahulu mengenai efek psikomotor merugikan yang akan terjadi sebelum melakukan terapi. • Penambahan pemblokir histamine H2 dalam terapi dengan pemblokir H1 sangat berguna untuk gejala akut. Pemblokir H2 terdiri dari cimetidine (Tagamet), famotidine (Pepcid), dan ranitidine (Zantac). Penambahan kortikosteroid ke antihistamin juga sudah diteliti namun datanya sangat terbatas, penambahan ini diperkirakan menghasilkan perbaikan cepat dan perubahan gejala, seperti prednisone atau prednisolone (0,5 sampai 1 mg per kg per hari) mungkin ditambahkan pada tiga sampai tujuh hari, biasanya dengan dosis runcing, khususnya pada pasien dengan gejala berat. • Pengobatan angioedema akut sama halnya dengan pengobatan urtikaria, meskipun kortikosteroid lebih direkomendasikan. Angioedema pada laring dan angioedema besar pada lidah menjadi kondisi yang sangat darurat karena memiliki resiko terjadinya sumbatan jalan nafas, yang membutuhkan epinefrin instramuskular dan pengelolaan saluran pernafasan. Pasien dengan angioedema yang mengalami sumbatan saluran pernafasan harus diberikan autoinjeksi epinefrin dengan jumlah sewajarnya. Urtikaria Kronis • Antihistamin generasi kedua dianggap terapi lini pertama. Untuk kontrol gejala yang lebih baik, obat harus diberikan setiap hari, bukan pada dasar yang dibutuhkan. Pedoman pengobatan menunjukkan bahwa jika dosis normal tidak berhasil, titrasi hingga dua hingga empat kali dosis biasa adalah langkah berikutnya. Dengan dosis yang lebih tinggi, ada kemungkinan efek samping yang lebih besar, yang harus didiskusikan dengan pasien. • Jika gejala tetap tidak terkendali akan ada beberapa pilihan. Pasien bisa mengubahnya menjadi generasi kedua H 1blocker yang berbeda dan dapat dititrasi sesuai kebutuhan pasien. Antihistamin generasi pertama mungkin ditambahkan, khususnya saat malam hari, H2 blocker dapat ditambahkan dan menunjukkan manfaat yang lebih ketika digunakan secara bersamaan dengan H1 blocker. Pemberian kortikosteroid secara oral dalam tiga hingga sepuluh hari (prednisone atau prednisolone, hingga 1 mg kg perhari) biasanya digunakan untuk mengontrol gejala, meskipun kortikosteroid tidak secara langsung mencegah degranulasi sel mast, dan jika digunakan dalam jangka panjang akan menimbulkan efek yang merugikan. • Ada data tentang efektivitas antagonis reseptor leukotrien seperti montelukast (Singulair) dan zafirlukast (Accolate) dalam pengobatan urtikaria idiopatik kronis, terutama pada pasien dengan urtikaria dingin atau intoleransi terhadap obat anti- inflamasi nonsteroid, dan antagonis reseptor leukotrien mungkin ditambahkan jika agen lini pertama tidak mencukupi. Doxepin antidepresan trisiklik memiliki sifat antihistaminergik H 1 yang signifikan dan telah terbukti efektif untuk urtikaria dalam beberapa uji coba terkontrol secara acak, tetapi juga menimbulkan efek mengantuk dan antikolinergik, serta kemungkinan efek samping aritmia jantung. Berbagai pilihan farmakoterapi ini dapat ditambahkan sendiri-sendiri atau berlapis secara berurutan untuk mengontrol gejala. • Jika kontrol yang cukup masih tidak tercapai, agen lini kedua termasuk siklosporin (Sandimmune), sulfasalazine (Azulfidine), hydroxychloroquine (Plaquenil), tacrolimus (Prograf), dan dapson telah menunjukkan beberapa manfaat. Tetapi, rujukan ke subspesialis untuk meresepkan pengobatan masih tergantung pengobatan mana yang lebih disukai pasien dan lebih membuat pasien nyaman. Setelah gejala dikendalikan secara adekuat, pasien harus dipelihara dengan regimen (tidak termasuk kortikosteroid) setidaknya selama tiga bulan sebelum mempertimbangkan pemberian titrasi dan penghentian pengobatan. PROGNOSA
35% pasien dengan urtikaria kronis akan
bebas gejala dalam satu tahun, dengan 29% lainnya mengalami beberapa pengurangan gejala. Remisi spontan terjadi dalam tiga tahun di 48% pasien dengan urtikaria kronik idiopatik, tetapi hanya 16% dari mereka yang memiliki urtikaria fisik. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA