Anda di halaman 1dari 44

ADAPTASI ANATOMI DAN FISIOLOGI DALAM

KELAHIRAN
DAN PERSALINAN

Created by ;
Nova Winda Setiati, SST., MM., M.Tr.Keb
Tujuan Pembelajaran
• Mahasiswa mampu memahami adaptasi
anatomi dan fisiologi dalam kelahiran dan
persalinan.
Referensi
• Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan,
penerbit salemba medika 2014.
• Patologi & Fisiologi Persalinan (Distosia dan
Konsep Dasar Persalinan), penerbit Pustaka
Baru Press, 2019.
Topik Bahasan
• 1. Hormon yang berpengaruh dalam persalinan
 a. Hormon Estrogen
 b. Hormon Progesteron
 c. Hormon Oksitosin
 d. Hormon Prostaglandin
 e. Hormon Adrenalin
 f. Hormon Endorfin
 g. Hormon Prolaktin
 h. Hormon Relaksin
 i. Hormon Catecholamines (CAs)
• 2. Kontraksi dalam persalinan
Pendahuluan
• Siklus hidup wanita tak lepas dari pengaruh berbagai hormon sejak
masih di dalam kandungan hingga lanjut usia. Pada saat hamil dan
melahirkan, peranan hormon tersebut meningkat guna melakoni
proses yang dialami setiap wanita.

• Menjelang persalinan, umumnya calon ibu akan merasa khawatir,


gelisah, takut, sekaligus tidak sabar karena ingin bertemu dengan
bayinya. Wajar bila ibu merasakan hal tersebut apalagi jika pertama
kali melahirkan. Meski begitu, tetaplah berusaha tenang, sebab itu
akan mempengaruhi hormon di dalam tubuh. Keseimbangan hormon
tubuh merupakan kunci dari persalinan yang sukses dan aman.
Sehingga penting untuk mempersiapkan proses persalinan sebaik
mungkin.
1. Hormon yang berpengaruh
dalam persalinan
a. Estrogen
• Hormon estrogen meningkat menjelang
persalinan. Hormon ini bekerja merangsang
kelenjar mammae dan menyebabkan kontraksi
rahim. Hormon ini dihasilkan oleh plasenta
selama proses kehamilan terjadi hingga saat
melahirkan tiba.
b. Progesteron
• Menjelang persalinan terjadi penurunan hormon
progesteron. Hormon ini berfungsi menyiapkan
kondisi rahim agar dapat dihuni calon janin. Pada
masa awal kehamilan, progesteron sangat
dibutuhkan agar tidak terjadi keguguran. Namun
menjelang persalinan wanita fungsi tersebut sudah
tidak diperlukan lagi sehingga produksinya menurun.
c. Oksitosin
• Hormon cinta atau oksitosin merupakan salah satu hormon
utama yang sangat aktif saat proses persalinan. Hormon
oksitosin akan keluar ketika merasakan cinta, berhubungan
seksual, orgasme, dan menyusui. Hormon oksitosin akan
berada di puncaknya ketika dalam proses persalinan. Di
proses persalinan, hormon ini berfungsi untuk menstimulasi
kontraksi, menipiskan dan membuka serviks, menurunkan
kepala bayi ke jalan lahir, mengeluarkan plasenta dan
meminimalisir terjadinya pendarahan.
• Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi pada rahim. Kemudian,
setelah bayi keluar dari vagina, naiknya tingkat oksitosin pada ibu dan
bayi merangsang insting dari keduanya yang seringkali disebut
sebagai jatuh cinta. Mereka saling bertatap mata dengan rasa terima
kasih dan kagum.

• Rangsangan pada puting payudara juga menyebabkan mengalirnya


oksitosin ke dalam pembuluh darah yang ada pada vagina dan cairan
ini merangsang terjadinya kontraksi pada otot rahim. Dalam buah
kurma juga mengandung oksitosin alami. Hisapan bayi pada payudara
ibu beberapa saat setelah melahirkan membantu mengeluarkan
plasenta dan membantu proses penutupan rahim, sehingga dapat
mencegah pendarahan dari tempat lepasnya plasenta.
• Reseptor sel yang memungkinkan seorang wanita untuk
menanggapi oksitosin mengalami peningkatan secara
bertahap pada proses kehamilan, dan kemudian akan
meningkat tajam pada pada saat akan bersalin. Hormon
oksitosin ini sendiri merupakan simulator paten dari kontraksi
yang membantu untuk membuka dan melebarkan leher
rahim, mengeluarkan bayi, melahirkan plasenta, dan
mengurangi pendarahan pada saat perlekatan plasenta.
d. Prostaglandin
• Hormon prostaglandin alami membantu melunakkan dan
menipiskan leher rahim agar siap untuk menjalani proses
melahirkan.  Selain dihasilkan oleh tubuh ibu, hormon
prostaglandin ini juga terkandung dalam sperma ayah.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa hubungan seksual yang
menyenangkan pada pekan terakhir masa kehamilan dapat
membantu tubuh seorang ibu menjalani proses melahirkan.
Beberapa pendapat juga menyatakan bahwa prostaglandin
juga terkandung dalam minyak zaitun.
• Hormon prostaglandin akan membantu oksitosin dan estrogen
dalam merangsang aktivitas otot polos. Hormon ini sendiri
dihasilkan oleh rahim dan produksinya akan meningkat pada
saat akhir kehamilan.

• Namun selain itu wanita juga mendapat hormon prostaglandin


ini dari sperma pada saat melakukan hubungan intim dengan
pasangannya. Oleh karena itu, bagi ibu hamil yang waktu
persalinannya mundur, maka disarankan untuk berhubungan
intim dengan pasangannya untuk mendapatkan pasokan
hormon prostaglandin tersebut sehingga memicu kontraksi
uterus yang nantinya akan memicu kelahiran buah hati.
e. Adrenalin
• Jika oksitosin adalah akselerator kelahiran, maka adrenalin
adalah “rem”nya. Tingkat adrenalin yang tinggi mempercepat
detak jantung dan membuat kita jadi lebih kuat dan lebih
cepat sehingga kita bisa melawan atau melarikan diri.
Terkadang adrenalin bisa menghentikan proses persalinan
namun terkadang pula malah menimbulkan apa yang disebut
dengan fetal ejection reflex (refleks mengeluarkan janin dari
rahim), adrenalin yang naik secara tiba-tiba memberikan
kekuatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses
persalinan.
f. Endorfin
• Endorfin adalah opium alami. Ketika kita melakukan
usaha fisikal, tingkat endorfin akan naik, khususnya
ketika kita merasa hangat, dicintai, mendapat
dukungan, dan tidak merasakan ketakutan. Endorfin
merupakan anugrah Allah, ia berperan untuk
mengurangi rasa sakit dan memberi rasa kepuasan
yang disertai dengan selesainya pekerjaan.
• Pada saat proses persalinan hormon endorfin akan memberikan
efek menenangkan dan meredakan nyeri pada ibu. Hormon jenis ini
seperti morfin alami akan naik menjelang akhir kehamilan dan akan
naik terus serta akan menaik tajam pada saat selama persalinan
dan sampai persalinan selesai tanpa adanya pengobatan.

• Adapun tingkat hormon endofrin yang lebih tinggi selama


kehamilan dan persalinan dapat menghasilkan kondisi kesadaran
yang berubah yang membantu seorang ibu dapat melewati proses
persalinan tersebut. Selain itu, hormon endorfin ini juga berperan
untuk memperkuat hubungan batin antara ibu dan bayi pada saat
dilahirkan.
g. Prolaktin
• Hormon ini sering kali disebut dengan hormon ibu. Hormon
yang dihasilkan oleh pituitari ketika masa hamil dan menyusui
ini, berfungsi untuk menyiapkan payudara untuk menyusui.
Beberapa peneliti percaya bahwa hormon ini bersama dengan
oksitosin bertanggung jawab untuk menaikkan mood ibu dan
membuat ibu merasa lebih tenang saat menyusui.

• Selain itu, prolaktin juga dipercaya berperan penting dalam


tingkah laku keibuan seorang ibu. Hormon inilah yang
membuat seorang ibu selalu memprioritaskan kebutuhan
anaknya sebelum memenuhi kebutuhannya sendiri.
h. Relaksin
• Hormon relaksin diproduksi oleh korpus luteum dan
juga plasenta. Fungsi hormon relaksin adalah untuk
melunakan serviks dan melonggarkan tulang panggul
saat akan terjadi proses persalinan. Hormon ini
sangat berperan dalam percepatan proses persalinan
wanita.
i. Catecholamines (CAs)

• Hormon yang dikenal dengan hormon flight-or-fight ini


terdiri atas hormon adrenaline dan noradrenaline
(epinephrine dan norepinephrine).

• Catecholamines merupakan hormon yang keluar dari


kelenjar adrenal di atas ginjal yang merupakan reaksi
tubuh terhadap rasa takut, cemas, lapar, atau
kedinginan. Saat hormon ini aktif, aliran darah akan
dialihkan ke otot-otot utama tubuh dan organ-organ
utama.
• Namun bila hormon keluar dalam jumlah besar dan di waktu
yang tepat dikarenakan perasaan takut dan cemas,
kemungkinan ia akan menyebabkan persalinan lebih lama dan
fetal distress.

• Tapi jika dalam momen yang tepat dan persalinan yang minim
intervensi, hormon akan bekerja dengan cara berbeda.
Hormon bisa menyebabkan ibu merasa ada aliran energi tiba-
tiba dengan diiringi kontraksi kuat, sehingga membuat
persalinan mudah dan cepat.
• Di sinilah pendamping persalinan dan tenaga medis, memiliki
peran untuk memberi kenyamanan spiritual dan psikologis kepada
sang ibu yang sedang menempuh persalinannya.

• Kondisi spiritual yang yakin, perasaan yang nyaman, keadaan yang


aman dan privat tentu membuat ibu lebih rileks dalam proses
persalinannya.

• Sebaliknya, kondisi spiritual yang rapuh, keadaan yang takut,


cemas, dan tidak nyaman -karena ramai dan tidak privat- dapat
 memicu hormon-hormon yang dapat menghambat atau
menghalangi proses melahirkan. 
• 2. Kontraksi dalam persalinan
• A. His (Kontraksi Uterus)
• His adalah kontraksi otot-otot rahim pada
persalinan. Pada bulan terakhir dari kehamilan
dan sebelum persalinan dimulai, sudah ada
kontraksi rahim yang disebut his. His dibedakan
sebagai berikut :
1. His pendahuluan atau his palsu (false labor
pains)
2. His persalinan
1. His pendahuluan atau his palsu (false labor pains)

• His pendahuluan atau his palsu (false labor pains), yang sebetulnya
hanya merupakan peningkatan dari kontraksi dari Braxton Hicks.

• His pendahuluan ini bersifat tidak teratur dan menyebabkan nyeri di


perut bagian bawah dan lipat paha, tidak menyebabkan nyeri yang
memancar dari pinggang ke perut bagian bawah seperti his persalinan.

• Lamanya kontraksi pendek dan tidak bertambah kuat bila ibu


berjalan, bahkan sering berkurang. His pendahuluan tidak bertambah
kuat dengan majunya waktu, bertentangan dengan his persalinan yang
makin lama makin kuat. Hal yang paling penting adalah his
pendahuluan tidak mempunyai pengaruh pada serviks.
2. His Persalinan
• His persalinan. Walaupun his ini merupakan suatu
kontraksi dari otot-otot rahim yang fisiologis, akan
tetapi bertentangan dengan kontraksi fisiologis lainnya
dan bersifat nyeri.

• Perasaan nyeri tergantung juga pada ambang nyeri


dari penderita, yang ditentukan oleh kondisi jiwanya.
Kontraksi rahim bersifat otonom, artinya tidak
dipengaruhi oleh kemauan, namun dapat dipengaruhi
dari luar, misalnya rangsangan oleh jari-jari tangan.
• Sifat his yang normal adalah sebagai berikut :

 Kontraksi otot rahim dimulai dari salah satu tanduk rahim atau
cornu.
 Fundal dominan, yaitu kekuatan paling tinggi di fundus uteri.
 Kekuatannya seperti gerakan memeras isi rahim.
 Otot rahim yang berkontraksi tidak kembali ke panjang semula,
sehingga terjadi retraksi dan pembekuan segmen bawah
rahim.
 Pada setiap his terjadi perubahan pada serviks yaitu menipis
dan membuka.
• Hal-hal yang harus diobservasi pada his persalinan adalah sebagai
berikut :

 Frekuensi adalah jumlah his dalam waktu tertentu, biasanya per 10 menit.
 Amplitudo atau intensitas adalah kekuatan his diukur dalam mmHg.
Dalam praktiknya, kekuatan his hanya dapat diraba secara palpasi.
Kekuatan kontraksi menimbulkan naiknya tekanan intrauteri sampai 35
mmHg. Kekuatan kontraksi secara klinis ditentukan dengan mencoba
apakah jari kita dapat menekan dinding rahim ke dalam.
 Aktivitas his adalah hasil perkalian frekuensi dengan amplitudo, diukur
dengan unit Montevideo. Contoh : frekuensi suatu his 3, terjadi per 10
menit, dan amplitudonya 50 mmHg, maka aktivitas rahim = 3 x 50 = 150
unit Montevideo.
 Durasi his adalah lamanya setiap his berlangsung
diukur dengan detik, misalnya selama 40 detik.
 Datangnya his terjadi sering, teratur atau tidak.
 Interval antara 2 kontraksi adalah masa relaksasi. Pada
permulaan persalinan, his timbul sekali dalam 10
menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.

Dari keenam hal yang disebutkan di atas, hasil


observasi yang biasanya dicatat di lapangan adalah
frekuensi dan durasi his.
• B. Kontraksi Uterus (Miometrium)
• Pada kehamilan menjelang 7 bulan, saat
dilakukan pemeriksaan palpasi atau
pemeriksaan dalam, dapat diraba adanya
kontraksi-kontraksi kecil pada rahim (Braxton-
Hick) dengan amplitudo 5 mmHg dan
berlangsung sebentar.
• Sesudah kehamilan 30 minggu, aktivitas rahim akan menjadi
lebih kuat dan lebih sering. Pada kehamilan di atas 36
minggu dan pada pembukaan kala I, his timbul lebih sering
dan lebih kuat, pembukaan serviks 2 cm.

• Pada akhir kala I, kontraksi uterus lebih meningkat, lebih


sering dan lebih teratur dengan amplitudo 60 mmHg. Pada
kala pengeluaran, his menjadi lebih efektif, terkoordinasi,
simetris dengan fundal dominan, kuat, dan lebih lama (60-
90 detik). Pada waktu relaksasi, kekuatan tonus uterus
kurang dari 12 mmHg karena keadaan istirahat.
• Perubahan-perubahan akibat his :

1. Pada uterus dan serviks, uterus teraba keras dan padat


karena kontraksi. Tekanan hidrostatis air ketuban dan
tekanan intrauteri naik, menyebabkan serviks menjadi
mendatar dan membuka.
2. Ibu akan terasa nyeri karena iskemia rahim dan kontraksi
rahim, juga ada peningkatan nadi dan tekanan darah.
3. Pada janin, pertukaran oksigen pada sirkulasi uteroplasenta
berkurang, maka timbul hipoksia janin. Pada kontraksi
tetanik, maka terjadi gawat janin, asfiksia dengan denyut
jantung janin di atas 160 kali per menit.
•Pembagian dan sifat-sifat his :

•1. His pendahuluan


• a. His tidak kuat dan tidak teratur.
• b. Menyebabkan bloody show.
•2. His pembukaan
• a. His membuka serviks sampai terjadi pembukaan lengkap 10 cm.
• b. Mulai kuat, teratur dan sakit.
•3. His pengeluaran
• a. Sangat kuat, teratur, simetris, terkoordinasi, dan lama.
• b. His untuk mengeluarkan janin.
• c. Koordinasi antara his, kontraksi otot perut, kontraksi diafragma, dan ligamen.
•4. His pelepasan plasenta
• Kontraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan plasenta.
•5. His pengiring
• Kontraksi lemah, masih sedikit nyeri (meriang), menyebabkan pengecilan rahim dalam beberapa jam
atau hari.
• Kontraksi involunter dan volunter bekerja secara
bersamaan untuk mengeluarkan janin dan plasenta
dari uterus. Kontraksi involunter disebut kekuatan
primer, menandai dimulainya persalinan. Apabila
serviks berdilatasi, usaha volunter dimulai untuk
mendorong, disebut kekuatan sekunder, yang
memperbesar kekuatan kontraksi involunter.
• His atau kekuatan primer berasal dari titik pemicu tertentu, terdapat pada
penebalan lapisan otot di segmen uterus bagian atas. Berawal dari titik
pemicu, kontraksi dihantarkan ke uterus bagian bawah dalam bentuk
gelombang, dan diselingi periode istirahat singkat.

• Hal ini digunakan untuk menggambarkan kontraksi involunter, frekuensi (waktu


antar kontraksi yaitu waktu antara awal suatu kontraksi dan awal kontraksi
berikutnya), durasi (lama kontraksi), dan intensitas (kekuatan kontraksi).

• Kekuatan primer membuat serviks menipis (effacement) dan berdilatasi,


sehingga janin turun. Penipisan serviks adalah pemendekan dan penipisan
serviks selama tahap pertama persalinan pada kehamilan aterm pertama,
effacement biasanya terjadi lebih dahulu daripada dilatasi, pada kehamilan
berikutnya effacement dan dilatasi cenderung terjadi bersamaan.
• Dilatasi serviks adalah pembesaran muara dan saluran serviks,
yang terjadi pada awal persalinan. Diameter meningkat dari 1
cm sampai dilatasi lengkap (10 cm) agar janin aterm dapat
dilahirkan. Apabila dilatasi serviks lengkap, serviks tidak dapat
lagi diraba, hal ini menandakan akhir tahap pertama
persalinan.
• Dilatasi serviks terjadi karena komponen muskulofibrosa
tertarik dari serviks ke arah atas. Kontraksi uterus yang kuat,
tekanan yang ditimbulkan oleh cairan amnion selama ketuban
utuh, atau kekuatan yang timbul akibat tekanan bagian
presentasi membuat serviks berdilatasi. Jaringan parut akibat
infeksi atau pembedahan dapat menghambat dilatasi serviks.
• Kelainan Kontraksi Otot Rahim :
1. Inersia Uteri
2. Tetania Uteri
3. Inkoordinasi otot rahim
• 1. Inersia Uteri
• His yang sifatnya lemah, pendek, dan jarang dari his normal terbagi
menjadi :
• a. Inersia uteri primer : apabila sejak semula kekuatannya sudah lemah.
• b. Inersia uteri sekunder :
• - His pernah cukup kuat tetapi kemudian melemah.
• - Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan,
bagian terendah terdapat kaput dan mungkin ketuban telah pecah.

• His yang lemah dapat menimbulkan bahaya terhadap ibu maupun janin,
sehingga memerlukan konsultasi atau tindakan rujukan penderita ke
rumah sakit, puskesmas, atau ke dokter spesialis.
• 2. Tetania Uteri
• His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga otot rahim tidak
mendapat kesempatan untuk bereaksi. Akibat dari tetania uteri adalah
sebagai berikut :
• a. Persalinan presipitatus
Persalinan yang berlangsung dalam waktu 3 jam. Akibatnya mungkin
fatal :
• 1. Terjadi persalinan tidak pada tempatnya.
• 2. Terjadi trauma janin karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan.
• 3. Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan dan
inversio uteri.
• b. Tetania uteri menyebabkan asfiksia intrauteri sampai kematian janin
dalam rahim.
• 3. Inkoordinasi otot rahim
• Keadaan inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat
menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat
meningkatkan pembukaan atau pengeluaran janin dari
dalam rahim. Penyebab inkoordinasi kontraksi otot
rahim adalah sebagai berikut :
• a. Faktor usia penderita relatif tua.
• b. Pimpinan persalinan.
• c. Karena induksi persalinan dengan oksitosin
• d. Rasa takut dan cemas
• C. Tenaga Meneran (Kekuatan Sekunder)
• Setelah pembukaan lengkap dan setelah
ketuban pecah, tenaga yang mendorong janin
keluar selain his terutama disebabkan oleh
kontraksi otot-otot dinding perut yang
mengakibatkan peningkatan tekanan
intraabdominal.
• Tenaga ini serupa dengan tenaga meneran saat
buang air besar, tetapi jauh lebih kuat lagi.
• Rupanya, waktu kepala sampai pada dasar
panggul, timbul suatu refleks yang
mengakibatkan pasien menekan diafragmanya
ke bawah.
• Tenaga meneran ini hanya dapat berhasil kalau
pembukaan sudah lengkap dan paling efektif
dari suatu kontraksi rahim.
• Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul,
sifat kontraksi berubah yakni bersifat mendorong keluar.
Ibu ingin meneran, usaha mendorong ke bawah (kekuatan
sekunder) dibantu dengan usaha volunter yang sama
dengan yang dilakukan saat buang air besar (meneran).

• Otot-otot diafragma dan abdomen ibu berkontraksi dan


mendorong janin keluar melalui jalan lahir. Hal ini
menyebabkan meningkatnya tekanan intraabdominal.
Tekanan ini menekan uterus ada semua sisi dan menambah
kekuatan untuk mendorong janin keluar.
• Kekuatan sekunder tidak memengaruhi dilatasi
serviks, tetapi setelah dilatasi serviks lengkap,
kekuatan ini cukup penting untuk mendorong
janin keluar dari uterus dan vagina.

• Apabila dalam persalinan ibu melakukan valsava


manuver (meneran) terlalu dini, dilatasi serviks
akan terhambat. Meneran akan menyebabkan
ibu lelah dan menimbulkan trauma serviks.

Anda mungkin juga menyukai