Anda di halaman 1dari 17

Bronkiektasis

Epidemiologi
• Secara global, prevalensi bronkiektasis bervariasi, dengan kisaran 53-566 kasus per
100.000 populasi.
• Di negara barat, insiden bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% dari populasi dan
cenderung menurun, terutama di negara maju
• Di Amerika Serikat sekitar 4,2 per 100.000 penduduk usia 18-34 tahun dan 271,8 per
100.000 penduduk usia lebih dari 75 tahun.
• Di Jepang dari 1.409 pasien usia 23-86 tahun ada 129 pasien dengan presentase
sekitar 9,1% didiagnosis bronkiektasis.
• Di Indonesia belum terdapat data secara nasional.
• Prevalensi semakin meningkat dengan pertambahan usia dan jenis kelamin
perempuan. Prevalensi lebih tinggi pada penduduk golongan sosial dan ekonomi yang
rendah.
Etiologi
• Kelainan kongenital
- mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu/kedua paru.
- sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lainnya, misal: kistik fibrosis, sindrom
Kartagener, agamaglobulinemia
• Kelainan didapat
- Infeksi, misal: Pneumonia yang merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang
diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dsb.
- Obstruksi bronkus oleh bermacam sebab, misal: korpus alienum, karsinoma bronkus
atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus (tuberkulosis kelenjar limfe pada anak).
- Jarang: masuknya bahan kimia korosif (biasanya bahan hidrokarbon) dan aspirasi
berulang cairan lambung ke paru
Klasifikasi
Berdasarkan bentuk kelainan anatomis:
• Silindris (bentuk tabung): dilatasi simetris, paling ringan dan sering
ditemukan
• Fusiformis (varikosa): terdapat deformitas bronkiolus (perubahan
bentuk bronkus menyerupai vena varikosa)
• Sakuler (bentuk kantong, kistik): bronkus yang besar dapat melebar
dan berbentuk seperti balon/kavitas. Sering khas pada dewasa.
Patogenesis
Tergantung faktor penyebab
• Kongenital: berhubungan erat dengan faktor genetik serta tumbuh-
kembang fetus
• Didapat:
- Faktor obstruksi bronkus
- Faktor infeksi pada bronkus/paru
- Faktor adanya beberapa penyakit tertentu, seperti fibrosis paru
- Faktor intrinsik dalam bronkus/paru
Dua mekanisme dasar pada patogenesis kebanyakan bronkiektasis
didapat:
1.Permulaannya didahului adanya faktor infeksi bakterial.
Awalnya ada infeksi pada bronkus/paru, diikuti proses destruksi dinding
bronkus daerah infeksi sehingga timbul bronkiektasis.
2.Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus.
Adanya obstruksi bronkus oleh beberapa penyebab menyebabkan
bagian distal obstruksi biasanya terjadi infeksi, sehingga terjadi
destruksi bronkus dan menimbulkan bronkiektasis.
Gambaran Klinis
1.Batuk
Batuk produktif berlangsung kronik dan frekuens mirip pada bronkitis kronik (bronchitic-
like symptoms)
Jumlah sputum bervariasi, umumnya banyak terutama pagi hari. Sputum mukoid jika tidak
ada infeksi sekunder; jika telah terjadi infeksi sekunder sputum menjadi purulen dan
menimbulkan bau mulut yang tak sedap.
Pada kasus berat, misalnya tipe sakuler, sputum jumlahnya banyak, purulen dan bila
ditampung beberapa lama tampak terpisah menjadi tiga bagian:
a.Lapisan teratas agak keruh, terdiri dari mukus
b.Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva
c.Lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak
(debris seluler).
2.Hemoptisis
Terjadi kira-kira pada 50% kasus, akibat nekrosis/destruksi mukosa bronkus mengenai
pembuluh darah dan pecah sehinga timbul perdarahan. Perdarahan bervariasi, mulai
paling ringan sampai masif.
3.Sesak napas
Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak napas, tergantung
seberapa luas bronkitis kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolaps baru dan
destruksi jaringan paru akibat infeksi berulang (ISPA). kadang-kadang ditemukan suara
mengi (wheezing) akibat adanya obstruksi.
4.Demam berulang
Pasien sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun paru sehingga sering
timbul demam yang berulang.
• Pemeriksaan fisik: sianosis, clubbing finger, retraksi dinding dada,
pergeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena
• Pemeriksaan paru: ronki basah, wheezing (bila obstruksi)
• Pemeriksaan lab: tidak khas
- polisitemia sekunder
- anemia
- leukositosis
- urin normal
• Gambaran foto thoraks: pada daerah yang terkena menunjukkan kista-
kista kecil dengan fluid level, mirip gambaran sarang tawon
Pemeriksaan penunjang
1.Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengecek kondisi darah dan kemampuan sistem imun dalam bekerja membasmi
patogen.
2.Analisis dahak
Penderita bronkiektasis akan memiliki semacam konsentrasi berwarna keputihan/kekuningan
pada dahaknya yang disebut gumpalan Dittrich. Untuk mengecek keberadaan bakteri pada
dahak dapat dilakukan teknik perwarnaan Gram dan kultur bakteri.
3.HRCT scan (High Resolution Computerized Tomography scan)
Metode paling akurat. Pada paru-paru yang sehat, cabang-cabang bronki diparu akan semakin
menyempit seiring bertambahnya jumlah cabang (mirip cabang pohon). tetapi, pada pasien
bronkiektasis hasil akan memperlihatkan lebar bronki yang sama atau justru bertambah.
4.Tes keringat
Pada penderita yang disebabkan oleh kistik fibrosis akan ditemukan
kandungan garam dalam jumlah tinggi.
5.Tes fungsi paru.
Digunakan untuk menganalisis kinerja dan fungsi paru dalam
pernapasan dengan menggunakan spirometer.
6.Bronkoskopi
Digunakan untuk melihat adanya benda asing dalm paru yang dapat
memicu respons peradangan dan menyebabkan bronkiektasis.
7.Tes skrining autoimun
Untuk memastikan apakah bronkiektasis terjadi karena penyakit
autoimun
Diagnosis dan diagnosis banding
Diagnosis bronkiektasis kadang-kadang sukar ditegakkan walaupun sudah
dilakukan pemeriksaan lengkap. Diagnosis pasti ditegakkan bila telah ditemukan
adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus.
Diagnosis banding:
- Bronkitis kronik
- Tuberkulosis paru, karena dapat disertai kelainan anatomis paru berupa
bronkiektasis)
- Abses paru, terutama bila berhubungan dengan bronkus besar
- Penyakit paru penyebab hemoptisis, misal: karsinoma paru, adenoma paru, dsb.
- Fistula bronkopleural dengan emplema
Tatalaksana
1.Pengobatan konservatif
a. pengelolaan umum
b. Pengelolaan khusus
- antibiotik
- drainase sekret
- pengobatan simtomatik
2. Pembedahan
Tujuan; mengangkat (reseksi) segmen/lobus paru yang terkena
Pencegahan
- Pengobatan antibiotik/cara-cara lain secara tepat terhadap semua
bentuk pneumonia yang timbul pada anak
- Tindakan vaksinasi terhadap pertusis, influenza, pneumonia pada
anak
- Menghindari udara berpolusi, asap memasak, senyawa kimia
berbahaya
- Melakukan diagnosis bronkiektasis sejak dini sehingga dapat
mencegah perkembangan kondisi menjadi lebih parah
Komplikasi
- Bronkitis kronik
- Pneumonia dengan/tanpa atelektasis
- Pleuritis, dapat timbul bersama dengan pneumonia
- Efusi pleura/empiema (jarang)
- Abses metastasis diotak, mungkin akibat septikemia oleh kuman
penyebab infeksi supuratif pada bronkus
- Hemoptisis, karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri
pulmonalis), cabang arteri (arteri bronkialis) atau anastomosis
pembuluh darah
- Sinusistis
- Kor pulmonal kronik (KPK), pada pasien bronkiektasis berat dan
lanjut/mengenai beberapa bagian paru. Bila terjadi anastomosis cabang-
cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus (bronkiektasis)
akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah,
timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan
lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, KPK, hingga gagal jantung kanan.
- Gagal napas
- Amiloidosis, perubahan degeneratif sebagai komplikasi klasik dan jarang
terjadi.
Prognosis
Tergantung berat-ringannya serta luasnya penyakit ketika pasien
berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat
(konservatif/pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Prognosis jelek pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, survival
tidak lebih dari 5-15 tahun.

Anda mungkin juga menyukai