Disusun Oleh :
1. Haidar Ahmad Rafi (P27226016123)
2. Ike Meris Sundari (P27226016125)
3. Intan Saputri (P27226016126)
4. Nadine Kartika Rintan (P27226016134)
5. Nafiiis Syuraih Falah (P27226016135)
6. Nurul Aini Fitria Dewi (P27226016139)
7. Rahma Wulan Suci (P27226016142)
8. Rahmaningtyas Setya N. (P27226016143)
9. Shinta Sanita Anzani (P27226016148)
KARANGANYAR
2019
A. Definisi Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan dilatasi bronkus
dan bronkiolus yang bersifat menetap serta penebalan dinding bronkus. Keadaan ini
disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri yang kronis, dan inflamasi yang diikuti
dengan pelepasan mediator (Nataprawira, 2012).
Tahun 1922, Jean Athanase Sicard dapat menjelaskan perubahan distruktif saluran
respiratorik. Pada gambaran radiologis melalui penemuannya, yaitu bronkografi
dengan kontras. Dengan pemberian imunisasi terhadap pertusis, campak dan juga
regimen pengobatan penyakit TB yang lebih baik, maka diduga pravalens penyakit ini
semakin rendah. Hal ini dikarenakan penyakit TB dan pertusis merupakan salah satu
penyebab dari bronkiektasis (Emmons, 2008).
B. Etiologi
Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun didugabronkiektasis
dapat timbul secara kongenital maupun didapat. Kelainan kongenitaldalam hal ini,
bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalamkandungan. Faktor genetik atau faktor
pertumbuhan dan perkembanganmemegang peranan penting. Bronkiektasis yang
timbul kongenital biasanyamengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau
kedua bronkus.
Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakitkongenital
seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William Campbellsyndrome, Mounier-
Kuhnsyndrome, dll. Bronkiektasis biasanya didapat pada masa anak-anak. Kerusakan
bronkus pada penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh infeksi. Penyebab infeksi
tersering adalah H. Influenza dan P. Eureginosa. Infeksi oleh bakteri lain, seperti
Klebsiela dan Staphylococcus aureus disebabkan oleh absen atau terlambatnya
pemberian antibiotik pada pengobatan pneumonia.
Bronkiektasis bisa disebabkan oleh :
1. Infeksi pernafasan
a. Campak
b. Pertusis
c. Tuberkulosis
d. Infeksi jamur
e. Infeksi mikoplasma
f. Infeksi bakteri
2. Penyumbatan bronkus
a. Benda asing yang terisap
b. Pembesaran kelenjar getah bening
c. Tumor paru
d. Sumbatan oleh lender
3. Cedera penghirupan
a. Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
b. Menghirup getah lambung dan partikel makanan
4. Keadaan genetik
a. Fibrosis kistik
b. Diskinesia silia, termasuk sindroma kartagener
c. Kekurangan alfa-1 antitripsin
5. Kelanan Imunologi
a. Sindroma kekurangan immunoglobulin
b. Dingfungi sel darah putih
c. Kekurangan komplemen
d. Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu
6. Keadaan lain
a. Penyalahgunaan obat
b. Infeksi HIV
c. Sindroma Young ( Azoospermia obstruktif)
d. Sindroma marfan.
C. Patogenesis
Bronkiektasis dapat terjadi karena kerusakan secara langsung dari dinsing bronkus atau
tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan napas. Pertahanan jalan
napas terdiri dari sillia yang berukuran kecil pada jalan napas. Sillia tersebut bergerak
berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mucus yang normal melapisi ja;annapas.
Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mucus tersebut
akan dipindahkan naik ketenggorokan dan kemudian dibatukkan keluar atau tertelan
(Barker, 2002).
Patogenesis bronkiektasis tergantung faktor penyebabnya. Apabila bronkiektasis
timbul kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan
faktor genetik serta faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan.
Pada bronkiektasis yang didapat, patogenesisnya yang diduga melalaui beberapa
mekanisme. Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan, antara lain faktor obstruksi
bronkus, faktor injeksi pada bronkus atau paru, faktor adanya beberapa penyakit
tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary eosinophilia dan faktor intrinsik
dalam bronkus atau paru. Pada infeksi, infeksi yang mendahului bronkiektasis adalah
infeksi bakterial, yaitu mikroorganisme penyebab pneumonia atau bronkitis yang
mendahuluinya. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronkiektasis, sedangkan infeksi virus
tidak dapat. Boleh jadi bahwa pneumonia atau bronkitis yang mendahului bronkiektasis
tadi didahului oleh infeksi virus.
Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi (daerah
bronkiektasis). Secara praktis apabila sputum pasaien bronkiektasis bersifat mukoid
dan putih jerinih, menandakan tidak atau belum ada infeksi sekunder. Sebaliknya
apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah
warnyanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi
sekunder. Untuk menentukan jenis kumannya bisa dilakukan pemeriksaan
mikrobiologis. Sputum berbau busuk menandakan adanya infeksi sekunder oleh kuman
anaerob (Rahmatullah, 2009).
E. Pemeriksaan Fisioterapi
Pemeriksaan Fisioterapi pada Kasus Bronkiektasis
1. Review catatan medis dari data awal
Bertujuan untuk mempelajari dengan cepat riwayat pasien terkait dengan
penyakitnya.
2. Pemeriksaan Subyektif
Bertujuan untuk mengetahui keluhan berdasarkan pendapat pasien yang hasilnya
didasarkan pada penilaian fisioterapis seperti pemeriksaan nyeri menggunakan
VAS, keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
3. Pemeriksaan Obyektif
a. Observasi
- Peralatan
- Tingkat Kesadaran
- Wajah & anggota gerak (nicotine stain, clubbing fingers, edema, pallor,
cyanosis, tremor)
- Bentuk tubuh & posture (barrel chest, kypho-scoliosis, pectus carinatum /
pigeon / chicken breast, pectus axcavatum, obesities, cachectic)
- Pola pernapasan (normal, prolonged expiration, pursed-lip breathing, apnoe,
hypopnoea, kussmaul’s breathing, cheyne-stokes)
- Gerak torak
b. Palpasi
- Posisi trachea
Dengan mempalpasi tenggorokan menggunakan 2 jari, lalu turun kemudian
tekan akan timbul reflek batuk
- Gerak pernapasan /chest expansion
a) Dengan mempalpasi sangkar thorak bagian distal menggunakan jari
telunjuk, tengah dan jempol, lalu pasien diminta bernapas. Jika ada
pergerakan ke lateral antero cranial pada ketiga jari ini, berarti pasien
menggunakan pernapasan perut.
b) Palpasi abdomen mengunakan jari manis dan kelingking, lalu pasien
diminta napas. Jika kedua jari tersebut bergerak, berarti pasien
menggunakan pernapasan dada.
- Otot-otot pernapasan
Dengan mempalpasi ada spasme atau tidak pada otot-otot pernapasan dan otot-
otot bantu pernapasan.
- Fremitus
Dengan mempalpasi kedua tangan dipunggung, pasien diminta bicara kemudia
fisioterapis merasakan getarannya.
c. Perkusi
Bertujuan untuk mengetahui suara jaringan didalamnya dengan cara 1 tangan diatas
dada dan 1 tangan mengetuk tangan terapis itu sendiri.
- Sonor (jaringan paru normal)
- Hypersonor (banyak udara didalam paru, misal hiperinflasi, pneumothorax)
- Redup (paru konsolidasi, atelectasis)
- Pekak (pleural effusion)
d. Auskultasi
- Proses mendengarkan dan menginterpretasikan suara dalam thorax dengan
menggunakan alat bantu stetoskop
- Dilaksanakan di ruang yang tenang, pasien diminta bernapas lebih dalam dan
cepat dengan mulut terbuka
- Bertujuan untuk mengidentifikasi gangguan ventilasi, gangguan pembersihan
jalan napas dan menilai efektivitas terapi, menentukan lokasi mucus dan
distribusi ventilasi
- Suara paru normal -> vesikuler
- Jika ada obstruksi / mucus disaluran napas -> akan terhambat -> ronchi basah /
krekers
- Jika saluran napas menyempit dan udara banyak -> whezzing / mengi
4. Pemeriksaan Khusus / Tambahan
a. Mobilitas sangkar torak
b. Tes panjang otot
c. Tes kekuatan otot-otot pernapasan
- Direct
- Undirect / Hand held manometer
d. Pemeriksaan fungsi paru
- Spirometri
- Peak expiratory flow rate
e. Pemeriksaan toleransi aktifitas
- Six minutes walking test
5. Pemeriksaan Spesifik
a. Ronki basah sedang samapai kasar pada daerah terkena, menetap pada
pemeriksaan berulang. Kadang ronki kering / mengi.
b. Perkusi redup dan suara napas melemah bila komplikasi empisema
c. Clubbing finger pada 30% - 50% kasus
d. Pada kasus berat sianosis dan tanda kor pulmonal
e. Pemeriksaan laboratorium
- Sputum berlapis 3,dari atas busa – sereus – pus atau sel-sel rusak
- Sputum berbau busuk -> infeksi kuman anaerob
- Hasil pemeriksaan darah, urin, EKG dalam batas normal
f. Pemeriksaan Radiologi
- Foto thoraks bias normal, corak paru lebih kasar dan batas corak kabur, corak
daerah mengelompok, kadang ada gambaran sarang tawon serta kistik
berdiameter 2cm, kadang terdapat garis batas permukaan udara – cairan.
Prosedur:
3) Batuk Efektif
Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk efektif yang
menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi , yang bertujuan :
7. Pasien dianjurkan melakukan expirasi seperti bunyi“K” dgn disertai kontraksi otot
abdomen untuk menegangkan pita suara dan menutup Glottis.
8. Bila pasien telah mampu melakukan , anjurkan Deep Breathing Inspirasi dengan
rileks lalu batuk kuat dan tajam 2 X batuk kedua selama satu expirasi akan
sangat produktif.
9. Gunakan tekanan abdomen dan Glossopharyngeal Breathing pada pasien dengan
kelemahan otot Inspirasi dan abdomen untuk mengganti batuk jika dibutuhkan.
Tujuan :
Latihan khusus:
1) Pasien Sitting di kursi dengan tangan dibelakang kepala ,kedua tangan posisi
abduksi horizontal selama Deep Inspirasi (Gbr. A)
Cara Prosedur:
4. Inspirasi tiap selesai PLB pasien dengan teknik Diaphragma BE tapi hindari
penggunaan accessory muscle.
5. Pasien tetap mempertahankan posisi postur ini dan terus Inspirasi dengan rileks jika
memungkinkan.
G. Evaluasi
Evaluasi Fisioterapi pada kasus Bronkiektasis
1. Evaluasi sebelum
Sebelum melakukkan terapi, pasien merasakan adanya batuk disertai dahak sulit keluar
dan sesak napas yang sangat parah yang sangat mengganggu aktivitas pasien.
2. Evaluasi sesaat
Selama penanganan pasien merasa lebih rileks dan nyaman.
3. Evaluasi akhir
Setelah melakukan terapi sesak napas pasien berkurang . Setelah melakukan beberpa
kali proses terapi, pasien merasa lebih rileks, produksi sputum mengalami penurunan
dan berkurangnya nyeri dada.
H. Prognosis
Prognosis pada pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringan dan luasnyapenyakit
yang diderita pasien.
Tidak mengejutkan apabila prognosis sangat bervariasi pada kelompok yang berbeda.
Meskipun demikian, sekitar 10% orang dewasa dengan bronkiektasis non Cystic
Fibrosis akan meninggal dalam 5 – 8 tahun setelah didiagnosis pada lebih dari separuh
kasus. Faktor yang berhubungan dengan prognosis buruk adalah merokok, organisme
gram negatif (terutama E.coli dan P. Aeruginosa) dan aspergillus pada kultur sputum,
dan nilai FEV1 dan FVC yang lebih buruk (Maguire, 2012)
Bronkiektasis secara independen berhubungan dengan peningkatan kematian pada
pasien dengan PPOK sedang-berat berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Spanyol (Dunford, 2013).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Keistinen et all, penyakit penyebab merupakan
penyebab kematian utama pada pasien dengan bronkiektasis dan PPOK. Penyakit
jantung merupakan penyebab kematian utama pada pasien bronkiektasis dengan asma
(Barker, 2002).
Pengobatan yang tepat memperbaiki prognosis penyakit tersebut. Ada kasus yang berat
dan tidak dapat diobati memiliki prognosis yang jelek dan memiliki kemungkinan
hidup tidak lebih dari 5-15 tahun. Kematian tersebut biasanya karena pneumonia,
empyema, gagal jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus tanpa komplikasi
bronkitis kronik biasanya memiliki disabilitas yang ringan.