Anda di halaman 1dari 45

PRESENTASI KASUS KECIL

DM TIPE 2, EDEMA GENERALISATA, HIPERTENSI 

Disusun Oleh :

Evan Dionesia G G4A018018


Titis Pudyatika D.A G4A018021
Dyah Ayu Anastasya G4A018023
Fajar Budi Pratomo G4A018025
  
Pembimbing:
dr.Mamun, Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD MARGONO SOEKARJO


FAKULTAS KEDOKTERAN UNSOED
PURWOKERTO
2020
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. Sr
Umur : 56 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah
Alamat : Padamara 3/3 Purbalingga
Tanggal masuk RSMS : 25 Februari 2020
Tanggal periksa : 28 Februari 2020
No. CM : 02077440
RPS
Keluhan utama : bengkak seluruh badan
Keluhan lain : Kadang dirasakan sesak, leher cengeng

RPS :
Pasien datang ke IGD RSMS tanggal 25 Ferbruari dengan
keluhan bengkak diseluruh badan. Keluhan tersebut dirasakan
menetap sudah sejak 1 minggu sebelum datang ke IGD RSMS
hingga mengganggu aktivitas namun tidak dirasakan nyeri.
Pasien juga mengeluhkan sesak napas. Sesak napas dirasakan
semakin berat saat pasien berbaring dan berkurang pada posisi
setengah duduk dan setelah diberikan oksigen. Keluhan sesak
tidak dipengaruhi oleh aktivitas, selain itu pasien juga
mengeluhkan bengkak pada kemaluan sejak 1 minggu yang lalu,
mual (-), muntah (-).
RPS
Pasien juga mengaku saat ini masih sering mengeluhkan
sering makan dan cepat lapar, serta mengeluhkan sering
merasa haus. Namun 1 tahun belakangan ini pasien tidak
merasakan penurunan berat badan secara drastis. Selain itu,
pasien pernah melakukan operasi debridement pada tungkak
kaki kanan karena luka DM, pada tahun 2019. Pasien juga
rutin kontrol ke poli Penyakit Dalam untuk penyakit gula sejak
tahun 2009 dan diberikan insulin, furosemide, valsartan,
kandesartan.
RPD RPK
Darah tinggi : diakui, rutin minum obat Darah tinggi : disangkal
DM : diakui, rutin kontrol Kencing manis : disangkal
Asma : disangkal Penyakit TB : disangkal
Penyakit jantung : disangkal
Alergi obat : disangkal
Penyakit ginjal : disangkal
TB : disangkal
Penyakit hati : disangkal
Penyakit jantung : disangkal
Penyakit ginjal : disangkal
Riwayat operasi : diakui, debridement 2019
R. Sosial Ekonomi
• Pasien tinggal di rumah hanya bersama dengan seorang istri
• Rumah pasien berdinding tembok dan berlantai keramik dengan ventilasi yang cukup.
• Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduk
• Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga dekat dan baik

• Pasien mengaku makan sehari 2-3 kali sehari, dengan sedikit nasi,
sayur dan lauk pauk.
• Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol, ataupun
mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
• Pasien mengaku sudah mengurangi kebiasaan mengemil dan sering
jalan pagi di sekitar rumah. Sebelumnya pasien kurang berolahraga
serta suka mengemil gorengan atau makanan ringan.
Pemeriksaan Fisik
Vital sign
TD: 160/90 mmHg RR : 24x/menit
Nadi : 88x/menit Suhu: 36.9 oC
Status Generalis :
KU/Kesadaran : sakit sedang/ CM
Kepala : Mesocephal, simetris, tanda radang (-), rambut hitam dan tidak
mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), RC (+/+), pupil isokor 4mm/4mm
Hidung : discharge (-/-), deformitas (-), Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa kering (-)
Telinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-)
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Px Thorax
Pulmo : Cor :
• Inspeksi: • Inspeksi:
• Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-), Ictus cordis tidak tampak, pulsasi epigastrium (-),
ketinggalan gerak (-), jejas (-) pulsasi parasternal (-)
• Palpasi: • Palpasi:
• Vokal fremitus sinistra = dextra Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula
• Perkusi: sinistra dan kuat angkat (-)
• Redup di bagian basal paru • Perkusi:
• Auskultasi: Batas atas kanan : SIC II LPSD
• Suara dasar vesikuler (+menurun/+menurun), Batas atas kiri : SIC II LPSS
RBH (-/-), RBK (-/-), wheezing (-/-), ekspirasi Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
memanjang (-)
Batas bawah kiri : SIC V LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, Gallop (-),
murmur (-)
Px Abdomen :
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus sulit dinilai
Perkusi : Pekak, tes pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi : undulasi (-), nyeri tekan (-)

Hepar : tidak teraba besar


Lien : tidak teraba besar

Ekstremitas:
Superior : Edema (+/+) pitting, akral dingin (-/-), sianosis (-/-)
Inferior : Edema (+/+) pitting, akral dingin (-/-), sianosis (-/-)
Lab
Darah
Hasil
Ro Thorax
25/02/20

Kesan:

a. Pancardiomegaly dd/
efusi pericardium

b. Gambaran edema
pulmonum disertai
bronkopneumonia
Diagnosis
• DM Tipe 2
• Edema Generalisata
• Hipertensi
Tatalaksana
Farmakologi Nonfarmakologi
1.Mobilisasi
1. O2 3 lpm NK
2.Edukasi: penyebab penyakit, perjalanan
2. IVFD NaCl 0.9% 12 tpm penyakit, pengobatan, pencegahan
3. Nebulizer combivent / 8 jam penularan dan prognosis.
4. Furosemide pump 10 mg / jam 3.Memberi edukasi pada keluarga untuk ikut
mendukung pasien agar teratur minum
5. Inj Ranitidin 1 amp / 12 jam
obat karena pengobatan jangka panjang.
6. Spironolakton 1x50 mg 4.Gaya hidup sehat
7. Kalsartan 1x80 mg
8. Herbersser 1x100 mg Monitoring
9. Salep hidrokortison/betametason 1) Keadaan umum dan kesadaran, tanda vital
2) Evaluasi klinis setiap hari, meliputi keluhan,
3x1
berat badan, pemeriksaan fisik, dan hasil
laboratorium
• Ad vitam : Dubia
Prognosis • Ad fungsionam : Dubia
• Ad sanationam : Dubia ad Malam
PERKEMBANGAN
PASIEN
TINJAUAN PUSTAKA
DIABETES MELITUS
Definisi
DM merupakan suatu kelompok disfungsi metabolik kronik yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2015)

Etiologi
Diabetes Melitus adalah gangguan multisystem yang disebabkan oleh defesiensi insulin
atau kerja insulin yang tidak adekuat yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam
darah atau hiperglikemi.
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu (Buraerah, 2010):
• Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll)
• Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pancreas
• Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer

Klasifikasi
• DM tipe 1  Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
• DM tipe 2  Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM)
• Diabetes gestasional  terjadi pada seorang ibu yang sedang hamil biasanya muncul
pada minggu ke-24
Patofisiologi
1. DM tipe 1
• factor genetic
Ahli kesehatan juga menyebutkan DM
merupakan penyakit yang terpaut
kromosom seks atau kelamin
• faktor imunologi
Adanya respons autoimun antibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen
• faktor lingkungan
virus penyebab DM adalah rubela,
mumps, dan human coxsackievirus B4
Patofisiologi
2. DM tipe 2
Faktor resiko
• Usia
• Obesitas
• Riwayat Keluarga DM
Patofisiologi
3. DM Gestasional

Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat dari perubahan hormon:


estrogen-progesteron, plasenta laktogen, insulinase plasenta  merusak
insulin ibu hamil  menyebabkan retensi insulin  peningkatan suplai
asam amino dan glukosa (hiperglikemia)
Dampak Defisiensi insulin dan Hiperglikemia

Dampak defisiensi insulin dan hiperglikemia :


a. Ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine yang disebut dengan glukosuria.
Ekskresi glukosa ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan atau disebut diuresis osmotic, disertai poliuria dan rasa haus dan
lapar sehingga terjadi polidipsi dan polifagi.
b. glukosaria terus menerus memicu stress filtrasi ginjal yang menyebabkan
kebocorsn protein dan darah ke urin. Akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah
ginjal meningkat → stimulus untuk terjadinya nefropati → gagal ginjal
c. mengganggu metabolisme protein lemak → penurunan BB, kelelahan
d. peningkatan produksi keton (produk samping pemcahan lemak) akibat
glukoneogenesis → mengganggu keseimbangan asam basa → ketoasidosis
PENEGAKAN DIAGNOSIS
• Gejala klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan BB yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.
• Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
• Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. (PERKENI, 2015)
Pemeriksaan Penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus Tipe-2
(DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala klasik
DM yaitu (PERKENI, 2015):
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m2 yang disertai
dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau
mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG)
e.Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi).
f.HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g.Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h.Riwayat prediabetes.
i.Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j.Riwayat penyakit kardiovaskular.
2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.
klasifikasi DM berdasarkan nilai indikator (PERKENI, 2015

klasifikasi DM berdasarkan GDP dan spesimen (PERKENI, 2015)


TATALAKSANA
4 pilar dalam penatalaksanaan DM tipe 2 :
1. Edukasi
- meliputi memberikan pengetahuan pemantauan glukosa mandiri
2. Terapi gizi medis
- pengaturan makan yang benar dan tepat baik dalam hal jadwal, jenis dan jumlah makanan
3. Latihan jasmani
- latihan sekitar 3-4 kali dalam seminggu dengan durasi kurang lebih 30 menit.
4. Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis dilakukan apabila sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani selama 2 –4 minggu. Intervensi farmakologis yang
diberikan dapat berbentuk oral maupun suntikan
Intervensi Farmakologis
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
OHO Golongan Mekanisme
Pemicu sekresi insulin sulfonilurea meningkatkansekresi insulin endogen dengan cara berikatan
(Glibenklamid, klorpropamid, dengan reseptor sulfonilurea spesifik pada sel β pankreas
glimepirid, dan gliburid)
glinid (repaglinid dan nateglinid) meningkatkan sekresi insulin. Glinid mampu menurunkan
nilai A1C sekitar 0,7%. efek hipoglikemi lebih ringan dari
dulfonilurea
Meningkatkan sensitivitas Tiazolidindion meningkatkan sensivitas reseptor insulin di jaringan dan hati
terhadap reseptor insulin dengan berikatan pada peroxisome proliferative activated
receptor gamma (PPAR-ᵧ)
menghambat Biguanid mengurangi produksi glukosa hati atau disebut
glukoneogenesis (Metformin) glukoneogenesis
penghambatan alfa Akarbose mengurangi absorpsi glukosa di usus halus
glukosidase
DPP-IV inhibitor linagliptin dan sitagliptin menghambat enzim DPP-IV sehingga meningkatkan GIP
dan GLP-1 dalam bentuk aktif dalam sirkulasidarah yang
pada akhirnya akan memperbaiki sekresi insulin
Intervensi Farmakologis
2. Suntikan
a. Insulin b. Agonis reseptor GLP-1
Indikasi (Perkeni, 2015): (glucagon-like peptide-1)
• Penurunan berat badan yang cepat.
• Ketoasidosis diabetik • Mekanisme aksi golongan obat ini
• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis. yaitu berikatan dengan reseptor GLP-
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat 1 sehingga meningkatkan sekresi
• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik. insulin.
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal. • Contoh obat golongan ini adalah
• Stress berat seperti infeksi sistemik, operasi liraglutid. Agonis reseptor GLP-1
besar, IMA, stroke. mampu menurunkan nilai A1C
• Kehamilan dengan diabetes melitus (diabetes sebesar 1,0 %.
melitus gestasional) yang tidak terkendali • Efek samping yang mungkin terjadi
dengan pengaturan makan. adalah kehilangan berat badan, mual
• Gangguan ginjal atau hati yang berat. dan muntah
• Kontraindikasi atau pasien mengalami alergi
ketika menggunakan OHO
KOMPLIKASI

Komplikasi metabolik akut

a. hipoglikemia
b. ketoasidosis diabetikum
c. Sindrom HHNK (koma hiperglikemia
hiperosmoler nonketotik) Komplikasi metaboik kronik

a. Komplikasi pembuluh darah kecil


(mikrovaskuler) : retinopati, nefropati
diabetik, neuropati diabetik
b. Komplikasi pembuluh darah besar
(makrovaskuler) : PJK, penyakit
serebrovaskuler,
HIPERTENSI
HIPERTENSI Faktor Risiko
1. Faktor-faktor yang tidak dapat
Definisi (Wade et al, 2003) dimodifikasi antara lain faktor genetik,
umur, jenis kelamin.
Keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
mmHg. Tekanan darah diukur dengan
meliputi stres, obesitas dan nutrisi.
spygmomanometer yang telah dikalibrasi
dengan tepat (80% dari ukuran manset
menutupi lengan) setelah pasien beristirahat
nyaman, posisi duduk punggung tegak atau
terlentang paling sedikit selama 5 menit sampai
30 menit setelah merokok atau minum kopi
KLASIFIKASI
Gejala klinis penderita hipertensi

Sakit kepala Berdasarkan Klasifikasi JNC VII

Pusing

Jantung berdebar

Tekuk terasa berat

Sukar tidur

Sesak nafas

Telinga berdenging
Patofisiologi Hipertensi (Price., 2006)
Deteksi Faktor Risiko Hipertensi (Price,2006)
Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri, riwayat
penyakit, riwayat anggota keluarga, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti
merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga,
dan lain-lain)

Pengukuran tekanan darah

Pengukuran indeks antropometri, seperti pengukuran berat badan dan tinggi


badan

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin, bertujuan menentukan


adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya
diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah
puasa, kolesterol total, kolesterol HDL). Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain,
seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan
ekokardiografi
Tata Laksana
Target tekanan darah : 140/90 mmHg, 130/80
mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal
kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen
penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80 mmHg
untuk pasien dengan gagal jantung (AHA,2011)

National Kidney Foundation (NKF), target


tekanan darah yang harus dicapai adalah
130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit
Add Contents Title ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg
untuk pasien dengan > 1 g proteinuria
ALUR PENANGANAN
HIPERTENSI
(JNC 7)
MODIFIKASI GAYA
HIDUP MENCEGAH
HIPERTENSI
TERAPI
FARMAKOLOGI
Kombinasi obat yang terbukti efektif dan dapat ditoleransi

1) CCB dan BB
Terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 2) CCB dan ACEI atau ARB
3) CCB dan diuretika
1) Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz)
4) AB dan BB
atau Aldosteron Antagonist
5) Kadang diperlukan tiga atau empat
2) Beta Blocker (BB)
kombinasi obat
3) Calcium Chanel Blocker atau Calcium
antagonist (CCB)
4) Angiotensin Converting Enzym Inhibitor
(ACEI)
5) Angiotensin II Receptor Blocker atau
Areceptor antagonist/blocker (ARB)
INDIKASI-KONTRAINDIKASI OBAT ANTI HIPERTENSI
TATALAKSANA
HIPERTENSI
JNC 7
PROGNOSIS
KOMPLIKASI HIPERTENSI Terapi dengan kombinasi perubahan
Definisi (Wade et al, 2003) gaya hidup dan obat-obatan
antihipertensi biasanya dapat menjaga
tekanan darah pada tingkat yang tidak
akan menyebabkan kerusakan pada
jantung atau organ lain. Kunci untuk
menghindari komplikasi serius dari
hipertensi adalah mendeteksi dan
mengobati sebelum kerusakan terjadi
Thank You

Anda mungkin juga menyukai