Anda di halaman 1dari 112

FARMAKOLOGI

IDK 2

SRI KARYATI, M.KEP.NS SP KEP MAT


PENGGOLONGAN OBAT
A. BERDASAR PENANDAANNYA
• Obat Keras
• Obat Psikotropika
• Obat Narkotika
• Obat Bebas Terbatas
• Obat Bebas
• Jamu
1. Obat Keras
• Golongan obat keras ditandai dengan logo berbentuk lingkaran berwarna
merah bergaris tepi bewarna hitam, dan tulisan huruf K di dalamnya.
• Obat golongan ini hanya bisa diperoleh dengan resep dokter, karena efek
negatif yang mungkin ditimbulkan jika dikonsumsi tanpa pengawasan
tenaga kesehatan bersifat berat.
• Izin penjualannya ke pasien hanya diberikan kepada apotek atau rumah
sakit.
• Contoh obat-obatnya antara lain : antibiotik (amoksisilin, ampisilin,
sefadroksil), obat tekanan darah tinggi (captopril, amlodipin),
antidiabetes (glibenklamid, metformin), dan masih banyak lagi.
2. Obat Psikotropika
• Golongan obat psikotropika ditandai dengan logo yang sama dengan golongan
obat keras. Perbedaannya adalah obat psikotropika dapat menimbulkan efek
adiksi atau ketergantungan dan dapat mempengaruhi perilaku penggunanya.
• Dengan kata lain efek samping yang ditimbulkannya lebih berat dan lebih
berbahaya dibandingkan obat keras, maka perlu dibawah pengawasan tenaga
medis.
• Obat-obat ini sering disalahgunakan oleh orang-orang yang ingin
mendapatkan kesenangan sesaat.
• Contoh obat-obatnya yaitu : diazepam untuk obat penenang atau epilepsi,
fenobarbital untuk obat tidur atau penenang, obat -obat epilepsi, obat anti
depresi, dan lain sebagainya.
3. Obat Narkotika
• Golongan obat narkotika ditandai dengan logo berbentuk lingkaran dan
terdapat palang merah di dalamnya.
• Golongan obat ini dapat menimbulkan efek ketergantungan, karena itu
diperlukan pengawasan yang ketat.
• Hanya bisa diperoleh di apotek atau rumah sakit berdasarkan resep dokter.
• Apotek atau rumah sakit yang mendistribusikannya ke pasien, harus
memberikan laporan pada dinas kesehatan dan Balai POM setiap periode
tertentu.
• Contoh obat-obatnya adalah morfin untuk penghilang sakit yang sangat
berat, codein untuk obat batuk, dan lain-lain.
4. Obat Bebas Terbatas
• Golongan obat bebas terbatas ditandai dengan logo berbentuk lingkaran bewarna biru
bergaris tepi hitam.
• Disebut obat bebas terbatas karena pada dasarnya kehati-hatian di dalam penggunaannya
harus tetap dijaga.
• Tingkat keamanan penggunaannya lebih rendah dibandingkan golongan obat bebas.
• Biasanya diperuntukkan bagi penyakit-penyakit yang tergolong ringan. Obat bebas terbatas
awalnya merupakan golongan obat keras. Tetapi dengan pertimbangan keamanan di dalam
penggunaannya yang tidak tidak seberat obat keras kebanyakan, maka status obat ini
diturunkan
• Obat-obat tertentu bisa masuk dalam dua golongan obat, yakni keras dan bebas terbatas.
Yang membedakannya adalah besarnya dosis obat tersebut. Pada dosis kecil/tertentu obat
menjadi golongan bebas terbatas, sedangkan pada dosis yang lain, merupakan obat keras.
• Obat ini bisa diperoleh di apotek atau toko obat tanpa resep dokter.
5. Obat Bebas
• Golongan obat bebas ditandai dengan logo berbentuk lingkaran
bewarna hijau bergaris tepi hitam.
• Tingkat keamanan penggunaan obat ini lebih tinggi dibandingkan
empat golongan sebelumnya.
• Golongan obat ini dapat diperoleh di toko obat atau apotek tanpa
memerlukan resep dokter.
6. Jamu

• Golongan jamu ditandai dengan logo bertuliskan jamu yang terdapat pada
kemasan.
• Golongan obat 1 sampai 5 sudah melalui sejumlah penelitian ilmiah yang
panjang dengan khasiat yang dapat diprediksi dan terukur.
• Berbeda dengan jamu yang cara penggunaan dan khasiatnya didasarkan pada
pengalaman turun-temurun. Jamu yang telah diuji secara ilmiah dan
dinyatakan berkhasiat, maka jamu tersebut diberikan prediket fitofarmaka.
• Indonesia sampai saat ini baru memiliki beberapa obat yang tergolong
fitofarmaka, antara lain stimuno (obat perangsang pembentukan sistem
kekebalan tubuh) dan tensicap (obat anti hipertensi).
B. Penggolongan obat berdasarkan
mekanisme kerja obat
1. Obat yang bekerja pada penyebab penyakit, misalnya penyakit akibat
bakteri atau mikroba. Contoh: antibiotik.
2. Obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit.
Contoh: vaksin, dan serum.
3. Obat yang menghilangkan simtomatik/gejala, seperti meredakan nyeri.
Contoh: analgesik.
4. Obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi-fungsi zat yang
kurang. Contoh: vitamin dan hormon.
5. Pemberian placebo adalah pemberian obat yang tidak mengandung zat
aktif, khususnya pada pasien normal yang menganggap dirinya dalam
keadaan sakit. Contoh: aqua pro injeksi dan tablet placebo.
C. Penggolongan obat berdasarkan lokasi
pemakaian

1. Obat dalam
yaitu obat-obatan yang dikonsumsi peroral (melalui mulut).
Contoh: tablet antibiotik, parasetamol
2. Obat luar
yaitu obat-obatan yang dipakai secara topikal/tubuh bagian luar.
Contoh: sulfur salep, caladine, dan lain-lain.
D. Penggolongan Berdasar Bentuk Obat
• Padat • Cair
• Tablet • Larutan (solutio)
• Kapsul • Elixir
• Kaplet • Sirup
• Pil • Emulsi
• Serbuk • Suspensi
• supositoria • Injeksi
• Guttae
• Galenik
• Gas • Ekstrak
• Immunosera
Macam bentuk obat padat
1. Tablet.
• Tablet merupakan sediaan obat berbentuk bundar atau pipih.
Tablet paling sering dijumpai di Indonesia karena bentuk ini mudah
dan praktis dalam pemakaian, penyimpanan dan juga dalam
produksinya.
• Tablet tidak sepenuhnya berisi obat, biasanya tablet juga
dilengkapi dengan zat pelengkap atau zat tambahan yang berguna
untuk menunjang agar obat tepat sasaran.
Beberapa Zat Tambahan Tablet Berdasarkan
Kegunaannya
• Zat Pengisi. Zat pengisi pada sediaan obat berbentuk tablet berfungsi
untuk memperbesar volume tablet. Zat ini tidak mempengaruhi kerja
obat. Zat pengisi yang biasa digunakan dalam bentuk sediaan obat
tablet adalah: saccharum Lactis, Amylum manihot, calcii phoshas, dan
lain-lain.
• Zat Pengikat. Selain zat pengisi terdapat zat pelengkap lain yaitu zat
pengikat. Sesuai dengan namanya, zat pengikat ini berfungsi untuk
mempertahankan bentuk tablet agar tidak pecah atau retak, dan
merekatkan zat-zat yang ada di dalam obat tablet. Zat pengikat yang
umumnya digunakan dalam industri obat tablet adalah mucilage Arabici
dan solution methylcelloeum.
• Zat Pelicin. Zat pelicin di dalam tablet berguna Zat Penghancur. Di
dalam sediaan obat tablet juga terdapat zat penghancur yang
berfungsi memudahkan hancurnya obat dalam perut/lambung
sehingga dapat dengan mudah diserap oleh tubuh. Zat penghancur
yang biasa digunakan adalah: natrium alginat, gelatin, dan agar-agar.
• untuk mencegah agar tablet tidak lengket pada cetakan. Biasanya zat
pelicin yang digunakan dalam industri obat tablet adalah: Talcum 5%,
acidum strearicum, dan lain-lain.
Beberapa Jenis Bentuk Sediaan Tablet
• Tablet biasa. Tablet dicetak tanpa diberi lapisan apapun, pada umumnya obat tablet ini akan
diserap pada saluran pencernaan sehingga efek pengobatannya pun cepat dirasakan.
• Tablet kompresi. Tablet yang diproduksi dengan sekali tekan, iasanya terdapat zat tambahan.
Contoh: bodariexin.
• Tablet kompresi ganda. Tablet yang dalam proses produksinya mengalami penekanan dua kali.
Pada umumnya tablet bentuk ini akan terlihat berlapis. Contoh: decolgen
• Tablet yang dikempa. Tablet yang dicetak berbentuk silinder kecil.
• Tablet hipodermik. Tablet yang diproduksi dengan bahan-bahan yang mudah larut dalam air.
Contoh: atropin sulfat.
• Tablet sublingual. Tablet yang diminum dengan cara diletakan dibawah lidah. Contoh:
nitrogliserin
• Tablet bukal. Tablet yang diminum dengan cara meletakan obat di antara pipi dan gusi. Contoh:
progesteron.
• Tablet salut, antara lain:
• Tablet salut gula. Bentuk sediaan obat berbentuk tablet yang dilapisi dengan
lapisan gula. Hal ini dilakukan untuk melindungi obat dari udara, menjaga
kelembaban obat, dan memberikan rasa pada obat agar menghilangkan
gangguan bau dan rasa obat asli. Contoh: Pahezon
• Tablet salut film. Tablet salut film adalah tablet kempa yang disalut dengan salut
tipis, berwarna atau tidak dari bahan polimer yang larut dalam air yang hancur
cepat di dalam saluran cerna.
• Tablet salut enteric. Bentuk sediaan tablet yang dilapisi zat sehinga tidak hancur
terkenan HCL dalam lambung dan obat akan hancur di usus. Contoh: Voltare 50
mg, dan lain-lain.
• Tablet effervescent. Sediaan obat berbentuk tablet yang akan berbuih
jika terkena cairan, biasanya disimpan ditempat tertutup untuk menjaga
kelembabannya. Contoh: Redoxon
• Tablet diwarnai coklat. Bentuk sediaan obat yang dilapisi dengan
oksida besi, warna coklat ini didapatkan dari oksida besi. Contoh:
Sangobion.
• Chewable tablet. Tablet yang cara pemakaiannya harus dikunyah agar
meninggalkan efek enak di rongga mulut. Contoh: Antasida, fitkom
• Tablet hisap. Bentuk sediaan tablet yang diminum dengan cara dihisap
untuk pengobatan di rongga mulut dan tenggorokan. Contoh: FG
Troches, Ester C, dan lain-lain
Macam bentuk obat padat

2. Kapsul. Kapsul merupakan sediaan obat padat dikemas ke dalam


sebuah cangkang berbentuk tabung keras maupun lunak yang
dapat larut. Tabung kapsul in biasanya terbuat dari gelatin, pati,
dan lain-lain. Contoh: kapsida, incidal, dan lain-lain.
3. Kaplet. Bentuk sediaan obat kaplet (kapsul tablet) merupakan
sediaan berbentuk tablet yang dibungkus dengan lapisan gula dan
pewarna menarik. Lapisan warna dan gula ini bertujuan untuk
menjaga kelembaban dan menjaga agar tidak tekontaminas
dengan HCL di lambung.
Macam bentuk obat padat

4. Pil. Sediaan obat berbentuk bundar dengan ukuran yang kecil. Ada beberapa variasi dari
pil, antara lain: granulae, pilulae, dan boli.
5. Serbuk. Sediaan obat yang berbentuk remahan yang merupakan campuran kering obat
dan zat kimia yang dihaluskan. Serbuk terbagi menjadi serbuk granulae dan serbuk
effervescent. Sama seperti tablet effervescent, serbuk effervescent juga akan
mengeluarkan buih ketika bercampur dengan air. Contoh: adem sari, jesscool, dan lain-
lain.
6. Supositoria. Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu
tubuh. Tujuan pengobatan yaitu
• Penggunaan lokal bertujuan untuk memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan
inflamasi karena hemoroid.
• Penggunaan sistemik seperti: aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin untuk anti muntah,
chloral hydariat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk analgenik antipiretik.
Sediaan obat cair
1. Larutan (Solutio). Solutio merupakan larutan obat yang merupakan
campuran homogen yang terdiri dari 2 zat kimia obat atau lebih.
2. Elixir. Elixir adalah suatu larutan yang mengandung alkohol dan diberi
pemanis, mengandung obat dan diberi bahan pembau.
3. Sirup. Sirup merupakan larutan zat kimia obat yang dikombinasikan
dengan larutan gula sebagai perasa manis. Biasa digunakan untuk obat
dan suplemen anak-anak.
4. Emulsi. Emulsi merupakan campuran dari zat kimia yang larut dalam
minyak dan larut dalam air. Untuk membuat obat dengan sediaan emulsi
dibutuhkan zat pengemulsi atau yang biasa disebut dengan emulgator
agar salah satu zat cair dapat terdispersi dalam zat cair yang lain.
5. Suspensi. Merupakan campuran obat berupa zat padat yang kemudian
terdispersi dalam cairan. Biasanya pada petunjuk penggunaan obat
terdapat keterangan: “dikocok dahulu”. Suspensi terbagi ke dalam
berbagai jenis berdasarkan cara pemakaiannya: suspensi oral,
suspensi topikal, suspensi optalmik, dan lain-lain.
6. Injeksi. Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi
atau serbuk yang harus dilaruntukan atau disuspensikan lebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya yaitu
kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat
menerima pengobatan melalui mulut
6. Guttae. Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau
suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan
dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang
menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan
penetes beku yang disebuntukan Farmacope Indonesia. Sediaan
obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae
Oris (tetes mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae
Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
7. Galenik. Galenik adalah sediaan obat berbentuk cairan yang
merupakan sari dari bahan baku berupa hewan atau tumbuhan. I
8. Extract. Ekstrak merupakan sediaan obat berbentuk cairan pekat
yang didapatkan dari pengekstraksian zat dari nabati maupun
hewani yang kemudian diberi pelarut
9. Immunosera. Sediaan obat berbentuk cairan berisikan zat
immunoglobin yang diperoleh dari serum hewan lalu dimurnikan.
Biasanya Immunosera digunakan untuk menetralisir racun hewan
serta sebagai penangkal virus dan antigen.
Sediaan Gas/Uap
• Obat dengan bentuk sediaan gas/uap biasanya digunakan untuk
pengobatan penyakit pernapasan dan cara pemakaiannya dengan
inhalasi.
• Bentuk sediaan gas/uap dibuat agar partikel obat menjadi kecil
sehingga lebih mudah dan cepat diabsorbsi melalui alveoli dalam
paru-paru dan membran mukus dalam saluran pernapasan.
• Obat dengan sediaan bentuk gas biasanya dibungkus dengan alat
khusus seperti vaporizer dan nebulizer.
E. Penggolongan obat berdasarkan efek yang
ditimbulkan
• Sistemik: obat atau zat aktif yang masuk ke dalam peredaran darah.
• Lokal: obat atau zat aktif yang hanya
berefek/menyebar/mempengaruhi bagian tertentu tempat obat
tersebut berada, seperti pada hidung, mata, kulit, dan lainlain.
F. Penggolongan obat berdasarkan asal obat

• Alamiah: obat obat yang berasal dari alam (tumbuhan, hewan dan
mineral) seperti, jamur (antibiotik), kina (kinin), digitalis (glikosida
jantung). Dari hewan: plasenta, otak menghasilkan serum rabies,
kolagen
• Sintetik: merupakan cara pembuatan obat dengan melakukan reaksi-
reaksi kimia, contohnya minyak gandapura dihasilkan dengan
mereaksikan metanol dan asam salisilat
G. Klasifikasi obat
1. Obat Generik (unbranded drugs). Obat generik adalah obat dengan nama generik
sesuai dengan penamaan zat aktif sediaan yang ditetapkan oleh farmakope
indonesia dan INN (International non-propietary Names) dari WHO, tidak memakai
nama dagang maupun logo produsen. Contoh amoksisilin, metformin dan lain-lain.
2. Obat Generik berlogo. Obat generik berlogo adalah Obat generik yang
mencantumkan logo produsen (tapi tidak memakai nama dagang), misalkan
sediaang obat generik dengan nama amoksisilin (ada logo produsen Kimia Farma).
3. Obat Nama dagang (branded drugs). Obat nama dagang adalah obat dengan nama
sediaan yang ditetapkan pabrik pembuat dan terdaftar di departemen kesehatan
negara yang bersangkutan, obat nama dagang disebut juga obat merek terdaftar.
Contoh: amoksan, diafac, pehamoxil, dan lain-lain.
4. Obat Paten. Adalah hak paten yang diberikan kepada industri farmasi pada
obat baru yang ditemukannya berdasarkan riset Industri farmasi tersebut
diberi hak paten untuk memproduksi dan memasarkannya, setelah melalui
berbagai tahapan uji klinis sesuai aturan yang telah ditetapkan secara
internasional. Obat yang telah diberi hak paten tersebut tidak boleh
diproduksi dan dipasarkan dengan nama generik oleh industri farmasi lain
tanpa izin pemilik hak paten selama masih dalam masa hak paten.
5. Obat Mitu/Obat me-too. Obat mitu atau obat me-too adalah obat yang
telah habis masa patennya yang diproduksi dan dijual pabrik lain dengan
nama dagang yang ditetapkan pabrik lain tersebut, di beberapa negara
barat disebut branded generic atau tetap dijual dengan nama generik.
6. Obat Tradisional. Obat tradisional adalah obat jadi yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan
mineral atau sediaan galenik, obat berdasarkan pengalaman empiris turun temurun.
7. Obat Jadi. Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk,
emulsi, suspensi, salep, krim, tablet, supositoria, klisma, injeksi dll yang mana bentuk obat
tersebut tercantum dalam farmakope Indonesia.
8. Obat Baru. Obat baru adalah obat yang terdiri dari satu atau lebih zat, baik yang berkhasiat
maupun tidak berkhasiat misalnya lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu, atau
komponen lainnya yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat dan keamanannya
9. Obat Esensial. Obat esensial adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk pelaksanaan
pelayanan kesehatan masyarakat banyak, meliputi diagnosa, profilaksi terapi dan rehabilitasi,
misalkan di Indonesia : obat TBC, antibiotik, vaksin, obat generik dan lain-lain.
10. Obat Wajib Apotek. Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diperoleh di apotek
tanpa resep dokter, diserahkan oleh apoteker.
FARMAKODINAMIK
FARMAKODINAMIK
“Bagian ilmu Farmakologi yang mempelajari efek
biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya.”

• Tujuan mempelajari farmakodinamika adalah:


1. Meneliti efek utama dari suatu obat
2. Mengetahui interaksi obat dengan sel
3. Mengetahui urutan peristiwa serta efek dan
respon yang terjadi.
• Dasar terapi obat yang rasional, yaitu:
1. Tepat Penderita
2. Tepat obat
3. Tepat diagnosis
4. Tepat indikasi
5. Tepat dosis, pemberian dan lamanya terapi
6. Tepat informasi
7. Tepat evaluasi
Mekanisme kerja obat
• Pada dasarnya ada 4 macam mekanisme kerja obat yaitu :
1. Interaksi obat-reseptor : adrenergik,kolonergik,
steroid opioid , allopurinol (enzymatic)
2. Substrat-enzim : allopurinol, aspirin, kaptoperil,
digoksin dll
3. Membuka-menutup ion channel : antagonis kalsium
4. Merusak sistem sel → Cytotoxic : antibiotik dan anti
kanker
Faktor Yang Mempengaruhi
Respons Klinis Pengguna Obat
 Penyakit
 Faktor fisiologis
 Interaksi obat
 Interaksi obat-makanan
RESEPTOR
Reseptor adalah makromolekul (protein) di permukaan / di
dalam sitoplasma sel yg mengenal & mengikat molekul spesifik,
menghasilkan efek khusus pada sel.
Interaksi Obat-Reseptor

 Persyaratan untuk interaksi obat-reseptor adalah


terbentuknya kompleks obat-reseptor.
 Pembentukan kompleks obat dengan reseptor tergantung
pada afinitas obat (kemampuan obat berikatan dengan
reseptor)
 Kemampuan suatu obat untuk menimbulkan suatu efek
disebut aktivitas instrisik.
 Ikatan obat dg reseptor →ikatan ion, hidrogen, hidrofobik,
van der Walls, kovalen, atau campuran →reversibel.
AGONIS

• Suatu obat yg efeknya menyerupai senyawa endogen dan


memiliki baik afinitas maupun aktivitas instrisik.

• Obat yg bisa “pas” menduduki reseptor & mengaktifkan


reseptor tsb shg menghasilkan efek farmakologis.

• Ex : salbutamol →agonis β2
petidin →agonis opioid
dopamin →agonis dopamin
ANTAGONIS
Obat yg struktur kimianya mirip dg suatu hormon, yg mampu
menduduki sebuah reseptor yg sama tapi tidak mampu
mengaktifkan reseptor tsb sehingga tidak menimbulkan efek
farmakologis & menghalangi ikatan reseptor dg agonisnya
secara kompetitif shg kerja agonis terhambat.

• Antagonis dibedakan menjadi :


Antagonis kompetitif
Antagonis tak kompetitif
Antagonis fungsional
Antagonis kimia
Antagonis Kompetitif
Antagonis kompetitif hampir sama halnya dengan agonis
karena berikatan dengan reseptor tertentu.

Perbedaannya dengan agonis, senyawa ini tidak mampu


menimbulkan efek karena tidak dapat menunjukan sifat
instrinsik.

Agonis dan antagoni kompetitif bersaing untuk menduduki


suatu reseptor sehingga masing-masing dapat mengusir
yang lain dari reseptor akibat knaikan konsentrasi salah
satu senyawa.
Antagonis tak kompetitif

Agonis tak kompetitif mampu melemahkan kerja agonis


dengan cara yang berbeda.

Terjadi perubahan konformasi makromolekul sehingga untuk


agonis pada tempat reseptornya berubah.

Pengaruh antagonis tak kompetitif yang berikatan dengan


reseptor tidak dapat dihilangkan walaupun konsentrasi agonis
diperbesar.
Antagonis fungsional

Antagonis fungsional apabila antagonis ini sebagai agonis


melalui efeknya yang berlawanan menurukan kerja suatu
agonis kedua yang berkerja pada sistem sel yang sama tapi
reseptornya berbeda.

Antagonis ini sangat penting terutama dalam menangani


kelebihan dosis dan kercunan. Ex: Menghilangkan kerja
heparin dengan protamin sulfat. Morfin Vs Naloxon
Antagonis Kimia
• Senyawa yang bereaksi secara kimia dengan zat
berkhasiat dan dengan demikian mengaktivasinya,
tidak tergantung dengan reseptor.
Contoh :
• Beta-blockers (propranolol, metoprolol) →menghambat
reseptor beta pd saraf simpatik/adrenergik.

• antihistaminika →memblokir reseptor H1

• Simetidin/ranitidin(H2-antagonis) →memblokir reseptor H2 (di


lambung).

• Allopurinol (enzim blockers) →merebut tempat xantin di enzim


xantinoksidase shg sintesa xantin/asam urat dihambat.
EFEK TERAPEUTIK

1.Terapi Kausal : penyebab penyakit ditiadakan (pemusnahan


kuman, virus, parasit). Ex : antibiotika, fungisida, dll.

2.Terapi Simptomatis : gejala penyakit diobati & diringankan,


penyebab yg lebih mendalam tidak dipengaruhi (mis :
kerusakan organ / saraf). Ex : analgetika, antihipertensi.

3.Terapi Substitusi : obat menggantikan zat lazim yg dibuat oleh


organ tubuh yg sakit. Ex : insulin (DM), karena produksi insulin
oleh sel β pd pankreas berkurang.
Efek Terapeutis Obat Tergantung Faktor :

Cara & bentuk pemberian obat

Farmakokinetik (A,D,M,E)

Kondisi fisiologi pasien (fungsi hati, ginjal, usus, peredaran darah)

Faktor individual (ras, kelamin, luas permukaan tubuh).


PLASEBO
• Pengobatan dg sugesti/kepercayaan terhadap tenaga kesehatan
& obat yg diberikan.

• Obat plasebo tidak mempunyai kegiatan farmakologis, hanya


untuk menyenangkan/menenangkan pasien yg menurut
diagnosa dokter tidak ada kelainan organis atau untuk
menguatkan moral pasien yg tidak dapat disembuhkan lagi.

• Zat in aktif dalam plasebo : laktosa + kinin + pewarna.

• Efek nyata plasebo pd obat tidur, analgetik, obat asma, obat kuat.
ADVERSE DRUG REACTION
(EFEK OBAT YG TAK DIINGINKAN )

Setiap efek yg tidak dikehendaki yg merugikan /


membahayakan pasien (adverse reaction) dari suatu
pengobatan.
Efek
1. Efek Samping
Efek suatu obat yg tidak diinginkan untuk tujuan terapi dg
dosis yg dianjurkan. Obat yg ideal adalah yg bekerja cepat,
selektif, untuk tempat tertentu & hanya berkhasiat terhadap
penyakit tertentu tanpa aktivitas lain. pada suatu saat ES dapat
sebagai efek utama.
Contoh:
 Asetosal, ES : mengencerkan darah (merintangi
penggumpalan trombosit), bermanfaat untuk prevensi
sekunder infark otak / jantung.
 Promethazin (antihistamin), ES : efek sedatif, dikembangkan
sbg psikofarmaka gol. Klorpromazin.
2. Efek Tambahan / Sekunder
• efek tidak langsung akibat efek utama obat. cont : penggunaan
antibitika (A.B) spectrum luas / fungistatik mengganggu bakteri
usus yg memproduksi vitamin, tjd defisiensi vitamin, diberi vit.
B komplek.

3. Idiosinkrasi
• efek abnormal dari obat terhadap seseorang, disebabkan
kelainan faktor genetik pada pasien yg bersangkutan. ex :
pengobatan malaria dg primaquin / pentaquin (pada orang
kulit hitam afrika) menyebabkan anemia hemolitik.
4. ALERGI
• Reaksi khusus antara antigen dari obat dg antibodi tubuh.
• Umumnya timbul pada dosis sangat kecil & tidak dapat dikurangi dg
menurunkan dosis.
• Contoh zat alergen : penisillin topikal, makromolekul (protein asing),
heparin, vaksin, anestesi lokal (prokain), obat dg struktur kimia sama dapat
terjadi alergi silang, mis : derv. Penisilin & derv. Sefalosporin.
• Gejala alergi : urtikaria & rash (kulit),
hebat : -demam, serangan asma, shock anafilaktik.
-steven johnson syndrome (erythema bernanah ganas,
demam, fotosensibilisasi, mortalitas tinggi).
-anemia aplastis (kloramfenikol).
5. Efek toksik
bila obat digunakan dalam dosis yg tinggi menunjukkan gejala toksik. bila dosis
dikurangi, efek toksik berkurang. (pembahasan toksikologi)
6. Efek teratogen
 efek obat pada dosis terapetik untuk ibu dapat mengakibatkan cacat pada janin.
Contoh : talidomid →focomelia
tetrasiklin →mengganggu pertumbuhan tulang & gigi.
INTERAKSI OBAT

Terbagi 3 kategori:
1. Interaksi farmaseutik /Inkompatibilitas
2. Interaksi farmakokinetik
3. Interaksi farmakodinamik
Interaksi Farmaseutik/Inkompatabilitas
Terjadi diluar tubuh
Obat saling tidak tercampur
Interaksi secara fisika/kimia
Kadang dapat diamati [endapan, perubahan warna, timbul gas,
lembab pada serbuk dll.]
 Lebih sering menyebabkan in aktivasi obat
interaksi antar obat suntik [obat/vehicle]
interaksi obat suntik dgn cairan infus

Obat A Obat B Efek


Gentamisin Karbenisilin Inaktif
Penisilin G vitamin C Inaktif
Amfoterisin B garam fisiologis/ringer Endapan
Fenitoin dekstrosa 5 % Endapan
Interaksi Farmakokinetik

Terjadi jika salah satu obat mempengaruhi ADME obat


kedua, sehingga kadar plasma obat kedua meningkat
atau menurun → toksisitas ↑ dan efektivitas ↓
• Interaksi Farmakokinetik dibagi dalam :

a. Interaksi dalam Absorbsi


b. Interaksi dalam Distribusi
c. Interaksi dalam Metabolisme
d. Interaksi dalam Eksresi
• Interaksi dalam Absorbsi
a. Interaksi langsung
Interaksi fisika atau kimia antar obat dlm lumen GI sebelum
abs dpt mengganggu proses penyerapan obat
(Umumnya abs obat akan menurun)
Ini dpt diatasi dgn mengatur jarak pemberian ke dua obat

Contoh :
Tetrasiklin dgn kation polivalen (Ca, Mg, Al, Fe)→komplek
Digoksin, digitoksin dgn Adsorbensia (carb adsorben, kaolin)
b. Perubahan pH cairan GI
• Cairan GI yang alkalis (akibat antasida, H2 Bloker atau
penghambat pompa Proton→ ↑kelarutan obat brsft asam dan
↓kelarutan obat brsft basa.

Obat A Obat B Efek


Antasid, H2 Bloker Aspirin, Glibenklamid, Kelarutan obat B
Pnghmbt pompa proton Gliplizid, Tolbutamid Absorbsi obat B
Antasid Fe pH lambung Abs obat B
Vitamin C Fe pH lambung Abs obat B
c. Perubahan wkt pengosongan lambung dan transit usus

Semakin cepat obat sampai di usus (cpt pengosongan lambung)


Semakin cepat pula obat di absorbsi sehingga kdr dlm darah cpt meningkat
Demikian sebaliknya……

Obat yang memperpendek waktu transit usus (WTU) akan mengurangi jumlah
absorbsi obat (biovavailabilitas menurun)
Demikian sebaliknya……

Obat A Obat B Efek


Metoklopramid, laksan, Parasetamol, Diazepam, Obat A memperpendek PL
Mg(OH)2 dlm antasid Propanolol Mempercpat absobsi obat B
sda Digoksin, Prednison, Obat A memperpendek WTU
Dikumarol Bioavailabilitas obat B
d. Efek toksik pada saluran GI

Terapi dengan Asam mefenamat, Neomisin dan Kolkisin menyebabkan


sindrom malabsorbsi sehingga absorbsi obat lain terganggu

Obat A Obat B Efek


Neomisin Vitamin B12, Penisilin V, Obat A me – i absorb obat B
Digoksin
• Interaksi dalam distribusi
• Interaksi Dengan Ikatan Protein Plasma
 Terjadi kompetisi obat untuk berikatan dengan protein yang sama karena jumlah protein
darah terbatas

 Tergantung kadar dan afinitas obat, maka ikatan obat A dg protein dapat digeser oleh obat B
sehingga efek/toksisitas obat A.

Obat A Obat B Efek


Warfarin Fenilbutazon, Salisilat, Fenitoin, Pendarahan
as. Mefenamat, Sulfinpirazol dll
Tolbutamid, Klorpropamid Fenilbutazon, Salisilat Hipoglikemik
Fenitoin Fenilbutazon, Salisilat, valproat Toksisitas Fenitoin
•Interaksi dalam metabolisme
1. Hambatan Metabolisme

SUBSTRAT PENGHAMBAT EFEK


Siklosporin Ketokonazol, Ertromisin, Kadar siklosporin
Verapamil Dosis
Metoprolol Quinidin Kadar Metoprolol , Bradikardia
Fenitoin Simetidin Kadar Fenitoin

2. Induksi Metabolisme

SUBSTRAT PENGINDUKSI EFEK


Siklosporin Rifampisin Kadar siklosporin
Imunosupresi
Teofilin Fenobarbital, Merokok Kadar Teofilin , Dosis

Parasetamol Etanol, INH Hepatotoksisik


3. Gangguan Eksresi empedu dan Sirkulasi Enterohepatik

SUBSTRAT PENGHAMBAT EFEK


Rifampisin Probenesid Ekskresi rifampisin
Estogen (Kontrasepsi oral) Antibiotik Spektrum luas Daya reabsorbsi
• Interaksi dalam eksresi
1.Obat-obat yang dapat merusak ginjal, jika diberikan bersama
obat lain yang eliminasinya terutama melalui ginjal akumulasi
akan meningkat → toksik

Obat A Obat B Efek


Amfoterisin B flusitosin Kadar flusitosin
Depresi sumsum tulang
Aminoglikosida ,siklosporin digoksin Kadar digoksin dan Efek toksik
2. Kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal

3. Perubahan pH urin

4. Perubahan kesetimbangan Na tubuh total

Obat A Obat B Efek


2. Digoksin Kuinidin,Verapamil, sekresi digoksin di tub ginjal
dan abs di usus halus
3. Salisilat Na bic Nabic membasakan urin
Ionisasi dan Eksresi salisilat
4. Diuretik, AINS litium Keracunan litium
Mekanisme Interaksi
Obat
A Mempengaruhi Efek
B

Interaksi Interaksi
Farmakodinamik Farmakokinetika
Modifikasi efek Farmakologi obat B
tanpa mempengaruhi konsentrasinya Mempengaruhi konsentrasi obat
di cairan jaringan B yang mencapai situs aksi
Interaksi
Farmakokinetika
• Ditandai dengan perubahan :

Kadar plasma darah

Area dibawah kurva (AUC)

Waktu Paro dan Onset Aksi


Interaksi
Farmakodinamika
Dihubungkan dengan kemampuan suatu obat untuk mengubah efek obat lain
tanpa mengubah sifat-sifat farmakokinetikanya

Efek Aditif
Efek
Obat A
=1
Efek
Obat AB
Efek
=2
Obat B
=1
Interaksi
Farmakodinamika
 Efek Potensiasi
Efek
Obat A
=0
Efek
Obat AB
Efek
=2
Obat B
=1
Interaksi
Farmakodinamika
 Efek Sinergisme
Efek
Obat A
=1
Efek
Obat AB
Efek
=3
Obat B
=1
Interaksi
Farmakodinamika
 Efek Antagonisme
Efek
Obat A
=1
Efek
Obat AB
Efek
=0
Obat B
=1

Mekanisme yang terlibat dalam interaksi


farmakodinamika adalah perubahan efek pada jaringan
atau reseptor
Mekanisme Interaksi
Obat
• Interaksi ini penting karena secara klinis karena :

Indeks terapi obat B yang sempit (misalnya : pengurangan


sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan efikasi dan atau
peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas)

Kurva dosis - respon curam (sehingga perubahan sedikit saja


konsentrasi plasma menyebabkan efek yang substansial)

Obat-obat yang mempunyai Indeks Terapi yang sempit (obat


antiepilepsi, obat-obat imunosupresan, obat anti trombotik)
akan menjadi masalah utama
Interaksi
Farmakokinetika

Absorpsi

Metabolisme Interaksi
Farmakokinetik
Distribusi

Ekskresi
Interaksi
Farmakokinetika
• Interaksi Absorpsi
Interaksi
Farmakokinetika
Indikasi Obat
• Indikasi adalah suatu keadaan (kondisi penyakit) dimana obat perlu
digunakan.
• Misalnya,indikasi dari obat golongan antibiotik adalah keadaan infeksi
yang disebabkan oleh bakteri. Sementara itu pada keadaan infeksi
yang disebabkan oleh virus, tidak diperlukan antibiotik.
• Informasi tujuan penggunaan obat yang dibeli dapat
ditanyakan kepada apoteker.
Kontra Indikasi Obat
• Kontraindikasi artinya kondisi dimana obat itu tidak dapat digunakan.
• Artinya, obat tersebut tidak boleh dikonsumsi oleh orang yang
mengalami kondisi seperti yang disebutkan pada obat tersebut. 
• Ditetapkan berdasar efek samping obat yang dapat memperparah
kondisi klien 
• Dapat dilihat pada etiket obat
Efek Samping Obat (ESO)
• Efek Samping Obat adalah kondisi yang muncul diluar efek dari
pengobatan yang diharapkan.
• Kondisi ini mungkin terjadi pada kebanyakan obat, baik yang memiliki
resep ataupun tidak memiliki resep.
• Muncul tidaknya efek samping itu bergantung pada kondisi masing-
masing personal.
Kondisi atau faktor yang mampu
memunculkan ESO
• Polifarmasi atau mengkonsumsi obat dalam jumlah yang banyak
• Jenis Kelamin
• Penyakit yang diidap oleh pasien
• Usia misal Lansia atau Bayi
• Ras dan genetik
• Pengunaan obat yang digunakan secara bersamaan.
Kejadian ESO, terbagi menjadi 4 kategori
• SERING bila ESO dialami 1 orang dari 10 orang yang mengkonsumsi
obat.
• TIDAK SERING bila ESO dialami 1 orang dari 100 orang yang
mengkonsumsi obat.
• JARANG bila ESO dialami 1 orang dari 1.000 orang yang
mengkonsumsi obat.
• SANGAT JARANG dialami 1 orang dari 10.000 orang yang
mengkonsumsi obat
ESO dapat terjadi saat:
• Obat yang diberikan terlalu cepat seperti pemberian obat suntik
• Pada pemberian dosis pertama pengunaan obat, tapi setelahnya
belum tentu muncul kembali
• Awal pengobatan namun berangsur berkurang selama masa
pengobatan karena tubuh telah menoleransi obat tersebut.
• Terjadi pada selang waktu setelah penggunaan obat.
• Pemberian obat yang berkelanjutan dengan efek samping yang juga
meningkat walaupun pada awal tidak ada efek samping
• Saat setelah pemberian obat, walau sudah dihentikan.
Menangani ESO
• Bila tipe ESOnya tergolong ringan maka dapat ditoleransi oleh tubuh
tanpa harus menghentikan obat.
• Bila tipe ESOnya tergolong sedang maka dosis dapat
diturunkan/dikurangi atau dihentikan pengunaan obat.
• Bila tipe ESOnya tergolong berat maka harus dihentikan penggunaan
obat dan menerima pengobatan di rumah sakit.
Cara Menghindari ESO
• Informasikan pengobatan/obat yang sedang anda lakukan/konsumsi
• Informasikan riwayat alergi obat
• Menggunakan obat sesuai dosis
• Dapatkan informasi ESO dari dokter, apoteker atau info dari brosur.
PERLUKAH ESO DIHINDARI?
• Tidak semua ESO harus dihindari, Anda dapat mempertimbangkan
antara manfaat dan risiko yang muncul. Anda dapat melihat contoh
dibawah ini:
• Obat Antikanker: ESO sering muncul adalah mual, muntah, kelelahan, dan
rambut rontok tapi memiliki manfaat yang baik untuk pasien yang menderita
kanker.
• Furosemide, Spironolactone: Obat antihipertensi menyebabkan sering buang air
kecil, dan dianjurkan diminum pagi hari.
• Suplemen Zat Besi: ESO yang ditimbulkan adalah warna feses hitam tapi
disarankan tetap dikonsumsi.
• Rifampicin: ESOnya berupa warna cairan yang keluar dari tubuh berwarna
merah, dan disarankan untuk tetap diminum.
ESO yang seharusnya dilaporkan antara lain:
• Setiap Efek samping yang dicurigai karena penggunaan obat
• Setiap efek yang muncul saat penggunaan obat yang bersamaan
• Setiap ESO yang dianggap serius:
• Reaksi anafilaktik
• Kelainan darah, jantung, hati, usus
• Perdarahan lambung
• Penurunan fungsi ginjal
• Bengkak pada laring
• Sindroma Stevens Johnson
• Cacat bawaan pada bayi.
• Setiap reaksi ketergantungan obat.
Manfaat melaporkan ESO ke Pusat
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
• Informasi yang terkumpul akan dievaluasi
• Hasil dari evaluasi digunakan untuk penilaian atas obat yang beredar
untuk dilakukan tindakan pengamanan ataupun penyesuaian.
• Memperbaiki informasi pada brosur/label obat
• Mencegah perluasan bahaya obat yang digunakan, terlebih obat baru.
DOSIS OBAT
• Dosis obat merupakan takaran jumlah obat yang dapat menghasilkan efek terapi pada fungsi
tubuh yang terkena gangguan.
• Dosis dapat dikelompokkan ke berbagai jenis berdasarkan fungsinya:
1. Dosis awal/Loading Dose, yaitu dosis awal yang dibutuhkan guna tercapainya konsentrasi obat
yang diinginkan di dalam darah dan kemudian untuk selanjutnya dengan dosis perawatan.
2. Dosis pencegahan, yaitu jumlah yang dibutuhkan untuk melindungi agar pasien tidak terkena
penyakit.
3. Dosis terapi yaitu dosis obat yang digunakan untuk terapi jika pasien sudah terkena penyakit.
4. Dosis lazim, yaitu dosis yang secara umum digunakan untuk terapi.
5. Dosis maksimal, yaitu dosis obat maksimal yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit,
yang bila dosis maksimal dilampaui akan menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
6. Dosis letaal yaitu dosis yang melebihi dosis terapi dan mengakibatkan efek yang tidak
diinginkan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.
• Dosis obat haruslah tepat dengan tingkat keparahan serta kondisi
pasien
• jika dosis berlebihan efek yang ditimbulkan obat akan berubah
menjadi efek toksik, sedangkan jika dosis terlalu kecil, obat tidak akan
efektif
• Oleh karena itu, perhitungan dosis harus didasari dengan
pertimbangan usia, berat badan, dan lain-lain.
Rumus Penghitungan Dosis Anak dari Dosis
Dewasa
a. Rumus Fried untuk Anak < 2 c. Rumus Dilling untuk anak < 15
tahun: tahun
DA = umur anak dlm bulan x DD DA = umur anak dlm thn(n) x DD
150 20
b. Rumus Young untuk Anak < d. Rumus Clark untuk anak > 2
12 tahun: tahun
DA = umur anak dlm thn (n) x DD DA = Berat dlm ukuran pound× DD
n+12 150
Pertimbangan Perhitungan dosis untuk lansia
• Tingkat sensitifitas tubuh dan organ pada lansia lebih meningkat daripada
pasien usia dewasa. Hal ini terjadi dikarenakan menurunnya kualitas dan
fungsi sirkulasi darah pada pasien dengan usia lanjut.
• Menurunnya jumlah albumin dalam darah.
• Menurunnya fungsi hati dan ginjal sehingga sisa obat yang bersifat toksis
tidak bisa disaring dengan baik oleh ginjal dan hati.
• Kecepatan eliminasi obat menurun, sehingga memungkinkan residu obat
terendap di tubuh.
• Penggunaan banyak obat dapat menyebabkan interaksi obat.
• Pada umumnya lansia memiliki berbagai penyakit.
• Dosis untuk lansia akan lebih kecil jika dibandingkan orang dengan
usia dewasa biasa.
• Orang dengan usia 65-74 tahun akan mendapatkan dosis 90% dosis biasa
• Orang dengan usia 75-84 tahun akan mendapatkan dosis 80% dosis biasa
• Orang dengan usia 85 tahun keatas akan mendapatkan dosis obat 70% dari
dosis biasanya.
Cara menghitung dosis obat berdasar sediaan
• Sediaan obat adalah jumlah total kandungan dalam satu tablet, pil, kaplet, vial,
atau ampul.
• Berat obat adalah bobot obat per satu kaplet/pil/ kapsul dalam satuan berat
(mg (miligram) atau g (gram)) tanpa mempertimbangkan jumlah sediaan obat.
• Jumlah/ Banyak sediaan adalah banyaknya sediaan obat yang diminta oleh
dokter.
• Dokter meminta memberikan paracetamol tablet 250 mg, satu kaplet obat
memiliki sediaan 500mg.
• Rumus: order dokter/ sediaan obat
• 250 mg / 500 mg = 1/2 tablet
Menghitung Dosis Obat Sirup
• Rumus:

• Dokter membuat resep ” Sanmol Forte syrup 120 mg prn. Sediaan


obat Sanmol Forte syrup ialah 240 mg tiap 5 mL (mililiter)
• 120 mg / 240 mg X 5 ml = 2,5 ml = 1/2 cth
Menghitung Dosis Obat Serbuk
• Ceftriaxone inj 3 dd 330 mg IV.
•  330 mg / 1000 mg X 10 cc = 3,3 cc
• Pada kasus ini, kurang baik jika kita menggunakan pelarut sebanyak
10 cc, karena jika kita akan menarik cairan sebanyak 3,3 cc susah
mengukurnya.
• Maka akan lebih baik jika kita menggunakan pelarut sebanyak 9 cc.
• Solusi Jawaban : 330 mg/ 1000 mg X 9 = 3 cc.
Menghitung Dosis Obat Menggunakan Alat
• Rumus

• Heparin 1000 IU /jam. Sediaan obat 1 ml Heparin adalah 5000 IU, Jumlah pelarut 100 cc.
• 1000 IU/60 menit X 60 mggtt/cc X 100 cc / 5000 IU = 20 cc/jam
• Dopamin 0,1 mcg /kg BB/ menit. Sediaan obat adalah adalah 200 mg.
berat badan pasien 60 kg, Obat akan dilarutkan dalam 50 cc NS.
• 0,1 mcg/ 1 menit X 60 mgtt/cc X 60 kg X 50 cc / 200.000 mcg= 0,09 ml

Anda mungkin juga menyukai