IDK 2
• Golongan jamu ditandai dengan logo bertuliskan jamu yang terdapat pada
kemasan.
• Golongan obat 1 sampai 5 sudah melalui sejumlah penelitian ilmiah yang
panjang dengan khasiat yang dapat diprediksi dan terukur.
• Berbeda dengan jamu yang cara penggunaan dan khasiatnya didasarkan pada
pengalaman turun-temurun. Jamu yang telah diuji secara ilmiah dan
dinyatakan berkhasiat, maka jamu tersebut diberikan prediket fitofarmaka.
• Indonesia sampai saat ini baru memiliki beberapa obat yang tergolong
fitofarmaka, antara lain stimuno (obat perangsang pembentukan sistem
kekebalan tubuh) dan tensicap (obat anti hipertensi).
B. Penggolongan obat berdasarkan
mekanisme kerja obat
1. Obat yang bekerja pada penyebab penyakit, misalnya penyakit akibat
bakteri atau mikroba. Contoh: antibiotik.
2. Obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit.
Contoh: vaksin, dan serum.
3. Obat yang menghilangkan simtomatik/gejala, seperti meredakan nyeri.
Contoh: analgesik.
4. Obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi-fungsi zat yang
kurang. Contoh: vitamin dan hormon.
5. Pemberian placebo adalah pemberian obat yang tidak mengandung zat
aktif, khususnya pada pasien normal yang menganggap dirinya dalam
keadaan sakit. Contoh: aqua pro injeksi dan tablet placebo.
C. Penggolongan obat berdasarkan lokasi
pemakaian
1. Obat dalam
yaitu obat-obatan yang dikonsumsi peroral (melalui mulut).
Contoh: tablet antibiotik, parasetamol
2. Obat luar
yaitu obat-obatan yang dipakai secara topikal/tubuh bagian luar.
Contoh: sulfur salep, caladine, dan lain-lain.
D. Penggolongan Berdasar Bentuk Obat
• Padat • Cair
• Tablet • Larutan (solutio)
• Kapsul • Elixir
• Kaplet • Sirup
• Pil • Emulsi
• Serbuk • Suspensi
• supositoria • Injeksi
• Guttae
• Galenik
• Gas • Ekstrak
• Immunosera
Macam bentuk obat padat
1. Tablet.
• Tablet merupakan sediaan obat berbentuk bundar atau pipih.
Tablet paling sering dijumpai di Indonesia karena bentuk ini mudah
dan praktis dalam pemakaian, penyimpanan dan juga dalam
produksinya.
• Tablet tidak sepenuhnya berisi obat, biasanya tablet juga
dilengkapi dengan zat pelengkap atau zat tambahan yang berguna
untuk menunjang agar obat tepat sasaran.
Beberapa Zat Tambahan Tablet Berdasarkan
Kegunaannya
• Zat Pengisi. Zat pengisi pada sediaan obat berbentuk tablet berfungsi
untuk memperbesar volume tablet. Zat ini tidak mempengaruhi kerja
obat. Zat pengisi yang biasa digunakan dalam bentuk sediaan obat
tablet adalah: saccharum Lactis, Amylum manihot, calcii phoshas, dan
lain-lain.
• Zat Pengikat. Selain zat pengisi terdapat zat pelengkap lain yaitu zat
pengikat. Sesuai dengan namanya, zat pengikat ini berfungsi untuk
mempertahankan bentuk tablet agar tidak pecah atau retak, dan
merekatkan zat-zat yang ada di dalam obat tablet. Zat pengikat yang
umumnya digunakan dalam industri obat tablet adalah mucilage Arabici
dan solution methylcelloeum.
• Zat Pelicin. Zat pelicin di dalam tablet berguna Zat Penghancur. Di
dalam sediaan obat tablet juga terdapat zat penghancur yang
berfungsi memudahkan hancurnya obat dalam perut/lambung
sehingga dapat dengan mudah diserap oleh tubuh. Zat penghancur
yang biasa digunakan adalah: natrium alginat, gelatin, dan agar-agar.
• untuk mencegah agar tablet tidak lengket pada cetakan. Biasanya zat
pelicin yang digunakan dalam industri obat tablet adalah: Talcum 5%,
acidum strearicum, dan lain-lain.
Beberapa Jenis Bentuk Sediaan Tablet
• Tablet biasa. Tablet dicetak tanpa diberi lapisan apapun, pada umumnya obat tablet ini akan
diserap pada saluran pencernaan sehingga efek pengobatannya pun cepat dirasakan.
• Tablet kompresi. Tablet yang diproduksi dengan sekali tekan, iasanya terdapat zat tambahan.
Contoh: bodariexin.
• Tablet kompresi ganda. Tablet yang dalam proses produksinya mengalami penekanan dua kali.
Pada umumnya tablet bentuk ini akan terlihat berlapis. Contoh: decolgen
• Tablet yang dikempa. Tablet yang dicetak berbentuk silinder kecil.
• Tablet hipodermik. Tablet yang diproduksi dengan bahan-bahan yang mudah larut dalam air.
Contoh: atropin sulfat.
• Tablet sublingual. Tablet yang diminum dengan cara diletakan dibawah lidah. Contoh:
nitrogliserin
• Tablet bukal. Tablet yang diminum dengan cara meletakan obat di antara pipi dan gusi. Contoh:
progesteron.
• Tablet salut, antara lain:
• Tablet salut gula. Bentuk sediaan obat berbentuk tablet yang dilapisi dengan
lapisan gula. Hal ini dilakukan untuk melindungi obat dari udara, menjaga
kelembaban obat, dan memberikan rasa pada obat agar menghilangkan
gangguan bau dan rasa obat asli. Contoh: Pahezon
• Tablet salut film. Tablet salut film adalah tablet kempa yang disalut dengan salut
tipis, berwarna atau tidak dari bahan polimer yang larut dalam air yang hancur
cepat di dalam saluran cerna.
• Tablet salut enteric. Bentuk sediaan tablet yang dilapisi zat sehinga tidak hancur
terkenan HCL dalam lambung dan obat akan hancur di usus. Contoh: Voltare 50
mg, dan lain-lain.
• Tablet effervescent. Sediaan obat berbentuk tablet yang akan berbuih
jika terkena cairan, biasanya disimpan ditempat tertutup untuk menjaga
kelembabannya. Contoh: Redoxon
• Tablet diwarnai coklat. Bentuk sediaan obat yang dilapisi dengan
oksida besi, warna coklat ini didapatkan dari oksida besi. Contoh:
Sangobion.
• Chewable tablet. Tablet yang cara pemakaiannya harus dikunyah agar
meninggalkan efek enak di rongga mulut. Contoh: Antasida, fitkom
• Tablet hisap. Bentuk sediaan tablet yang diminum dengan cara dihisap
untuk pengobatan di rongga mulut dan tenggorokan. Contoh: FG
Troches, Ester C, dan lain-lain
Macam bentuk obat padat
4. Pil. Sediaan obat berbentuk bundar dengan ukuran yang kecil. Ada beberapa variasi dari
pil, antara lain: granulae, pilulae, dan boli.
5. Serbuk. Sediaan obat yang berbentuk remahan yang merupakan campuran kering obat
dan zat kimia yang dihaluskan. Serbuk terbagi menjadi serbuk granulae dan serbuk
effervescent. Sama seperti tablet effervescent, serbuk effervescent juga akan
mengeluarkan buih ketika bercampur dengan air. Contoh: adem sari, jesscool, dan lain-
lain.
6. Supositoria. Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu
tubuh. Tujuan pengobatan yaitu
• Penggunaan lokal bertujuan untuk memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan
inflamasi karena hemoroid.
• Penggunaan sistemik seperti: aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin untuk anti muntah,
chloral hydariat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk analgenik antipiretik.
Sediaan obat cair
1. Larutan (Solutio). Solutio merupakan larutan obat yang merupakan
campuran homogen yang terdiri dari 2 zat kimia obat atau lebih.
2. Elixir. Elixir adalah suatu larutan yang mengandung alkohol dan diberi
pemanis, mengandung obat dan diberi bahan pembau.
3. Sirup. Sirup merupakan larutan zat kimia obat yang dikombinasikan
dengan larutan gula sebagai perasa manis. Biasa digunakan untuk obat
dan suplemen anak-anak.
4. Emulsi. Emulsi merupakan campuran dari zat kimia yang larut dalam
minyak dan larut dalam air. Untuk membuat obat dengan sediaan emulsi
dibutuhkan zat pengemulsi atau yang biasa disebut dengan emulgator
agar salah satu zat cair dapat terdispersi dalam zat cair yang lain.
5. Suspensi. Merupakan campuran obat berupa zat padat yang kemudian
terdispersi dalam cairan. Biasanya pada petunjuk penggunaan obat
terdapat keterangan: “dikocok dahulu”. Suspensi terbagi ke dalam
berbagai jenis berdasarkan cara pemakaiannya: suspensi oral,
suspensi topikal, suspensi optalmik, dan lain-lain.
6. Injeksi. Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi
atau serbuk yang harus dilaruntukan atau disuspensikan lebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya yaitu
kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat
menerima pengobatan melalui mulut
6. Guttae. Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau
suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan
dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang
menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan
penetes beku yang disebuntukan Farmacope Indonesia. Sediaan
obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae
Oris (tetes mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae
Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
7. Galenik. Galenik adalah sediaan obat berbentuk cairan yang
merupakan sari dari bahan baku berupa hewan atau tumbuhan. I
8. Extract. Ekstrak merupakan sediaan obat berbentuk cairan pekat
yang didapatkan dari pengekstraksian zat dari nabati maupun
hewani yang kemudian diberi pelarut
9. Immunosera. Sediaan obat berbentuk cairan berisikan zat
immunoglobin yang diperoleh dari serum hewan lalu dimurnikan.
Biasanya Immunosera digunakan untuk menetralisir racun hewan
serta sebagai penangkal virus dan antigen.
Sediaan Gas/Uap
• Obat dengan bentuk sediaan gas/uap biasanya digunakan untuk
pengobatan penyakit pernapasan dan cara pemakaiannya dengan
inhalasi.
• Bentuk sediaan gas/uap dibuat agar partikel obat menjadi kecil
sehingga lebih mudah dan cepat diabsorbsi melalui alveoli dalam
paru-paru dan membran mukus dalam saluran pernapasan.
• Obat dengan sediaan bentuk gas biasanya dibungkus dengan alat
khusus seperti vaporizer dan nebulizer.
E. Penggolongan obat berdasarkan efek yang
ditimbulkan
• Sistemik: obat atau zat aktif yang masuk ke dalam peredaran darah.
• Lokal: obat atau zat aktif yang hanya
berefek/menyebar/mempengaruhi bagian tertentu tempat obat
tersebut berada, seperti pada hidung, mata, kulit, dan lainlain.
F. Penggolongan obat berdasarkan asal obat
• Alamiah: obat obat yang berasal dari alam (tumbuhan, hewan dan
mineral) seperti, jamur (antibiotik), kina (kinin), digitalis (glikosida
jantung). Dari hewan: plasenta, otak menghasilkan serum rabies,
kolagen
• Sintetik: merupakan cara pembuatan obat dengan melakukan reaksi-
reaksi kimia, contohnya minyak gandapura dihasilkan dengan
mereaksikan metanol dan asam salisilat
G. Klasifikasi obat
1. Obat Generik (unbranded drugs). Obat generik adalah obat dengan nama generik
sesuai dengan penamaan zat aktif sediaan yang ditetapkan oleh farmakope
indonesia dan INN (International non-propietary Names) dari WHO, tidak memakai
nama dagang maupun logo produsen. Contoh amoksisilin, metformin dan lain-lain.
2. Obat Generik berlogo. Obat generik berlogo adalah Obat generik yang
mencantumkan logo produsen (tapi tidak memakai nama dagang), misalkan
sediaang obat generik dengan nama amoksisilin (ada logo produsen Kimia Farma).
3. Obat Nama dagang (branded drugs). Obat nama dagang adalah obat dengan nama
sediaan yang ditetapkan pabrik pembuat dan terdaftar di departemen kesehatan
negara yang bersangkutan, obat nama dagang disebut juga obat merek terdaftar.
Contoh: amoksan, diafac, pehamoxil, dan lain-lain.
4. Obat Paten. Adalah hak paten yang diberikan kepada industri farmasi pada
obat baru yang ditemukannya berdasarkan riset Industri farmasi tersebut
diberi hak paten untuk memproduksi dan memasarkannya, setelah melalui
berbagai tahapan uji klinis sesuai aturan yang telah ditetapkan secara
internasional. Obat yang telah diberi hak paten tersebut tidak boleh
diproduksi dan dipasarkan dengan nama generik oleh industri farmasi lain
tanpa izin pemilik hak paten selama masih dalam masa hak paten.
5. Obat Mitu/Obat me-too. Obat mitu atau obat me-too adalah obat yang
telah habis masa patennya yang diproduksi dan dijual pabrik lain dengan
nama dagang yang ditetapkan pabrik lain tersebut, di beberapa negara
barat disebut branded generic atau tetap dijual dengan nama generik.
6. Obat Tradisional. Obat tradisional adalah obat jadi yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan
mineral atau sediaan galenik, obat berdasarkan pengalaman empiris turun temurun.
7. Obat Jadi. Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk,
emulsi, suspensi, salep, krim, tablet, supositoria, klisma, injeksi dll yang mana bentuk obat
tersebut tercantum dalam farmakope Indonesia.
8. Obat Baru. Obat baru adalah obat yang terdiri dari satu atau lebih zat, baik yang berkhasiat
maupun tidak berkhasiat misalnya lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu, atau
komponen lainnya yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat dan keamanannya
9. Obat Esensial. Obat esensial adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk pelaksanaan
pelayanan kesehatan masyarakat banyak, meliputi diagnosa, profilaksi terapi dan rehabilitasi,
misalkan di Indonesia : obat TBC, antibiotik, vaksin, obat generik dan lain-lain.
10. Obat Wajib Apotek. Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diperoleh di apotek
tanpa resep dokter, diserahkan oleh apoteker.
FARMAKODINAMIK
FARMAKODINAMIK
“Bagian ilmu Farmakologi yang mempelajari efek
biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya.”
• Ex : salbutamol →agonis β2
petidin →agonis opioid
dopamin →agonis dopamin
ANTAGONIS
Obat yg struktur kimianya mirip dg suatu hormon, yg mampu
menduduki sebuah reseptor yg sama tapi tidak mampu
mengaktifkan reseptor tsb sehingga tidak menimbulkan efek
farmakologis & menghalangi ikatan reseptor dg agonisnya
secara kompetitif shg kerja agonis terhambat.
Farmakokinetik (A,D,M,E)
• Efek nyata plasebo pd obat tidur, analgetik, obat asma, obat kuat.
ADVERSE DRUG REACTION
(EFEK OBAT YG TAK DIINGINKAN )
3. Idiosinkrasi
• efek abnormal dari obat terhadap seseorang, disebabkan
kelainan faktor genetik pada pasien yg bersangkutan. ex :
pengobatan malaria dg primaquin / pentaquin (pada orang
kulit hitam afrika) menyebabkan anemia hemolitik.
4. ALERGI
• Reaksi khusus antara antigen dari obat dg antibodi tubuh.
• Umumnya timbul pada dosis sangat kecil & tidak dapat dikurangi dg
menurunkan dosis.
• Contoh zat alergen : penisillin topikal, makromolekul (protein asing),
heparin, vaksin, anestesi lokal (prokain), obat dg struktur kimia sama dapat
terjadi alergi silang, mis : derv. Penisilin & derv. Sefalosporin.
• Gejala alergi : urtikaria & rash (kulit),
hebat : -demam, serangan asma, shock anafilaktik.
-steven johnson syndrome (erythema bernanah ganas,
demam, fotosensibilisasi, mortalitas tinggi).
-anemia aplastis (kloramfenikol).
5. Efek toksik
bila obat digunakan dalam dosis yg tinggi menunjukkan gejala toksik. bila dosis
dikurangi, efek toksik berkurang. (pembahasan toksikologi)
6. Efek teratogen
efek obat pada dosis terapetik untuk ibu dapat mengakibatkan cacat pada janin.
Contoh : talidomid →focomelia
tetrasiklin →mengganggu pertumbuhan tulang & gigi.
INTERAKSI OBAT
Terbagi 3 kategori:
1. Interaksi farmaseutik /Inkompatibilitas
2. Interaksi farmakokinetik
3. Interaksi farmakodinamik
Interaksi Farmaseutik/Inkompatabilitas
Terjadi diluar tubuh
Obat saling tidak tercampur
Interaksi secara fisika/kimia
Kadang dapat diamati [endapan, perubahan warna, timbul gas,
lembab pada serbuk dll.]
Lebih sering menyebabkan in aktivasi obat
interaksi antar obat suntik [obat/vehicle]
interaksi obat suntik dgn cairan infus
Contoh :
Tetrasiklin dgn kation polivalen (Ca, Mg, Al, Fe)→komplek
Digoksin, digitoksin dgn Adsorbensia (carb adsorben, kaolin)
b. Perubahan pH cairan GI
• Cairan GI yang alkalis (akibat antasida, H2 Bloker atau
penghambat pompa Proton→ ↑kelarutan obat brsft asam dan
↓kelarutan obat brsft basa.
Obat yang memperpendek waktu transit usus (WTU) akan mengurangi jumlah
absorbsi obat (biovavailabilitas menurun)
Demikian sebaliknya……
Tergantung kadar dan afinitas obat, maka ikatan obat A dg protein dapat digeser oleh obat B
sehingga efek/toksisitas obat A.
2. Induksi Metabolisme
3. Perubahan pH urin
Interaksi Interaksi
Farmakodinamik Farmakokinetika
Modifikasi efek Farmakologi obat B
tanpa mempengaruhi konsentrasinya Mempengaruhi konsentrasi obat
di cairan jaringan B yang mencapai situs aksi
Interaksi
Farmakokinetika
• Ditandai dengan perubahan :
Efek Aditif
Efek
Obat A
=1
Efek
Obat AB
Efek
=2
Obat B
=1
Interaksi
Farmakodinamika
Efek Potensiasi
Efek
Obat A
=0
Efek
Obat AB
Efek
=2
Obat B
=1
Interaksi
Farmakodinamika
Efek Sinergisme
Efek
Obat A
=1
Efek
Obat AB
Efek
=3
Obat B
=1
Interaksi
Farmakodinamika
Efek Antagonisme
Efek
Obat A
=1
Efek
Obat AB
Efek
=0
Obat B
=1
Absorpsi
Metabolisme Interaksi
Farmakokinetik
Distribusi
Ekskresi
Interaksi
Farmakokinetika
• Interaksi Absorpsi
Interaksi
Farmakokinetika
Indikasi Obat
• Indikasi adalah suatu keadaan (kondisi penyakit) dimana obat perlu
digunakan.
• Misalnya,indikasi dari obat golongan antibiotik adalah keadaan infeksi
yang disebabkan oleh bakteri. Sementara itu pada keadaan infeksi
yang disebabkan oleh virus, tidak diperlukan antibiotik.
• Informasi tujuan penggunaan obat yang dibeli dapat
ditanyakan kepada apoteker.
Kontra Indikasi Obat
• Kontraindikasi artinya kondisi dimana obat itu tidak dapat digunakan.
• Artinya, obat tersebut tidak boleh dikonsumsi oleh orang yang
mengalami kondisi seperti yang disebutkan pada obat tersebut.
• Ditetapkan berdasar efek samping obat yang dapat memperparah
kondisi klien
• Dapat dilihat pada etiket obat
Efek Samping Obat (ESO)
• Efek Samping Obat adalah kondisi yang muncul diluar efek dari
pengobatan yang diharapkan.
• Kondisi ini mungkin terjadi pada kebanyakan obat, baik yang memiliki
resep ataupun tidak memiliki resep.
• Muncul tidaknya efek samping itu bergantung pada kondisi masing-
masing personal.
Kondisi atau faktor yang mampu
memunculkan ESO
• Polifarmasi atau mengkonsumsi obat dalam jumlah yang banyak
• Jenis Kelamin
• Penyakit yang diidap oleh pasien
• Usia misal Lansia atau Bayi
• Ras dan genetik
• Pengunaan obat yang digunakan secara bersamaan.
Kejadian ESO, terbagi menjadi 4 kategori
• SERING bila ESO dialami 1 orang dari 10 orang yang mengkonsumsi
obat.
• TIDAK SERING bila ESO dialami 1 orang dari 100 orang yang
mengkonsumsi obat.
• JARANG bila ESO dialami 1 orang dari 1.000 orang yang
mengkonsumsi obat.
• SANGAT JARANG dialami 1 orang dari 10.000 orang yang
mengkonsumsi obat
ESO dapat terjadi saat:
• Obat yang diberikan terlalu cepat seperti pemberian obat suntik
• Pada pemberian dosis pertama pengunaan obat, tapi setelahnya
belum tentu muncul kembali
• Awal pengobatan namun berangsur berkurang selama masa
pengobatan karena tubuh telah menoleransi obat tersebut.
• Terjadi pada selang waktu setelah penggunaan obat.
• Pemberian obat yang berkelanjutan dengan efek samping yang juga
meningkat walaupun pada awal tidak ada efek samping
• Saat setelah pemberian obat, walau sudah dihentikan.
Menangani ESO
• Bila tipe ESOnya tergolong ringan maka dapat ditoleransi oleh tubuh
tanpa harus menghentikan obat.
• Bila tipe ESOnya tergolong sedang maka dosis dapat
diturunkan/dikurangi atau dihentikan pengunaan obat.
• Bila tipe ESOnya tergolong berat maka harus dihentikan penggunaan
obat dan menerima pengobatan di rumah sakit.
Cara Menghindari ESO
• Informasikan pengobatan/obat yang sedang anda lakukan/konsumsi
• Informasikan riwayat alergi obat
• Menggunakan obat sesuai dosis
• Dapatkan informasi ESO dari dokter, apoteker atau info dari brosur.
PERLUKAH ESO DIHINDARI?
• Tidak semua ESO harus dihindari, Anda dapat mempertimbangkan
antara manfaat dan risiko yang muncul. Anda dapat melihat contoh
dibawah ini:
• Obat Antikanker: ESO sering muncul adalah mual, muntah, kelelahan, dan
rambut rontok tapi memiliki manfaat yang baik untuk pasien yang menderita
kanker.
• Furosemide, Spironolactone: Obat antihipertensi menyebabkan sering buang air
kecil, dan dianjurkan diminum pagi hari.
• Suplemen Zat Besi: ESO yang ditimbulkan adalah warna feses hitam tapi
disarankan tetap dikonsumsi.
• Rifampicin: ESOnya berupa warna cairan yang keluar dari tubuh berwarna
merah, dan disarankan untuk tetap diminum.
ESO yang seharusnya dilaporkan antara lain:
• Setiap Efek samping yang dicurigai karena penggunaan obat
• Setiap efek yang muncul saat penggunaan obat yang bersamaan
• Setiap ESO yang dianggap serius:
• Reaksi anafilaktik
• Kelainan darah, jantung, hati, usus
• Perdarahan lambung
• Penurunan fungsi ginjal
• Bengkak pada laring
• Sindroma Stevens Johnson
• Cacat bawaan pada bayi.
• Setiap reaksi ketergantungan obat.
Manfaat melaporkan ESO ke Pusat
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
• Informasi yang terkumpul akan dievaluasi
• Hasil dari evaluasi digunakan untuk penilaian atas obat yang beredar
untuk dilakukan tindakan pengamanan ataupun penyesuaian.
• Memperbaiki informasi pada brosur/label obat
• Mencegah perluasan bahaya obat yang digunakan, terlebih obat baru.
DOSIS OBAT
• Dosis obat merupakan takaran jumlah obat yang dapat menghasilkan efek terapi pada fungsi
tubuh yang terkena gangguan.
• Dosis dapat dikelompokkan ke berbagai jenis berdasarkan fungsinya:
1. Dosis awal/Loading Dose, yaitu dosis awal yang dibutuhkan guna tercapainya konsentrasi obat
yang diinginkan di dalam darah dan kemudian untuk selanjutnya dengan dosis perawatan.
2. Dosis pencegahan, yaitu jumlah yang dibutuhkan untuk melindungi agar pasien tidak terkena
penyakit.
3. Dosis terapi yaitu dosis obat yang digunakan untuk terapi jika pasien sudah terkena penyakit.
4. Dosis lazim, yaitu dosis yang secara umum digunakan untuk terapi.
5. Dosis maksimal, yaitu dosis obat maksimal yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit,
yang bila dosis maksimal dilampaui akan menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
6. Dosis letaal yaitu dosis yang melebihi dosis terapi dan mengakibatkan efek yang tidak
diinginkan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.
• Dosis obat haruslah tepat dengan tingkat keparahan serta kondisi
pasien
• jika dosis berlebihan efek yang ditimbulkan obat akan berubah
menjadi efek toksik, sedangkan jika dosis terlalu kecil, obat tidak akan
efektif
• Oleh karena itu, perhitungan dosis harus didasari dengan
pertimbangan usia, berat badan, dan lain-lain.
Rumus Penghitungan Dosis Anak dari Dosis
Dewasa
a. Rumus Fried untuk Anak < 2 c. Rumus Dilling untuk anak < 15
tahun: tahun
DA = umur anak dlm bulan x DD DA = umur anak dlm thn(n) x DD
150 20
b. Rumus Young untuk Anak < d. Rumus Clark untuk anak > 2
12 tahun: tahun
DA = umur anak dlm thn (n) x DD DA = Berat dlm ukuran pound× DD
n+12 150
Pertimbangan Perhitungan dosis untuk lansia
• Tingkat sensitifitas tubuh dan organ pada lansia lebih meningkat daripada
pasien usia dewasa. Hal ini terjadi dikarenakan menurunnya kualitas dan
fungsi sirkulasi darah pada pasien dengan usia lanjut.
• Menurunnya jumlah albumin dalam darah.
• Menurunnya fungsi hati dan ginjal sehingga sisa obat yang bersifat toksis
tidak bisa disaring dengan baik oleh ginjal dan hati.
• Kecepatan eliminasi obat menurun, sehingga memungkinkan residu obat
terendap di tubuh.
• Penggunaan banyak obat dapat menyebabkan interaksi obat.
• Pada umumnya lansia memiliki berbagai penyakit.
• Dosis untuk lansia akan lebih kecil jika dibandingkan orang dengan
usia dewasa biasa.
• Orang dengan usia 65-74 tahun akan mendapatkan dosis 90% dosis biasa
• Orang dengan usia 75-84 tahun akan mendapatkan dosis 80% dosis biasa
• Orang dengan usia 85 tahun keatas akan mendapatkan dosis obat 70% dari
dosis biasanya.
Cara menghitung dosis obat berdasar sediaan
• Sediaan obat adalah jumlah total kandungan dalam satu tablet, pil, kaplet, vial,
atau ampul.
• Berat obat adalah bobot obat per satu kaplet/pil/ kapsul dalam satuan berat
(mg (miligram) atau g (gram)) tanpa mempertimbangkan jumlah sediaan obat.
• Jumlah/ Banyak sediaan adalah banyaknya sediaan obat yang diminta oleh
dokter.
• Dokter meminta memberikan paracetamol tablet 250 mg, satu kaplet obat
memiliki sediaan 500mg.
• Rumus: order dokter/ sediaan obat
• 250 mg / 500 mg = 1/2 tablet
Menghitung Dosis Obat Sirup
• Rumus:
• Heparin 1000 IU /jam. Sediaan obat 1 ml Heparin adalah 5000 IU, Jumlah pelarut 100 cc.
• 1000 IU/60 menit X 60 mggtt/cc X 100 cc / 5000 IU = 20 cc/jam
• Dopamin 0,1 mcg /kg BB/ menit. Sediaan obat adalah adalah 200 mg.
berat badan pasien 60 kg, Obat akan dilarutkan dalam 50 cc NS.
• 0,1 mcg/ 1 menit X 60 mgtt/cc X 60 kg X 50 cc / 200.000 mcg= 0,09 ml