ANALYSIS
Kelompok 2:
Wafa
S alsabila Ar ya
Analisis Efektivitas-Biaya (AEB)
◦ AEB digunakan dalam kajian farmakoekonomi untuk membandingkan dua atau lebih intervensi
kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda (Rascati et al., 2009).
◦ Melalui AEB dapat ditetapkan bentuk intervensi kesehatan yang paling efisien dan membutuhkan biaya
termurah untuk hasil pengobatan yang menjadi tujuan intervensi tersebut.
◦ Dengan kata lain, AEB dapat digunakan untuk memilih intervensi kesehatan yang memberikan nilai
tertinggi dengan dana yang terbatas jumlahnya.
◦ Contohnya: Membandingkan dua atau lebih jenis obat dari kelas terapi yang sama tetapi memberikan
besaran hasil pengobatan berbeda, misalnya dua obat antihipertensi yang memiliki kemampuan
penurunan tekanan darah diastolik yang berbeda.
Analisis Efektivitas-Biaya (AEB)
◦ Pada AEB, biaya intervensi kesehatan diukur dalam unit moneter (rupiah) dan hasil dari intervensi
tersebut dalam unit alamiah/indikator kesehatan (non-moneter).
◦ Indikator kesehatan sangat beragam—mulai dari mmHg penurunan tekanan darah diastolik (oleh obat
antihipertensi), banyaknya katarak yang dapat dioperasi dengan sejumlah biaya tertentu (dengan
prosedur yang berbeda), sampai jumlah kematian yang dapat dicegah (oleh program skrining kanker
payudara, vaksinasi meningitis, dan upaya preventif lainnya).
◦ Sebab itu, AEB hanya dapat digunakan untuk membandingkan intervensi kesehatan yang memiliki
tujuan sama, atau jika intervensi tersebut ditujukan untuk mencapai beberapa tujuan yang muaranya
sama (Drummond et al., 1997).
◦ Jika hasil intervensinya berbeda, misalnya penurunan kadar gula darah (oleh obat antidiabetes) dan
penurunan kadar LDL atau kolesterol total (oleh obat antikolesterol), AEB tak dapat digunakan.
Analisis Efektivitas-Biaya (AEB)
◦ Oleh pengambil kebijakan, metode Kajian Farmakoekonomi ini terutama digunakan untuk memilih
alternatif terbaik di antara sejumlah intervensi kesehatan, termasuk obat yang digunakan, yaitu sistem
yang memberikan hasil maksimal untuk sejumlah tertentu dana.
◦ Pada penggunaan metode AEB perlu dilakukan penghitungan rasio biaya rerata dan rasio inkremental
efektivitas-biaya (RIEB = incremental cost-effectiveness ratio/ICER).
◦ Dengan RIEB dapat diketahui besarnya biaya tambahan untuk setiap perubahan satu unit
efektivitas biaya. Selain itu, untuk mempermudah pengambilan kesimpulan alternatif mana yang
memberikan efektivitas-biaya terbaik, pada kajian dengan metode AEB dapat digunakan tabel
efektivitas-biaya.
Rasio Inkremental Efektivitas-Biaya (RIEB)
◦ Oleh pengambil kebijakan, metode Kajian Farmakoekonomi ni terutama digunakan untuk memilih
alternatif terbaik di antara sejumlah intervensi kesehatan, termasuk obat yang digunakan, yaitu sistem
yang memberikan hasil maksimal untuk sejumlah tertentu dana.
◦ Pada penggunaan metode AEB perlu dilakukan penghitungan rasio biaya rerata dan rasio inkremental
efektivitas-biaya (RIEB = incremental cost-effectiveness ratio/ICER).
◦ Dengan RIEB dapat diketahui besarnya biaya tambahan untuk setiap perubahan satu unit
efektivitas biaya. Selain itu, untuk mempermudah pengambilan kesimpulan alternatif mana yang
memberikan efektivitas-biaya terbaik, pada kajian dengan metode AEB dapat digunakan tabel
efektivitas-biaya.
Rasio Inkremental Efektivitas-Biaya (RIEB)
◦ Posisi Dominan Kolom G (juga Kolom D dan H): Jika suatu intervensi kesehatan menawarkan
efektivitas lebih tinggi dengan biaya sama (Kolom H) atau efektivitas yang sama dengan biaya lebih
rendah (Kolom D), dan efektivitas lebih tinggi dengan biaya lebih rendah (Kolom G), pasti terpilih
sehingga tak perlu dilakukan AEB.
◦ Posisi Didominasi Kolom C (juga Kolom B dan F): Jika sebuah intervensi kesehatan menawarkan
efektivitas lebih rendah dengan biaya sama (Kolom B) atau efektivitas sama dengan biaya lebih tinggi
(Kolom F), apalagi efektivitas lebih rendah dengan biaya lebih tinggi (Kolom C), tidak perlu
dipertimbangkan sebagai alternatif, sehingga tak perlu pula diikutsertakan dalam perhitungan
AEB.
Rasio Inkremental Efektivitas-Biaya (RIEB)
◦ Posisi Seimbang Kolom E Sebuah intervensi kesehatan yang menawarkan efektivitas dan biaya yang
sama (Kolom E) masih mungkin untuk dipilih jika lebih mudah diperoleh dan/atau cara
pemakaiannya lebih memungkinkan untuk ditaati oleh pasien, misalnya tablet lepas lambat yang
hanya perlu diminum 1 x sehari versus tablet yang harus diminum 3 x sehari. Sehingga dalam kategori
ini, ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan di samping biaya dan hasil pengobatan, misalnya
kebijakan, ketersediaan, aksesibilitas, dan lain-lain
◦ Posisi yang memerlukan pertimbangan efektivitasbiaya Kolom A dan I Jika suatu intervensi
kesehatan yang menawarkan efektivitas yang lebih rendah dengan biaya yang lebih rendah pula
(Kolom A) atau, sebaliknya, menawarkan efektivitas yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih
tinggi, untuk melakukan pemilihan perlu memperhitungkan RIEB.
Diagram Efektivitas Biaya
Alat bantu lain yang dapat digunakan dalam AEB adalah diagram efektivitas-biaya. Suatu alternatif intervensi
kesehatan, termasuk obat, harus dibandingkan dengan intervensi (obat) standar.
Dari perhitungan di atas, ditemukan rasio efektivitas-biaya (REB) untuk setiap alternatif obat. Dengan
membandingkan REB Obat B dengan REB Obat A, RIEB untuk pindah obat dari A ke B dapat dihitung
seperti berikut:
RIEB A ke B = (22.000.000 – 6.000.000) / (5 – 3) = 16.000.000/2 Kematian yang dicegah
Dengan demikian, RIEB untuk pindah obat dari A ke B adalah Rp16.000.000 untuk setiap dua
kematian yang dicegah, atau Rp 8.000.000 / kematian yang dicegah.
Contoh Analisis Efektivitas-Biaya
Asma merupakan penyakit kronis yang ditandai oleh bronkokonstriksi (penyempitan saluran nafas).
Inhalasi kortikosteroid telah menjadi cara pengobatan rutin. Tetapi, pengobatan inhalasi kortikosteroid
tunggal kadang tidak cukup efektif untuk mengontrol gejala asma. Dua pengobatan baru digunakan sebagai
terapi penunjang, yaitu BreatheAgain® dan AsthmaBeGone®. Pada kasus ini akan dibandingkan
efektivitas-biaya pengobatan dari:
1. Pemberian inhalasi kortikosteroid tunggal
2. Pemberian kombinasi inhalasi kortikosteroid + BreatheAgain®
3. Pemberian kombinasi inhalasi kortikosteroid + AsthmaBeGone®
Contoh Analisis Efektivitas-Biaya
1. Tujuan: Membandingkan biaya dan efektivitas dua terapi penunjang baru bagi pasien asma yang
mendapat pengobatan inhalasi kortikosteroid, yaitu terapi penunjang BreatheAgain® dan
AsthmaBeGone®
2. Cara untuk mencapai tujuan: Membandingkan:
• Inhaler kortikosteroid + Plasebo (A)
• Inhaler kortikosteroid + BreatheAgain® (B)
• Inhaler kortikosteroid + AsthmaBeGone® (C)
Membandingkan jumlah pasien dari masingmasing terapi yang meningkatkan FEV (forcedexpiration
volume)-nya > 12%
3. Identifikasi tingkat efektivitas
Hasil studi literatur menunjukkan:
• Efektivitas Pengobatan A = 35%
• Efektivitas Pengobatan B = 60%
• Efektivitas Pengobatan C = 61%
Contoh Analisis Efektivitas-Biaya
4. Identifikasi dan hitung biaya pengobatan: Biaya yang teridentifikasi dan diukur adalah biaya
medikasi, biaya kunjungan tak terjadwal, biaya kunjungan ke unit gawat darurat, biaya rawat inap:
• Biaya rerata Pengobatan A = Rp320.000/ pasien
• Biaya rerata Pengobatan B = Rp537.000/ pasien
• Biaya rerata Pengobatan C = Rp381.000/ pasien
5. Hitung dan lakukan interpretasi efektivitasbiaya dari pilihan pengobatan
Skala neuropathic pain tdd 9 item, yg akan Pada kuesioner Neuro-Qol, masing2
menilai 2 dimensi global rasa sakit pertanyaan diberi nilai 1-5 1 “tdk
(intensitas dan ketidaknyamanan), 6 Responden dinilai domain rasa sakitnya dg mampu melakukan”, dan 5 “tanpa ada
kualitas sakit spesifik (sharp, hot, dull, skala numerik 0-10. 0tdk ada rasa sakit kesulitan”
cold, sensitive, and itchy), dan 2 lokasi dan 10 level sakit tertinggi. Nilai yg
paling tinggi level sakit paling tinggi. - Nilai tertinggi kualitas hidup lebih
(dalam dan permukaan ) dari neuropathic baik
pain.
- T score setiap pasien dihitung
Form berisi hasil
Analisis data dan statistik CEA dilakukan dg
aesthesiometer (alat
menggunakan software R. membandingkan efek dari
elektronik utk mengukur
Nilai P < 0,05 sangat agen terapeutik berbeda dan
keparahan diabetic
signifikan scr statistik. menilai biaya yang pantas.
neuropathy.
Total 48 pasien dibagi ke dalam kategori usia berbeda. Mayoritas pasien berasal dari
kelompok usia di bawah 50-59 th (37,5%) dan minoritas pasien berasal dari kelompok usia
di bawah 30-39 th (6,25%). 69% adalah wanita
Pasien dikelompokkan berdasarkan BMI. 45,83% overweight dan 52% memiliki FBS
di atas 150. Penyebab utama diabetic neuropathic pain adalah hiperglikemia.
Hasil menunjukkan bahwa adverse events yg paling umum adalah edema perifer (12,5%).
Total ada 12 adverse events dilaporkan.
Pasien yang Diobati dengan Duloxetine
Jumlah maksimum pasien adalah kelompok di bawah usia 60-69 th (30,55% dari
populasi total). 58% adalah wanita.
Status BMI pasien dicatat dan jumlah maksimum pasien masuk kategori normal dan
overweight 41,66% utk keduanya. Tidak ada pasien yg memiliki FBS di bawah
rentang 100.
Pada penyelesaian follow up 3 bulan, adverse events diobservasi dari feedback pasien
dan mayoritas pasien mengalami mual (19,44%).
Analisis Efektivitas
• Kelompok yg diobati dg Pregabalin dan Duloxetine dibandingkan berdasarkan
Perbandingan Skala nilai NPS.
Neuropathic Pain • Mean difference kelompok Pregabalin = 9,07 dg siginifikansi nilai P 1,61E-08
dan Duloxetine = 11,58 dg signifikansi nilai P 3,18E-13.
Perbandingan • Tidak ada perbedaan pada nilai hasil aesthesiometer utk Pregabalin.
• Hanya ada sedikit perbedaan pada Duloxetine dg perbedaan yg tdk signifikan
Aesthesiometer (nilai P 0,743).
Analisis Farmakoekonomi
Perbandingan biaya
Cost Consequence
Analysis
Analisis
Farmakoekonomi
Perhitungan Rata2
Rasio Efektivitas
Biaya untuk Kedua
Obat
Incremental Cost
Effectiveness Ratio
Pembahasan
Penelitian dilakukan utk membandingkan efikasi dan efektivitas biaya
dari Pregabalin dan Duloxetine pada diabetic neuropathic pain.
Metode pertama : biaya dan outcome setiap terapi obat dicatat dan dianalisis (Cost Consequence
Analysis/CCA) biaya dan efek setiap terapi alternatif.
Metode kedua : menghitung Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) untuk setiap alternatif terapi.
Menggunakan per unit manfaat klinis dan perhitungan ini membuat adanya hubungan “doing
nothing” atau tidak ada pengobatan. Rasio ACER Pregabalin 208,3 dan Duloxetine 163,28.
Metode ketiga : menghitung Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) rasio perbedaan biaya yg
dipisahkan oleh perbedaan outcome. Duloxetine lebih mahal dan lebih efektif dari Pregabalin. ICER
digunakan utk menentukan besarnya biaya tambahan utk setiap unit perbaikan kesehatan. Perbandingan
Pregabalin & Duloxetine akan menghabiskan biaya INR 61,47 utk setiap nilai perbaikan ekstra QoL.
Kesimpulan
ICER Duloxetine
Pregabalin dan Duloxetine mendominasi Pregabalin,
memiliki efek signifikan dalam namun penelitian dg durasi yg
mengurangi Diabetic Peripheral lebih panjang dibutuhkan utk
Neuropathic Pain memberikan presisi lebih dg
Duloxetine memiliki efikasi yg mengukur kemungkinan
lebih baik. adverse reactions dari
Duloxetine.