Anda di halaman 1dari 14

RAGAM BAHASA PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN
Definisi (KBBI)
• Perundang-undangan: hal yang berkaitan dengan undang-
undang; seluk beluk undang-undang

• Undang-undang: ketentuan dan peraturan negara yang dibuat


oleh pemerintah (menteri, badan eksekutif, dsb), disahkan
parlemen (DPR, badan legislatif, dsb.), ditandatangani oleh
kepala negara (presiden, kepala pemerintahan, dsb), dan
mempunyai kekuatan yang mengikat.
• Undang-undang: aturan yang dibuat oleh orang atau badan
yang berkuasa
• Undang-undang: hukum (yang bersifat alamiah atau sesuai
dengan sifat-sifat alam)
Ragam bahasa peraturan
perundang-undangan

• Gaya bahasa yang dipergunakan dalam suatu peraturan


perundang-undangan merupakan bahasa Indonesia yang
tunduk pada kaidah-kaidah bahasa Indonesia

• Tetapi di dalamnya terkandung ciri-ciri khusus yaitu, adanya


sifat 1) keresmian, 2) kejelasan makna, dan 3) kelugasan.
Keresmian dan Kelugasan
Sifat keresmian menunjukkan adanya situasi kedinasan, yang
menuntut ketaatan dalam penerapan kaidah bahasa, dan
ketaatan kepada kaidah bahasa.

Sifat kelugasan ini menuntut agar setiap perumusannya disusun


secara wajar, sehingga tidak berkesan berlebihan atau
berandai-andai.
Sifat kejelasan makna
Sifat ini menuntut agar informasi yang disampaikan dinyatakan
dengan kalimat-kalimat yang memperlihatkan bagian-bagian
kalimat secara tegas, sehingga kejelasan bagian-bagian
kalimat itu akan memudahkan pihak penerima informasi
dalam memahami isi atau pesan yang disampaikan.

Sifat kejelasan makna ini menuntut agar kalimat-kalimat yang


dirumuskan harus menunjukkan dengan jelas mana subyek,
predikat, obyek, pelengkap, atau keterangan yang lainnya.
Bahasa dalam undang-undang
• Bahasa dalam undang-undang, yang dituntut harus jelas,
tepat dan tidak boleh bermakna ganda, serta tidak menyapa
orang secara pribadi.

• Selain itu, kalimat dalam Undang-Undang cenderung mirip


suatu formula, seperti contoh berikut: ”Barangsiapa yang ...
dihukum/dipidana dengan hukuman...”

Anton M. Moeliono
Syarat-Syarat Bahasa
Perundang-Undangan
• Gaya bahasa ringkas dan sederhana;
• Istilah bersifat mutlak dan tidak relatif,
• Riil dan aktual, bukan kiasan dan dugaan;
• Tajam dan ditujukan untuk pikiran sederhana yang ada pada
rata-rata manusia;
• Tidak merancukan yang pokok dengan yang pengecualian,
atau pengubahan
• Tidak memancing perdebatan/perbantahan
• Dipertimbangkan apakah mengandung manfaat praktis atau
tidak

Montesquieu
Pemilihan Kata yang Tepat dalam
Bahasa Perundang-Undangan
Dalam membentuk peraturan perundang-undangan, perancang
harus mempunyai perbendaharaan kata-kata (vocabulary)
yang memadai, disamping menguasai ungkapan-ungkapan
dan penyusunan kalimat serta ejaannya.

Pilihan kata yang diserap (dari bahasa asing), perlu lebih berhati-
hati untuk menempatkannya karena kemungkinan satu kata
berasal dari bahasa asing tersebut mempunyai banyak
pengertian jika diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Ex: “maksimum”, yang digunakan dalam menentukan sanksi
pidana,  “paling lama”.
Pemilihan Kata yang Tepat dalam
Bahasa Perundang-Undangan
Di samping kata serapan, yang banyak timbul masalah adalah
penggunaan kata-kata yang salah penempatannya dalam
suatu kalimat norma, misalnya kata “kecuali...”
Ex: “kecuali menjalani hukuman, terpidana diwajibkan...”,
 “selain menjalani hukuman, terpidana diwajibkan...”.

Ex: “Kecuali dalam hal putusan hakim...”


 “Dalam hal putusan hakim..., maka...”.
Pemilihan Kata yang Tepat dalam
Bahasa Perundang-Undangan
Jika pembentuk peraturan ingin menggunakan pengecualian
dalam kalimat norma, sebaiknya kata “kecuali” ditempatkan
pada awal kalimat atas induk kalimat.
Ex: “Kecuali pegawai negeri golongan IV, seluruh pegawai negeri
harus hadir dalam mengikuti upacara bendera”.

Ada kemungkinan penempatan kata kecuali di belakang suatu


kata tertentu, jika yang akan dibatasi hanya kata yang
bersangkutan, misalnya,
Ex: “Yang dimaksud dengan anak buah kapal adalah mualim,
juru mudi, koki, kecuali koki magang, dan pelaut”.
Pemilihan Kata yang Tepat dalam
Bahasa Perundang-Undangan
• Kalimat norma “pengandaian”, kadangkala menimbulkan
ketidakkonsistenan karena ada empat jenis kata pengandaian
yang digunakan, yaitu: “dalam hal”, “jika”, “apabila”, dan “pada
saat”.

• Penggunaaan jenis kata pengandaian tersebut harus dipilah-


pilah sesuai dengan rasa bahasa yang dikaitkan dengan
penalarannya.
Pemilihan Kata yang Tepat dalam
Bahasa Perundang-Undangan
• Kata-kata (frase) “dalam hal” digunakan untuk satu keadaan
kemungkinan kondisi yang mungkin terjadi ataupun tidak
mungkin terjadi.
Ex: “Dalam hal Presiden berhalangan tetap, maka...”.

• Kata “jika” digunakan untuk kemungkinan atau keadaan yang


akan terjadi lebih dari sekali,
Ex: “Jika perusahaan itu melanggar kewajiban yang dimaksudkan
dalam Pasal ... berturut-turut, maka ...”.
Pemilihan Kata yang Tepat dalam
Bahasa Perundang-Undangan
• Frase “pada saat” digunakan untuk kemungkinan atau
keadaan yang pasti akan terjadi pada suatu saat pada suatu
masa yang akan datang,
Ex: “Pada saat seorang anak mencapai umur 18 tahun, maka ...”.

• Kata “apabila” digunakan untuk pengandaian yang


berhubungan dengan waktu,
Ex: “Apabila dalam waktu tiga bulan, penggugat tidak
mengajukan gugatannya ke pengadilan, maka ...”.
Pemilihan Kata yang Tepat dalam
Bahasa Perundang-Undangan
Perancang kadangkala dibingungkan pula oleh kata kumulatif
dan alternatif dalam kalimat norma, yaitu kata “dan” dan
“atau”.

Penggunaan kata ”dan” adalah untuk menentukan sifat


komulatif, sedangkan kata ”atau” adalah untuk menentukan
sifat alternatif. Sementara untuk menentukan sifat komulatif
dan alternatif, gunakan saja kata ”dan/atau”.

Anda mungkin juga menyukai