PENYAKIT ALZHEIMER
Pengertian / Definisi
Alzheimer adalah suatu penyakit
degeneratif otak yang progresif, dimana sel-
sel otak rusak dan mati sehingga
mengakibatkan gangguan mental berupa
kepikunan (demensia) yaitu terganggunya
fungsi-fungsi memori (daya ingat),
berbahasa, berpikir dan berperilaku.
Penyakit Alzheimer ini ditemukan
pertama kali oleh Alois Alzheimer pada
tahun 1907.
• Alzheimer adalah salah satu penyakit yang digolongkan dalam kelompok
demensia, atau yang dalam bahasa awam yang dikenal sebagai "pikun".
Sebagian besar demensia disebabkan oleh penyakit Alzheimer (60%).
• Istilah demensia itu berasal dari bahasa asing emence yang pertama kali
dipakai oleh Pinel (1745-1826). Jabaran demensia sekarang adalah
"kehilangan kemampuan kognisi yang sedemikian berat hingga mengganggu
fungsi sosial dan pekerjaan".
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara
perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk
memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian timbul perlahan,
menyerang usia > 60 tahun
• Penyakit ini adalah penyebab yang paling umum dari gangguan intelektual
yang berat pada orang lanjut usia dan kenyataannya merupakan suatu
masalah dalam perawatan orang usia lanjut di rumah.
EPIDEMIOLOGI
PENYAKIT ALZHEIMER ( PA ) SERING DISEBUT SEBAGAI PENYAKIT AKIBAT USIA TUA
SEBAB BANYAK TERJADI PADA INDIVIDU YANG BERUSIA LEBIH DARI 65 TAHUN, TETAPI
SEKITAR 5% DAPAT TERJADI PADA USIA 40 TAHUN SEHINGGA DAPAT
DIKLASIFIKASIKAN MENJADI 2 YAITU :
1. ONSET DINI TERJADI PADA USIA 40-64 TAHUN
2. ONSET LAMBAT TERJADI PADA USIA DIATAS 65 TAHUN
DIBANDINGKAN PRIA, WANITA LEBIH BANYAK MENDERITA PENYAKIT INI, SELAIN ITU
JUGA DIPENGARUHI OLEH FAKTOR GENETIK, FAKTOR LINGKUNGAN DAN KELAS
SOSIAL EKONOMI.
AKHIR-AKHIR INI DIJUMPAI PENINGKATAN JUMLAH KASUS PADA KELOMPOK USIA
YANG LEBIH MUDA (SEKITAR 40 – 50 TAHUN ). PREVALENSINYA 5-10% DARI POPULASI
WARGA USIA 60-65 TAHUN DAN MENINGKAT DUA KALI LIPAT SETIAP LIMA TAHUN DAN
MENJADI 30-50% DI ATAS 85 TAHUN.
ETIOLOGI
Faktor keturunan atau genetik merupakan elemen utama atau peranan penting di
dalam pembentukan penyakit Alzheimer. Faktor lainnya adalah faktor lingkungan
antara lain: cedera kepala, pendidikan kurang (hipoaktivitas otak), hipertensi,
stroke, sindrom Down, dan jumlah alel gen APO E4.
1. Faktor genetik
Faktor genetik diduga sebagai faktor penyebab terjadinya PA onset dini dan onset
lambat. Hampir sebagian besar terjadinya PA onset dini disebabkan karena adanya
perubahan pada kromosom 1, 14 atau 21. Terutama adalah karena terjadi mutasi
gen pada kromosom 14 yang memproduksi protein presenilin I, dan pada kromosom
21 yang menghasilkan protein dengan struktur yang sama dengan presenilin I yang
dinamakan presenilin II. Kedua jenis protein membantu dalam proses pembentukan
protein prekursor amiloid (APP ). Mutasi pada gen APP menyebabkan terjadinya
produksi protein beta amiloid yang berlebihan. Adanya prenisillin dalam jumlah
kurang lebih 50% adalah penyebab terjadinya onset dini PA.
Sedangkan penyebab terjadinya onset lambat PA dipengaruhi oleh genotip
apolipoprotein E4 (APO E4). Pewarisan alel APO E4 meningkatkan resiko
terjadinya onset lambat PA yang juga dipengaruhi oleh umur, ras dan jenis kelamin
(resiko lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria).
Sekitar 40% pasien dengan 1 alel gen APO E4 mengalami PA onset lambat, dan 90%
dengan 2 alel gen APO E4 mengalami PA pada usia 80 tahun.
2. Riwayat Keluarga
5-7% pasien Alzheimer merupakan penyakit Alzheimer Familial. Gen memiliki
pengaruh yang signifikan
3. Jenis kelamin
Probabilitas wanita 2x lebih tinggi dibandingkan pria
4. Penyakit
Kardiovaskuler, DM tipe2 , luka di kepala, Down’s syndrome, Mild Cognitive
Impairment
PATOFISIOLOGI
Pada penderita Alzheimer, terjadi penurunan sinap yang berbeda secara bermakna
bila dibandingkan dengan usia yang sebanding. Gangguan sinap ini disebabkan
adanya kerusakan atau kematian sel-sel otak (neuron) akibat adanya protein amiloid
yang membentuk sel-sel plak protein yang menyebabkan penurunan neurotrasmitter
Yaitu asetilkolin, serotonin dan norepinerfin.
3. Mediator inflamasi
Pelepasan mediator inflamasi dan konstituen sistem imum lainnya disebabkan karena
adanya microglial sel yang berada disekitar dan dalam sel plak amiloid yang
terbentuk. Mediator inflamasi yang dilepaskan antara lain alfa 1 antikromotripsin
( ACT ) dan alfa 2 makroglobulin, dan sitokinin ( interleukin 1 dan interleukin 6 ).
Mediator inflamasi ini meningkatkan toksisitas protein beta amiloid dan terjadi
penggumpalan. Senyawa sitotoksik dan radikal bebas juga diaktifkan oleh microglial sel
sehingga menyebabkan penurunan pada neurotransmitter yang dihasilkan.
4. Ketidaknormalan pada neurotransmiter lainnya
Penyakit Alzheimer sukar dilihat sebab banyak yang beranggapan orang tua yang semula
lupa, adalah sesuatu yang lazim karena faktor usia. Sebaliknya kemungkinan itu adalah
tanda-tanda awal seseorang itu mengidap penyakit Alzheimer.
Pikun/demensia akibat Penyakit Alzheimer (PA) amat ditakuti oleh para individu lanjut
usia, setidak-tidaknya di negara maju yang telah lama mengenalnya. Perjalanan PA
terkenal sebagai proses yang sangat menahun tetapi progresif. Seseorang yang tampak
sehat-sehat saja, "tiba-tiba" menjadi pikun Alzheimer tanpa diketahui sebelumnya. Ini
disebabkan karena selama ini tidak teramati bahwa sebenarnya sebelum pikun telah
terjadi proses perantara berlangsung secara bertingkat melalui tahapan tertentu. Tahap
awal dimulai dari gejala mudah lupa, cepat lupa (forgetfulness) yang banyak dijumpai pada
lanjut usia (28-38 persen dari populasi lanjut usia).
Oleh karena itu, kemampuan kognisi para lanjut usia perlu diamati untuk mengenali keadaan yang
dapat berkembang menjadi apa yang disebut sebagai pra-pikun (pre-dementia) tersebut.
Ternyata bahwa seseorang yang mengalami demensia pada tahap akhir penyakitnya, baik itu akibat
stroke ataupun penyakit Alzheimer, dalam proses perkembangannya menunjukkan sebuah tahap
yang disebut sebagai kelemahan kognisi tanpa demensia-cognitively impaired not demented (CIND).
Kelompok lanjut usia yang berada dalam tahap ini disebut sebagai ’in-between group’ atau kelompok
perantara yang berada antara warga lanjut usia yang normal dan yang demensia. Kelompok
perantara ini merupakan ’warning’ atau peringatan adanya kemungkinan akan berkembang lanjut
menjadi demensia.
Penyandang kelompok perantara ini perlu diberi perhatian karena mereka seringkali masih tampak
sehat, masih aktif bekerja, tidak mengeluh, tetapi secara samar menunjukkan kelemahan kognisi.
Mereka dapat merugikan diri sendiri karena pengetahuan dan performa dalam kehidupan sehari-
hari mulai mundur.
Malahan dapat pula merugikan lingkungan kalau mereka melakukan kesalahan pola pikir dan
tindakan tanpa disadarinya. Paling merepotkan adalah bahwa mereka pada awal penyakit
menunjukkan gejala penyangkalan (agnosia), menyangkal, tidak mau berkonsultasi kepada
profesional. Kasarnya, mereka tidak sadar berada dalam kondisi ’sehat tidak, pikun-pun belum.
Setengah pikunlah’.
Gejala-gejala dini yang secara umum timbul adalah:
• Tes laboratorium
• CT scan, MRI
• Uji neuropsikologik
• EEG
• SPECT, PET
Other causes for change in mental status include the
following:
•Medications
•Infection
•Depression
•Alcohol abuse
•Liver or kidney disease
•Heart or circulatory problems
•Hypothyroidism - a deficiency of the thyroid secretion
•Vitamin B12 deficiency
•Tumors
Tabel 2
Kriteria NINCDS-ADRDA untuk mendiagnosa kemungkinan terjadinya penyakit
Alzheimer
I Gambaran terjadinya penurunan atau kemunduran fungsi kognitif
Dilakukan interview pada pasien dan perawat
II Terjadi perubahan atau penurunan pada 2 atau lebih area fungsi (aphasia, apraxia, agnosia,
penurunan kemampuan memecahkan masalah dan memproses informasi. )
Melatih fungsi otak dan senam otak, olahraga fisik dan pengaturan
pola / menu makanan sehat sangat dianjurkan untuk menghindari
munculnya penyakit Alzheimer.
UPAYA PENCEGAHAN ALZHEIMER
Clozapin
Algoritma pengobatan penderita Alzheimer
A. Pengobatan fungsi kognitif
Menghilangkan hal yang yang tidak berhubungan dengan proses patologik atau penyakit yaitu depresi
Melakukan pengujian
MMSE 10-26
Donepezil
Galantamin
Rivastigmin
MMSE stabil +
( menurun < 4 poin setelah 1 tahun ) Vitamin E MMSE memburuk
Lanjutkan pengobatan diatas ( ≥ 4 poin setelah 1 tahun )
Alternatif lain kolinesterase inhibitor + vitamin E
Terapi pengobatan penyakit Alzheimer untuk memperbaiki fungsi kognitif:
Obat Mekanisme kerja Efektivitas
Prekursor asetilkolin : Meningkatkan jumlah asetilkolin, merupakan senyawa Tidak efektif bila hanya
Kolin, lesitin yang sangat penting dalam proses regenerasi energi di digunakan sendiri
dalam mitokondria sel otak. Kolin berfungsi sebagai
substrat untuk pembentukan neurotransmiter asetilkolin
Inhibitor kolinesterase : Mencegah terurainya asetilkolin yang berperan dalam Efektif memperbaiki fungsi
Takrin, mengatur komunikasi antar sel-sel otak. Obat-obat ini kognitif
Donepezil dapat memperlambat proses pemburukan gejala dari
Galantamin beberapa jenis penyakit dan membantu memperbaiki
Rivastigmin fungsi intelektual pada individu yang mengidap PA derajat
ringan sampai sedang
Agonis kolinergik Agonis muskarinik Beberapa pasien
Betanekol, Xanomelin mengalami kemajuan
Obat lainnya
Ergoloid mesilat Meningkatkan metabolisme Efektif, kemungkinan
disebabkan dapat
memperbaiki mood
Asetil-L-karnitin Senyawa yang sangat penting dalam proses regenerasi Beberapa mempunyai
energi di dalam mitokondria sel otak. Senyawa ini keuntungan yang minimal
menyediakan gugus asetil untuk asetil koenzim A, dan dalam tes kognitif
memfasilitasi pelepasan asetilkolin, neuropeptida dan
neurotransmiter lainnya, serta dapat menurunkan level
kortisol, neuroprotektif Beberapa studi menunjukkan
Nootropik : piracetam, Meningkatkan metabolisme otak, sebagai neuroprotektif peningkatan pada tes kognitif dan
oxiracetam, aniracetam beberapa simpton,keuntungan minimal
LANJUTAN...
• Terapi farmakologi
1. Farmakoterapi dari gejala kognitif
Terapi ini bertujuan mengatasi gejala penurunan kognisi atau menunda perkembangan penyakit.
– Obat Golongan Inhibitor Kolinesterase
Tujuan terapi ini adalah meningkatkan neurotransmisi kolinergik di otak. Pada penyakit
Alzheimer dimana terjadi degradasi saraf kolinergik yang di karakterisasi dengan berkurangnya secara
signifikan enzim kolin asetiltransferase (ChAT) yang mengkatalisis sintesis asetilkolin. Karena itu
salah satu strategi terapinya adalah dengan memberikan penghambat asetilkolin esterase agar
asetilkolin yang disintesis tidak segera terdegradasi.
Mekanisme aksinya :
Glutamat lepas dari saraf presinaptik --> berinteraksi denganreseptor non-NMDA --> afinitas
reseptor NMDA dengan Mg2+ berkurang --> Mg2+ lepas --> glutamat mengaktivasi NMDA -->
membukan kanal Na dan Ca --> Na dan Ca masuk -->menghasilkan efek seluler (memicu
signaling dalam learning dan memory
Memantine saat ini satu-satunya agen di kelas ini yang disetujui untuk pengobatan penyakit
Alzheimer. Memantin adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzheimer
taraf sedang hingga berat. Obat ini diawali dengan dosis rendah 5 mg setiap minggu dilakukan
selama 3 minggu untuk mencapai dosis optimal 20 mg/hari (Chisholm-burns et al, 2008 ; Dipiro,
2008 : 1166).
– Golongan Obat Nonkonvensional
Terdapat 5 golongan, yaitu :
• Esterogen
Hormon estrogen dapat merangsang otak, sebab reseptor-reseptor
estrogen ditemukan di tempat-tempat tertentu di otak. Dengan demikian
otak merupakan jaringan target atau dapat dinamakan organ sasaran
estrogen. (McEwen, 1980,Arpels 1996). Apabila estrogen otak turun di
bawah batas minimal keperluan otak, maka akan menyebabkan disfungsi
otak, dan dapat sampai menuju ke timbulnya penyakit Alzheimer dan
mengurangnya memori ataupun persepsi dan kognitif .(Backstrom, 1995,
Paganini & Handerson, 1996).
• Agen antiradang
Mekanisme aksi yang lain ialah dengan cara meredam radikal
bebas. Salisilat misalnya, dapat mengangkat radikal hidroksil.(Rich et al,
1995).Inflamasi pada AD, pada awalnya relatif lemah dan terlokalisir.
Sampai sekarang, setidak-tidaknya ada 14 studi klinis, yang hasilnya
member harapan tentang kemampuan obat antiinflamasi yang dapat
memperlambat dan menunda awitan. (Wibowo,S, 2001:81)
Contoh obat : indometasin, salisilat.
• Lipid-lowering agent
Kepentingan dalam efek proteksi yang potensial pada
pasien AD adalah agen penurun lipid (Lipid-Lowering
Agents), khususnya 3- hidroksi- 3- methylglutaryl- koenzim
A reduktase inhibitor. Simvastatin telah dipelajari dalam satu
percobaan klinis menunjukan penurunan βAP pada pasien
dengan AD yang ringan, tetapi tidak pada pasien dengan
tingkat penyakit yang parah.
Antioksidan
Berdasarkan teori patofisiologi termasuk juga mengenai adanya radikal bebas yang dapat merusak
neurotransmiter sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitasnya maka ada ketertarikan secara
signifikan untuk mengembangkan penggunaan antioksidan dalam pengobatan PA.
Salah satu penelitian yang melakukan perbandingan penggunaan vitamin E 1000 UI, selegilin 5
mg, dalam bentuk kombinasi keduanya dan plasebo untuk pengobatan pada penderita PA sedang,
menunjukkan bahwa penggunaan vitamin E dan selegilin cukup efektif untuk pengobatan.
Vitamin E mempunyai efek samping yang rendah, harga tidak terlalu mahal, dan dapat digunakan
dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Walaupun belum ada penelitian mengenai interaksinya
dengan inhibitor kolinesterase tetapi belum ada keluhan mengenai interaksi yang terjadi bila
keduanya digunakan bersamaan.
Selegilin juga cukup efektif untuk pengobatan PA sedang, dimana salah satu penelitian
menunjukkan penggunaan selegilin 10 mg/hari dapat menurunkan nilai hasil tes BPRS. Penelitian
lain juga menunjukkan selegilin dapat memperbaiki fungsi kognitif dan juga mood.
• Gingko biloba
Ekstrak gingko biloba ( EGb ) mengandung flavonoid dan terpenoid. Efek
neuroprotektif Egb dapat mengurangi pecahnya kapiler darah, sebagai antioksidan dan
menghambat terjadinya plak serta dapat memperbaiki daya ingat, memperlancar
sirkulasi darah serebral.
Efek samping gangguan GI ringan, sakit kepala, pusing, dan vertigo, mual, muntah,
diare, gelisah.
Walaupun ada bukti klinik bahwa Egb dapat digunakan untuk pengobatan namun tidak
cukup efektif karena masalah standarisasi kadar dalam produknya.
Dosis yang dianjurkan adalah 40 mg ekstrak yang telah terstandarisasi 3 x sehari selama
4-24 minggu.
Ekstrak gingko biloba tidak boleh dikombinasi dengan inhibitor MAO karena
meningkatkan efek toksik.
Demikian juga penggunaan dengan antikoagulan
2. FARMAKOTERAPI GEJALA NON KOGNITIF
Farmakoterapi untuk pengobatan simpton non kognitif
Sebagian besar penderita Alzheimer juga mengalami gejala / simpton non kognitif yang dapat
terbagi menjadi 3 kategori yaitu : gejala psikosis, perubahan perilaku dan depresi.
Penanganan untuk gejala psikosis atau perubahan perilaku juga perlu memperhatikan keadaan
lingkungan dan farmakologinya ( antipsikotik, antidepresan, mood stabilizer dan antiansietas ).
Untuk pasien dengan perilaku yang tidak agresif dapat dilakukan penanganan dengan cara
menjaga agar lingkungan sekitar tetap tenang dan stabil serta perhatian dari keluarga.
Pendekatan yang sama juga dapat dilakukan pada pasien PA dengan perubahan perilaku yang
agresif. Walaupun demikian pemberian obat-obatan ini sering digunakan jika diperlukan.
Obat-obatan ini mempunyai efek samping antara lain sedasi dan efek samping ekstrapiramidal.
Oleh karena itu standar dalam penggunaan obat-obatan ini yaitu : digunakan dalam dosis yang
kecil, melakukan pengawasan yang ketat terhadap efek samping yang dapat terjadi, dan
mengurangi dosis secara bertahap.
• Inhibitor kolinesterase dan memantine
Perawatan ini dalam jangka pendek dapat memberikan perbaikan dan mungkin
memperlambat perkembangan dan progress dari gejala penyakit. Inhibitor Kolinesterase
dan memantine dapat dianggap sebagai terapi lini pertama dalam pengobatan awal gejala
perilaku pada pasien AD (Dipiro et al, 2008).
Contoh obat : Donepezil, rifastigmine, galantamine, memantine
• Antipsikosis
Antipsikotik secara tradisional telah digunakan untuk mengobati gangguan perilaku dan
psikosis pada pasien Adserta juga banyak digunakan dalam pengelolaan gejala
neuropsikiatri pada pasien AD. Berdasarkan meta-analisis terakhir, hanya 17% sampai 18%
dari pasien demensia menunjukan respon dari pengobatan atipikal antipsikotik.
Contoh obat : Risperidon, olanzapine, quetiapine.
• Antidepresan
Contoh obat : sertraline, citalopram, fluoxetine, dan paroxetine
Terapi Lainnya
Karena antipsikotik dan terapi antidepresan telah menunjukan efikasi moderat dan
hanya menimbulkan resiko efek samping yang tidak diinginkan, obat-obat lainnya
dapat digunakan untuk mengobati perilaku mengganggu dan agresi pada gangguan
kejiwaan dan neurologis lainnya telah diusulkan sebagai pengobatan alternatif yang
potensial. Alternatif tersebut adalah benzodiazepin, buspirone, selegiline,
karbamazepin, dan asam valproat. Oxazepam khususnya, telah digunakan untuk
mengobati kecemasan, agitasi, dan agresi.