Anda di halaman 1dari 6

KELOMPOK DI/TII SUL-SEL

Cindy Rafika Sari


Fira Auliyah Putri
Rehuellah Nishika
Latar Belakang Pemberontakan DI-TII di
Sulawesi Selatan

Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan meletus sejak tahun 1951


dan dipimpin oleh Kahar Muzakar. Munculnya gerakan DI/TII tersebut
bermula dari Kahar Muzakar menempatkan laskar-laskar rakyat Sulawesi
Selatan ke dalam lingkungan APRIS (Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat). Selanjutnya, Kahar muzakar berkeinginan untuk
menjadi pimpinan APRIS di daerah Sulawesi Selatan.
Tujuan Pemberontakan DI-TII di
Sulawesi Selatan
Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar mengirim surat kepada pemerintah pusat.
Dalam surat tersebut Kahar Muzakar menyatakan agar semua anggota dari KGGS
(Komando Gerilya Sulawesi Selatan) dimasukkan dalam APRIS. Kahar Muzakar juga
mengusulkan pembentukan Brigade Hasanudin. Namun, permintaan Kahar Muzakar
tersebut ditolak oleh pemerintah pusat. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,
pemerintah pusat bersama dengan pimpinan APRIS mengeluarkan kebijakan dengan
memasukkan semua anggota KGSS ke dalam Corps Tjadangan Nasiaonal (CTN) dan
Kahar Muzakar diangkat sebagai pimpinannya dengan pangkat letnan kolonel.
Kebijakan pemerintah tersebut tidak memuaskan Kahar Muzakar. Pada tanggal 17
Agustus 1951, bersama dengan pasukannya Kahar Muzakar melarikan diri ke hutan. Pada
tahun 1952 Kahar Muzakar menyatakan bahwa wilayah Sulawesi Selatan menjadi bagian
dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo.
Upaya Penumpasan Pemberontakan
DI-TII di Sulawesi Selatan

Untuk mengatasi pemberontakan tersebut, pemerintah bertindak tegas


dengan mengadakan operasi militer. Penumpasan tersebut mengalami
berbagai kesulitan, namun akhirnya pada bulan Februari 1965 Kahar
Muzakar berhasil ditembak dan pada bulan Juli 1965, orang kedua setelah
Kahar (Gerungan) dapat ditangkap. Peristiwa tersebut mengakhiri
pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.
Dampak dari Pemberontakan DI-TII
di Sulawesi Selatan
Gerilyawan (DI/TII) menggunakan taktik pertempuran gerilya. Taktik gerilya yang dimaksud adalah
memukul musuh diwaktu mereka lengah dan menghindarkan serangan musuh ketika mereka berada dalam
posisi yang kuat. Konsep strategi tersebut diterapkan sampai berakhirnya gerakan DI/TII pada tahun
1965.Kehadiran DI/TII di Sulsel menimbulkan keresahan dan ketidakamanan bagi masyarakatSelama
berlangsungnya gerakan DI/TII, masyarakat  Sulsel khusus nya daerah Maros mengalami berbagai kondisi yang
sangat memprihatinkan akibat tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pasukan DI/TII. Penculikan (orang),
perampokkan (barang), pembunuhan, dan bahkan pembunuhan seakan menjadi “suatu yang lumrah atau biasa”
dan merupakan konsekuensi dalam melakukan perubahan. Hal itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan
masyarakat, sehingga menimbulkan reaksi penduduk setempat, baik yang mendukung maupun yang tidak
mendukung.

Selain melakukan penculikan dan pembunuhan, pasukan DI/TII juga melakukakn perampokkan barang-
barang (tanpa kecuali barang-barang yang mereka dapati ketika beraksi) kepunyaan penduduk hampir dalam
setiap kali aksi memasuki kampung-kampung.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai