Yunani: phainómenon "sesuatu yang nampak"; dan lógos "studi") merupakan usaha mempelajari secara filosofis struktur pengalaman dan kesadaran subjektif. Sebagai gerakan, filsafat Fenomenologi dibangun pada tahun-tahun awal abad ke-20 oleh Edmund Husserl dan kemudian diperluas oleh sekelompok pengikutnya di universitas Gottingen dan Munchen di Jerman. Fenomenologi kemudian menyebar ke Perancis, Amerika Serikat, dan di banyak tempat, sering dalam konteks yang jauh dari karya asli Husserl. Fenomenologi • Fenomenologi, dalam pemahaman Husserl terutama berurusan dengan refleksi sistematis mengenai struktur kesadaran dan fenomena yang nampak dalam tindakan-tindakan kesadaran. • Ontologi ini dapat dibedakan dengan jelas dari metode analisis Cartesian mengenai analisis yang melihat dunia sebagai objek- objek, kumpulan objek, dan objek-objek yang berkegiatan dan bereaksi satu sama lain. Fenomenologi • untuk memahami fenomenologi, harus dicari akar identitasnya di dalam filsafat Immanuel Kant (1724–1804).[2] Di dalam Critique of Pure Reason, Kant membedakan ‘fenomena’ (object sebagaimana diinterpretasi oleh sensisbilitas dan akal manusia), dan “noumena” (objek sebagai benda-dalam- dirinya sendiri, yang tidak dapat dialami langsung oleh manusia). • Kantianisme abad ke-19, berkegiatan di dua bidang yang luas: – linguistik struktural dan – fenomenologi. • "Akibatnya, kaum Strukturalis mencari kategori-kategori noumenal subjektif, dan kaum Fenomenolog puas dengan menggambarkan fenomena tanpa menanyakan hubungan antara pengalaman itu dengan kenyataan eksternal. Fenomenologi • Dalam bentuknya yang paling dasar, fenomenologi berusaha menciptakan persyaratan bagi penyelidikan objektif atas topik-topik yang biasanya dianggap sebagai kesadaran subjektif dan isi pengalaman sadar seperti judgments, perceptions, and emotions (pertimbangan, persepsi, dan emosi).
• Meskipun fenomenologi berusaha menjadi ilmiah, dia
tidak berusaha menyelidiki kesadaran dari perspektif psikologi klinis atau neurologi. Sebaliknya, dia mencari melalui refleksi sistematis untuk menentukan sifat-sifat essensial dan struktur pengalaman. Fenomenologi • Husserl banyak mengambil konsep-konsep penting fenomenologi dari karya dan kuliah guru-gurunya, para filsuf dan psikolog Franz Brentano dan Carl Sumpf. • Unsur penting yang dipinjam Husserl dari Brentano adalah intensionalitas (sering digambarkan sebagai “aboutness”), istilah bahwa kesadaran selalu kesadaran mengenai sesuatu. • Objek kesadaran disebut objek intensional, dan objek ini disusun bagi kesadaran dalam banyak cara yang berbeda, melalui, misalnya, persepsi, ingatan, retensi (penyimpanan) dan perlindungan, arti, dst. • Di seluruh intensionalitas yang berbeda-beda ini, meskipun mereka mempunyai struktur dan cara yang berbeda dari ada “terkait dengan” objek, sebuah objek tetap tersusun sebagai objek yang sama; kesadaran diarahkan pada objek intensional yang sama dalam persepsi langsung sebagai mana adanya di dalam retensi langsung berikutnya dari objek ini dan ingatan akhir darinya. Intentionalitas • Intentionalitas menunjuk pada pengertian bahwa kesadaran selalu kesadaran akan sesuatu. • Kata itu sendiri tidak boleh dikacaukan dengan penggunaan “biasa” dari kata intensional, tetapi lebih dilihat sebagai yang bermain pada akar-akar etimologis kata itu. • Aslinya, “intention” menunjuk pada suatu “peregangan” (“dalam tegangan”), latin intendere, dan dalam konteks ini menunjuk pada kesadaran “yang meregang” menuju objeknya (meskipun harus hati-hati dengan gambaran ini, dengan melihatnya sebagai tidak ada suatu kesadaran dulu yang selanjutnya meregang menuju objeknya. • Sebaliknya, kesadaran terjadi bersamaan dengan tindakan sadar dan objeknya.) Intensionalitas sering diringkas sebagai “ke-mengenai-an”. Intentionalitas • Apakah sesuatu yang disadari ini berada dalam persepsi langsung atau di dalam fantasi tidak langsung terkait dengan intensionalitas sendiri, apa pun yang disadari, yaitu sadar adalah sadar akan. Ini berarti bahwa objek kesadaran tidak harus objek fisik yang ditangkap dalam persepsi: bisa jadi fantasi atau ingatan.
• Akibatnya, “struktur” dari kesadaran ini, yaitu,
persepsi, ingatan, fantasi, etc, disebut intentionalitas. Intuisi • Intuisi dalam fenomenologi menunjuk pada kasus-kasus di mana objek intensional secara langsung hadir bagi intensionalitas yang sedang beraksi: bila intensi “dipenuhi” oleh pemahaman objek, anda mempunyai objek yang diintuisikan. • Dengan secangkir kopi di hadapanmu, misalnya, dengan melihatnya, merasakannya, atau bahkan membayangkannya – itu semua adalah intensi-intensi yang terisi, dan objeknya maka diintuisi. Hal yang sama berlaku bagi penangkapan rumus-rumus matematik atau sebuah angka. • Bila anda tidak mempunyai objeknya yang ditunjuk secara langsung, maka objek itu tidak diintuisi, tetapi masih dimaksudkan, tetapi masih secara kosong. Contoh-contoh mengenai intensi kosong dapat menjadi intensi termaksud – intensi yang hanya menyiratkan atau menunjuk pada objeknya. Evidensi • Dalam bahasa harian, kita menggunakan kata evidensi untuk menunjuk pada jenis khusus hubungan antara keadaan tertentu dan proposisi: keadaan A merupakan bukti bagi proposisi “A benar”. • Namun, di dalam fenomenologi, konsep evidensi dimaksudkan untuk “pencapaian kebenaran secara subjektif”. • Ini bukan upaya untuk mereduksi jenis evidensi objektif ke “pendapat” subjektif, tetapi lebih merupakan upaya untuk menggambarkan struktur dari adanya sesuatu di dalam intuisi dengan tambahan keberadaan itu dapat dipahami (intelligible): “Evidensi merupakan presentasi sukses dari objek yang intelligible, presentasi sukses dari sesuatu yang kebenarannya menjadi nyata di dalam pembuktian dirinya sendiri”. Noesis dan Noema • Di dalam fenomenologi Husserl, yang cukup umum, pasangan istilah ini, yang ditarik dari kata Yunani nous (akal budi), menunjuk pada muatan nyata, noesis, dan muatan ideal, noema, dari tindakan intensional (tindakan kesadaran). • Noesis merupakan bagian dari tindakan yang memberinya makna atau sifat khusus (seperti di dalam mempertimbangkan atau mempersepsi sesuatu, mencintai atau membencinya, menerima atau menolaknya, dst.). Hal ini nyata dalam arti bahwa ini benar-benar merupakan bagian dari apa yang terjadi di dalam kesadaran (atau psyche) dari subjek tindakan. • Noesis selalu berkorelasi dengan suatu Noema; bagi Husserl, Noema yang penuh merupakan struktur ideal kompleks yang sekurang- kurangnya terdiri dari suatu makna noematik dan suatu inti noematik. Interpretasi yang benar dari apa yang dimaksud oleh Husserl dengan Noema telah lama menjadi kontroversi, tetapi makna noematik umumnya dimengerti sebagai arti ideal dari tindakan dan inti noematik sebagai referensi atau objek tindakan sebagaimana dimaksudkan di dalam tindakan tersebut. • Satu unsur kontroversi itu adalah apakah objek noematik itu sama dengan objek aktual dari tindakan (pengandaiannya: objek itu ada) atau sejenis objek ideal. Empathy and Intersubjectivity • Di dalam fenomenologi, empati menunjuk pada pengalaman tubuh seseorang sebagai yang lain. Sementara kita sering mengidentifikasi orang lain dengan tubuh fisiknya, jenis fenomenologi ini menuntut kita fokus pada subjektivitas yang lain, serta keterlibatan intersubjektif kita dengan mereka. • Dalam uraian Husserl yang asli, ini dilakukan oleh sejenis appersepsi yang dibangun atas dasar pengalaman dari tubuh yang anda hidupi sendiri. Tubuh yang dihidupi tersebut adalah tubuh anda sendiri sebagaimana dialami oleh anda sendiri, sebagai anda sendiri. • Tubuh anda menampilkan diri pada anda terutama sebagai kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak di dunia ini. Itulah yang memungkinkan anda menjangkau dan memegang sesuatu, misalnya, tetapi lebih penting lagi, dia memungkinkan anda untuk mengubah titik pandang anda. Ini membantu anda untuk membedakan satu hal dari yang lain dengan pengalaman mengitarinya, dengan melihat aspek-aspek baru darinya (sering disebut membuat yang tidak ada ada dan yang ada tidak ada), dan masih mempertahankan pengertian bahwa ini adalah hal yang sama yang aspek-aspeknya barusan anda lihat (itu identik). Tubuh anda juga dialami sebagai sebuah dualitas, baik sebagai objek (anda dapat menyentuh tangan anda) dan sebagai subjektivitas anda sendiri (anda mengalami disentuh). Empathy and Intersubjectivity • Pengalaman tubuh anda sendiri sebagai subjektivitas anda lalu diterapkan pada pengalaman tubuh lain, yang, melalui appersepsi, membentuk subjektivitas orang lain. Maka anda dapat mengenali intensi-intensi, emosi, dst., orang lain. • Pengalaman empati ini penting di dalam uraian fenomenologis mengenai intersubjektivitas. Di dalam fenomenologi, intersubjektivitas membentuk objektivitas (yaitu, apa yang anda alami sebagai objektif dialami sebagai yang tersedia secara intersubjektif – tersedia bagi semua subjek lain. Ini tidak menyiratkan sikap relatif, bdk., misalnya verifiabilitas intersubjektif). Empathy and Intersubjectivity • Di dalam pengalaman intersubjektivitas, seseorang juga mengalami dirinya sebagai subjek di antara subjek- subjek lain, dan dia mengalami dirinya sebagai berada secara objektif bagi orang-orang lain itu; dia mengalami dirinya sebagai noema dari noeses orang lain, atau sebagai seorang subjek di dalam pengalaman empatik orang lain. • Dengan demikian, dia mengalami dirinya sendiri sebagai subjektivitas yang berada secara objektif. Intersubjektivitas juga merupakan bagian dari konstitusi dunia kehidupan seseorang, khususnya sebagai “dunia- asal (rumah)”. Dunia kehidupan (Lifeworld) • Dunia kehidupan (Jerman: Lebenswelt) adalah “dunia” di mana masing-masing kita hidup. Bisa disebut “latar belakang” atau “horison” dari semua pengalaman, dan itu adalah di mana setiap objek berada sebagai dirinya sendiri (sebagai yang berbeda) dan dengan makna yang hanya dapat diberikan kepada kita. • Dunia kehidupan bersifat personal sekaligus intersubjektif (maka disebut “dunia kehidupan”), dan, dengan begitu, itu tidak menutup kita masing-masing dalam kesendirian (solus ipse). Husserl's Logische Untersuchungen (1900/1901)
• Di dalam edisi pertama dari Logical Investigations, masih
terpengaruh oleh Brentano, Husserl menggambarkan posisinya sebagai “psikhologi deskriptif”. • Husserl menganalisis struktur intensional tindakan mental dan bagaimana struktur-struktur itu diarahkan pada objek-objek nyata dan juga ideal. • Volume pertama dari Logical Investigations, Prolegomena to Pure Logic, mulai dengan kritik yang menghancurkan psikhologisme, y.i., usaha untuk menempatkan validitas a priori dari hukum logika di bawah psikhologi. • Hussserl membangun suatu bidang untuk penelitian di dalam logika, filsafat, dan fenomenologi, terlepas dari ilmu-ilmu empiris. Fenomenlogi Transendental menurut the Ideas (1913) • Beberapa tahun setelah penerbitan the Logical Investigations, Husserl memberikan sejumlah penjelasan penting yang mengantarnya ke pembedaan antara tindakan kesadaran (noesis) dan fenomena yang menjadi sasarannya (noemata). • "noetic" menunjuk pada tindakan kesadaran yang sengaja (percaya, menghendaki, dst.) • "noematic" menunjuk pada objek atau isi (noema), yang muncul di dalam tindakan yang bersifat noetic (yang dipercaya, diinginkan, dibenci, dan dicintai .....). • Yang kita amati bukanlah objek sebagaimana dalam dirinya sendiri, tetapi sebagaimana dan sejauh objek itu disajikan di dalam tindakan intensional. Pengetahuan mengenai essensi hanya akan mungkin dengan “bracketing” (memasukkan dalam tanda kurung) semua pengandaian mengenai eksistensi suatu dunia luar dan aspek-aspek (subjektif) yang tidak essensial dari bagaimana objek itu disajikan secara nyata bagi kita. Prosedur ini disebut Husserl epoché. Fenomenlogi Transendental menurut the Ideas (1913) • Husserl di suatu periode belakangan lebih memusatkan diri pada struktur ideal dan hakiki dari kesadaran. Ketika dia ingin mengeksklusikan semua hipotesis mengenai eksistensi objek luar, dia memperkenalkan metode reduksi fenomenologis untuk menyingkirkannya. Yang tersisa adalah ego transendental murni, yang dilawankan dengan ego empiris konkret. • Maka Fenomenologi Transendental merupakan studi mengenai struktur essensial yang tersisa di dalam kesadaran murni: dalam praktek ini bermuara ke studi mengenai noemata dan hubungan-hubungan antarmereka. • Para fenomenolog transendental mencakup Oskar Becker, Aron Gurwitsch, dan Alfred Schutz. • Filsuf Theodor Adorno mengritik konsep Husserl mengenai epistemologi fenomenologis di dalam metakritiknya Against Epistemology, yang posisinya antifoundationalis. Fenomenologi Realis • Setelah penerbitan Ideen pada tahun 1913, banyak fenomenolog bersikap kritis terhadap teori-teori barunya. Khususnya anggota dari kelompok Munich menjauhkan diri dari fenomenologi transendental barunya dan lebih menyukai fenomenologi realis terdahulu dari edisi pertama Logical Investigations. • Para fenomenolog realis mencakup Adolf Reinach, Alexander Pfänder, Johannes Daubert, Max Scheler, Roman Ingarden, Nicolai Hartmann, Dietrich von Hildebrand. Fenomenologi Existensial • Fenomenologi eksistensial berbeda dari fenomenologi transendental karena penolakannya terhadap ego transendental. • Merleau-Ponty keberatan terhadap transendensi ego atas dunia, yang bagi Husserl membuat dunia terbentang dan seutuhnya transparan di hadapan kesadaran. • Heidegger memikirkan suatu pengada sadar sebagai yang selalu berada di dunia. Transendensi ditegaskan di dalam fenomenologi eksistensial sejauh metode fenomenologi harus mengambil titik awal tanpa pengandaian – mengatasi klaim-klaim mengenai dunia yang muncul, misalnya, dari sikap atau teori alami atau ilmiah mengenai kodrat ontologis dari dunia. Fenomenologi Existensial • Menurut Heidegger, filsafat bukanlah suatu bidang ilmiah sama sekali, tetapi lebih mendasar dari sains sendiri. Menurutnya, ilmu hanyalah salah satu cara memahami dunia tanpa memiliki akses khusus menuju kebenaran. Selanjutnya, pola pikir ilmiah sendiri dibangun di atas dasar yang jauh lebih “primordial” dari pengetahun harian, dan praktis. • Husserl skeptis dengan pendekatan itu, yang dianggapnya sebagai kuasi-mistik, dan hal itu berperan dalam keragaman di dalam berpikir mereka. Fenomenologi Existensial • Alih-alih menganggap fenomenologi sebagai filsafat pertama atau bidang dasar, Heidegger mengambilnya sebagai suatu ontologi metafisik: “ada merupakan satu-satunya tema yang tepat dari filsafat ... ini berarti bahwa filsafat bukanlah sains mengenai pengada-pengada tetapi mengenai ada”. Tetapi mencampuradukkan fenomenologi dan ontologi jelas merupakan kesalahan. Fenomena bukanlah dasar atau Alas dari Ada. Tampilan mereka juga bukan, karena, sebagaimana Heidegger berargumen di dalam Being and Time, sebuah tampilan adalah “yang memperlihatkan dirinya sendiri dalam dirinya sendiri”.
• Sementara bagi Husserl, di dalam epoche, ada nampak hanya
sebagai korelasi kesadaran, bagi Heidegger ada merupakan titik awal. Sementara bagi Husserl kita harus mengabstraksikan semua ketentuan-ketentuan konkret dari ego empiris kita, agar mampu kembali ke bidang kesadaran murni, Heidegger mengklaim bahwa “kemunkginan-kemungkinan dan nasib dari filsafat terikat bersama dengan eksistensi manusia, jadi dengan temporalitas dan historisitas”. Fenomenologi Existensial • Namun, ada ontologis dan ada eksistensial merupakan kategori yang berbeda, sehingga penggabungan kedua kategori ini, menurut pandangan Husserl, merupakan akar dari kesalahan Heidegger. Husserl menuduh Heidegger dengan mengangkat pertanyaan mengenai ontologi tetapi gagal menjawabnya, tetapi justru mengubah topiknya ke Dasein, satu-satunya pengada yang terkait dengan isu Pengada. Itu bukan ontologi maupun fenomenologi, menurut Husserl, tetapi hanyalah ontologi abstrak. Untuk memperjelasnya, mungkin, dengan anthropologi abstrak, sebagaimana seorang non- eksistensialis yang menyelidiki essensi, Husserl menolak eksistensialisme yang imbpisit di dalam pembedaan Heidegger antara pengada (sein) sebagai benda-benda dalam kenyataan dan Pengada (Da-sein) sebagai pertemuan dengan ada, sebagaimana ketika ada menjadi hadir bagi kita, yaitu, menjadi terungkap.[18]
• Kaum fenomenolog eksistensial termasuk: Martin Heidegger (1889-
1976), Hannah Arendt (1906-1975), Emmanuel Levinas (1906-1995), Gabriel Marcel (1889-1973), Jean Paul Sartre (1905-1980), Paul Ricoeur (1913-2005) dan Maurice Merleau-Ponty (1908-1961).