Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Surakarta FKIP Universitas (UNS)
Abstrak
Abstract
Keywords: awareness-experience-sense-affirmation-concept-symbol-conception
Pendahuluan
Kesadaran selalu terarah pada etre en sio (ada-begitu-saja) atau berhadapan dengannya.
Situasi di mana kesadaran berhadapan oleh Sartre disebut etre pour soi (ada-bagi-dirinya).
Kesadaran telah menjadi satu topik terpenting kajian psikologi dan ilmu pengetahuan lain
dewasa ini. Penelusuran dokumen lewat Proquest dengan mengetik kata consciousness akan
menghasilkan 11.435 artikel, sedangkan lewat EBSCO dengan prosedur yang sama
menghasilkan 14.094 artikel. Tidak salah jika Zaman (2001) menggambarkan minat terhadap
kesadaran sebagai air pasang yang sedang naik dibarengi dengan gelombang publikasi, jurnal
baru serta pertemuan ilmiah bertopik kesadaran. Topik kesadaran menurutnya (Zeman, 2001)
telah menjadi satu tantangan intelektual lintas disiplin mulai dari neurosains, psikologi sampai
filsafat. Kesadaran diri merupakan proses mengenali motivasi pilihan dan kepribadian kita lalu
menyadari pengaruh faktor-faktor tersebut atas penilaian, keputusan dan interaksi kita dengan
orang lain. Seseorang disebut memiliki kesadarn diri jika dia memahami emosi yang sedang
dirasakan, kritis terhadap informasi mengenai dirinya sendiri, dan sadar tentang dirinya yang
nyata.
Simbol berasal dari kata dalam bahasa Yunani symballo yang artinya melempar
bersama-sama, melempar atau meletakkan bersama-sama dalam satu ide atau gagasan objek
yang kelihatan, sehingga objek tersebut mewakili gagasan. Simbol dapat mengantarkan
seseorang ke dalam gagasan masa depan maupun masa lalu. Simbol diwujudkan dalam gambar,
bentuk, gerakan, atau benda yang mewakili suatu gagasan. Meskipun simbol bukanlah nilai itu
sendiri, tetapi simbol sangatlah diperlukan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang
diwakilinya. Simbol dapat digunakan untuk keperluan apa saja, semisal ilmu pengetahuan,
kehidupan sosial, juga keagamaan. Bentuk simbol tak hanya berupa benda kasatmata, tetapi
juga melalui gerakan dan ucapan. Simbol juga dijadikan sebagai salah satu infrastruktur bahasa,
yang dikenal dengan bahasa simbol. Kamus besar bahasa Indonesia konsepsi diartikan sebagai
pengertian atau pendapat (paham). Konsepsi yang dimiliki seseorang pada dasarnya akan
berbeda dengan konsepsi orang lain hal tersebut dikarenakan konsep yang dimiliki seseorang
berbeda-beda sehingga menimbulkan cara pandang atau penafsiran yang berbeda juga.
Kesadaran
Definisi Kesadaran
Kesadaran memang telah menjadi satu konsep yang sering digunakan psikologi, namun
kesadaran merupakan konsep yang membingungkan dalam ilmu pengetahuan mengenai pikiran
(Chalmers, 1995a). Salah satu penyebabnya adalah karena pengertian kesadaran sangat
bervariasi sehingga tidak ada satu pengertian umum yang dapat diterima semua pihak (Bielecky
et.al, 2001; Natsoulas, 1978; Pawlik, 1998; Richardson, 1999; Zeman, 2001). Zeman (2001)
menguraikan bahwa kata consciousness berasal dari bahasa Latin conscio yang dibentuk dari
kata cum yang berarti with (dengan) dan scio yang berarti know (tahu). Kata menyadari sesuatu
(to be conscious of something) dalam bahasa Latin pengertian aslinya adalah membagi
pengetahuan tentang sesuatu itu dengan orang lain atau diri sendiri. Kata conscious (sadar) dan
consciousness (kesadaran) pertama kali muncul dalam bahasa Inggris awal abad 17 (Lewis,
1960 seperti dikutip Zeman, 2001).
Natsoulas (1978, 1999) lebih menyukai pendekatan akal sehat atau bagaimana orang
awam menggunakan kata kesadaran sebagaimana tercantum dalam Oxford English Dictionary
(OED). Ada enam arti kesadaran yang dilengkapi dengan referensinya menurut OED yakni :
(a)Pengetahuan bersama
(e)Kesatuan pribadi yaitu totalitas impresi, pikiran, perasaan yang membentuk perasaan
sadar dan
Pawlik (1998) juga mengutip pendapat Bisiach (1988) yang membedakan tiga rumusan
kesadaran, yakni:
(b)Kesadaran (C2) menunjukkan akses yang dipakai oleh sistem kesadaran untuk
menuju ke bagian-bagiannya atau ke proses mentalnya sendiri (kesadaran dalam
pengertian awareness) dan (3) kesadaran (C3) menunjuk pada suatu wujud nonfisik
(immaterial minddari Descartes).
(b)Bagaimana otak memadukan informasi yang berasal dari berbagai sumber berbeda
dan kemudian menggunakan informasi tersebut untuk mengendalikan perilaku,
(d) Bagaimana kemampuan satu sistem untuk mengakses kondisi internalnya sendiri,
(4) Memahami pentingnya kerja sama dalam menyelesaikan masalah. Dalam psikologi,
kesadaran ssama artiya dengan mawas diri (awareness).
Konsep Kesadaran
Secara lebih detil Baars (1997) menggambarkan metafora teater sebagai berikut. Sebuah
teater terdiri dari panggung, operator konteks dibelakang layar (sutradara, penata lampu,
konteks lokal), pemain (aktor/aktris), lampu sorot, serta penonton.Panggung teater adalah
panggung memori-kerja. Para aktor adalah isi dari pengalaman sadar(pikiran, images, sensasi).
Lampu sorot adalah lampu perhatian yang menyorot panggung memori-kerja. Set di belakang
layar adalah konteks ketidaksadaran yang mempengaruhi kesadaran(misalnya, perhatian selektif
dan sistem perseptual bersifat spontan dan tak sadar). Sementara itu penonton adalah memori
jangka-panjang atau sistem produksi atau pengetahuan khusus yang bersifat tidak disadari.
Baars (1997, h. 301) menggambarkan kesadaran sebagai berikut. Panggung menerima informasi
sensoris dan abstrak, namun hanya kejadian yang tersorot lampu sorot diatas panggung adalah
kejadian yang betul-betul disadari. Aktor yang tersorot lampu sorot berbicara ceriwis dan
memamerkan kepiawaian diatas panggung yang diatur oleh penulis naskah dan sutradara,
dengan latar belakang yang diciptakan oleh penata adegan. Pengaruh dibelakang layar ini,
disebut operator konteks, merupakan sistem tak sadar yang membentuk kejadian sadar. Lampu
sorot akan memilih aktor paling penting diatas panggung. Ketika lampu dinyalakan maka pesan
aktor didistribusikan kepada penonton yang terdiri dari sumber pengetahuan dan hal-hal rutin
yang tidak disadari. Sumber pengetahuan dan hal rutin ini merupakan sekumpulan alat tak sadar
yang kita pergunakan untuk beradaptasi dengan dunia.
Satu hal penting juga adalah bahwa dalam teater tersebut input akan bersifat
konvergen, sedangkan output bersifat divergen (Baars, 1997, h.301). Diatas panggung terjadilah
konvergensi antara para aktor, ucapan-ucapan aktor, sutradara, juru rias, penata adegan dan
penulis naskah; namun setiap ucapan aktor akan ditafsirkan secara berbeda oleh penonton.
Sebuah pesan dipancarkan secara global namun diinterpretasikan secara lokal oleh masing-
masing pikiran penonton. Secara umum terdapat konvergensi informasi diatas panggung, namun
demikian sesudah informasi menyatu maka informasi tersebut akan menyebar secara divergen
kepada penonton. Perspektif lain akan mengkaji keadaran dari sudut pandang neurobiologis.
Crick dan Koch (2003) mengemukakan sebuah kerangka kerja (framework) tentang
kesadaran dari sisi neurobiologi. Teorinya dinamakan neural correlate of consciousness (NCC)
yang didasarkan pada indera penglihatan. Ada 10 poin yang diuraikan dalam tulisan Crick &
Koch yang dipublikasikan tahun 2003 itu, namun tidak semua akan dipaparkan disini. Sistem
penglihatan berlandaskan pada kerja sistem korteks didalamnya termasuk cerebral cortex,
thalamus, claustrum, basal ganglia dan cerebellum. Korteks berupa jaringan syaraf yang sangat
saling berhubungan serta terdapat koalisi maupun kompetisi antar neuron. Neuron dalam sebuah
koalisi akan saling mendukung dan meningkatkan aktivitas anggota lain. Koalisi neuron yang
menang akan dipertahankan dan menciptakan apa yang disadari seseorang pada saat tertentu.
Pengalaman sadar kemungkinan terbentuk dari sejumlah koalisi neuron yang menang.
Kesadaran juga dijelaskan dari ilmu fisika kuantum (Goswani, 2001; Stapp,1995).
Stapp (1995) menyimpulkan bahwa kesadaran lebih dapat dijelaskan dari fisika kuantum
daripada fisika klasik.Fisika klasik memandang dunia sebagai satu agregat sederhana dari
entitas lokal yang bersifat independen. Masing-masing entitas hanya berinteraksi dengan entitas
tetangga dekat.Interaksi entitas dapat membentuk objek dan sistem yang lebih besar serta dapat
diperinci entitas fungsionalnya. Namun demikian menurut fisika klasik, entitas fungsional tadi
tidak mendapat sifat khusus atausifat ontologis tambahan. Entitas holistic fungsional tadi tetap
saja merupakan agregat sederhana dari entitas lokal dan tidak dapat menjadi entitas pengalaman
holistik (holistik eksperiensial). Fisika klasik tidak mampu menjelaskan dua level kualitas
eksistensi tersebut. Satu level mengenai entitas lokal yang timbul menurut hukum matematika
dan satu level lain mengenai entitas yang secara tiba-tiba menjadi ada, entitas yang bersifat
keseluruhan utuh yang terbentuk dari entitas lokal di level bawah. Berbeda dengan fisika klasik,
maka fisika kuantum dapat menjelaskan hal itu yaitu menggambarkan dua aspek yang saling
jalin-menjalin dari sistem pikiran/otak (Stapp, 1995).
Goswani (2001, h.536) berpendapat bahwa fisika kuantum akan menginterpretasikan
kesadaran dengan berlandaskan filsafat idealisme monistik bukan realisme monistik maupun
dualisme. Dualisme memandang kesadaran dan materi sebagai dua substansi yang sama sekali
berbeda, sehingga membutuhkan perantara untuk menjelaskan interaksi antara kedua substansi
tersebut. Realisme monistik berpendapat bahwa kutub objek bersif atriil sedangkan kutub subjek
berifat epiphenomena. Sebaliknya, idealism monistik memandang bahwa baik kutub objek dan
subjek adalah pengalaman. Fisika kuantum menggambarkan objek-objek sebagai gelombang-
gelombang kemungkinan. Matematika kuantum akan menghitung probabilitas yang berkaitan
dengan masing-masing kemungkinan dari sebuah gelombang kemungkinan. Namun demikian
tidak ada matematika kuantum yang tersedia untuk menghitung reduksi/pengurangan (collapse)
gelombang kemungkinan dari satu aktualitas unik. Reduksi gelombang kemungkinan dari satu
aktualitas digambarkan sebagai gerak pilihan yang terputus yang melengkapi gerak terus
menerus yang bersifat deterministic diantara pengukuran. Mengutip ahli matematika von
Neumann, maka agen yang melakukan pilihan harus berupa sebuah kesadaran non materi yang
mentransendensi ruang, waktu dan berupa mekanika kuantum sebab mesin pengukur (yang
terbuat dari gelombang kemungkinan materi sub mikroskopik) adalah sebuah gelombang
kemungkinan sendiri juga. Permasalahannya adalah dapatkah kesadaran non materi bertindak
terhadap materi tanpa perantara? (Goswami, 2001, h.537)? Menurut Goswami dualisme ini akan
hilang karena kesadaran adalah dasar dari ada dan materi adalah gelombang kemungkinan di
dalam kesadaran (2001,h. 537).
Wilber (1997) mengajukan sebuah teori integratif tentang kesadaran yang memadukan
kekuatan-kekuatan dari dua belas perspektif lain, yaitu ilmu pengetahuan kognitif,
introspeksionisme, neuropsikologi, psikoterapi individual, psikologi sosial, psikiatriklinis,
psikologi perkembangan, kedokteran psikosomatik, keadaan kesadaran khusus, tradisi Timur
dan kontemplatif, kesadaran menurut pendekatan kuantum serta tenaga dalam. Wilber (1997)
menyimpulkan bahwa eksistensi itu terbentuk dari 4 (empat) kuadran, yaitu intensional,
keperilakuan,kultural dan sosial. Kuadran kiri adalah kuadran interior, yang terdiri dari kuadran
intensional dan kuadran kultural. Kuadran kanan, yang terdiri dari kuadran keperilakuan dan
sosial, merupakan kuadran eksterior. Kuadran atas adalah kuadran individual yaitu kuadran
keperilakuan dan intensional, sedang kuadran bawah adalah kuadran kolektif yang terdiri dari
kuadran kultural dan sosial. Sehingga dapat dijelaskan bahwa:
(a)Kuadran keperilakuan ada dibagian sebelah kanan atas dan merupakan kuadran
individual eksterior,
Masing-masing kuadran memiliki sebuah hirarki yang terdiri dari holon, yaitu satu
keseluruhan yang pada saat yang sama juga merupakan bagian dari sebuah keseluruhan lain.
Misalnya, satu keseluruhan atom merupakan bagian dari sebuah keseluruhan molekul, sebuah
keseluruhan molekul merupakan bagian dari sebuah keseluruhan sel. Sebuah holon dalam
kuadran keperilakuan akan eksis bersama dengan holon kolektif atau kelompok. Holon kolektif
tersebut terdapat dalam kuadran sosial. Kuadran keperilakuan dan sosial terdiri dari holon-holon
yang dapat dipersepsi panca indera, empiris, realitas objektif dan inter objektif. Demikian juga
setiap holon dalam kuadran intensional akan ada bersama dengan holon kolektif dalam kuadran
kultural. Kuadran kiri ini bersifat interpretatif, subjektif, dan inter subjektif.
Teori kesadaran menurut Wilber (1997) haruslah mencakup “semua kuadran, semua-
level”.Kesadaran bukan berlokasi dalam diri organisme, namun kesadaran adalah sebuah
peristiwa menyangkut empat kuadran. Kesadaran terdistribusi kedalam semua kuadran, baik
kuadran keperilakuan, sosial, intensional dan kultural. Jika kita menghapus satu kuadran saja,
maka semuanya akan menghilang, sebab masing-masing kuadran secara intrinsik perlu untuk
keberadaan kuadran yang lain. Kesadaran tidak hanya dilekatkan pada otak (fisik), tapi juga
dilekatkanpada intensionalitas yang tidak dapat dijelaskan oleh fisik.Kesadaran tidakhanya
diterangkan oleh faktor individual, yaitu intensionalitas dan otak namun juga membutuhkan
makna kultural sebab tanpa praktek serta makna kultural maka intensi tidak akan berkembang.
Kesadaran juga terdistribusi kedalam sistem sosial untuk menentukan kontur dari manifestasi
tertentu kesadaran.
Tujuan Kesadaran
Tujuan dari kesadaran diri yaitu memberikan kepada manusia suatu arah, orientasi, dan
proses perkembangan serta memungkinkan manusia untuk melampaui, untuk mengatasi dirinya
dan menghubungkan benda-benda dengan dirinya. Tujuan ini memberikan arah dan orientasi
bagi keputusan-keputasan hidup manusia.
Manfaat Kesadaran
- Meningkatkan produktivitas
Indikator Kesadaran
Menurut Soekarno (1982) menyatakan bahwa terdapat empat indikator kesadaran yang
masing-masing merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya dan menunjuk pada tingkat
kesadaran tertentu, mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, antara lain :
pengetahuan, pemahaman, sikap, pola perilaku (tindakan).
Pengalaman Keindraan
Akan tetapi pengalaman keinderaan bersifat parsial. Itu disebabkan oleh adanya
perbedaan antara indera yang satu dengan yang lainnya, berhubungan dengan sifat khas
fisiologis indera, dan dengan objek yang dapat ditangkap sesuai dengannya. Masing-masing
indera menangkap aspek yang berbeda mengenai barang atau mahluk yang menjadi objek, yaitu
bunyi, atau cerah, atau bentuk dengan keras-lunaknya, atau rasa, atau bau. Pengalaman
keinderaan berbeda menurut perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas organ-organ
tertentu. Pendengaran hanya mampu menangkap suara, dan hanya pada batas-batas frekuensi
tertentu sesuai dengan kepekaan indera masing-masing orang. Mata peka terhadap cahaya, dan
tidak mampu menangkap bau yang merupakan tugas indera penciuman dan begitu juga dengan
semua indera lainnya. Pengalaman keinderaan hanya terletak pada permukaan kenyataaan,
karena terbatas pada hal-hal inderawi secara individual, dan hanya dilihat dari segi tertentu saja.
Oleh karena itu secara objektif pengetahuan yang ditangkap oleh satu indera saja tidak dapat
dipandang sebagai pengetahun yang utuh. Ibarat pengetahuan beberapa orang buta yang
berpendapat tentang bentuk seekor gajah, karena mereka hanya mengandalkan indera peraba
semata-mata. Namun pengalaman keinderaan sangat penting, karena ia bertindak selaku pintu
gerbang pertama untuk menuju pengetahuan yang lebih utuh. Karakteristik pengalaman
keindraan ciri-ciri pokok pengalaman keindraan adalah sebagai berikut :
1. Pengalaman keinderaan selalu berhubungan dengan objek tertentu di luar si pengamat
(subjek). Hubungannya bisa dalam bentuk : melihat, mendengar, meraba, mencium, dan
merasa. Atau objeknya berbentuk benda-benda fisis : orang, hewan, tumbuhan,
ide/gagasan.
2. Pengalaman manusia tidak seragam (panca indera) dan sebagai hasilnya kita dapat
berpikir, menilai, membandingkan, memutuskan, sedih, gembira, dll. Positivism
ekstrem cenderung membatasi dunia ilmiah hanya pada pengalaman yang berkaitan
dengan objek-objek yang terukur (res extensa) dan memasukkan pengalaman yang tidak
terukur sebagai subjektif, karenanya tidak masuk dunia ilmiah.
3. Pengetahuan manusia terus berkembang, baik karena pertumbuhan umur,
pendidikan/lingkungan, perkembangan pengetahuan/teknologi, dll. Missal, pengetahuan
mikroskop, teleskop sehingga menembus pemahaman tentang atom, bintang-bintang,
DNA, dll.
2. Pengalaman keinderaan itu lahiriah, tidak dalam, hanya menyaksikan segala yang
sifatnya lahiriah (material), sehingga tidak sampai mampu mengetahui esensi (mahiyah)
segala benda itu, dan juga mengetahui hubungan bathiniah antara berbagai benda itu.
1. John Locke
John Locke (1632-1704), ia membuat sebuah Esai tentang Pemahaman Manusia (Essay
Concerning Human Understanding) yang diterbitkan pada 1690. Dia menjelaskan tentang dua
masalah: yang pertama adalah mengenai “Darimana kita mendapat gagasan-gagasan kita?” dan
yang kedua adalah “Apakah kita dapat mempercayai apa yang telah dikatakan indra-indra
kita?”. Menurut Locke, semua pikiran dan gagasan kita berasal dari sesuatu yang telah kita
dapatkan melalui indra. Sebelum kita merasakan sesuatu, pikiran kita merupakan tabula rasa-
atau merupakan kertas kosong. Namun pikiran disini tidak hanya bersikap pasif menerima
informasi dari luar. Beberapa aktivitas berlangsung di dalam pikiran pula. Gagasan-gagasan dari
indra itu diolah dengan cara berpikir, bernalar, memercayai dan meragukan, dan dengan
demikian menimbulkan apa yang dinamakannya perenungan. Jadi, ia membedakan antara
pengindraan dan perenungan. Pikiran itu sendiri tidak bertindak pasif, karena ia menggolong-
golongkan dan memproses semua perasaan yang mengalir masuk.
Locke menekankan bahwa satu-satunya yang dapat kita tangkap adalah pengindraan
sederhana. Misal ketika kita makan apel, kita tidak merasakan seluruh apel itu dalam satu
pengindraan saja. Jadi kita itu sebenarnya menerima serangkaian pengindraan sederhana.
Seperti bahwa apel itu adalah benda berwarna hijau yang baunya segar, dan rasanya berair dan
tajam. Setelah makan berkali-kali barulah kita bisa berpikir “ kini aku sedang makan sebuah
apel.” Sedikit demi sedikit kita mengumpulkan banyak rasa serupa bersama-sama dan
menyusun konsep-konsep seperti pir, apel, jeruk. Semua pengetahuan tentang dunia kita
dapatkan melalui pengindraan. Oleh karena itu, pengetahuan yang tidak dapat dilacak kembali
pada pengindraan sederhana adalah pengetahuan yang keliru dan akibatnya harus ditolak.
Locke membedakan dua kualitas, yaitu ada kualitas primer dan sekunder. Kualitas
primer itu meliputi luas, berat, gerakan, jumlah, dst. Dalam arti kualitas-kualitas ini sejati pada
bendanya (bersifat objektif). Sedangkan kualitas sekunder itu meliputi warna, bau, rasa, suara,
dst. Dalam arti kualitas ini tidak meniru kualitas-kualitas sejati pada benda. Jadi kualitas ini
bergantung pada pengindraan individu.
2. David Hume
David Hume (1711-1776), dia adalah orang yang menentukan seorang filosof besar
Immanuel Kant menuju filsafatnya sendiri. Hume membebani dirinya dengan kewajiban untuk
membersihkan seluruh konsep dan susunan pemikiran yang tidak jelas yang telah dikemukakan
oleh para filosof lain. Menurutnya, tidak ada filosof yang akan dapat membawa kita ke balik
pengalaman sehari-hari atau menawarkan pada kita aturan-aturan perilaku yang berbeda dari
yang kita dapatkan melalui perenungan tentang kehidupan sehari-hari. Pada masa Hume
tersebar luas suatu kepercayaan kepada para malaikat. Yaitu sosok manusia dengan sayap.
Menurut Hume, malaikat adalah sebuah gagasan yang rumit. Karena terdiri dari dua
pengalaman yang berbeda yang sesungguhnya tidak berkaitan, tapi dikaitkan dalam imajinasi
manusia. Dengan kata lain, itu adalah gagasan keliru yang harus segera ditolak.
Hume memulai dengan menetapkan bahwa manusia mempunyai dua jenis persepsi
yaitu kesan dan gagasan. Kesan adalah pengindraan langsung atas realitas lahiriah. Sedangkan
gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan semacam itu. Contohnya, apabila jarimu terbakar api,
kamu akan mendapatkan kesan segera. Setelah itu kamu dapat mengingat bahwa kamu terbakar.
Kesan yang diingat itulah yang Hume sebut dengan gagasan. Bedanya adalah bahwa kesan itu
lebih kuat dan lebih hidup daripada ingatan reflektif tentang kesan tersebut. Dapat diketahui
bahwa perasaan itu adalah yang asli dan bahwa gagasan/ refleksi hanyalah tiruan yang samar-
samar. Kesan itulah yang merupakan penyebab langsung dari gagasan yang tersimpan di dalam
pikiran. Hume menekankan bahwa kesan maupun gagasan bisa sederhana dan bisa juga rumit.
Bagaimanapun, Hume menentang semua pikiran dan gagasan yang tidak dapat dilacak
kaitannya dengan persepsi indra. Hume mengungkapkan bahwa pikiran adalah semacam
panggung, dimana beberapa persepsi secara berurutan menampilkan diri; lewat, dan lewat lagi,
menyelinap dan bercampur dengan berbagai sikap dan keadaan. Hume mengemukakan bahwa
kita tidak mempunyai jati diri pribadi yang menyokong kita dibawah/dibalik persepsi-persepsi
dan perasaan-perasaan yang datang dan pergi. Hume menolak setiap usaha untuk membuktikan
keabadian jiwa atau keberadaan Tuhan. Tapi itu bukan berarti dia menyingkirkan salah satunya,
tetapi membuktikan iman keagamaan dengan akal manusia adalah omong kosong rasionalistik.
Humne bukanlah seorang Kristen ataupun atheis. Melainkan agnostic. Hume hanya menerima
apa yang ditangkapnya melalui indra-indranya. Dia menerima semua kemungkinan lain. Dia
tidak menolak keyakinan pada ajaran Kristen dan tidak menolak kepercayaan dan keajaiban.
Tapi dalam filsafat Hume, kaitan terakhir antara iman dan pengetahuan telah dipatahkan.
Kita tidak dapat menggunakan akal sebagai ukuran bagi cara kita seharusnya bertindak.
Bertindak secara bertanggung jawab berarti bukan berarti menguatkan akal kita, melainkan
memperdalam perasaan kita demi kesejahteraan orang lain. Menurut Hume “tidak bertentangan
dengan akal jika aku lebih suka menghancurkan seluruh dunia daripada melukai jari tanganku.”
Atau contoh lainnya adalah bencana tsunami yang menewaskan banyak korban jiwa dan
mengakibatkan banyak yang luka-luka. Maka akalku akan bilang, “sudah seharusnya semua
orang mati kalau tertimpa bencana tsunami itu.” Tapi perasaanku mendorongku untuk
menolong, atau aku akan marah jika ada yang memiliki pikiran semacam diatas tadi.
3. George Barkeley
Barkeley percaya pada ruh. Dia beranggapan bahwa semua gagasan kita mempunyai
penyebab di luar kesadaran kita, tetapi penyebab ini tidak bersifat material, melainkan spiritiual.
Menurut Barkeley, jiwaku sendiri dapat menjadi penyebab gagasan-gagasanku sendiri-seperti
ketika aku bermimpi-tapi hanya kehendak atau ruh lainlah yang dapat menjadi penyebab
gagasan-gagasan yang membentuk dunia jasmaniah. Segala sesuatu disebabkan oleh ruh itu
yang merupakan penyebab segala sesuatu di dalam segala sesuatu yang membentuk segala
sesuatu.
Barkeley memikirkan Tuhan. Dia bilang kita dapat mengatakan bahwa keberadaan
Tuhan dapat dilihat jauh lebih jelas daripada kebenaran manusia. Segala sesuatu yang kita lihat
dan kita rasakan adalah akibat kekuasaan Tuhan. Sebab, Tuhan hadir dekat sekali di dalam
kesadaran kita, yang menyebabkan melimpahnya gagasan-gagasan dan persepsi-persepsi yang
terus menerus kita ikuti. Seluruh dunia di sekeliling kita dan seluruh kehidupan kita ada dalam
diri Tuhan. Dialah satu-satunya penyebab dari segala sesuatu yang ada. Kita ada hanya di dalam
pikiran Tuhan. Menurut Barkeley yang kita ketahui hanyalah bahwa kita ini ruh.
Tujuan dari Pengalaman Keinderaan sendiri adalah menangkap apa yang kita lihat,
dengar dan rasakan sehingga dari pengalaman keinderaan tersebut dapat membedakan mana
yang baik dan dapat kita contoh dan mana yang membahayakan diri.
Penegasan Putusan
Penegasan putusan merupakan penjelasan dari hasil suatu penyelidikan atau kajian dari
lembaga peradilan terhadap suatu kasus yang nantinya dapat mempengaruhi tindakan lanjutan
bagi yang bersangkutan.
Konsep
Definisi Konsep
Konsep adalah sebuah kata yang memiliki asal dari bahasa Latin, yakni Conceptum.
Arti dari conceptum sendiri adalah sebuah hal yang bisa dipahami. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang bisa diakses secara daring, maka konsep disebut juga dengan rancangan. Atau
juga bisa disebut dengan sebuah ide yang diabstrakkan dalam sebuah bentuk yang nantinya akan
direalisasikan menjadi bentuk lain.Bentuk konsep secara umum adalah abstrak. Hal ini
dikarenakan konsep selalu bersifat universal dan tidak spesifik. Bahkan, dalam sebuah
eksistensi, konsep juga bisa menghilangkan perbedaan yang ada.
Konsep Menurut Bahri (2008:30)Bahri mengatakan bahwa apa yang disebut dengan
konsep sebenarnya adalah sebuah satuan arti yang mempunyai ciri sama dan mewakili beberapa
objek sekaligus.
Menurut Bahri, hanya orang yang memiliki konseplah yang mampu mengubah sebuah
objek menjadi sebuah abstrak dan menempatkannya pada golongan-golongan tertentu. Selain
itu, Bahri juga berpendapat bahwa konsep bisa juga dilambangkan dengan bentuk berupa kata.
Konsep Menurut Singarimbun dan Effendi (2009) Singarimbunan dan Effendi memiliki
pengertian lain mengenai konsep. Menurut mereka, konsep adalah sekelompok fenomena yang
digeneralisasi. Akibat penggeneralisasi ini, maka beberapa fenomena bisa diceritakan sebagai
sebuah fenomena yang sama.
Konsep Menurut AristotelesAristoteles juga pernah menyumbangkan pemikirannya
mengenai konsep. Filsuf yang satu ini menuangkannya dalam buku yang berjudul The Classical
Theory of Concepts. Dalam buku ini, Aristoteles menyatakan bahwa konsep adalah hal utama
atau bisa dibilang sebagai penyusun dasar dalam pembuatan sebuah ilmu baru, pengetahuan
ilmiah, atau pun sebuah filsafat yang ada dalam pemikiran manusia.
Konsep Menurut Soedjadi (2000:14) Soedjadi menggambarkan konsep dengan
pengertian yang nyaris mirip dengan pendapat dari Bahri. Yakni dengan menyatakan bahwa
konsep adalah sebuah ide yang bersifat abstrak. Ide ini bisa digunakan untuk pengelompokan
sebuah objek yang dilambangkan dengan lambang bahasa.
Konsep Menurut Umar (2004:51) Umar menyatakan bahwa sejatinya konsep adalah
beberapa teori yang membahas tentang sebuah objek. Biasanya, konsep digunakan untuk
mengelompokkan beberapa objek yang memiliki beberapa kesamaan dalam ciri-cirinya.
Konsep Menurut Woodruf Woodruf menyatakan bahwa konsep adalah sebuah gagasan
atau ide, dimana ide ini memiliki makna dan relatif sempurna. Woodruf juga mengartikan
bahwa konsep merupakan sebuah produk subjektif. Dimana produk subjektif ini dibuat dengan
cara membuat sebuah pengertian mengenai sebuah benda berdasarkan pengalaman atau persepsi
pribadi. Woodruff menyatakan bahwa Konsep terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Konsep dapat didefinisikan sebagai Suatu gagasan atau Ide yang Bermakna &
Sempurna.
3. Konsep adalah Sebuah Produk Subjektif yang bersumber, dari cara seseorang membuat
pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalaman pribadi (Setelah
melakukan suatu Persepsi terhadap objek/ benda).
Teori atau definisi (konsep) ini saling berhubungan dan memiliki pandangan yang
bersifat sistematik terhadap sebuah fenomena. Teori dari fenomena ini, menurut Siswoyo, harus
mampu menerangkan hubungan antar variabel. Tujuannya sendiri adalah agar dapat
meramalkan atau bahkan menerangkan sebuah fenomena yang lain.
Tujuan Konsep
Secara garis besar, konsep memilik fungsi untuk memberikan gambaran besar atau
penjelasan mengenai sesuatu. Berikut ini adalah beberapa fungsi konsep:
1. Fungsi Kognitif
Dalam hal ini kognitif adalah kemampuan manusia untuk berpikir optimal
sepanjang hidupnya. Dengan membuat konsep maka fungsi kognitif seseorang akan
menjadi lebih baik.
2. Fungsi Evaluatif
Dalam membuat konsep terdapat proses evaluatif, yaitu proses yang dilakukan
manusia dalam menentukan nilai suatu hal.
3. Fungsi Operasional
Dalam proses pelaksanaan dibutuhkan suatu dasar yang kuat untuk
melakukannya. Dengan adanya konsep maka proses operasional menjadi lebih efektif
dan efisien.
4. Fungsi Komunikasi
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, di dalam konsep terdapat proses
komunikasi dimana terdapat penjelasan, gagasan, ide, atas suatu benda atau peristiwa..
Simbol
Definisi Simbol
Secara etimologis, simbol (symbol) berasal dari kata Yunani “sym-bollein”, dan
beberapa ahli memberikan penjelasan kata tersebut sebagai berikut. Pertama, symbollein berarti
melemparkan bersama sesuatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide .Kedua, simbol
artinya menyatukan unsur-unsur yang berbeda dengan cara menjadi penghubung pikiran
seorang pribadi dengan proses-proses alam. Sebuah simbol mengkoordinasikan dan
mengintegrasikan banyak citra atau sensasi dari dunia sekitar yang diterima melalui panca-
indera .Ketiga, symbollein menurut Dillistone artinya mencocokkan, menempatkan kedua
bagian berbeda dalam bentuk gambaran, bahasa dan lainnya. Pandangan para ahli di atas
terhadap arti kata symbollein menunjukkan bahwa simbol menghadapkan objek (benda, bahasa)
yang berbeda untuk mencari kesepakatan bersama dengan mengungkapkan kembali,
menghubungkan dan menyatukan objek yang berbeda.
Menurut kamus webster (1997) menjelaskan bahwa pengertian simbol adalah sesuatu
yang mewakili atau menjelaskan tentang sebuah bentuk. Selain itu, Beliau juga mengungkapkan
bahwa simbol juga dapat digunakan untuk tanda bagi sebuah obyek. Contoh nyatanya adalah
bentuk love melambangkan sebuah cinta dan kasih sayang.
Menurut Herbert Blumer (1962) beliau mengungkapkan bahwa simbol adalah sesuatu
yang digunakan untuk saling berinteraksi antar sesame manusia.
Simbol menurut Budiono (2005) sebuah simbol itu berasal dari kata symbolos
(Bahasa Yunani) yang memiliki arti tanda yang menjelaskan suatu hal kepada seseorang.
Simbol merupakan sebuah rangkaian antara benda atau peristiwa yang memiliki warna
(TalalAsad, 1993).
Tujuan Simbol
Simbol dibuat dengan tujuan untuk mengganti atau mewakili sebuah objek sehingga
manusia dapat lebih mudah menjelaskannya dengan gambar dibanding menuliskan dan
menjelaskan secara panjang lebar.
Manfaat Simbol
1.Simbol dapat membantu manusia dalam benda – benda di alam maupun sosial
dengan memberi benda – benda tersebut dengan sebuah nama. Pemberian nama
berfungsi dalam membedakan antara satu benda dengan benda yang lain.
2.Simbol sangat penting untuk membantu anda dalam memahami lingkungan di
sekeliling anda.
4.Sebuah simbol juga dapat digunakan untuk membantu dalam memecahkan berbagai
permasalahan dan membantu memberikan solusi dalam masalah yang anda hadapi.
5. Kehadiran simbol anda dapat memprediksikan kehidupan di masa lalu dan masa
depan. Hal ini juga berlaku untuk menilai diri kita sendiri berdasarkan sudut pandang
orang lain.
Konsepsi
1. Pendapat (paham);
3. Bio percampuran antara inti sel jantan dan inti sel betina; pembuahan benih
Kamus besar bahasa Indonesia konsepsi diartikan sebagai pengertian atau pendapat
(paham). Sedangkan menurut salah satu ahli yaitu Malika konsepsi adalah pengertian atau
tafsiran seseorang terhadap suatu konsep tertentu dalam kerangka yang sudah ada dalam
pikirannya dan setiap konsep baru didapatkan dan diproses dengan konsep-konsep yang telah
dimiliki. Konsepsi yang dimiliki seseorang pada dasarnya akan berbeda dengan konsepsi orang
lain hal tersebut dikarenakan konsep yang dimiliki seseorang berbeda-beda sehingga
menimbulkan cara pandang atau penafsiran yang berbeda juga. Konsepsi yang dimiliki siswa
terkadang tidak sesuai dengan konsepsi yang dimiliki oleh para ilmuwan. Jika konsepsi yang
dimiliki siswa sama dengan yang dimiliki para ilmuwan, maka konsepsi tersebut tidak dapat
dikatakan salah. Namun jika konsepsi yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan konsepsi para
ilmuwan, maka siswa tersebut dikatakan mengalami miskonsepsi.
Jadi konsepsi adalah representasi mental mengenai ciri-ciri dunia luar atau domain-
domain teoritik. Konsepsi merupakan perwujudan dari interpretasi seseorang terhadap suatu
obyek yang diamatinya yang sering bahkan selalu muncul sebelum pembelajaran, sehingga
sering diistilahkan konsepsi prapembelajaran. Konsepsi pra pembelajaran dapat dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu prakonsepsi (preconception) dan miskonsepsi (misconception).
Jadi, Konsepsi merupakan tafsiran seseorang terhadap suatu konsep tertentu. Maka
dapat di katakan bahwa konsepsi adalah cara pandang seseorang terhadap suatu konsep.
Daftar Pustaka
September2018.https://doi.org/10.13140/RG.2.2.10544.61447/1
Prasetyono, E. (2013). Manusia, Ilmu Pengetahuan, dan Kesadaran Diri. Orientasi Baru, 22,
no.2(Oktober), 187–205.
http://www.usd.ac.id/lembaga/lppm/jurnal.php?id=abstraksi&model=volume&id_j=15&id
_m=1063&id_k=884
Setting, S., Skills, S., In, P., Against, S., & Setting, S. (n.d.). go public. 1–19.
Gürbilek, N. (2013). Pengalaman. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–
1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Munawaroh, S. (2014). BAB II STUDI TEORITIS TENTANG SIMBOL A. Teori Tentang Simbol
Teori tentang simbol berasal dari Yunani kata. 16–29.
Simbol, T., Perspektif, M., Dillistone, F. W., William, F., & Raya, K. I. (1903). Bab 2 teori
simbol menurut perspektif f.w. dillistone 2.1. 10–33.