Anda di halaman 1dari 6

Watak Pengetahuan: Watak Subjektivisme dan Watak Objektivisme

Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu


yang Dibina oleh Dr. Nurrizati, M.Hum

Nama Lengkap : Siti Hardianti


NIM : 22174013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


PROGRAM MAGISTER FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
Watak Pengetahuan: Watak Subjektivisme dan Watak Objektivisme

A. Watak Pengetahuan Subjektivisme

Subjektivisme adalah pengetahuan yang dipahami sebagai kepercayaan


individu. Subjektivisme juga dapat diartikan sebagai paham pengertian. Oleh karena itu,
subjektivisme menekankan pandangan pribadi. Pendukung subjektivisme percaya
bahwa pengetahuan hanyalah pandangan pribadi, dan pengetahuan itu dibakukan
menjadi pandangan umum atau pandangan mayoritas.

Subjektivisme merupakan pandangan tentang suatu objek dan kualitas yang kita
ketahui dengan perantaraan indera kita (Titus, et al., 1984). Subjektivisme itu sangat
menekankan unsur subjektif pengalaman individual, sedangkan subjektif berarti
mengacu ke pikiran, ego, persepsi, putusan pribadi, kesadaran, bukan sumber-sumber
objektif luar. Jadi, subjektivitas juga diartikan sebagai pandangan bahwa objek dan
kualitas yang kita ketahui dengan perantaraan indera kita yaitu tidak berdiri sendiri,
lepas dari kesadaran kita terhadapnya. Realitas terdiri dari kesadaran serta keadaan
kesadaran tersebut, walaupun tidak harus kesadaran kita dan akal kita. Subjektivisme
memiliki ciri-ciri, yaitu:

1. Menggagas pengetahuan sebagai suatu keadaan mental yang khusus.

2. Pengalaman subjektif sebagai titik tolak pengetahuan dari data indrawi


pribadi.

3. Pengalaman bersifat personal, benar secara pasti dan meyakinkan karena


berlaku sebagai pengetahuan langsung dari subjek.

Dalam lingkaran epistemologis, subjektivisme berarti teori bahwa semua


pengetahuan itu ada itu memiliki sumber dan validitasnya dalam pikiran subjektif dari
orang yang mengetahui "yang mengetahui", pengetahuan tentang sesuatu yang objektif
atau nyata secara eksternal berdasarkan kesimpulan dari pikiran subjektif itu, sementara
semua yang diketahui adalah produk yang terstruktur secara selektif dan diciptakan oleh
yang mengetahui. Tidak dapat dikatakan bahwa ada suatu dunia nyata secara eksternal
yang berkorespondensi dengan yang tahu.

Subjektivisme memiliki tokoh penganut antara lain sebagai berikut.

1. Rene Descartes

Pernyataan Descartes yang populer adalah cogito ergo sum


cogitans yang artinya ‘saya berpikir maka saya adalah pengada yang
berpikir’. Menurut Descartes berpikir tidak hanya bernalar, tetapi juga
melihat, mendengar, menolak sikap skeptis (tidak pernah tahu tentang
apapun) karena ia berpendapat bahwa satu-satunya sumber pengetahuan
adalah rasio. Kebenaran ada berdasarkan suatu keyakinan.

2. Realisme Epistemologis

Penganut realisme epistemologis berpendapat bahwa kesadaran


menghubungkan seorang subjek dengan apa yang lain dari subjek itu.
Subjek bisa mengenali atau mengidentifikasi apa yang berbeda.
Contohnya: Anda mengenali suara Ibu Anda di telepon walaupun Anda
tidak melihat Ibu Anda secara langsung.

3. Idealisme Epistemologis

Setiap tindakan mengetahui berakhir dalam suatu ide (suatu


peristiwa subjektif murni). Subjek menentukan kapan terakhir subjek
tersebut berpikir. Contohnya: saya menghayal. Hayalan tersebut berawal
dari kehendak saya dan akan berhenti seseuai kehendak saya.

4. Filsuf-filsuf sesudah Rene Descartes

Satu-satunya hal yang kita ketahui adalah diri sendiri dan


kegiatan sadar kita. Pengetahuan tentang diri sendiri merupakan
pengetahuan langsung, sedangkan pengetahuan yang berada di luar diri
subjek merupakan pengetahuan tidak langsung.
B. Watak Pengetahuan Objektivisme

Objektivitas adalah sikap jujur yang tidak dipengaruhi oleh pendapat dan
pertimbangan Individu atau kelompok dalam membuat keputusan atau tindakan.
Objektivitas pada hakekatnya adalah netral, artinya idealnya sesuatu dapat diterima oleh
semua pihak karena pernyataan yang dibuat tentangnya bukanlah hasil dari asumsi,
prasangka atau nilai dari subjek tertentu. Dalam buku Ilmu dalam Perspektif oleh Jujun
S. Suriasumantri (2015:153) objektif artinya data dapat tersedia untuk penelaahan
keilmuan tanpa adanya hubungan dengan karakteristik individual dari seorang ilmuwan.
Objektif artinya netral atau tidak memihak. Dengan kata lain, ilmu yang objektif berarti
tidak memasukkan pandangan-pandangan subjektif peneliti dan kepentingan pribadinya,
serta tidak memihak pada nilai-nilai tertentu.

Objektivisme adalah pandangan yang menekankan pada pengetahuan


Manusia memiliki kualitas dan karakteristik yang melampaui keyakinan dan kesadaran
individu. Tokoh penganut objektivisme adalah Popper, Latatos, dan Karl Marx.
Objektivisme adalah pandangan bahwa objek dan kualitas yang kita ketahui dengan
perantaraan indera kita tidak berdiri sendiri, lepas dari kesadaran serta keadaan kita
terhadapnya (Nolan, 1985). Lalu, Tafsir (2007) juga menjelaskan bahwa objek
pengetahuan sains yaitu objek-objek yang diteliti sains adalah semua objek yang
empiris. Hal ini diartikan sebagai suatu objek tetap ada walaupun lepas dari kesadaran
kita. Tolak ukur objektivisme berada pada objek yang dinilai, tidak tergantung pada
subjek yang memahaminya.

Objek filsafat adalah objek yang berhubungan dengan hakikat Tuhan dan
manusia dari semua realitas yang muncul di hadapan manusia (Mustofa, 2009).
Pengetahuan dianggap berada di luar pikiran manusia. Secara sederhana, penganut
objektivisme menganggap ilmu pengetahuan itu tak bergantung pada cara pandang
personal, tapi ilmu pengetahuan itu benar-benar netral. Objektivisme memiliki tiga
pandangan dasar, yaitu:

1. Kebenaran itu independent, terlepas dari pandangan subjektif.

2. Kebenaran datang dari bukti factual (bisa diamati).


3. Kebenaran hanya bisa disadari dari pengalaman indrawi.

Oleh karena itu, pengetahuan menurut objektivisme sepenuhnya independen,


kecuali keyakinan atau kecenderungan seseorang untuk menghargai suatu objek dan
menggunakannya untuk bertindak. Karena objektivisme merupakan salah satu nilai
terpenting dalam penerapan ilmu. Suatu ilmu bisa dikatakan sebagai ilmu apabila di
dalamnya mengandung unsur keobjektivan atau dapat berdiri sendiri karena disiplin
ilmu perlu memberikan fakta-fakta yang meyakinkan. Lalu, ada dua sifat objek yaitu.

1. Umum

Objek bersifat umum berarti objek yang sama dapat


dipresepsikan oleh pengamat yang jumlahnya tidak terbatas. Dalam kata
lain, semua orang bisa mengamati objek yang sama. Oleh karena itu,
objek umum merupakan suatu objek yang dapat ditangkap oleh banyak
indera. Contohnya adalah kedalaman.

2. Permanen

Objek bersifat permanen berati tindakan presepsi tidak bisa


mengubah objek karena objek memiliki kualitas-kualitas yang sama yang
disajikan kepada presepsi. Objek bersifat tetap dan tidak akan pernah
berubah. Contoh: matahari panas.

C. Kesimpulan Watak Pengetahuan Subjektivisme dan Objektivisime

Subjektivisme sebagai aliran yang menghadirkan mata pelajaran sebagai titik


tolak nilai menekankan bahwa nilai-nilai seperti kebaikan, kebenaran, dan keindahan
tidak ada dalam realitas objektif, tetapi merupakan perasaan, sikap pribadi, dan
interpretasi terhadap realitas dan objektivisme sebagai aliran yang mendukung objek
sebagai titik tolak dalam nilai menegaskan bahwa nilai-nilai, kebaikan, kebenaran, dan
keindahan ada dalam dunia nyata dan dapat ditemukan sebagai entitas-entitas, kualitas-
kualitas, atau hubungan nyata dalam bentuk yang sama sebagaimana dapat ditemukan
objek-objek, kualitas-kualitas, atau hubungan-hubungan. Jadi, untuk memiliki
subjektivisme yang tinggi, diperlukan pendekatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bisri, M. 2009. Pedoman Menulis Proposal Skripsi dan Tesis. Yogyakarta: Panji
Pustaka.
Suriasumantri, J. S. 2015. Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan tentang
Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Titus, et al. (1984). Persoalan-persoalan Filsafat. Terj. H. M. Rasjidi. Jakarta: Bulan
Bintang.
Titus, et al. (1985). PersoalanPersoalan Filsafat. Bandung: Bulan Bintang.

Anda mungkin juga menyukai