Anda di halaman 1dari 16

HIMPSI

Kode Etik Psikologi


Indonesia
Dosen Pengampuh: Christy R. T. Nainggolan, M. Psi
Kelompok II
Syafrin Sy. Limon
Putri Diva Amriyani
Kofifah Indar Furwansah
Fatimah Azzahrah
Harni Yunus
Mutmainnah Lahilote

2
BAB XIV
KONSELING PSIKOLOGI & TERAPI
PSIKOLOGI
3
Pasal 71:
Batasan Umum
4
◈ Konseling Psikologi: kegiatan yang dilakukan untuk membantu
mengatasi masalah psikologis.
◈ Terapi Psikologi: kegiatan yang dilakukan untuk penyembuhan dari
gangguan psikologis.
Pasal 72:
Kualifikasi Konselor & Psikoterapis
5 1 2
Konselor/Psikoterapis adalah seseorang yang Yang dimaksud dengan sikap profesional adalah
a. Memiliki kompetensi dan kualifikasi a. Mengandalkan pengetahuan yang
untuk menjalankan konseling. bersifat ilmiah.
b. Mengutamakan dasar-dasar profesional. b. Bertanggung jawab dalam
pelaksaannya.
c. Memberikan layanan kepada semua
pihak yang membutuhkan. c. Mempertahankan & meningkatkan
derajat kompetensinya.
d. Mampu bertanggung jawab.
Pasal 73:
Informed Consent dalam Konseling &Terapi
6 1.Konselor/Psikoterapis wajib menghargai hak pengguna layanan psikologi untuk melibatkan
diri dalam proses konseling sesuai azas kesediaan.
2.Isi dari Informed Consent dapat bervariasi tergantung pada jenis tindakan konseling. Tetapi
secara umum menunjukkan bahwa orang menjalani yang akan menandatangani Informed
Consent tersebut memenuhiPersyratan berikut:
a. Mempunyai kemampuan untuk menyatakan persetujuan.
b. Telah diberi informasi yang signifikan mengenai prosedur konseling.
c. Persetujuan dinyatakan secara bebasdan tidak dipengaruhi dalam menyatakan persetujuanya.
3.Informed Consent didokumentasikan sesua prosedur yang tetap. Hal-hal yang perlu
diinformasikan sebelum persetujuan konseling/terapi ditandatangani oleh yang akan menjalani
konseling adalah sebagai berikut:
a. Proses konseling Psikologi/Psikoterapi. e. Keterlibatan pihak ketiga jika diperlukan,
b. Tujuan yang akan dicapai, f. Memberi kesempatan pada orang yang akan
c. Biaya, menjalani konseling untuk mendiskusikannya.
d. Keterlibatan pihak ketiga jika diperlukan,

4. Hal-hal yang berkaitan dengan sifat konseling seperti
ada kemungkinan adanya sifat tertentu yang dapat
berpotensia memunculakn risiko, psikoterapi lain
sebagai alternatif

5. Jika Konselor/Terapis masih dalam pelatihan dan


dibawah supervisi, hal ini perlu diberitahukan kepada
yang akan menjalani konseling.

7
Pasal 74: Konseling Psikologi/Psikoterapi yang
melibatkan Pasangan atau Keluarga
8 Ketika psikolog memberikan jasa konseling pada beberapa orang yang memiliki hubungan keluarga/
pasangan maka perlu diperhatikan beberapa prinsip dan klarifikasi sebagai berkut;
a. Siapa yang menjadi pengguna layanan tersebut, peran dan hubungan psikologi bagi masing-
masing yang terlibat
b. Kemungkinan penggunaan layanan dan informasi yang diperoleh dari keluarga yang terlibat
dalam proses terapi dengan memperhatikan azas kerahasiaan.
c. Jika secara jelas psikolog harus bertindak dalam peran yang bertantangan, psikolog perlu
mengambil langkah dalam menjelaskan/memodifikasi.
Pasal 75: Konseling Kelompok & Terapi
Kelompok
Ketika psikolog memberikan konseling pada beberapa orang dalam satu
kelompok, psikolog harus mempertimbangkankondisi klien dalam
kaitannya dengan konselngyang akan dilaksankan.
Pasal 76: Pemberian Konseling Psikologi/Psikoterapi Bagi Yang
Menjalani konseling Psikologi/Psikoterapi Sebelumnya
Psiklog saat memutuskan untuk menawarkan atau memberikan layanan kepada orang yang sudah pernah
mendapatkan konseling dari sejawat psikolog lain lain, harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Psikolog tersebut perlu berhati-hati dalam mempertimbangkan keperihakan klien serta menghindari potensi
konflik dengan psikolog sebelumnya.
b) Psikolog perlu mendiskuskan isu perawatan atau konselin dan kesejahteraan klien dengan pihak lain yang
mewakili klien dalam rangka meminimalkan risiko kebingungan dan konflik.
c) Jika memungkin, psikolog mengkomunikasikan kepada psikolog pemberi layanan praktik sebelumnya
kemudian melanjutkan secara hati-hati sertapeka pada isu-isu terapeutik.

10
Pasal 77: Pemberian Konseling Psikologi/Psikoterapi Kepada
Mereka Yang Pernah Terlibat Keintiman/Keakraban Seksual
11 1) Psikolog tidak terlibat keintiman dengan klien
2) Tidak terlibat dalam keintiman seksual dengan yang di ketahu memiliki hubungan
saudara atau significant others dari orang akan diberi konseling dan tidak juga
diperkenankan mengakhiri konseling untuk alasan agar dapat terlibat.
3) Tidak menerima atau memberikan konseling bagi orang yang pernah terlibat
keintiman seksual dengannya
4
Psikolog tidak terlibat keintiman seksual dengan mantan orang yang pernah di beri konseling. Setidaknya 2 tahun
dari penghentian. Ketidak laziman tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan sebagai hal yang tidak bersifat
eksploitasi terhadap faktor-faktor yang relevan, termasuk hal-hal sebaga berikut.
◈ Sejumlah waktu telah berlalu sejak penghentia/pengakhiran terapi.
◈ Sifat, jangka waktu dan intensitas terapi.
◈ Situas kondisi penghentian/pengakhiran.
◈ Riwayat pribadi orang yang terapi.
◈ Status mentalklien pada saat ini.
◈ Kemungkinan yang lebuh buruk pada klien.
◈ Adanya kecerobohan pernyataan yang mengandung kemungkinan terjadinya hubungan romantik dengan
orang yang sedang menjalani terapi.

12
Pasal 78: Penjelasan Singkat/Debriefing setelah Konseling
Psikologi/Psikoterapi
13 1) Psikolog memberikan penjelasan singkat segera setelah selesai pemberian konseling.
2) Psikolog mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi risiko/bahaya jika
dilakukan penundaan/penahanan informasi.

3) Debriefing dalam konseling dapat ditiadakan jika awal layanan telah ada penjelasan tentang
sifat dan kemungkinan hasil, sehingga psikolog dapat mengambil langkah yang tepat

4) Jika psikolog menemukan bahwa prosedur konseling/terapi telah memberikan dapmapah


negatif pada klien; psikolog mengambil langkah tepat untuk meminimalkan dapmpak tersebut
Pasal 79: Penghentian Sementara Konseling
Psikologi/Psikoterapi
Psikolog saat menyepakati kontrak terapi dengan orang yang menjalani pemeriksaan
psikologi sehingga terjadi hubungan profesional yang bersifat terapeutik, maka
psikolog tersebut senantiasa berusaha menyiapkan langkah-langkah demi
kesejahteraan orang yang menjalani terapi termasuk apabila terjadi hal-hal yang
terpaksa mengakibatkan terjadinya penghentian terapi maka pengalihan kepada
sejawat psikolog lain sebagai rujukan.
Pasal 80: Penghentian Konseling Psikologi/Psikoterapi
1 2 3
Psikolog wajib mengakhiri Psikolog dapat mengakhiri Sebelum pengakhiran pemberian
konseling ketika klien sangat konseling jika membahayakan konseling, psikolog menyrankan
jelas sudah tidak membutuhkan bagi klien. pemberi layanan alternatif lannya
lagi dan/atau tidak memperoleh yang sesuai kebutuhan klien,
keberuntungan dari terapi kecuali kondisi memungkinkan.
tersebut

15
Terimakasih!

16

Anda mungkin juga menyukai