Anda di halaman 1dari 14

Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul ‘Psikologi
Dalam Lintas sejarah’. Pada makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai
sumber dan pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh


dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca.

Gorontalo, 01 November 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................3
C. Tujuan Masalah......................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................4
A. Biografi Gottfried Wilhelm Leibniz.......................................................................4
B. Dasar Pemikiran Leibniz........................................................................................6
C. Karir leibniz...........................................................................................................8
D. Sumbangsih leibniz................................................................................................8
E. Keterkaitan Faham Filsafat Rasionalisme dengan Leibniz.....................................8
D. Biografi George Berkeley....................................................................................11
E. Pandangan Filsafat Berkeley................................................................................11
BAB III PENUTUP........................................................................................................12
A. Kesimpulan..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Psyche yang berarti jiwa, dan
Logi berasal dari kata Logos yang berarti ilmu pengetahuan. Menurut
istilah, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik macam-
macam gejala-gejala, prosesmaupun latar belakang. Sebagai bagian dari
ilmu pengetahuan, psikolgi melalui sebuah perjalanan panjang. Konsep
psikologi dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani Kuno.
Pada zaman sebelum Masehi, jiwa manusia adalah menjadi topik
pembahasan para filsuf. Saat itu para filsuf sudah membicarakan aspek-
aspek kejiwaan manusia dan mereka mencari dalil, pengertian, serta
berbagai aksioma umum yang berlaku pada manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Gottfried Wilhelm Leibniz?
2. Bagaimana dasar pemikiran Leibniz?
3. Apa karir Leibniz?
4. Bagaimana riwayat hidup George Barkeley?
5. Bagaimana dasar pemikiran George Barkeley?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui bagaimana riwayat hidup Gottfried Wilhelm Leibniz.
2. Mengetahui bagaimana dasar pemikiran Leibniz.
3. Mengetahui apa karir Leibniz.
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Gottfried Wilhelm Leibniz
1. Masa kecil

Gottfried W. Leibniz lahir pada tanggal 1 Juli 1646 di Leipzig, Jerman.


Putra dari Friedrich Leibniz, seorang professor filsafat moral di
Leipzig, Jerman. Friedrich Leibniz berkompeten di bidangnya
walaupun pendidikannya tidak tinggi, ia mencurahkan waktu untuk
keluarga dan pekerjaannya. Friedrich Leibniz beragama Kristen yang
taat.

Ibu Gottfried W. Leibniz, Catharina Schmuck, anak seorang pengacara


dan ia adalah istri ketiga Friedrich Leibniz. Ayah Gottfried W. Leibniz
meninggal dunia ketika ia berumur 6 tahun dan ia dibesarkan oleh
ibunya. Nilai moral dan religius memegang peranan penting dalam
kehidupan dan falsafah hidupnya.

Pada usia 7 tahun, Leibniz memasuki sekolah Nicolai di Leipzig.


Walaupun ia belajar bahasa Latin di sekolah, namun jauh lebih maju
bahasa Latin yang ia pelajari sendiri dan beberapa bahasa Yunani pada
usianya yang ke-12 tahun. Leibniz tampaknya telah termotivasi oleh
keinginan untuk membaca buku-buku ayahnya. Secara khusus
membaca buku metafisika, teologi dan buku-buku dari kedua penulis
Katolik dan Protestan

Proyek utama dalam hidupnya adalah merekonsiliasi katolokisme dan


protestantisme. Jelas dia menemui kegagalan. Rekonsiliasi itu tidak
akan tercipta meski dilakukan oleh orang yang sangat jenius.

Pada tahun 1661, pada usia ke-14 tahun, Leibniz masuk ke Universitas
Leipzig. Sebuah usia dini yang luar biasa bagi siapa pun untuk
memasuki universitas, menurut standar waktu itu dia cukup muda,
tetapi masih ada orang lain yang usianya sama. Pelajaran yang
diperoleh Leibniz di Universitas Lepzig diantaranya filsafat dan
matematika. Ia lulus dengan gelar Sarjana Muda di tahun 1663 dengan
thesis De Principio Individual (Pada Prinsip Individu).

Leibniz tidak puas dengan sistem (filsafat) Aristoteles dan berusaha


mengembangkan ide-idenya. Tahun 1661, saat umur 15 tahun
(tergolong jenius), dia masuk universitas Leipzig dengan jalur minat
hukum. Dua tahun kuliah di bidang hukum ternyata tidak menarik
hatinya dan waktunya lebih banyak digunakan untuk membaca buku-
buku filsafat, meski akhirnya dia lulus dalam bidang hukum pada
tahun 1663 sebelum pergi ke Jena.

Di Jena, di bawah bimbingan matematikawan sekaligus filsuf


terkemuka, Erhard Weigel, dia mulai memahami pentingnya
pembuktian matematika terhadap logika dan filsafat. Weigel percaya
bahwa bilangan adalah konsep paling dasar dari alam semesta dan ide-
ide ini memberi pengaruh sangat mendalam bagi Leibniz.

Pada tahun 1663 Leibniz pergi ke Jena dan ia bertemu dengan profesor
matematika di Jena, Erhard Weigel yang juga seorang filsuf. Melalui
Erhard Weigel, Leibniz mulai memahami pentingnya metode bukti
untuk mata pelajaran matematika seperti logika dan filsafat(3). E.
Weigel percaya bahwa nomor adalah konsep dasar alam semesta dan
ide-ide Leibniz memiliki pengaruh yang cukup besar. Leibniz kembali
ke Lepzig pada bulan Oktober tahun 1663, yang kemudian ia memulai
study menuju gelar Master di bidang hukum. Leibniz dianugerahi gelar
Master’s Degree dalam filsafat untuk disertasi yang menggabungkan
aspek-aspek belajar filsafat dan hubungan hukum, dalam disertasinya
ia menggunakan ide-ide matematika yang ia pelajari dari E. Weigel.

Setelah mendapat gelar Master di bidang hukum, Leibniz bekerja


dihabilitasinya pada bidang filsafat. Karyanya akan diterbitkan pada
tahun 1666 sebagai Dissertatio de Artc Combinatoria (Disertasi pada
Kombinatorial Seni). Dalam karya ini Leibniz bertujuan untuk
mengurangi semua penalaran dan penemuan untuk kombinasi dari
unsur-unsur dasar seperti angka, huruf, suara dan warna.
Meskipun Leibniz diakui reputasinya dan mendapatkan beasiswa, ia
menolak mendapatkan gelar Doktor dalam bidang hukum di Lepzig.
Hal ini terjadi karena usianya yang masih muda untuk mendapat gelar
Doktor sehingga harus di tunda. Leibniz tidak siap untuk menerima
segala penundaan dan ia pergi langsung ke Universitas of Altdorf
dimana ia menerima gelar Doktor dalam bidang hukum di bulan
Februari tahun 1667, untuk disertasinya De Casibus Perplexis
(Membingungkan Kasus).

B.  Dasar Pemikiran Leibniz


1. Sekelumit pemikiran Leibniz
Jika ditengok dari kaca mata pemikiran aufklarung, renungan-
renungan Leibniz seperti tak ada artinya dan sedikit agak tak rasional.
Biarpun demikian, Leibniz patut dihargai sebagai pionir filsafat di
zamannya yang memang belum terlalu maju dalam berpikir jika
ditimbang dengan out pun pemikiran aufklarung. Patut dihargai sebaba
orang-orang seperti Leibniz-lah yang meletakkan batu pondasi, baik
itu pemikiran aufklarung atau pun selepasnya.
Sebelum beranjak jauh menggapai pemikiran Leibniz, ada baiknya
memperhatikan li tesis dasar system pemikiran Leibniz:
a) Alam semesta itu sepenuhnya rasional.
b) Setiap bagia elemnter alam semester berdiri sendiri.
c) Alam dapat dijelskan secara mekanistis sepenuhnya.
2. Tentang Monad
Metafisikanya adalah idea tentang subtansi yang dikembangkan dalam
konsep monad. Bagi Spinoza,alam semesta ini mekanistis dan
keseluruhannya bergantung pada sebab, sementara subtansi pada
Leibniz adalah hidup, dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan.
Penuntun prinsip filsafat Leibniz ialah “ prinsip akal yang mencukupi”,
yang secara sederhana dapat dirumuskan “ sesuatu harus mempunyai
alasan”. Bahkan Tuhan juga harus mempunyai alas an untuk setiap
yang diciptakan-Nya. Kita lihat bahwa prinsip ini menuntun filsafat
Leibniz.
Sementara Spinoza  berpendapat bahwa hanya ada satu substansi,
Leibniz berpendapat bahwa substansi itu banyak. Ia menyebut
substansi-substansi itu monad. Setiap monad  berbeda satu dengan
yang lain, dan Tuhan(sesuatu yang super monad dan satu-satunya
monad yang tidak dicipta) adalah pencipta monad-monad  itu.
Karya Leibniz mengenai ini monad) diberi judul Monadology(study
tentang monad).Dalam  monadologie, Leibniz menuliskan bahwa
substansi itu, berbeda dengan Spinoza, tak tunggal, tapi jamak. Leibniz
menyebut substansi yang jamak itu sebagai monad. Arti etimologisnya
satu unit. Monad itu adalah sebutan substansi terkecil dalam metafisika
yang cukup diri dan terisoloasi-berpisah diri; yang tak saling
berinteraksi dengan substansi-substansi kecil lainnya. Dalam
matemtika substansi itu disebut titik, sedang dalam fisika dinamakan
atom. Substansi itu bukan benda jasmaniah, ia murni spiritual-mental.
Karena itu, monad tak berkeluasan. Ia semacam daya purba (force
primitives), kata leibniz. Sebab monad merupakan kesadaran tertutup
yang cukup diri, budi hardiman menyejajarkannya dengan cogito-nya
Descartes. Dalam memandang sesuatu, tiap monad memiliki sudut
pandangnya sendiri.
Monad tidak mempunyai kualitas, karena mestinya mereka tidak akan
pernah ada. Dan jika substansi sederhan tidak dapat dibedakan satu
dengan yang lainnya, tidak berarti kita tidak dapat membayangkan
perubahan padanya. Apapun yang tergabung dalam suatu
susunan(composite) dapat dikenai rusak hanya melalui unsure
sederhana dan monad itu. Sekalipun mereka itu tanpa kualitas,
sekalipun kuantitasnya tidak dapat dibedakan, tetap saja dapat
dibedakan satu dari lainnya.
3. Problem pengenalan
Pemaparan laibniz tentang monad yang terisolasi dan tak saling
berinteraksi antar satu dengan lainnya menyisakan
persoalan.pengenalan antara dua monad dapat dilangsungkan.
Kuncinya ada pada un miroir vivant l’universe, monad sebagai cermin
hidup alam semesta, monad yang satu, dari sudut pandangnya sendiri
merupakan cermin monad-monad yang lainnya. Ringkasnya, dalam
diri sebuah monad, dapat terbayang bagaimananya monad yang lain
tanpa terjadi interaksi. Dalam argumentasi pengenalan ini, tampak
bagaimana tak rasionalnya nomad Leibniz ini.
C. Karir leibniz
Pengabdian Leibniz kepada keluarga Brunswick hampir sepanjang 40
tahun dari kehidupannya. Leibniz mengabdikan dirinya ke dalam tiga
profesi utama: pustakawan, ahli sejarah dan orang pintar yang menjadi
penasihat. Kiprah Leibniz sebagai ahli sejarah adalah melakukan riset
sejarah. Pekerjaan ini membuat dia sering berkeliling Jerman, Austria
bahkan sampai Italia pada kurun waktu 1687 – 1690.
Saat mengunjungi Vatican, Leibniz ditawari Paus untuk menjadi
pustakawan Vatican. Tawaran ini ditolak karena mengharuskan Leibniz
memeluk agama Katholik, sehingga harus “mengingkari” karakteristik
universal yang diyakininya. Keinginannya untuk menyatukan kembali
Protestan dan Katholik adalah sebuah proyek besar baginya. Rekonsiliasi
kedua agama yang ditempatkan pada konferensi di Hanover tahun 1683
gagal karena keinginan masing-masing agama untuk menguasai satu atas
lainnya.
Catatan kompetensi utama Leibniz sulit dipahami orang. Ilmu ekonomi,
philology (ilmu tentang sejarah bahasa atau studi perpustakaan), hukum
internasional (Liebniz adalah perintis bidang ini), menentukan
pertambangan sebagai industri penggerak perekonomian Jerman,
membangun pusat-pusat pendidikan, semuanya adalah minat-minat
Leibniz.
D. Sumbangsih leibniz
Kalkulus tidak akan sempurna apabila tidak ada kiprah Leibniz. Minat
Leibniz yang sangat beragam ternyata membuka cakrawala baru bagi
perkembangan ilmu pengetahuan atau memunculkan disiplin ilmu baru.
Hukum internasional, sistem bilangan berbasis dua (binary), dan geologi
adalah disiplin ilmu hasil cetusan dari Leibniz. Belum lagi karya mesin
hitung yang merupakan penyempurnaan buatan Blaise Pascal yang mampu
membuat orang zaman itu berdecak kagum.
E.  Keterkaitan Faham Filsafat Rasionalisme dengan Leibniz
Leibniz dianggap sebagai orang yang memelopori study psikologi di
Jerman. Ia adalah seorang ahli matematika yang juga mempelajari badan
dan jiwa. Hubungan badan dan jiwa dikatakannya sebagai bersifat parallel.
Badan dan jiwa masing-masing berjalan sendiri-sendiri tetapi keduanya
tunduk pada hokum-hukum yang serupa. Hubungan seperti ini diberi nama
Psychophysical parallelism, yang berbeda dari pada pandangan Rene
Descartes yang beranggapan bahwa badan dan jiwa merupakan hubungan
sebab akibat( interaksionisme). Setelah 28 tahun perseteruan antara kubu
katholik dan protestan di jerman, Leibniz dilahirkan di Leipzig. Artinya,
dua tahun sebelum perseteruan tersebut usai. Rupanya perseturuan dua
sekte Kristen itu terlalu membekas di kalbunya sampai-sampai
memengaruhi kecenderungan intelektualnya kemduian hari:
menyelaraskan ajaran protestan dan katholik. Kecenderungan
intelaktualnya yang lain adalah, sebagaimana menjadi kecenderungan
Aquinas, memadukan iman dan ilmu.
Leibniz dikenal sebagai seorang pemuka agama yang doctor universalis:
Pemikirannya dan keahliannya lintas disiplin, dari yang pure science
hingga applied science. Siapa sangka bahwa Leibniz-lah yang pertama kali
menemukan kalkulasi binari juga kalkulator yang beroperasi dengan
system kalkulasi binari tersebut; pertama kali menemukan lapisan tak
sadar manusia dalam ilmu psikologi jauh sebelum freud memublikasikan
teori psikoanalisisnya; pertama kali menyerukan hukum kekekalan energi
dalam fisika.
T entang kecerdasan Leibniz, banyak sanjungan para sejarawan yang
tertuju pada hal itu. Koerster malah mengutip tulisan Leibniz yang bagi
awam mengagumkan. “Saat terjaga,” tulis Leibniz, “aku telah memiliki
banyak ilham, sehingga tidak cukup menulis semuanya dalam sehari”.
Kisahnya tak jauh berbeda dengan kisah imam syafi’I yang mampu
memecahkan 40 problem fiqihiyah dalam tidurnya semalaman. Bukti
kecerdasan leibniz lainnya, pada 1666, ketika usianya baru 20 tahun, ia
telah mendapat gelar doctor.
Pada bagian ini dibicarakan pemikiran pokok Descartes, Spinoza, dan
Leibniz.Mereka adalah tokoh besar dalam filsafat Rasionalisme. Seperti
yang kita ketahui Rasionalisme adalah faham filsafat yang mengatakan
bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh
pengetahuan dan mengetes pengetahun. Jika empirisme mengatakan
bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris,
maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan
cara berfikir. Alat dalam berfikir itu ialah kaidah-kaidah logis (logika).
Rasionalisme ada dua macam: dalam bidang agama dan dalam bidang
filsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan autoritas, dalam
bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme. Pada abad ke-17,
intuisi yang paling benar tampaknya adalah eksistensi Tuhan. Kita tidak
menghubungkan Rasionalisme dengan suatu kepercayaan bahwa
Eksistensi Tuhan sudah sangat jelas. Tetapi lain halnya dengan Descartes,
Spinoza dan Leibniz. Mereka menggunakan kekuasaaan Tuhan untuk
menutupi kelemahan system mereka. Tetapi mereka sama sekali tidak
malu melakukannya. Tuhan tampaknya lebih pasti bagi mereka ketimbang
realitas dunia eksternal.
Mereka merasa bahwa untuk benar-bear menggunakan akal budi, anda
harus menetapkan titik awal. Anda tidak dapat menemukan kepastian jika
anda mengawalinya dari sebuah asumsi; dan kepastian adalah apa yang
mereka cari – yakni semacam kepastian yang agaknya dimiliki oleh
matematika. “Bukti” mereka akan eksistensi Tuhan sama dengan
menunjukkan bahwa ia tidak dapat disangkal tanpa kontradiksi. Descartes
misalnya, tidak membuktikan eksistensi Tuhan dari eksistensi dunia; ia
menjungkirkan bukti tradisional yang terkenal yang berpandangan bahwa
kita merasa pasti bahwa dunia ada karena Tuhan tidak dapat menipu kita.
Menyebutkan tentang Tuhan dan dunia luar adalah yang disebut sebagai
maya.
Leibniz dapat berpikir bukan berdasarkan penjelasan tatanan alam yang
terlepas dari Tuhan. Dengan demikian, doktrinnya tentang Harmoni yang
telah ditetapkan terlebih dahulu berasal dari Monade. Bagi Spinoza, Tuhan
dengan sendirinya merupakan nama lain dari alam semesta, dengan
demikian eksistensi Tuhan tidak dapat diragukan. Kita sebagai aspek dari
dunia, yang menyatakan adanya substansi tunggal, menjadi sadar tentang
akal budi dan tatanan yang telah kita bicarakan. Dan kita menjadi sadar
tentang hal-hal yang mendasari akal budi, yang sesungguhnya merupakan
sifat dasar kita sendiri, karena eksistensi atasnya, akal budi tidak dapat
menjelaskannya.
D. Biografi George Berkeley
George Berkeley (lahir 12 Maret 1685 – meninggal 14 Januari 1753 pada
umur 67 tahun) adalah seorang filsuf Irlandia yang juga menjabat sebagai
uskup di Gereja Anglikan.[1] Bersama John Locke dan David Hume, ia
tergolong sebagai filsuf empiris Inggris yang terkenal. Ia dilahirkan pada
tahun 1685 dan meninggal pada tahun 1753. Berkeley mengembangkan
suatu pandangan tentang pengenalan visual tentang jarak dan ruang. [1]
Selain itu, ia juga mengembangkan sistem metafisik yang serupa dengan
idealisme untuk melawan pandangan skeptisisme.
E. Pandangan Filsafat Berkeley
Inti pandangan filsafat Berkeley adalah tentang "pengenalan". Menurut
Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara subjek yang
mengamati dan objek yang diamati. Pengamatan justru terjadi karena
hubungan pengamatan antara pengamatan indra yang satu dengan
pengamatan indra yang lain. Misalnya, jika seseorang mengamati meja,
hal itu dimungkinkan karena ada hubungan antara indra pelihat dan indra
peraba. Indra penglihatan hanya mampu menunjukkan ada warna meja,
sedangkan bentuk meja didapat dari indra peraba. Kedua indra tersebut
juga tidak menunjukkan jarak antara meja dengan orang itu, sebab yang
memungkinkan pengenalan jarak adalah indra lain dan juga pengalaman.
Dengan demikian, Berkeley mengatakan bahwa pengenalan hanya
mungkin terhadap sesuatu yang konkret.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan

Leibniz menunjukan bahwa seluruh alam semesta dan segala sesuatu


tersusun dari monad-monad. Monad-monad itu seperti sebuah persilangan
antara berbagai atom dan jiwa seperti halnya sel-sel yang membentuk
tubuh kita.Tubuh benar-benar terbuat dari jutaan monad, tetapi jiwa hanya
satu monad. Demikian juga, Tuhan adalah satu monad yang paling agung
dari semua.

Berkeley lahir di rumah keluarganya, Dysart Castle, dekat Thomastown,


County Kilkenny, Irlandia, anak tertua dari William Berkeley, seorang
kadet dari keluarga mulia dari Berkeley. Ia dididik di Palembang College
dan dihadiri Trinity College, Dublin, menyelesaikan gelar Master pada
tahun 1707. Dia tetap di Trinity College setelah menyelesaikan gelar
sebagai seorang tutor dan dosen Yunani.
DAFTAR PUSTAKA
 http:// emaskkuwinggo.blogspot. com/2016.makalah-makalah.html
Wardiana, Uswah. 2004.
 Wardiana, Uswah. 2004. Psikologi Umum.Jakarta: PT Bina Ilmu.
 Hawton, Hector. 2003. Filsafat yang Menghibur. Yogyakarta:
Teralitera.
 Boeree, C. Goerge. 2007. Sejarah psikologi. Yogyakarta:
Prismasophie.
 Dirgagunarsa, Singgih. 1975. Pengantar Psikologi. Jakarta:
Mutiara.
 https://id.wikipedia.org/wiki/George_Berkeley

Anda mungkin juga menyukai