Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1. Riwayat hidup Gottfried Wilhem Von Leibniz (1646-1716)


Gottfried Wilhem Von Leibniz lahir di Leibzig, Jerman pada tahun 1646
dan meninggal pada tahun 1716. Ia merupakan filosof Jerman, matematikawan,
fisikawan, dan sejarahwan. Leibniz menempuh pendidikan di Nicolai di Leibzig.
Pada usia 15 tahun ia sudah menjadi mahasiswa di universitas Leibzing, dengan
mengambil jurusan hukum, tetapi ia juga mengikuti kuliah matematika dan fisika.1
Pada tahun 1666 saat ia belum berumur 21 ia menerima ijazah doktor dari
universitas Altdorf dekat Nuremberg dengan disertasi berjudul Decasibus
Perplexis Cases At Law. Tetapi ia menolak ijazah tersebut dengan alasan atas
“pandangan-pandangan yang berbeda-beda”. Pandangan-pandangan tersebut
seperti Universitasnya menolak mengakui gelar doktornya itu karena umurnya
terlalu muda.
Pada tahun 1667 dia menjadi pegawai keuskupan besar di Mainz yang
seperti putri Jerman barat lain, di tekan oleh kekuatan pada Louis XIV. Dengan
persetujuan keuskupan, Leibniz berusaha membujuk raja Prancis untuk
menginvasi Mesir dari pada Jerman, tetapi di jawab dengan sebuah surat
peringatan yang santun bahwa semenjak masa St. Louis perang suci melawan
orang kafir telah ketinggalan jaman. Proyeknya tetap tidak diketahui publik
sampai ditemukan Napoleon ketika dia menduduki Hanover pada tahun 1803,
empat tahun sesudah ekspedisinya sendiri ke Mesir yang gagal.

Pada tahun 1672, dalam proyek itu, Leibniz pergi ke Paris sebagai tempat
dia menghabiskan lebih banyak waktunya. Kontak-kontaknya di Paris sangat
penting bagi pengembangan intelektualnya, karaena Paris pada saat itu memimpin
dunia dalam bidang filsafat dan matematika. Di sanalah pada tahun 1675-1676
dia menciptakan kalkulus infinitive tanpa mengetahui bahwa sebelumnya Newton
telah menulis tentang masalah yang sama tetapi tidak diterbitkan.

1
Ahmad Tafsir,FilsafatUmum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2004)hlm.138

1
Karya Leibniz pertamakali diterbitkan pada tahun 1684, sedangkan
Newton pada tahun 1687. Terjadinya polemik tentang siapa yang lebih dahulu
disayangkan dan merugikan kedua pihak. Di Jerman, Leibniz telah belajar filsafat
Neo-Sekolasik Aristotelian yang dipertahankan disepanjang hidupnya, tetapi di
Paris dia mulai mengenal Cartesianisme dan Materialisme Gassendi, keduanya
mempengaruhi Leibniz, katanya, dia menanggalkan “aliran-aliran remeh”, yang
berarti skolatisisme.

Kehidupan ekonomi Libniz sedang-sedang saja. Ketika seorang putri di


istana Hanover menikah, dia memberinya apa yang disebutnya sebuah “hadiah
pernikahan”, yang berupa peribahasa-pribahasa yang berguna dan diakhiri dengan
nasihat untuk tidak berhenti mencuci baju suaminya yang berarti dia telah
melindungi suaminya.
Pada tahun 1673 ia mulai menjalin hubungan dengan Dewan Hanover,
sebagai tempat bekerja selama sisa hidupnya. Ditempat barunya ini, ia bertemu
dengan beberapa ilmuan, seperti Robert Boyle dan Isaac Newton. Selanjutnya ia
menetap di Hanover. Ketika Leibniz di belanda, dan bertemu dengan Sepinoza
dan menghasilkan inspirasi-inspirasi, khususnya bangunan dasar filsafatnya. Sejak
tahun 1680, dia menjadi pegawai perpustakaan Dewan di Wolfenbuttel, dan
menjadi penulis resmi sejarah Bruswick.2
2. Karya Gottfried Wilhem Von Leibnizs
Karya-karya dari Gottrried Wilhem Von Leibniz antara lain, yaitu:
a. De arte combinatorial (1666)
b. Theoria motus concreti et abstracti (1671)
c. Discours de la metaphysique (1686)
d. System noveau de la nature (1695)
e. Nouveaux essais sur I’entendment humain (1701)
f. Theodice (1710)
g. Monadologie (1714)3

BAB II
2
Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2016) hlm.673
3
Rahman, M. Arif, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat (Jogjakarta: IRCiS0D,2013) hlm.250

2
PEMBAHASAN

1. Pemikiran filsafat Gottfried Wilhem Von Leibniz (1646-1716)


Seperti Descarte dan Spinoza, Leibniz mendasarkan filsafatnya pada
konsep tentang subtansi, tetapi Leibniz berbeda dengan mereka dalam hal
hubungan antara jiwa dan materi serta jumlah subtansi. Descartes menyebutkan
ada tiga subtansi: Tuhan, Jiwa, dan materi; Spinoza hanya mengakui Tuhan. Bagi
Descrates, ensensi dari materi adalah berkembang; bagi Spinoza , pengembangan
dan jiwa hanya milik Tuhan. Leibniz berpendapat bahwa pengembangan tidak
dapat diatribusikan pada sebuah subtansi.
Alasanya adalah bahwa pengembangan melibatkan pluralitas, dan oleh
karenanya hanya bisa terjadi pada kumpulan subtansi; setiap zat tunggal pasti
tidak bisa dikembangkan. Konsekuensinya, dia percaya pada keterhinggaan
jumlah materi, yang disebutnya monade-monade. Setiap monade akan memiliki
beberapa sifat fisik, tetapi hanya ketika dianggap abstrak; senyatanya setiap
monade adalah sebuah jiwa. Satu-satunya sifat esensial yang mungkin tampaknya
adalah pikiran. Maka karya ini diberi judul Monadology (studi tentang monade)
ditulis pada tahun 1714. 4
a. Tentang Monade-monade (Monadologi)
Monade ini bukanlah materi terkecil yang mempunyai bentuk dan
keluasan, melainkan murni bersifat metafisik atau spiritual. Karena itu, sebagi
substansi yang non material, monade memiliki beberapa sifat, diantaranya :
1. Abadi, artinya tidak bisa dihasilkan ataupun dimusnahkan.
2. Tidak bisa dibagi (ini bertentangan dengan substansi keluasan Descartes yang bisa
dibagi-bagi).
3. Berdiri sendiri atau individual. Artinya, monade yang satu dengan monade yang
lain tidak identik atau tidak sama (ini bertentangan dengan substansi Spinoza yang
mengidentikan antara Tuhan dan alam).

4
Ibid, hlm. 764-765

3
4. Tertutup. Mengenai sifat ini, menunjukkan pada kata-kata Leibniz sendiri. Ia
mengatakan bahwa monade itu “tidak berjendela yang membuat sesuatu bisa
masuk atau keluar.”
5. Memiliki hasrat dan keinginan yang muncul dari dalam dirinya sendiri.
Dengan sifat-sifat tersebut, Leibniz mendefinisikan monade sebagai “atom-
atom sejati dari alam”. Selain itu, monade dianggap sebagai prinsip kehidupan
yang berada dalam “jasad-jasad organik”. Pada umumnya, monade dipahami oleh
Leibniz sebagai cerminan dari seluruh alam semesta berdasarkan sudut
pandangnya.
Jika monade-monade memiliki sifat berdiri sendiri atau individual, lalu
bagaimanakah menjelaskan adanya dunia (sebagai pantulan atau cerminan
monade) yang selaras, teratur, dan mempunyai hubungan timbal balik? Untuk
menjawab pertanyaan ini, Leibniz menyebutkan adanya monade pertama, yaitu
Tuhan. Monade pertama ini tidak terbatas dan menciptakan monade-monade yang
terbatas. Kendati demikian, monade-monade terbatas ini bersifat mandiri dan
tertutup satu sama lain, sebagimana lima sifat yang telah dijelaskan diatas, tetapi
tidak tertutup pada monade pertama yang menciptakannya.
Tuhan, sebagai monade pertama, pada saat penciptaan, mengadakan
“harmonie prestablie” (keselarasan yang ditetapkan sebelumnya) diantara
monade-monade terbatas ciptaannya sebagaimana terlihat dalam kehidupan. Jadi,
adanya keselarasan, keteraturan, dan interaksi di dunia disebabkan oleh perantara
Tuhan yang menciptakan harmoni diatas monade-monade.
Campur tangan Tuhan yang disebut sebagai monade pertama terhadap
eksitensi monade menunjukkan bahwa Leibniz percaya kepada Tuhan yang
berbeda dengan yang diciptakannya. Walaupun sama-sama dianggap monade,
tetapi monade Tuhan melebihi monade-monade lain. Tuhan, dalam pandangan
Leibniz, memiliki kekuasaan penuh terhadap ciptaannya. Jika Tuhan sudah
berkehendak, walaupun ciptaannya juga memiliki kehendak, kehendak ciptaannya
akan dikalahkan oleh kehendak Tuhan yang menciptakannya.
b. Bukti adanya Tuhan menurut Leibniz

4
Kalau segala monade mencerminkan alam semesta, apakah bedanya kita
dengan hewan, tumbuhan dan benda?. Menurut Leibniz, monade pada manusia
berbeda dengan monade-monade lain. Kalau monade-monade lain mencerminkan
hanya alam semesta, berbeda dengan monade-monade pada manusia yang juga
mencerminkan Allah. Saat kita menyadari, kita tidak hanya sadar akan monade-
monade lain, tetapi juga sadar akan adanya Allah. Berdasarkan pembedaan ini,
Leibniz berusaha membuktikan adanya Allah dengan empat argument yaitu :
1. Dia menyatakan bahwa manusia memiliki ide kesempurnaan, maka adanya Allah
terbukti. Bukti ini disebut bukti ontologis.
2. Dia berpendapat bahwa adanya alam semesta dan ketidaklengkapannya
membuktikan adanya sesuatu yang melebihi alam semesta ini, dan yang
transenden ini disebut Allah.
3. Dia berpendapat bahwa kita selalu ingin mencapai kebenaran abadi, dan bahwa
kebenaran macam itu tak bisa dihasilkan manusia menunjukkan adanya pikiran
abadi, yaitu Allah.
4. Leibniz mengatakan bahwa adanya keselarasan diantara monade-monade
membuktikan bahwa pada awal mula ada yang mencocokan mereka satu sama
lain, yang mencocokan itu adalah Allah.5
Argumentasi Leibniz tentang eksistensi Tuhan adalah :
1. Argumentasi ontologisme
Argumentasi ini bergantung pada perbedaan antar eksistensi dan esensi.
Leibniz tidak seluruhnya menerima atu menolak argumen ini. Menurutnya
argumen ini perlu dilengkapi dengan bukti bahwa Tuhan itu mungkin. Dia
menunjukkan bukti bahwa ide tuhan itu mungkin, yaitu subjek dari seluruh
kesempurnaan, dan kesempurnaan didefinisikan sebagai “kualitas sederhana yang
positif dan absolute, dan mengungkapkan apa pun yang yang di ungkapkan
kesempurnaan tanpa batas”.
2. Argumentasi kosmologis
Argumen kosmologis adalah sebuah bentuk argumentasi Penyebab
Pertama, yang dengan sendirinya berasal dari argumentasi Aristoteles tentang

5
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: PT Remaja Rodaskarya, 2004) hlm.139

5
penggerak yang tidak bergerak. Argumentasi Penggerak Pertama menyatakan
bahwa segala sesuatu yang terbatas mempunyai penyebab, yang pada giliranya
juga mempunyai penyebab, dan begitu seterusnya. Dan rangkaian penyebab ini,
dikatakan, tidak dapat menjadi tak terbatas, dan penyebab pertama pasti tidak
mempunyai penyebab lagi, karena kalau masih mempunyai berarti bukan
penyebab pertama.
Bagi Lebniz, argumen tersebut berbeda, dia berpendapat bahwa setiap
benda tertentu di dunia ini “kontingen” (contingent), yakni benda itu secara logis
berkemungkinan untuk tidak eksis; dan benarlah demikian, bukan hanya untuk
setiap benda tertentu, tetapi juga untuk seluruh alam semesta. Sekalipun kita
menduga alam semesta ini yang menunjukkan mengapa ia eksis. Tetapi segala
sesuatu harus memiliki alasan cukup, menurut filsafat Leibniz; karenanya, alam
semesta secara keseluruhan pasti memiliki alasan cukup, yang pasti diluar alam
semesta itu sendiri. Alasan cukup ini adalah Tuhan.
3. Argumentasi dari kebenaran-kebenaran abadi
Argumentasi dari kebenaran-kebenaran abadi agak sulit diungkapkan
secara sempurna. Argumen ini berbunyi: pernyataan seperti “sekarang sedang
hujan” kadang benar dan kadang salah, tetapi “dua ditambah dua samadengan
empat” selalu benar. Semua pernyataan yang yang hanya berkenaan dengan
esensi, bukan eksistensi, selalu benar atau tidak pernah benar. Pernyataan-
pernyataan yang selalu benar disebut “kebenaran-kebenaran abadi”. Inti dari
argumentasi ini adalah bahwa kebenaran-kebenaran merupakan bagian dari
muatan-muatan pikiran-pikiran, dan bahwa sebuah kebenaran abadi pasti
merupakan bagian dari muatan sebuah pikiran abadi.
4. Argumentasi dari harmoni yang telah ditetapkan (preestablised harmony)
Argumen ini berbunyi bahwa, jika semua jam saling menjaga waktu
masing-masing tanpa interaksi kausal apa pun, pastilah ada sebuah penyebab
tunggal dari luar yang mengatur semua jam. argumentasi ini berpendapat bahwa
Tuhan yang (jika benar) tidak perlu mempunyai semua sifat metafisis lazimnya.

6
Yaitu tidak perlu menjadi mahakuasa atau mahatau; Dia hanya bisa menjadi jauh
lebih bijaksana dan lebih kuat dibandingkan dengan kita.6

Leibniz menunjukkan bukti bahwa ide tentang Tuhan itu mungkin, yang
ditunjukkannya kepada Spinoza ketika menemuinya di Hague. Bukti ini
mendefinisikan Tuhan sebagai yang paling sempurna, yaitu subjek dari seluruh
kesempurnaan dan kesempurnaan didefinisakn sebagai kualitas sederhan yang
positif dan absolut dan mengungkapkan apapun yang diungkapkan kesempurnaan
tanpa batas. Serangkaian penyebab dikatakan tidak dapat menjadi tak terbatas, dan
penyebab pertama pastilah tidak mempunyai penyebab lain, karena jika masih
mempunyai berarti bukan penyabab pertama. Oleh karenanya, ada sebuah
penyebab yang tidak mempunyai bagi segala seuatu dan ini tak lain adalah Tuhan.

6
Ibid, hlm. 768-744

7
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Seperti Descarte dan Spinoza, Leibniz mendasarkan filsafatnya pada


konsep tentang subtansi, tetapi Leibniz berbeda dengan mereka dalam hal
hubungan antara jiwa dan materi serta jumlah subtansi. Descartes menyebutkan
ada tiga subtansi: Tuhan, Jiwa, dan materi; Spinoza hanya mengakui Tuhan. Bagi
Descrates, ensensi dari materi adalah berkembang; bagi Spinoza , pengembangan
dan jiwa hanya milik Tuhan. Leibniz berpendapat bahwa pengembangan tidak
dapat diatribusikan pada sebuah subtansi.

Menurut Leibniz, monad pada manusia berbeda dengan monade-monade


lain. Kalau monade-monade lain mencerminkan hanya alam semesta, bebeda
dengan monade-monade pada manusia yang juga mencerminkan Allah. Saat kita
menyadari, kita tidak hanya sadar akan monade-monade lain, tetapi juga sadar
akan adanya Allah. Argumentasi Leibniz tentang eksistensi Tuhan adalah:

1. Argumentasi ontologisme
2. Argumentasi kosmologis
3. Argumentasi dari kebenaran-kebenaran abadi
4. Argumentasi dari harmoni yang telah ditetapkan (preestablised harmony)

8
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Rahman M. 2013. Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat. Jogjakarta: IRCiS0D.
Russel, Bertrand. 2016. Sejarah Filsafat Barat. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rodaskarya.

Anda mungkin juga menyukai