Peredaran Peredaran
Pekerjaan
bruto > bruto s.d. Usaha
Bebas
Rp60 juta Rp60 juta
u a n
bu k
Peredaran Peredaran *) Peredaran PemPeredaran
Bruto > Bruto s.d. bruto < bruto> =
Rp4,8 Miliar Rp4,8 MIliar Rp4,8 M Rp4,8 M
Pembukuan *) an Memilih n
ca ta t Pembuku
a
Final Non Final, OPPT,
Final
PP
Lainnya Pen Norma
Revenue- Revenue-
Non OPPT 0,75% 46/2013 Expense Expense
Memilih uan
Contoh: Contoh: Contoh: Contoh:
Konstruksi,
sewa tanah &
Toko HP omset
10 M lokasi di
Toko HP yang
lokasinya
Konstruksi,
sewa tanah &
buk
PemRevenue-
bangunan Norma Revenue-
tempat tinggal berbeda bangunan Expense
dengan tempat
*) wajib pembukuan adalah omset 4,8M Contoh:
tinggal, omset
ke atas. Di bawah 4,8 M boleh 10 M
Tuan Imran, pedagang pecel
lele gerobakan di trotoar
Perhatian:
Wajib pembukuan adalah omset 4,8M ke WP OP menjalankan usaha
atas. Di bawah 4,8 M boleh pencatatan.
Bedakan dengan batasan pengenaan PP
46/2013, yaitu s.d. 4,8 M bisa terkena PP Ya Peredaran Tidak
Usaha > 4,8M?
46/2013. Di atas 4,8 M tidak terkena PP
46/2013. Dikenakan Ya
Tidak
Karena keterbatasan, flowchart dan PPh
bagan dalam slide ini seakan Final?
menyamakan kedua hal tersebut
Memenuhi Dikenai PPh
Tidak Ya
kriteria PP Final sesuai
Pembukuan 46/2013? ketentuan
PMK- 147/PMK.03/2017
PER - 02/PJ/2018
WP OP melaksanakan pekerjaan
bebas
Ya Peredaran
Tidak
Usaha >=
4,8M?
Ya Memilih
Pembukuan melakukan
pembukuan?
Penghasilan neto ditentukan
dari pembukuan secara Tidak
komersial dan disesuaikan
dengan koreksi fiskal
Pencatatan
• Jumlah omset:
– Omset s.d 4,8 M:
• Jika kena final, mengikuti ketentuan PPh Final terkait
• Jika tidak kena final dan memenuhi kriteria PP 46/2013 maka dikenakan PPh Final, 1%
• Jika tidak masuk dua kriteria tersebut, maka penghitungan pajak menggunakan norma jika
pencatatan atau menggunakan pembukuan jika menginginkan
– Omset lebih dari 4,8 M: Wajib pembukuan:
• Jika kena final, mengikuti ketentuan PPh Final terkait
• Jika tidak kena final dan tidak memenuhi kriteria OPPT maka menggunakan cara
penghitungan pajak untuk pembukuan
• Jika tidak kena final dan memenuhi kriteria OPPT maka menggunakan cara penghitungan
pajak untuk pembukuan, tetapi angsurannya adalah 0,75%
• Sumber penghasilan:
– Jika ada sumber penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas, harus memakai SPT 1770.
– Penghitungan penghasilan netto, lihat slide berikutnya
No.
1. Penghasilan Neto xxx
2. Zakat/Sumbangan Keagamaan Wajib xxx -
3. Ph. neto setelah zakat/sumbangan keagamaan xxx
4. Kompensasi kerugian xxx -
5. Ph. neto setelah kompensasi kerugian xxx
6. PTKP xxx -
7. Penghasilan Kena Pajak (PKP) xxx
8. PPh Terutang xxx
9. Kredit Pajak xxx -
10. PPh Kurang (Lebih) Bayar xxx
Penghasilan Neto
• Penghasilan dari Usaha/pekerjaan bebas, jika pembukuan: peredaraan
usaha – HPP – biaya usaha -/+ koreksi fiskal. Jika WP tidak melakukan
pembukuan, penghitungannya dengan mengalikan norma penghitungan
penghasilan neto (disebut norma/NPPN) dengan penghasilan bruto.
• Penghasilan dari pekerjaan, penghasilan neto dihitung dari: penghasilan
bruto – pengurang penghasilan bruto (contoh: bisa dilihat di 1721 A1
atau 1721 A2)
• Penghasilan dalam negeri lainnya, penghasilan neto dihitung dari
penghasilan bruto – biaya terkait
• Penghasilan luar negeri, penghasilan neto dihitung dari penghasilan
bruto – biaya terkait.
LATIHAN IDENTIFIKASI PENGHASILAN NETO
Menentukan Penghasilan Neto
• WP A menggunakan pembukuan. Penjualan 6M, HPP 3 M, biaya lain 1 M. Dalam aturan
pajak, ada 0,5 M biaya yang tidak boleh dikurangkan.
• Dokter Daimon, warga Purbalingga yang malas membuat pembukuan, membuka praktik
dokter gigi di Jakarta. Omset setahun sebesar Rp4M. Norma penghitungan penghasilan
neto untuk dokter di Jakarta adalah 50%.
• Dokter Daimon tersebut juga mendapatkan penghasilan lain berupa sewa cincin sebesar
Rp5 juta. Untuk menyewakan cincin ke temannya, dia harus bersihkan dulu cincinnya
dengan biaya Rp200rb
• M, mendapatkan gaji sebagai dosen setahun 500 juta. Pengurang penghasilan bruto
selama setahun adalah 12 juta.
• Mars, mendapatkan penghasilan sewa apartemen di Singapura sebesar Rp200juta. Biaya
perawatan dan legal tahunan dari apartemen tersebut Rp20juta
Zakat/Sumbangan keagamaan yang wajib
• zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima
oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
• PP Nomor 60 Tahun 2010
• PMK Nomor 254/Pmk.03/2010
• PER- 6/PJ/2011
• PER- 11/PJ/2017
PER-11/PJ/2017
BADAN/LEMBAGA YANG DIBENTUK ATAU DISAHKAN OLEH PEMERINTAH YANG
DITETAPKAN SEBAGAI PENERIMA ZAKAT ATAU SUMBANGAN KEAGAMAAN
YANG SIFATNYA WAJIB YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN
BRUTO:
• Badan Amil Zakat (Badan Amil Zakat Nasional, Badan Amil Zakat Nasional Provinsi,
Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten/Kota)
• Lembaga Amil Zakat (LAZ) Skala Nasional (a-n)
• Lembaga Amil Zakat skala provinsi (a-g)
• Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS): LAZIS NU dan LAZIS
Muhammadiyah.
• Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI)
• Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara Dharma Parisad (BDDN YADP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Pasal 6 ayat (3) UU PPh
Kepada Orang Pribadi sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagaimana dimaksud dalam pasal 7
PTKP 2016
Status
Setahun (Rp)
WP OP yang bersangkutan 54.000.000
Tambahan untuk WP yang kawin 4.500.000
Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan 54.000.000
penghasilan suami
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda 4.500.000
dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga
1. s.d. Rp 50.000.000,- 5%
Dalam penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) dibulatkan ke bawah dalam
ribuan rupiah penuh
LATIHAN MENGHITUNG PPh TERUTANG
Menghitung PPh terutang
Hitung PPh terutang dari informasi berikut
• Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 20.000.000,00
• Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 100.000.000,00
• Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 300.000.000,00
• Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 400.000.000,00
• Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 600.000.000,00
Kredit Pajak untuk OP
Jenis Kredit Pajak:
PPh Pasal 21 (yang tidak final)
PPh Pasal 22 (yang tidak final)
PPh Pasal 23
PPh Pasal 24
PPh Pasal 25 (angsuran)
PPh Pasal 26 (untuk SP LN yang menjadi SPDN)
LATIHAN MENGHITUNG PPh KURANG (LEBIH) BAYAR
-KONDISI: SATU KELUARGA MERUPAKAN SATU
KESATUAN EKONOMIS, SATU NPWP, TIDAK ADA
PEMISAHAN HARTA DLL
Menghitung PPh Kurang (Lebih) Bayar -1
• Tuan Amin tahun 2017 menggunakan pembukuan. Penjualan 6
M, HPP 3 M, biaya lain 1 M. Dalam aturan pajak, ada 0,5 M biaya
yang tidak boleh dikurangkan. Tuan Amin telah menikah dengan
Solehah. Anak mereka 1, berusia 4 tahun.
• Tuan Amin membayar zakat mal ke LAZIS NU sebesar Rp20juta
• Dalam bisnisnya, A pernah dipotong pajak PPh Pasal 22 sebesar
Rp500rb oleh Bendaharawan Pemkot Madiun
• Tuan Amin telah membayar angsuran PPh Pasal 25 selama 2017
sebesar Rp100 rb
Menghitung PPh Kurang (Lebih) Bayar -2
• Dokter Daimon, warga Purbalingga yang malas membuat pembukuan,
membuka praktik dokter gigi di Jakarta. Omset setahun di 2017 sebesar
Rp4M. Norma penghitungan penghasilan neto untuk dokter di Jakarta
adalah 50%.
• Daimon belum menikah, tapi menanggung ibu kandungnya yang janda
tanpa penghasilan
• Daimon membayar zakat mal ke LAZIS Muhammadiyah sebesar Rp20juta
• Daimon pernah dipotong PPh Pasal 21 (tidak final) sebesar Rp5jt
• Daimon tidak membayar angsuran selama tahun 2017
Penghasilan Istri Digabungkan dengan Penghasilan Suami
• Pasal 8 UU PPh
(1) Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak
dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenai Pajak sebagai satu kesatuan. Penggabungan
tersebut tidak dilakukan dalam hal penghasilan isteri diperoleh dari pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong
pajak oleh pemberi kerja, dengan ketentuan bahwa:
a. penghasilan isteri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja, dan
b. penghasilan isteri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas
suami atau anggota keluarga lainnya.
• Wajib Pajak A yang memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
mempunyai seorang isteri yang menjadi pegawai dengan penghasilan neto sebesar Rp 70.000.000,00 (tujuh puluh juta
rupiah). Apabila penghasilan isteri tersebut diperoleh dari satu pemberi kerja dan telah dipotong pajak oleh pemberi
kerja dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya, penghasilan
neto sebesar Rp 70.000.000,00 (tujuh puluh juta rupiah) tidak digabung dengan penghasilan A dan pengenaan pajak
atas penghasilan isteri tersebut bersifat fnal.
• Apabila selain menjadi pegawai, isteri A juga menjalankan usaha, misalnya salon kecantikan dengan penghasilan neto
sebesar Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah), seluruh penghasilan isteri sebesar Rp 150.000.000,00 (Rp
70.000.000,00 + Rp80.000.000,00) digabungkan dengan penghasilan A. Dengan penggabungan tersebut, A dikenai
pajak atas penghasilan neto sebesar Rp 250.000.000,00 (Rp100.000.000,00 + Rp 70.000.000,00 + Rp 80.000.000,00).
Potongan pajak atas penghasilan isteri tidak bersifat fnal, artinya dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas
penghasilan sebesar Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) tersebut yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Penghasilan anak yang belum dewasa
• Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber
penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung dengan
penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama.
Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah anak yang
belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
• Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah,
menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya
digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan
keadaan sebenarnya.
• Pasal 8 ayat (4) UU PPh
INGAT, PERHITUNGAN DI ATAS ADALAH DALAM KONDISI WP STATUS KEWAJIBAN
PERPAJAKANNYA ADALAH KK!
1. KK (Kepala Keluarga) = Kewajiban perpajakan suami istri digabung. Isteri tidak
menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara
terpisah. Isteri dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya
menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga
2. Hidup Berpisah (HB) = penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena
suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim
3. PH : yaitu penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena dikehendaki
secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
4. MT : yaitu penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena dikehendaki oleh
isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri
Tidak ada pemisahan
Satu kesatuan ekonomis,
KK harta dan penghasilan,
NPWP satu untuk satu
Kewajiban perpajakan
suami-istri digabung
kewajiban pajak hanya
satu, melalui suami
keluarga