Anda di halaman 1dari 10

Apakah Pembentukan Holding Meningkatkan Kinerja

Perusahaan ?
Analisis Perbandingan Kinerja Anak Perusahaan ABC BUMN
Holding Sebelum dan Setelah Holdingisasi dan Faktor yang
Mempengaruhinya

Dosen : Dr. Yutrizal Jacoub. S.E., MM


Manajemen Strategi
Presented By ( Kelompok 5 ) :
Lilik Bayyinah 210.2020.21
Firman Alaik 210.2020.26
Dewi Fitriani 210.2020.27
Surya Adi Prayogo 210.2020.33
Pendahuluan

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kinerja BUMN diantaranya dengan membentuk holding untuk BUMN-BUMN yang sejenis bidang
usahanya. Pasca dibentuknya PT Semen Indonesia sebagai strategic holding terlihat dampak positif pada kinerja keuangan serta kapasitas produksi
yang meningkat cukup signifikan. PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) yang merupakan gabungan dari PT Pupuk Sriwijaya (Persero), PT
Pupuk Kujang (Persero), PT Pupuk Iskandar Muda (Persero), PT Petro Kimia (Persero) dan PT Pupuk Kalimantan Timur (Persero), menciptakan
optimalisasi kinerja perusahaan yang terlihat dari naiknya aset dari 2 triliun menjadi 5 triliun, tanpa ada perubahan produksi, dan hanya dengan
mekanisme pengaturan (Pranoto dan Makaliwe, 2013). Pada tahun 2017 PIHC untung 3.08 Triliun, lebih baik dari kinerja ABC BUMN Holding.
Bentuk holding company memungkinkan perusahaan membangun, mengendalikan, mengelola, mengkonsolidasikan serta
mengkoordinasikan aktivitas dalam sebuah lingkungan multibisnis. Juga menjamin, mendorong, serta memfasilitasi perusahaan induk, anak-anak
77.365.141 ha
perusahaan, serta afiliasinya guna peningkatan kinerja. Holding mampu membangun sinergi diantara perusahaan yang tergabung dalam holding
company serta memberikan support demi terciptanya efisiensi. Dari sisi kepemimpinan juga terjadi institusionalisasi kepemimpinan individual ke

40,6%
dalam sistem (The Jakarta Consulting Group, 2015).
Menyikapi makin rendahnya kinerja BUMN ABC Holding sebagai BUMN utama sektor perkebunan, pada tahun 2014 pemerintah sesuai
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 468/KMK.06/2014 tanggal 1 Oktober 2014 telah membentuk holding company BUMN perkebunan dengan
menunjuk BUMN ABC III sebagai perusahaan induk. Pada awal proses pembentukan holding BUMN perkebunan ini masih menghadapi hambatan
psikologis maupun teknis terkait pemeranan BUMN ABC III selaku perusahaan induk. BUMN ABC III selaku perusahaan induk belum mampu
menyinergikan aktivitas masing-masing BUMN ABC lain sebagai perusahaan anak, sehingga kebijakan dan operasional BUMN ABC masih terkesan
berjalan sendiri-sendiri. Selain itu, terdapat beberapa persoalan keuangan dan operasional BUMN ABC Anak, yang belum dapat diselesaikan oleh
BUMN ABC III selaku perusahaan induk (BPKP 2016).
Pembentukan ABC BUMN holding dimaksudkan agar kinerja ABC BUMN Holding dan anak perusahaannya meningkat secara tajam.
Namun sayangnya kinerja keuangan maupun operasional anak perusahaan ABC BUMN Holding selama kurun waktu tahun 2014-2017 masih belum
lebih baik bila dibandingkan dengan kinerja anak perusahaan sebelum holding

2
Rumusan Masalah

1. Anak perusahaan ABC BUMN holding telah mempunyai pengalaman dalam bidang usaha perkebunan dan
memperoleh kemudahan-kemudahan dari pemerintah dalam melaksanakan bisnisnya. Namun kelebihan ini
tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan optimal.
2.
77.365.141 ha
Pembentukan ABC BUMN Holding ternyata belum mampu meningkatkan kinerja anak perusahaan. Hal
ini dapat diindikasikan dari kinerja anak perusahaan ABC BUMN Holding yang belum lebih baik dari

40,6%
sebelum holding bahkan beberapa anak perusahaan terus mengalami kerugian, sehingga dalam laporan
keuangan konsolidasi tahun 2015 maupun 2016, dan Semester I tahun 2018, ABC BUMN Holding
mengalami kerugian usaha.
3. Dalam kajian Restrukturisasi BUMN Perkebunan Menjadi World Class Holding Company yang menjadi
dasar pembentukan Holding Company BUMN ABC, telah diproyeksikan laba BUMN ABC Holding tahun
2016 sebesar Rp7.07 triliun dan tahun 2017 Rp11.28 triliun (Kementerian BUMN 2013). Namun pada
kenyataannya BUMN ABC Holding tahun 2015 rugi usaha Rp1.08 triliun, tahun 2016 rugi Rp1.73 triliun,
tahun 2017 laba Rp0.74 triliun, namun pada semester I 2018 kembali rugi Rp0.25 triliun. Kondisi ini
menggambarkan kinerja keuangan BUMN ABC Holding belum sesuai dengan yang diharapkan dalam
proposal holding.

3
SWOT ANALIS IFAS
Internal Factor Analysis
Strategic

Strength Weakness Opportunities threats

1. Kebijakan pembentukan 1. Pabrik gula usianya sudah tua dan • Pemerintah telah 1. Pembentukan ABC BUMN Holding
holding ABC BUMN kapasitasnya rendah membentuk ABC BUMN ternyata belum mampu meningkatkan
dilaksanakan dengan 2. Rendahnya rata-rata produktivitas kebun Holding, dengan harapan kinerja anak perusahaan. Hal ini dapat
menggabungkanABC ABC BUMN kinerja anak perusahaan diindikasikan dari kinerja anak
BUMN yang berkinerja 3. Rendahnya produktivitas karyawan yang setelah dilakukan holding perusahaan ABC BUMN Holding yang
baik dengan yang berdampak pada tingginya biaya terkait meningkat secara tajam belum lebih baik dari sebelum holding
kinerjanya jelek, yang laba dengan sumber daya manusia/SDM bahkan beberapa anak perusahaan terus
dengan yang rugi. 4. Belum adanya penilaian kinerja secara tersendiri untuk mengalami kerugian, sehingga dalam
2. Holding fokus pada ABC BUMN Holding, sehingga tidak dapat laporan keuangan konsolidasi tahun
pembenahan hutang diperbandingkan tujuan pembentukan holding 2015 maupun 2016, dan Semester I
anak perusahaan sebagaimana tercantum dalam proposal dengan tahun 2018, ABC BUMN Holding
realisasinya. mengalami kerugian usaha
5. Kelemahan dalam strategi pemasaran 2. Perusahaan ABC BUMN Holding
6. Kelemahan dalam investasi bisnis selama kurun waktu tahun 2014-2017
7. Kelemahan dalam proses pengadaan masih belum lebih baik bila
barang/jasa
Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRL, RZ
dibandingkan dengan kinerja anak
8. Kelemahan dalam pemanfaatan kelebihan KSNT, RZ KAW, sebelum
perusahaan dan/atau RZWP-3-K dengan
holding.
pasokan listrik pabrik gula Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan
Ruang Laut

4
Matrik Strategi TABEL EFAS
(External Factor Analysis Strategic)

 Faktor eksternal Penurunan kinerja ABC BUMN juga dipengaruhi oleh kecenderungan
penurunan harga komoditas hasil perkebunan dan pengaruh musim yang menjadikan produksi
perkebunan lebih rendah bila dibandingkan dengan RKAP

1200.00
Dari Gambar 6 terlihat bahwa harga minyak sawit tertinggi terjadi pada tahun
1000.00
800.00
2011, kemudian mengalami penurunan sampai dengan tahun 2015. Dalam
600.00
kurun waktu 2015 sampai dengan 2017, terjadi kenaikan harga minyak sawit,
400.00 Minyak Kelapa Sawit namun kenaikannya masih lebih rendah bila dibandingkan dengan harga tahun
200.00 2013, satu tahun sebelum terbentuknya ABC BUMN Holding.
0.00
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 6. Perkembangan harga minyak sawit tahun 2009-2017

0.80
  Dari Gambar 7 terlihat bahwa harga gula pasir tertinggi terjadi pada Tahun
0.60 2011, kemudian mengalami penurunan sampai dengan tahun 2015. Dalam
  kurun waktu 2015 sampai dengan 2017, terjadi kenaikan harga gula pasir,
0.40
Gula, Dunia namun kenaikannya masih lebih rendah bila dibandingkan dengan harga tahun
0.20 2013, satu tahun sebelum terbentuknya ABC BUMN Holding
 
0.00
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 7. Perkembangan harga gula pasir tahun 2009-2017

5
6.00
5.00 Dari Gambar 8 terlihat bahwa harga karet tertinggi terjadi pada tahun 2011, kemudian
4.00 mengalami penurunan sampai dengan tahun 2015. Dalam kurun waktu 2015 sampai
3.00 dengan 2017, terjadi kenaikan harga karet, namun kenaikannya masih lebih rendah bila
2.00 dibandingkan dengan harga tahun 2013, satu tahun sebelum terbentuknya ABC BUMN
1.00 Karet RSS3,… Holding
0.00
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 8. Perkembangan harga karet tahun 2009-2017


77.365.141 ha
40,6%
3.00
 
2.50 Dari Gambar 9 terlihat bahwa harga teh tertinggi terjadi pada tahun 2010,
 
2.00 kemudian mengalami penurunan sampai dengan tahun 2016. Pada tahun
 
1.50
2017 terjadi kenaikan harga teh, namun harga teh tahun 2017 masih lebih
Teh, Kolkata rendah bila dibandingkan dengan harga tahun 2013, satu tahun sebelum
1.00
  terbentuknya ABC BUMN Holding
0.50
 
0.00
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 9. Perkembangan harga teh tahun 2009-2017

6
Analisis Data

● menganalisis data kinerja keuangan sebelum dan setelah


holding digunakan statistic non parametric yang
meliputi perbandingan Ekuitas, Laba rugi, Return on
Asset (ROA), Return on Equity (ROE), dan Debt to
Equity Ratio (DER). Pengolahan data kinerja keuangan
sebelum dan setelah holding menggunakan aplikasi SPSS
versi 25. Pembandingan kinerja keuangan dilakukan
terhadap empat belas anak perusahaan ABC BUMN
Holding yang tersebar di seluruh Indonesia
● Data kualitatif yang diperoleh dari diskusi dengan
12orang pakar dan data kuantitatif yang diperoleh dari
analisis statistik didiskusikan lebih lanjut dengan pakar
dan manajemen ABC BUMN Holding untuk dilakukan
klarifikasi dan validasi
● Menguji secara hipotesis lima variabel:

1. Ekuitas setelah holding ≠ ekuitas sebelum holding


2. Laba rugi setelah holding ≠ laba rugi sebelum holding
3. ROA setelah holding ≠ ROA sebelum holding
4. ROE setelah holding ≠ ROE sebelum holding
5. DER setelah holding ≠ DER sebelum holding
 
Strategi New Normal

1. Melakukan pemberlakuan protokol kesehatan kepada seluruh pegawai, seperti :


a. Memberlakukan Work From Home kepada seluruh pegawai non-lapangan secara bergantian dengan kapasitas 50% atau sesuai dengan ketentuan
pemerintah yang berlaku.
b. Protokol Kesehatan Ketat kepada seluruh pegawai lapangan selama di area kerja.

2. Menguatkan kembali kerjasama dengan produsen produk hilir, mengingat saat pandemi new normal. Semua produsen produk hilir akan melakukan
evaluasi terhadap semua lini bisnisnya termasuk dari sisi supplier bahan baku.
3. Mengoptimalkan lini bisnis produk hilir yang sudah dimiliki oleh perusahaan, dengan membuka saluran penjualan online (Digital) dalam bisnisnya.
4. Melakukan evaluasi harga yang dijual oleh perusahaan. Mengingat di masa pandemi, para kompetitor juga akan melakukan evaluasi harga. Pertahankan
harga di batas pasaran yang berlaku, mengingat lini bisnis perusahaan masih banyak di sektor hulu.
Strategi Krisis Ekonomi

Pada saat krisis ekonomi, mengingat kondisi perusahaan holding yang masih mengalami kerugian dari tahun 2015, 2016 dan 2018. Maka,
strategi yang tepat adalah dengan menjual anak usaha perusahaan sekaligus menjalin hubungan kerjasama dengan investor.

● Menjual anak perusahaan dilakukan pada anak perusahaan yang sudah tidak bisa lagi terselamatkan. Atau dalam artian selalu mengalami
kerugian selama beberapa tahun terakhir bahkan setelah holding. Selain itu, jumlah total aset yang dimiliki anak perusahaan tidak lebih
jauh atau bahkan lebih besar dari hutang yang dimilikinya.

● Pada anak perusahaan yang masih mengalami kerugian namun dalam batas normal. Bisa melakukan kerjasama dengan mencari investor
atau pemberi modal untuk membantu menyelamatkan perusahaan agar bisa memberikan profit. Mengingat perusahaan merupakan
BUMN, maka lebih diutamakan untuk menjalin kerjasama dengan pemerintah untuk pemberian modal kerja dengan tingkat
pengembalian yang rendah.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai