Anda di halaman 1dari 33

farmakoterapi dan

penatalaksanaan terapi
penyakit Alzheimer
KELOMPOK 1
NAMA KELOMPOK

 ELFI ALIDYA FARMA (F201801108)


 SISKA (F201801109)
 RAHMADANI SAFITRI (F201801110)
 IRLAN SEPTIAN NURUL H (F201801111)
 HIKMAWATI (F201801112)
 LAILY FAJAR RISKI (F201801113)
 AYNUN UTAMI KUSMEN (F201801114)
 ICING GUSTRIANI INTA (F201801115)
Buku
pharmascotheraphy
handbook
01
Definisi
You can enter a subtitle here if you need it
• Penyakit Alzheimer merupakan sebuah kelainan otak yang bersifat irreversible dan progresif yang
terkait dengan perubahan sel-sel saraf sehingga menyebabkan kematian sel otak. Penyakit
Alzheimer terjadi secara bertahap, dan bukan merupakan bagian dari proses penuaan normal dan
merupakan penyebab paling umum dari demensia. Demensia merupakan kehilangan fungsi intelektual,
seperti berpikir, mengingat, dan berlogika, yang cukup parah untuk mengganggu aktifitas sehari-
hari.Demensia bukan merupakan sebuah penyakit, melainkan sebuah kumpulan gejala yang menyertai
penyakit atau kondisi tertentu. Gejala dari demensia juga dapat termasuk perubahan kepribadian,
mood, dan perilaku. Kondisi ini banyak ditemukan pada orang-orang di atas 65 tahun.
• Alzheimer adalah penyakit neurodegeneratif yang berkaitan dengan usia yang merupakan penyebab
utama penyebab demensia (Christensen dan Pike 2015). Alzheimer demensia merupakan jenis
gangguan otak dimana terjadi kematian sel-sel otak yang menyebabkan disfungsi memori, pemikiran,
analisa, bahasa, dan aktivitas nervus lainnya yang selanjutnya dapat mengubah perilaku individu dan
juga kepribadiannya (Ajami, NematiShahpar dan Chitsaz 2016).
02
Patofisiologi
You can enter a subtitle here if you need it
 Bentuk DA yang diturunkan secara dominan kurang dari 1% kasus. Lebih dari setengah kasus yang
diturunkan secara dominan dengan onset muda dikaitkan dengan perubahan pada kromosom 1, 14,
atau 21. Kerentanan genetik terhadap AD onset lambat terutama terkait dengan genotipe
apolipoprotein E (APOE), tetapi interaksi beberapa gen dengan lingkungan mungkin berperan.

 Faktor risiko yang terkait dengan DA meliputi usia, penurunan kapasitas cadangan otak, cedera
kepala, sindrom Down, depresi, gangguan kognitif ringan, dan faktor risiko penyakit vaskular,
termasuk hipertensi, peningkatan kolesterol lipoprotein densitas rendah, lipoprotein densitas
rendah rendah kolesterol, dan kencing manis.

 Temuan yang khas meliputi neurofibrillary tangles (NFT) intraseluler, plak amiloid ekstraseluler di
korteks dan lobus temporal medial, dan degenerasi neuron dan sinapsis serta atrofi kortikal.
Kepadatan NFT berkorelasi dengan tingkat keparahan demensia.
 Mekanisme yang diusulkan untuk perubahan ini meliputi (1) agregasi protein -amiloid, yang mengarah
pada pembentukan plak; (2) hiperfosforilasi protein tau, yang mengarah ke NFT; (3) kegagalan
sinaptik dan penipisan neurotropin dan neurotransmiter; (4) disfungsi mitokondria; dan (5) stres
oksidatif.

 Dari defisit neurotransmiter, hilangnya aktivitas kolinergik paling menonjol, dan berhubungan
dengan keparahan DA. Hilangnya sel kolinergik tampaknya merupakan konsekuensi dari patologi AD,
bukan penyebabnya.

 Pertimbangan neurotransmiter lainnya meliputi: (1) neuron serotonergik dari inti raphe dan sel-sel
noradrenergik dari lokus seruleus hilang;(2) aktivitas monoamine oksidase tipe B meningkat; (3)
jalur glutamat di korteks dan struktur limbik tidak normal; dan (4) neurotransmiter rangsang,
termasuk glutamat, mungkin neurotoksik pada AD
03
ETIOLOGI
TABLE OF CONTENTS
Faktor
Antipsikotik
01 Endokrin 02

Antidepresan
03
THE SLIDE TITLE GOES HERE!

● Faktor EndokrinFarmakoterapi untuk gejala nonkognitif menargetkan gejala


psikotik, tidak sesuai perlakuan yang tepat atau mengganggu, dan depresi. Obat-
obatan dan dosis yang dianjurkan.

● ditunjukkan pada Tabel 52-4. + Pedoman umum meliputi: (1) Gunakan intervensi
lingkungan terlebih dahulu dan farmakoterapi hanya jika diperlukan; (2)
mengidentifikasi dan mengoreksi yang mendasari penyebab perilaku yang
mengganggu jika memungkinkan; (3) mulai dengan pengurangan dosis dan titrasi
perlahan-lahan, (4) memantau dosis, (5) secara berkala mencoba mengurangi dan
menghentikan pengobatan; dan (6) mendokumentasikan dengan cermat.
Hindari obat psikotropika antikolinergik karena dapat
memperburuk kognisi.
THE SLIDE TITLE GOES HERE!
● Antipsikotik
● • Obat antipsikotik secara tradisional telah digunakan untuk perilaku
yang mengganggu dan gejala neuropsikiatri, tetapi risiko dan
manfaatnya harus dipertimbangkan dengan cermat..Sebuah meta-
analisis menemukan bahwa hanya 17% sampai 18% pasien demensia
menunjukkan respon
● pengobatan sederhana dengan antipsikotik atipikal. Efek samping
(misalnya, mengantuk, gejala ekstrapiramidal, gaya berjalan abnormal,
memburuknya kognisi, kejadian serebrovaskular, dan peningkatan risiko
kematian (lihat peringatan kotak hitam)) mengimbangi keuntungan
Tinjauan sistematis lain dan meta-analisis menemukan perbaikan kecil
tapi signifikan dalam perilaku skor gejala pada pasien yang diobati
dengan aripiprazole, olanzapine,dan risperidon
Antidepresan
•Depresi dan demensia memiliki banyak
gejala yang sama, dan diagnosis depresi
dapat menjadi sulit, terutama di
kemudian hari dalam perjalanan DA.
• Inhibitor reuptake serotonin selektif
(SSRI) biasanya diberikan pada pasien
• Antipsikotik tipikal juga dapat menghasilkan sedikit
depresi dengan DA, dan bukti terbaik
peningkatan risiko kematian, dan efek
adalah untuk sertraline dan citalopram.
ekstrapiramidal dan hipotensi yang lebih parah
Antidepresan trisiklik biasanya dihindari.
daripada yang atipikal Pengobatan antipsikotik pada
pasien DA jarang dilanjutkan lebih dari 12 minggu
04 Faktor resiko
Faktor resiko!
1 USIA

Penuaan merupakan faktor


risiko terbesar terhadap kejadian
alzheimer. Kebanyakan orang
usia 65 tahun atau lebih tua
memiliki risiko yang lebih tinggi.
sss RIWAYAT KELUARGA 3 GENETIK
2

Seseorang dengan riwayat genetik berperan penting dalam


orangtua, saudara laki-laki peningkatan faktor risiko demensia
maupun perempuan dengan alzheimer yang dimaksud yaitu
penyakit alzheimer memiliki gen determinan yang secara
risiko lebih tinggi untuk langsung menyebabkan demensia
menderita penyakit alzheimer. alzheimer.
05 Manifestasi klinik
THE SLIDE TITLE GOES HERE!

● PRESENTASI KLINIS
● • Penurunan kognitif terjadi secara bertahap dan
mencakup kehilangan memori, afasia, apraksia, agnosia,
disorientasi, dan gangguan fungsi eksekutif. Gejala lain
termasuk depresi,
● gejala psikotik, agresi, hiperaktivitas motorik, tidak
kooperatif, mengembara,
● dan daya tempur. Pasien menjadi semakin tidak mampu
merawat dirinya sendiri. Meja
● 52-1 menunjukkan tahapan AD.
06 Terapi
Farmakologi
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Tidak ada pengobatan spesifik
untuk penyakit Alzheimer. Pengobatan secara simptomatik, sosial, terapi psikiatri
dan dukungan keluarga menjadi pilihan terapi yang digunakan saat ini.
Acetylcholinesterase inhibitors atau N-methylD-aspartate(NMDA) inhibitor
(Memantin) dapat meningkatkan fungsi kognitif pada penyakit Alzheimer stadium
awal
 Kolinesterase inhibitor
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar
asetilkolin. Cholinesterase inhibitor telah diakui untuk pengobatan penyakit Alzheimer ringan sampai
sedang yang juga dapat dijadikan standar perawatan untuk pasien dengan penyakit Alzheimer. Kerja
farmakologis dari Donepezil, rivastigmine, dan galantamine adalah menghambat cholinesterase, dengan
menghasilkan peningkatan kadar asetilkolin di otak .Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat
digunakan anti kolinesterase. Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia
selama pemberian berlangsung.
4 jenis kolinesterase inhibitor yang paling sering digunakan adalah
a. Donepezil (merk dagang ARICEPT® ) disetujui untuk pengobatan semua tahap Alzheimer disease.
b. Galantamine (merk dagang RAZADYNE® ) disetujui untuk tahap ringan sampai sedang.
c. Rivastigmine (merk dagang EXELON® ) untuk tahap ringan sampai sedang.
d. Tacrine (COGNEX® ) merupakan kolinesterase inhibitor pertama yang disetujui untuk digunakan
sejak tahun 1993, namun sudah jarang digunakan saat ini karena faktor resiko efek sampingnya, salah
satunya adalah kerusakan hati.
 Memantin Memantin merupakan obat yang telah diakui oleh Food and Drug Administration (FDA)
untuk pengobatan penyakit Alzheimer sedang sampai berat. Dosis awal untuk penggunaan Memantin
adalah 5 mg perhari, kemudian dosis ditingkatkan berdasarkan penelitian, hingga 10 mg dua kali
sehari. Memantine tampaknya bekerja dengan cara memblok saluran N-methyl-D-aspartate (NMDA)
yang berlebihan. Memantine yang dikombinasikan dengan cholinesterase inhibitor maupun yang tidak,
tampaknya dapat memperlambat kerusakan kognitif pada pasien dengan AD yang moderat.(6,9)
 Thiamin Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan
thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%),
hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan
dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi
dibandingkan placebo selama periode yang sama.
 Haloperiodol Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan
tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala
tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant
(Amitryptiline 25-100 mg/hari)
 Acetyl L-Carnitine (ALC) Merupakan suatu subtrat endogen yang disintesa di dalam mitokondria
dengan bantuan enzim ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan
aktivitas asetilkolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral
selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat
progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
 Antioksidan Pada pasien dengan AD sedang-berat, penggunaan antioksidan selegiline, α-tokoferol
(vitamin E), atau keduanya, memperlambat proses kematian. Karena vitamin E memiliki potensi yang
rendah untuk toksisitas dari selegiline, dan juga lebih murah, dosis yang digunakan dalam penelitian
untuk diberikan kepada pasien AD adalah 1000 IU dua kali sehari. Namun, efek yang menguntungkan
dari vitamin E tetap kontroversial, dan sebagian peneliti tidak lagi memberikan dalam dosis tinggi
karena ternyata memiliki potensi dalam menimbulkan komplikasi kardiovaskular.
07 Monitoring
Penambahan dari angka harapan hidup pada populasi bukan hanya merupakan masalah pada negara yang maju.
Penuaan yang cepat dari populasi dan kumpulan dari penyakit degeneratif kronis telah berkembang pada banyak
negara yang sedang berkembang juga. Dari estimasi 25 juta populasi dunia dengan penyakit alzheimer (PA) pada tahun
2000, 13 juta jiwa tinggal pada daerah yang kurang berkembang (Wimo A dan kawan-kawan, 2003). Diperlukan
penelitian yang intensif untuk menemukan pengobatan dari penyakit yang umum serta menghabiskan banyak biaya,
dan sejajar dari perkembangan terapi, fokus diagnostik juga telah berpindah menjadi deteksi dari stadium dini PA
(Chong M.S., Sahadevan S., 2005). Konsep PA preklinis muncul pada abad tahun 20 yang awalnya didefenisikan
sebagai individu yang tidak terdapat gangguan kognitif yang menunjukkan lesi otak PA pada pemeriksaan post
mortem. Dengan perkembangan dari petanda patologis PA, konsep tersebut berkembang dan PA preklinis
dipertimbangan apabila petanda tersebut muncul pada individu dengan kognisi yang normal (Dubois B dan kawan-
kawan, 2016). Perkembangan akhir-akhir ini mengenai terapi pada PA menunjukkan bahwa intervensi awal dapat
bermanfaat jangka panjang pada penderita PA. Sebagai akibatnya, perlunya pendeteksian penderita yang beresiko
untuk menderita PA atau yang berada dalam fase prodormal atau preklinis (Dubois B dan kawan-kawan, 2016). Pada
referat ini, akan dijabarkan mengenai definisi, stadium PA preklinis, patofisiologi, dan diagnosis serta penunjang.
08 Contoh Kasus
 Ny. S, usia 76 tahun, seorang ibu rumah tangga datang diantar oleh menantu lakilakinya ke Poliklinik
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung pada tanggal 25 Juli 2019. Pasien datang dengan keluhan sering
marah-marah tanpa sebab disertai gelisah sejak tujuh hari sebelum pasien dibawa berobat. Menurut
alloanamnesis pada menantu pasien, keluhan marah-marah hampir selalu terjadi setiap malam. Pasien
menganggap suami pasien berselingkuh dan sering membicarakan kembali kesalahan suami pasien
tersebut yang terjadi pada masa lalu. Keluarga pasien merasa pasien sering gelisah dan sulit tidur
pada malam hari. Selain itu, sejak satu tahun terakhir pasien memiliki penurunan daya ingat yang
semakin memburuk. Pasien kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan sulit mengingat
tanggal dan keluarga. Pasien terdeteksi memiliki hipertensi sejak 2 tahun lalu namun tidak rutin
kontrol dan minum obat. Pasien juga telah mengalami penurunan pendengaran sejak 5 tahun lalu.
Tidak ada riwayat stroke, trauma dan gangguan jiwa pada pasien sebelumnya. Keluarga tidak memiliki
riwayat gangguan jiwa sebelumnya, dan keluarga tidak tahu riwayat hipertensi, penyakit jantung atau
stroke pada keluarga.
1. PEMERIKSAAN FISIK
 kesadaran pasien kompos mentis
 penampilan sesuai usia, perawakan sedang
 kebersihan dan kerapihan cukup
 Sikap pasien kurang kooperatif cenderung tidak nyaman dan kontak mata dengan pemeriksa
kurang
 Pasien kadang tidak mampu menjawab pertanyaan, pembicaraan spontan, artikulasi kurang jelas
(cadel)
 pasien memiliki gangguan isi pikir yaitu waham cemburu
 Konsentrasi dan perhatian pasien buruk

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 EKG
 pemeriksaan gula darah dan profil lipid
 Pasien juga disarankan untuk ke dokter THT untuk melakukan pemeriksaan audiometri.
3. PEMBAHASAN KASUS

 Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan terdapat penyakit yang
menyebabkan disfungsi otak. Hal ini dapat dinilai dari adanya gangguan fungsi kognitif (terutama
gangguan daya ingat) dan gangguan suasana emosi (pada awalnya pasien mudah marah) yang terjadi
sejak pasien terkena hipertensi 2 tahun yang lalu. Oleh karena itu, pasien digolongkan sebagai
penderita Gangguan Mental Organik
 Pada pasien terdapat penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai mengganggu
kegiatan harian seseorang (gangguan fungsi eksekutif). Pasien juga memiliki gangguan pada isi pikir
yaitu waham cemburu terhadap suami. Gejala dan disabilitas yang dialami pasien sudah lebih dari 6
bulan. Pada pasien juga tidak ada gangguan kesadaran. Maka pasien memenuhi kriteria
demensia menurut PPDGJ III sebagai berikut:
 Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang sampai mengganggu kegiatan harian
seseorang (personal activities of daily living) seperti: mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri,
buang air besar dan kecil
 Tidak ada gangguan kesadaran (clear consciousness)
 Gejala dan disabilitas sudah nyata paling sedikit 6 bulan
 Pasien didiagnosis menderita Demensia vaskular (F01) karena pasien memenuhi kriteria diagnosis
penyakit tersebut yaitu :
1. Terdapatnya gejala demensia
2. Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya ingat, gangguan
daya pikir, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri (insight) dan daya nilai (judgement) secara
relatif tetap baik.
3. Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai adanya gejala neurologis
fokal, meningkatkan kemungkinan demensia vaskuler. Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat
dilakukan dengan pemeriksaan CT-scan atau pemeriksaan neuro-patologis.

 Pasien tidak mengalami gangguan tumbuh-kembang. Pasien dapat bergaul dan memiliki banyak
teman. Hal ini menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami gangguan kepribadian dan retardasi
mental
 Pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, ditemukan tekanan darah meningkat
(170/100 mmHg). Serta terdapat penurunan pendengaran pada telinga kanan dan kiri. Oleh karena
itu aksis III terdapat diagnosis hipertensi grade II, dan hearing loss. Pada aksis IV pasien memiliki
masalah dengan primary support group (keluarga) yaitu pemahaman keluarga. Pasien mengalami
gejala berat, disabilitas berat dalam sosial, dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pada aksis V
didapatkan GAF scale 50-41.
TERAPI FARMAKOLOGI
 Terapi untuk demensia vaskular ditujukan kepada penyebabnya, mengendalikan faktor risiko
(pencegahan sekunder) serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan memperhatikan interaksi
obat. Selain itu diperlukan terapi multimodalitas sesuai gangguan kognitif dan gejala perilakunya.
Penatalaksanaan utamanya digunakan untuk mencegah memburuknya demensia vaskular dengan cara
mengobati penyakit yang mendasarinya seperti hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes melitus
 Pada pasien diberikan obat risperidone tablet 2x0,5 mg dan tablet amlodipin tab 1x10 mg
Risperidone merupakan obat golongan antipsikotik generasi 2. Risperidone memiliki mekanisme kerja
melalui blokade reseptor dopamin post sinaps dan serotonin secara selektif. Sehingga memiliki risiko
efek samping ekstrapiramidal, memperluas aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif,
serta mengurangi gejala psikotik, seperti halusinasi dan delusi. Pasien memiliki sifat mudah marah dan
menunjukkan gangguan isi pikir yaitu waham cemburu. Penggunaan antipsikotik pada demensia yang
dianjurkan adalah dosis rendah. Dosis risperidone yang dianjurkan adalah 2-8 mg/hari

Amlodipine merupakan golongan penghambat kanal kalsium generasi kedua dari kelas 1,4 dihidropiridin
(DHP). DHP bekerja dengan mengikat situs yang dibentuk dari residu asam amino pada dua segmen S6
yang berdekatan dan segmen S5 diantaranya dari kanal kalsium bermuatan di sel otot polos dan
jantung. Ikatan tersebut menyebabkan kanal kalsium termodifikasi ke dalam kondisi inaktif tanpa
mampu berkonduksi (nonconducting inactive state) sehingga kanal kalsium di sel otot menjadi
impermeabel terhadap masuknya ion kalsium.
TERAPI NON FARMAKOLOGI
1. Psikososia

Tata laksana psikososial ditujukan untuk mempertahankan kemampuan penderita


yang masih tersisa, menghambat progresivitas kemunduran fungsi kognitif,
mengelola gangguan psikologik dan perilaku yang timbul. Pasien sering diuntungkan
melalui psikoterapi suportif dan edukasional yang menjelaskan secara rinci sifat
dan perjalanan penyakit yang dideritanya. Latihan memori sederhana, latihan
orientasi realitas, dan senam otak, dapat membantu menghambat kemunduran
fungsi kognitif.

2. Psikoedukasi terhadap keluarga

Psikoedukasi terhadap keluarga atau caregiver menjadi bagian yang sangat penting
dalam tatalaksana pasien. Dokter dapat membantu keluarga memahami gambaran
perasaan kompleks yang dikaitkan dengan perasaan keluarga terhadap pasien
SEKIAN
DAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai