Anda di halaman 1dari 45

BAB VI

Neurobehavior
Moderator : dr. Shefona Pyeloni Harnold
Presentan :
1. dr. Novina Rahmati
2. dr. Rauzah Munziah
3. dr. Aklima
4. dr. Warzukni
5. dr Syarifah Chaula Amrina
6. dr. Amrullah
01
Demensia
Alzheimer
PENDAHULUAN
 Demensia merupakan sindrom penurunan
fungsi kognitif yang cukup berat dibandingkan
seblumnya, sehingga mengganggu aktivitas
sosial dan profesional dalam aktivitas hidup
sehari-hari (activity of daily living).
 Demensia Alzheimer merupakan demensia
yang paling banyak terjadi mencapai setengah
kasus demensia (60-80%) secara kesuluruhan.
 Prevelensinya meningkat drastis sejalan
dengan peningkatan usia harapan hidup
manusia didunia
EPIDEMIOLOGI
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan
hampir 48 juta orangdi dunia hidup dengan demensia.

Terdapat 7,7 juta kasus baru tiap tahundan lebih dari


setengahnya (63%) hidup di negara-negara kelas
menengah ke bawah

Prince dkk (2010), mendapatkan 58% orang


dengan demensia hidup di negara kelas
menengah ke bawah yang diramalkan
meningkat hingga 63% di tahun 2030 dan 71%
di tahun 2050
PATOFISIOLOGI
Neuropatologinya terutama berhubungan dengan
peptida beta-amiloid (Aβ), serta neurofibrillary
tangles (NFTs) yang berasal dari
hiperfosforilasi protein tau.
Karakteristik neuropatologi DA adalah
berupa hilangnya neuronal selektif dan sinaps,
adanya plak neuritik yang mengandung
peptida beta-amiloid (Aβ)
Plak neuritik yang terjadi merupakan lesi
ekstraseluler yang tersusun atas inti sentral
dari Aβ yang dikelilingi oleh distrofi heuritik,
aktivasi mikroglial dan astrosit reaktif NFTs
Gambar Patofisiologi Demensia Alzheimer
GEJALA DAN TANDA KLINIS

Ditandai dengan penurunan fungsi Ranah kognitif yang paling terganggu


kognitif yang didahului oleh penurunan adalah memori dengan kemampuan
daya ingat dan pada akhirnya akan rekgnisi terganggu. Gejala ini muncul
mengenai seluruh intelektualitas pasien perlahan-lahan dan bertambah berat
dan menyebabkan beban dalam menjalani sehingga ranah kognitif lain, seperti
aktivitas sehari-hari ringan sekalipun visuospasial, fungsi eksekutif, memori,
atensi dan bahasa dapat terganggu
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS
BANDING

Diagnosis demensia harus dilakukan melalui


evaluasi komprehensif dengan tujuan untuk diagnosis
dini, penilaian kompilasi dan penegakan penyebab
demensia.
Pedoman DSM-IV sering digunakan sebagai baku
emas, yaitu mengharuskan adanya gangguan
memori ditambah satu dari afasia, apraksia, agnosia
atau disfungsi eksekutif
TATA LAKSANA
Medikamentosa

Bekerja sebagai penguat kognisi dengan meningkatkan kadar asetilkolin diotak untuk
Inhibitor asetilkolinesterase (AChE-I)
mengkompensasi hilangnya fungsi kolinergik. Terdiri dari Donepezil, Galatamin dan Rivastigmin

Penggunaan memantin untuk demensia sedang hingga berat dengan memberikan manfaat pada
Antagonis reseptor NMDA (mematin)
fungsi kognisi, mood dan perilaku

Pada penelitiaan uji kinis memperoleh hasil dari kombinasi donepezil plus memantin menunjukkan
Kombinasi obat golongan AChE-I
hasil sedikit lebih baik pada fungsi global, kognitif, ADL dan behavioral and pshylogical symptoms
dengan memantin
of dementia (BPSD)
Nonmedikamentosa
Tujuan terapi nonmedikamentosa atau intervensi psikososial adalah dengan meningkatkan kualitas
hidup oorang dengan demensia

Mempertahankan fungsi Mengadopsi strategi untuk meningkatkan kemandirian dan memelihara fungsi kognitif

Manajemen perilaku sulit Agitasi, agresi dan psikosis

Mengurangi gangguan emosiaonal Mengatur dan mengurangi gangguan emosional komorbid


02
DEMENSIA
VASKULAR
PENDAHULUAN
■ Demensia vaskular (Dva) adalah gangguan
neurokognitif yang ditandai oleh adanya
penurunan kognitif yang signifikan dan secara
langsung diakibatkan oleh gangguan
vaskularisasi otak.

■ Patologi dasar gangguan vaskularisasi otak


yang berperan termasuk riwayat stroke baik
hemoragik maupun iskemik, kejadian cerebral
small vessel disease (CSVD), ataupun sekuele
dari kejadian hipoksia atau hipotensi
EPIDEMOLOGI

Dva merupakan penyebab Faktor risiko Dva yang sudah


demensia tertinggi kedua (15- diketahui secara umum adalah usia
20%) setelah demensia alzheimer lanjut, adanya riwayat penyakit
(DA). Diperkirakan angka jantung koroner,
kejadiannya lebih tinggi di Asia hiperkolesterolemia, diet tinggi
(60%) terutama negara maju. kolestrol dan lemak jenuh,
hiperhomosisteinemian diabetes
melitus, hipertensi, merokok dan
pendidikan rendah.
PATOFISIOLOGI
Secara umum patofisiologi terjadinya Dva melibatkan
kelainan pembuluh darah dengan manifesti perdarahan
(termasuk perdarahan mikro) ataupun iskemia
(hipoksemia)

Manifestasi klinis tampak lebih jelas pada keterlibatan


pembuluh darah besar, ssedangkan pada pmbuluh darah
otak yang lebih kecil manifestasinya minimal atah
bahkan asimtomatik
Skema (a) dan patofisiologi
utama (b) pada Demensia
Vaskular
Jenis-jenis Demensia Vaskular Beserta
Penyebabnya
Demensia yang terjadi setelah stroke dan disebabkan oleh penyakit vaskular, degeneratif atau
1. Demensia Pascastroke keduanya dan terbagi menjadi dua yaitu Single strategic-infaract dementia dan Demensia multi-
infark

Terbagi menjadi dua bagian yaitu Subcortical ischemic vascular disease yang merupakan stadium
2. Demensia terkait Small Vesssel
final dari riwayat panjang penyakit arteri kecil (small vessel disease) terkait hipertensi dan
Disease
CADASIL akibat mutasi kromosom 19

Disebabkan oleh cerebral amyloid angiopathy akibat deposisi amiloid didinding pembuluh darah
3. Demensia terkait Angiopati Amiloid
korteks dan leptomeningen.

4. Demensia terkait Mekanisme Terjadi kegagalan hemodinamik pada area perbatasan frontal yang diperdarahi oleh cabang distal
Hemodinamik dan cabang piameter arteri serebri anterior dan media
Patofisiologi terjadinya
demensia vaskular
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Demensia Pascastroke Demensia terkait Angiopati
Single strategic-infarct dementia
Amiloid
memberikan manifesti klinis berupa Kebanyakan pasien dengan
sindrom afasia, gangguan fungsi konstruksi angiopati amiloid biasanya
dan sindrom Gerstmann sedangkan merupakan tipe sporadik dan lebih
demensia multi-infark terjadi akibat dari 40% berhubungan dengan DA
akumulasi infark berulang

Demensia terkait Small Demensia terkait


Vessel Disease Mekanisme Hemodinamik
Gejala klinis yang menonjol Manifesti klinis pada demensia
adalah disfungsi eksekutif, tipe ini berupa afasia, apraksia atau
perlambatan proses pikir, serta hemineglek tanpa defisit motorik
gangguan konsentrasi. yang nyata.
DIAGNOSIS DAN
DIAGNOSIS
BANDING
Kriteria diagnosis dari NINDS-AIREN lebih spesifik
dan banyak digunakan, probable demensia
berdasarkan kriteria NINDS-AIREN mengharuskan
adanya :
■ Gejala dan tanda demensia
■ Penyakit serebrovaskular, yang terbukti
secara pemeriksaan fisik dan pencitraan (CT
scan dan atau MRI)
■ Adanya hubungan dari kondisi 1 dan 2. (a)
awitan demensia dalam 3 bulan setelah
setelah stroke dan (b) penurunan fungsi
kognitif yang drastis atau berfluktuasi
TATA LAKSANA
Medikamentosa
Mengontrol faktor risiko penyakit Pemberian antihipertensi, antiplatelet/antikoagulan, dst tetap harus diperhatikan dalam
serebrovaskular menatalaksana DVa

AChE-I bekerja sebagai penguat kognisi dengan meningkatkan kadar asetilkolin di otak untuk
Inhibitor asetilkolinesterase (AChE-I)
mengkompensasi hilangnyafungsi kolinergik

Penggunaan memantin 20 mg/hari memberikan sedikit perbaikan untuk pasien dengan AD ringan-
Antagonis reseptor NMDA (memantin)
sedang setelah 24 minggu

Medikamentosa pengatur fakror risiko vaskular diasumsikan dapat menurunkan risiko perburukan,
Mengontrol faktor risiko vaskular
walau belum terbukti memiliki efek langsung terhadap fungsi kognitif

Pertimbangan terapi lainnya Propentofilin, nimodipin dan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
Nonmedikamentosa

Seperti halnya DA, tujuan terapi nonmedikamentosa


pada Dva adalah meningkatkan kualitas hidup orang
dengan demensia. Apabila pendekatan psikososial tunggal
tidak optimal, diperlukan pendekatan multidimensional
03
Demensia
Frontotemporal
PENDAHULUAN
 Demensia frontotemporal (DFT) merupakan
penyakit neurodegeneratif progresif yang
ditandai oleh hilangnya/menurunnya fungsi
kognitif
 Terminologi DFT harus dibedakan dengan
degenarasi lobus frontemporal (DLFT)
 DLFT digunakan untuk menjelaskan kondisi
patologis yang menyebabkan adanya
degenerasi lobus frontal dan temporal secara
luas
EPIDEMIOLOGI
DFT merupakan salah satu demensia yang paling umum
terjadi setelah demensia Alzheimer (DA) dan demensia
vaskular (Dva), yaitu meliputi 5-15% kasus

DFT berkisar antara 2,7-15,1 per 100.000 populasi usia


dewasa.

Lebih dari setengah kasus DFT merupakan


kasus sporadis, tetapi kasus dengan riwayat
keluarga dengan demensia, gangguan psikiatrik
ataupun gejala motorik mencapai 40%
NEUROPATOLOGI
DAN GENETIK
Secara umum klasifikasi perubahan
patologis pada DFT didasari pada pola
endapan protein dan terlihat sebagai
degenerasi lobus frontemporal (DLFT)
Secara garis besar neuropatologi DFT dibagi
menjadi variasi tau positif dan tau negatif
Terdapat tiga protein yang paling sering
dikaitkan dengan DFT, yaitu transactive
response (TAR) DNA-binding protein 43 kDa
(TDP43), microtubule associated protein tau
(MAPT)
Skema hubungan Molekuler Genetik, Neuropatologi dan Fenotip Demensia
Frontotemporal
GEJALA DAN TANDA KLINIS
DFT dapat dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan gejala awal yang muncul dalam perjalanan penyakitnya, yaitu
:

DFT Varian Behavioral Afasia Progresif Primer Afasia Progresif Primer


DFTbv merupakan yang paling Varian Nonfluen/Agrammatik Varian Semantik
sering terjadi. Ditandai oleh
gangguan kepribadian/perilaku APPVnf merupakan DFT nomor Berbeda dengan APPvnf,
secara progresif. Gejala awal dua yang sering terjadi, anomia kemampuanberbicara masih
berupa perubahan kepribadian, merupakan gejala yang pertama lancar tetapi pemilihan katanya
tingkah laku, emosi dan perubahan kali muncul, vnf ditandai oleh terganggu, individu kesulitan
dalam mengambil keputusan kesulitan dalam bicara, disatria mengenali objek dan orang serta
dan agramatisme terdapat disleksia/disgrafia.
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS
BANDING

Diagnosis definitif kelainan frontotemporal


ditegakkan berdasarkan pemeriksaan patologi
anatomi berupa autopsi otak setelah pasien
meninggal dunia
Pada pasien yang masih hidup diagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan neurologis
(anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologi),
uji neuropsikologi, neuropsikiatri dan pencitraan
Mc-Khann dkk yang membagi kriteria diagnosis DFT sebagai
berikut

1. 2. 3.
Perubahan perilaku dan Gejala yang terjadi pada poin Gejala tersebut terjadi secara
berkurangnya kemampuan 1, harus dapat menyebabkan kronik progresif
kognitif dengan manifentasi, kelainan dalam bersosialisasi
perubahan perilaku dan atau mengganggu fungsi
gangguan fungsi bahasa okupasi dan penurunan
fungsi dari sebelumnya

4. 5. 6.
Gejala dari poin 1 Penurunan fungsi tidak Kelainan tersebut bukan
disebabkan oleh kelainan terjadi saat pasien disebabkan oleh gangguan
atau penyakit sistem saraf mengalami delirium psikiatri
maupun sistemik lainnya
TATA LAKSANA
Medikamentosa
Hingga saat ini belum ada obat-obatan yang telah disetujui FDA untuk mengobati DFT, meski demikian terapi
medikamentosa di bawah ini dapat dipilih untuk mengatasi gejala dari DFT.

Penggunaan obat golongan psikotropika golongan selective seretonin uptake


Simtomatik
inhibitors (SSRIs) dikatakan dapat memperbaiki gejala perilaku dari DFT.

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat memodifikasi atau menghambat
Disease modifying therapy
progresivitas degenerasi lobus frontotemporal
Nonmedikamentosa
DFT sangat sulit untuk di tata laksana, Tata laksana pada DFT harus bersifat holistik, mencakup manajemen suportif
nonmedikamentosa. Tujuannya agar pasien memiliki kualitas hidup lebih baik, mencakup manajemen masalah, perilaku,
bahasa dan gerak.

Perilaku pasien dengan DFTvb dapat membuat kesal dan frustasi keluarga atau
Manajemen masalah perilaku
pengasuhnya, dan memberikan pengertian terhadap perubahan kepribadian

Tujuan pengobatan pasien dengan PPA, yaitu memelihara kemampuan bahasa serta
Manajemen masalah bahasa
penggunaan cara lain untuk berkomunikasi.

Terapi fisik dan okupasi dapat membantu pasien dengan sindrom kortikobasal
Memanajemen masalah gerak
bergerak lebih mudah
04
DEMENSIA
BADAN LEWY
PENDAHULUAN
■ Demensia Badan Lewy (DBL) merupakan
demensia ketiga yang paling sering ditemukan
selain DA dan Dva

■Demensia ini didominasi adanya fluktuasi


kognitif, halusinasi visual yang seperti nyata dan
gejala parkinsonisme diawal awitan.

■ DBL sulit dibedakan dengan demensia


penyakit parkinson (DPP)
EPIDEMOLOGI

Prevalensi DBL mengalami Kasus DBL sifatnya sporadis,


peningkatan seiring dengan sejumlah laporan kasus
bertambahnya usia. Beberapa studi menyebutkan bahwa faktor
menyebutkan DBL terjadi pada genetik meningkatkan risiko
20% dari seluruh kasus demensia. terjadinya DBL.
PATOFISIOLOGI

Hubungan antara faktor genetik dengan kejadian DBL


masih sedikit diketahui bila dibandingkan dengan DA dan
penyakit Parkinson (PP)

Secara morfologis neuropatologi pada DBL ditandai oleh


adanya badan Lewy atau α-sinuklein (α-syn) di
neokortikal dan limbik yang konsinsten dengan tahapan
transisi DBL
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Gejala Klinis Inti
.

Fluktuasi ini mencakup episode waxing dan waning dari inkonsistensi perilaku,
1. Fluktuasi kognitif, atensi dan
kemampuan bicara yang inkoheren gangguan atensi atau adanya perubahan
minat.
kesadaran.

2. Halusinasi visual pada DBL Berupa halusinasi visual kompleks dan terjadi pada 80% kasus. Bentuk halusinasi
terjadi berulang yang terjadi biasanya sangat detil dan nyata

Gejala parkinsonisme spontan yang tidak berhubungan dengan penggunaan


3. Parkinsonisme
antidopaminergik ataupun stroke terjadi pada 85% kasus.

4. Gangguan Perilaku tidur fase Gangguan ini ditandai oleh pasomnia berupa perilaku menirukan isi mimpi saat
REM tidur dan berhubungan dengan tidak adanya fase tidur REM
Gejala Klinis Suportif

Gejala klinis suportif adalah gejala yang biasanya timbul


dini, tetapi kurang spesifik dalam penegakan diagnosis
DBL . Hipersomnia (biasanya timbul dalam bentuk
exessive daytime sleepiness/EDS) hiposmia (timbul lebih
dini dibandingkan pada DA), episode tidak responsif sesaat
yang sulit dibedakan degan sinkop dan sensitivitas
terhadap penggunaan obat-obatan.
DIAGNOSIS DAN
DIAGNOSIS
BANDING
Penegakan diagnosis DBL didasari pada kriteria
diagnosis klinis menurut konsorium DBL 2005,
kriteria tersebut terdiri dari gejala klinis inti, gejala
klinis penunjang, penanda biologis indikatif dan
penanda biologis penunjang

Terdapat dua diagnosis klinis DBL yaitu, probable


DBL dan possible DBL.
Nonmedikamentosa
DFT sangat sulit untuk di tata laksana, Tata laksana pada DFT harus bersifat holistik, mencakup manajemen suportif
nonmedikamentosa. Tujuannya agar pasien memiliki kualitas hidup lebih baik, mencakup manajemen masalah, perilaku,
bahasa dan gerak.

Perilaku pasien dengan DFTvb dapat membuat kesal dan frustasi keluarga atau
Manajemen masalah perilaku
pengasuhnya, dan memberikan pengertian terhadap perubahan kepribadian

Tujuan pengobatan pasien dengan PPA, yaitu memelihara kemampuan bahasa serta
Manajemen masalah bahasa
penggunaan cara lain untuk berkomunikasi.

Terapi fisik dan okupasi dapat membantu pasien dengan sindrom kortikobasal
Memanajemen masalah gerak
bergerak lebih mudah
05
STIMULASI
FUNGSI
KOGNITIF
PENDAHULUAN

Penyakit neurologi merupakan penyebab kecacatan


utama dan kematian kedua di dunia dengan angka
kejadian masing-masing sebanyak 276 juta dan 9
juta kasus.

Alzheimer dan demensia lainnya merupakan


penyakit neurologi yang menyebabkan kecacatan
ketiga terbesar di dunia
WHO merekomendasikan perlunya pendekatan baru
untuk mengendalikan gangguan kognitif pada
populasi lansia.
DINAMIKA OTAK
DAN GANGGUAN
KOGNITIF
 Dinamika otak merupakan model
pendekatan untuk diagnosis disfungsi otak
yang menggambarkan dinamika non-linier di
banyak tingkat otak, yaitu: tingkat sel,
susunan sel (cell assembly), grup sirkuit sel
serta arus informasi.

Konektivitas tingkat sel otak dapat


dimodelkan pada Gambar dibawah ini.
Model konektivitas tingkat
sel otak dan sekumpulan sel
yang timpang tindih.
Hubungan tertangkap oleh
functional magnetic
resonance imaging (Fmri)
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai