Anda di halaman 1dari 16

RELASI MANUSIA

DENGAN DIRI SENDIRI,


SESAMA,
LINGKUNGAN, DAN
TUHAN
PERTEMUAN III
Relasi Manusia dengan Diri Sendiri,
Sesama, Lingkungan dan Tuhan

Hubungan Manusia dengan Dirinya Sendiri


Manusia ketika diciptakan sudah dilengkapi dengan segala daya
kemampuan akal budi, hati nurani dan kebebasan.
Allah menganugerahkannya agar manusia mampu
mengembangkan hidupnya demi kebahagiaan manusia. Dalam
perjalanan hidupnya manusia kerapkali lupa diri akan kodratnya
sebagai manusia ciptaan Tuhan yang memiliki keterbatasan dan
ketergantungan dengan Sang Penciptanya. Kesombongan
manusia mengakibatkan hubungan dengan dirinya sendiri
menjadi terganggu yaitu keterasingan diri manusia itu sendiri,
menjadikan manusia asing terhadap dirinya sendiri.
Lanjutan.......

Dalam kitab Kejadian dikisahkan bagaimana


manusia setelah didapati melanggar tatanan
surgawi, manusia malu dan telanjang (kej. 3: 7),
ini pertanda bahwa ketika manusia menjadi asing
dihadapan Allah, manusia menjadi asing bagi
dirinya sendiri. Manusia kehilangan hakikatnya
sebagai gambar Allah, ia kehilangan gambar yang
hendak diwujudkannya, ia malu dan telanjang.
2. Hubungan Manusia dengan Sesamanya
Hubungan manusia sebagai individu dengan masyarakatnya
terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan.
Oleh karena itu, harkat dan martabat setiap individu diakui
secara penuh dalam mencapai kebahagiaan bersama.
Masyarakat merupakan wadah bagi para individu untuk
mengadakan interaksi sosial dan interelasi sosial. Interaksi
merupakan aktivitas timbal balik antarindividu dalam suatu
pergaulan hidup bersama. Interaksi yang dimaksud
berproses sesuai dengan perkembangan jiwa dan fisik
manusia masing-masing serta sesuai dengan masanya.
Lanjutan.......

Dalam kehidupan sosial terjadi


bermacam-macam hubungan atau
kerjasama, antara lain hubungan
antarstatus, persahabatan,
kepentingan, dan hubungan
kekeluargaan. Sebagai makhluk sosial,
manusia dikaruniai oleh Sang Pencipta
antara lain sifat rukun dengan sesama
manusia.
3. Hubungan Manusia dengan
Lingkungannya
Dalam Kitab Suci manusia merupakan penguasa seluruh dunia:
”Penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan dilaut dan
burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kej.
1:28). Ia adalah wakil Allah: “menurut gambar Allah ia diciptakan” (Kej. 1:27).

Sang Pencipta memberi kuasa kepada manusia untuk menaklukkan alam agar
manusia dapat hidup, dan kehidupan manusia tetap ada dan terus berlangsung.
Manusia tidak bisa hidup tanpa menggunakan segala sesuatu yang ada pada
alam. Ketergantungan manusia-alam atau alam-manusia, menjadikan manusia
menggunakan hasil alam untuk kelangsungan hidup dan kehidupannya.
Manusia-alam atau lingkungan hidup-manusia, kedua-duanya tidak dapat
dipisahkan satu sama lain.
Sifat dan sikap egois dan keserakahan, pada umumnya telah
mendorong manusia mengeksploitasi alam sehingga
keharmonisan ekosistem menjadi terganggu dan rusak.
Manusia menjadi lupa bahwa ulahnya akan menghancurkan
lingkungan tempat ia berada.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memandang
bahwa alam merupakan objek yang perlu dieksploitasi
sehingga sumber daya alam habis dikeruk untuk kepentingan
segelintir manusia. Keseimbangan alam dirusak, kekayaan alam
dieksploitasi dengan tanpa batas dan tanpa memperhatikan
keseimbangan alam. Keteraturan ekosistem menjadi rusak
akibat penetrasi manusia. Karena itu, alam bereaksi terhadap
tindakan manusia, hingga mengakibatkan kehancuran hidup
dan kesengsaraan manusia.
Kerusakan dan ketidakseimbangan tersebut semakin parah
dengan penggunaan hasil teknologi yang tidak ramah lingkungan,
berdampak pada perubahan iklim dan musim, serta kerusakan
pada alam. Akibatnya, muncul berbagai bencana alam dan
berbagai penyakit karena ulah oknum manusia yang merusak
alam. Relasi manusia dengan alam tidak sekedar hubungan
fungsional.
Relasi manusia dengan alam dapat menghantar manusia dalam
pengalaman religius yang membuat manusia semakin mensyukuri
keindahan alam dan keagungan Allah sang pencipta alam
semesta. Pengalaman ini dialami oleh warga di India ketika
melakukan napak tilas di alam, sebagaimana dilukiskan penulis
buku Chelestine Prophecy, John Renville. Jadi, alam adalah
ciptaan Allah yang indah dan perlu dirawat dan disyukuri
sehingga alam memberikan berkat bagi manusia di dunia, bukan
sebaliknya.
4. Hubungan Manusia dengan Tuhan
Manusia diciptakan Tuhan di muka bumi ini sebagai makhluk
yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain.
Melalui kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak,
berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Di
sisi lain, manusia meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan
kekurangan.
Relasi yang utuh telah dipatahkan oleh manusia ketika manusia
jatuh dalam kesombongan sehingga manusia merasa tidak lagi
membutuhkan Sang Penciptanya. Manusia telah menjadi
pencipta bagi dirinya sendiri, ia berkuasa atas dirinya dan yang
lain. Tindakan dan sikap sebagai penguasa atas yang lain inilah
mengakibatkan rusaknya identitas atau dapat dikatakan krisis
identitas.
Artinya manusia tidak lagi menjadi manusia
sebagai ciptaan yang diciptakan sesuai dengan
gambar dan rupa Allah, imago Dei.

Pada hakikatnya manusia memiliki hubungan


yang perlu dijalankan, yaitu hubungan sacara
vertikal dan horizontal. Hubungan secara vertikal
merupakan hubungan manusia kepada Tuhan.
Hubungan vertikal ini sangat pribadi, individual,
dan spiritual. Hanya manusia dan Tuhan yang
tahu seberapa kedekatan itu.
Mengomunikasikan Relasi Manusia
dengan Diri Sendiri, Sesama, Lingkungan
dan Tuhan
Apakah Anda menyadari bahwa salah satu kenyataan
khas dalam diri manusia adalah bahwa dalam hatinya
yang terdalam dia memiliki suatu kepekaan terhadap
hal-hal yang bersifat gaib, suatu keterbukaan dan
keterarahan kepada hal-hal yang bersifat transenden,
yang mengatasi dirinya sendiri. Kenyataan inilah yang
akhirnya membuat manusia mampu terbuka pada hal-
hal yang bersifat ilahi, bahkan yang membuatnya
mampu mencari dan mengakui adanya Tuhan serta
mengimaninya.
Keterbukaan transendental ini memperlihatkan dengan
jelas bahwa manusia memiliki orientasi hidup yang
tidak hanya terbatas pada lingkup dirinya sendiri,
sesama, dan dunia fana, melainkan mengatasinya.
Akan tetapi, dengan keterbatasan dan keterarahan
yang demikian, manusia masuk dalam pencarian yang
tidak pernah selesai, karena apa yang menjadi objek
pencariannya itu tidak pernah bisa dia lakukan
sepenuhnya. Itulah sebabnya usaha pencarian manusia
menjadi sebuah sikap tunduk dan penyerahan diri
kepada Sang Gaib.
Hal gaib yang dalam pembahasan ini adalah sesuatu
yang dipercayai oleh manusia sebagai sesuatu yang
nyata adanya namun tidak kelihatan di mata.
Yang dimaksud dengan yang gaib di sini adalah
hal-hal yang sifatnya supranatural, adikodrati,
suatu realitas yang melampaui kenyataan
duniawi semata, yang dalam pengertian
kepercayaan manusia primitif, maupun dalam
pengertian kepercayaan manusia beragama
modern disebut sebagai “Tuhan” atau “Allah” .
Pengalaman akan keterbatasan manusia
membuka hati dan jiwa manusia untuk berelasi
dengan sesamanya, dengan lingkungan
hidupnya, dan dengan Sang Kuat Kuasa yang
mengatasi dirinya yaitu Tuhan.
Rangkuman dan Afirmasi Relasi Manusia
dengan Diri Sendiri, Sesama, Lingkungan dan
Tuhan

Membuka hati terhadap sesama berarti bahwa Anda tersentuh


oleh penderitaan atau harapan atau kebutuhannya dan karena
itu, tanpa pertimbangan apakah itu menguntungkan bagi Anda
sendiri, dalam solidaritas, Anda membantu agar orang tersebut
mendapatkan keadilan. Itulah yang disebut oleh Filsuf
Immanuel Kant disebut “moralitas”, yaitu tindakan semata-
mata karena Anda berkehendak baik bukan karena ada
perhitungan atau karena terpaksa. Itulah yang dimaksud
dengan kesadaran moral.
Membangun relasi dengan diri sendiri, sesama, lingkungan,
dan Tuhan membutuhkan hati nurani sebagai pedoman. Hati
nurani menyuarakan tuntutan mutlak untuk selalu memilih
yang baik dan menolak yang buruk. Itu berarti tidak lain bahwa
dalam hati nurani Anda bertemu dengan realitas mutlak yang
menuntut Anda memperhatikan Anda, dan Anda merasa malu
apabila Anda mengelak dari tuntutannya. Dengan kata lain,
siapa yang mengikuti suara hatinya, dia akan taat pada
tuntutan mutlak untuk memilih yang baik dan menolak yang
buruk sehingga Anda akan dapat bertumbuh dalam
mengembangkan relasi dengan diri sendiri, sesama,
lingkungan, dan Tuhan.
Manusia diberikan kemampuan untuk bertindak bijaksana
dalam mengatasi persoalan dasar yang sulit, tidak hanya
sekedar menggunakan kemampuan berpikir rasional-
intelektual semata. Kebijaksanaan membuat seseorang
terhindar dari membuat kesalahan dalam memutuskan atau
melakukan sesuatu. Kebijaksanaan tidak sekedar memerlukan
olah pikiran atau kecerdasan intelektual tetapi terutama olah
hati yang merupakan access point Anda kepada the highher
knowledge, yaitu kepada Tuhan sendiri. Kecerdasan spiritual
membimbing Anda meraih kedamaian (peace), merasakan
keamanan (secure), penuh cinta (loved), dan bahagia (happy).

Anda mungkin juga menyukai