OLEH :
04.2014.1.02765
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat, rahmat, karunia, dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Bukti-bukti Wujud
Tuhan sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Makalah ini kami susun berdasarkan sumber-sumber tertulis, baik dalam suatu bidang
mata kuliah maupun dari media teknologi ataupun elektronika.
Dengan segala kerendahan hati kami menyajikan makalah ini, sebab kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kendati demikian kami telah berusaha
maksimal agar makalah ini menjadi sebuah tugas yang memiliki nilai manfaat.
Kami menyadari bahwa dalam makalah yang kami susun ini masih banyak
kekurangan dan kekeliruan baik pengetikan maupun isi dari makalah ini. Namun demikian,
setidaknya dapat memberikan gambaran secara minimal hasil kami menelaah segala kajian
tentang judul makalah ini.
Oleh sebab itu saran dan kritik yang bersifat perbaikan serta penyempurnaan makalah
ini kami menerima dengan segala kelapangan dada, dan kami mengucapkan mohon maaf atas
segala kekurangan dan terima kasih bila ada saran dan kritik untuk penyempurnaan, agar di
masa akan dating kami dapat membuat makalah lebih baik.
Semoga Allah SWT meridhoi usaha serta kerja kami dan diharapkan makalah ini
dapat memberi manfaat bagi pembaca dan semua pihak.
Penulis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beriman bahwa Tuhan itu ada adalah iman yang paling utama. Jika seseorang sudah
tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, maka sesungguhnya orang itu dalam kesesatan yang
nyata.
Adanya Allah swt adalah sesuatu yang bersifat aksiomatik (sesuatu yang
kebenarannya telah diakui, tanpa perlu pembuktian yang bertele-tele). Namun, di sini akan
dikemukakan dalil-dalil yang menyatakan wujud (adanya) Allah swt, untuk memberikan
pengertian secara rasional. Mengimani Wujud Allah Subhanahu wa Taala Wujud Allah telah
dibuktikan oleh fitrah, akal, syara, dan indera.
Dalam Al Quran, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang,
matahari, bulan, dan lain-lain:
Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia
menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya. [Al Furqoon:61]
Karena itu kita sebagai manusia, harus mengimani adanya Allah, sebab telah ada
bukti yang nyata tentang adanya Allah SWT.
Manusia dalam kehidupan di dunia pana ini selalu mencari segala yang dianggap
sempurna. Demi terwujudnya kesempurnaan pada dirinya, berbagai sarana ia gunakan. Cinta
kesempurnaan merupakan satu hal yang wajar dan bersifat alami (baca: Fitrah) bagi setiap
makhluk di muka bumi ini, khususnya makhluk yang dinamakan manusia, baik kecintaan itu
bersumber dari hal-hal yang bersifat natural maupun dari kebebasan berkehendak (free will)
yang dimilikinya. Sehubungan dengan makhluk manusia, telah terbukti bahwa setiap manusia
selalu berusaha untuk memenuhi segala kekurangan yang ada pada dirinya. Dan sebelum ia
berhasil merealisasikan hal itu, kita saksikan, biasanya ia selalu menutup-nutupi segala
kekurangan yang dimilikinya di hadapan orang lain.
Dengan potensi akal yang dimilikinya, manusia akan terus mencari segala bentuk
kesempurnaan dirinya. Dengan itu, ia berusaha mencari berbagai bentuk sarana penunjang
Di sisi lain, manusia merupakan makhluk hidup yang tediri dari berbagai susunan,
baik susunan yang bersifat materi dan inderawi, maupun susunan yang terdiri dari hal-hal
immateri dan non-inderawi (supra-natural). Semua sel-sel yang terdapat dalam tubuh manusia
merupakan bukti konkrit bahwa manusia tersusun dari hal-hal yang bersifat materi dan
inderawi. Pembuktian tersebut dapat dilakukan secara eksperimen. Karenanya, tiada
seorangpun yang mengingkarinya. Bahkan hal itu dapat dibuktikan oleh siapapun, sekalipun
oleh manusia yang tidak beragama. Sementara susunan manusia dari sesuatu yang bersifat
immateri dan non-inderawi masih sering dipermasalahkan oleh banyak pihak. Orang-orang
yang biasa menolak kebenaran segala sesuatu yang bersifat non-materi dan tidak dapat
dibuktikan secara eksperimen, seperti para pendukung materialisme, mereka tidak mudah
menerima adanya eksistensi non-inderawi tersebut. Untuk membuktikan adanya susunan
manusia dari unsur immaterial seperti ruh, maka argumen mereka tentang pembatasan wujud
hanya pada hal-hal yang bersifat inderawi dan dapat dibuktikan dengan jalan ekperimen itu
harus dibatalkan terlebih dahulu. Pendukung positifisme -dari kelompok materialisme-
menyatakan bahwa kami hanya mempercayai sesgala hal yang dapat dideteksi dengan indera
dan dibuktikan keberadaannya dengan cara eksperimen di laboratorium yang bersifat ilmiah.
Adapun selain cara itu, mereka anggap tidak ada artinya dan merupakan hayalan belaka.
Dengan kata lain -menurut mereka- bahwa eksistensi konkrit adalah segala sesuatu yang
dapat dibuktikan keberadanya secara eksperimen. Jika tidak, maka hal itu bersifat abstrak,
merupakan hayalan belaka, tidak ilmiah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Konsekwensi dari ungkapan tersebut adalah bahwa -menurut pandangan
mereka- ajaran agama itu tidak bersifat ilmiah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Karena agama menekankan pemeluknya untuk beriman dan meyakini
keberadaan hal-hal yang bersifat gaib dan eksistensi supra-natural yang tidak dapat
dibuktikan keberadaannya melalui jalan eksperimen secara indrawi. Tentu saja agama apapun
dengan keras menyangkal anggapan semacam itu. Karena salah satu kesamaan yang terdapat
di antara semua ajaran agama adalah meyakini eksistensi non-inderawi dan supra-natural.
Untuk membatalkan pendapat para pendukung materialisme -khususnya positifisme- yang
Stigma yang belum tersingkap dari berbagai macam fenomena alam menunjukkan
kelemahan eksperimen inderawi manusia. Lantas, apakah selama teka-teki tersebut tidak
dapat dipecahkan dengan jalan akal pikiran, kita harus mengingkari keberadaannya di alam
semesta ini? Kemudian jika telah dibuktikan keberadaannya melalui eksperimen, maka
sesuatu yang semula kita ingkari keberadaannya itu lantas menjadi ada. Bukankah ungkapan
tadi dapat diartikan bahwa ada dan tiadanya sesuatu itu sangat bergantung kepada
eksperimen? Padahal banyak sekali hal-hal yang bersifat materi yang telah ada, namun belum
bisa terungkap karena keterbatasan sarana yang dimiliki. Dahulu, para ilmuwan mengatakan
bahwa partikel terkecil yang ada di alam ini bernama atom. Karena pada saat itu partikel
terkecik yang dapat dideteksi oleh alat pendeteksi tercanggih (mikroskop) hanyalah atom.
Namun setelah mereka dapat menemukan alat pendeteksi yang lebih canggih, ternyata
atompun tersusun dari beberapa partikel lagi, yaitu proton, netron dan elektron. Lantas,
apakah ketika mereka belum menemukan alat pendeteksi yang lebih canggih tersebut ketiga
partikel tadi harus kita katakan tidak ada karena belum terbukti secara eksperimen?
Sebenarnya di dalam dunia materi ini masih sangat banyak eksistensi yang belum dapat
diungkap melalui jalan eksperimen. Ya, eksperimen inderawi memang perlu dipakai untuk
menyingkap berbagai rahasia alam, namun tentunya tidak dapat mencakup seluruh eksistensi
yang ada di alam raya ini. Hanya dengan berbekal eksperimen inderawi manusia tidak akan
mampu menyingkap semua rahasia alam semesta. Karena ia hanyalah merupakan salah satu
sarana dari beberapa sarana yang ada. Ini merupakan langkah pertama yang telah disinggung
di atas. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa eksperimen memiliki banyak keterbatasan
yang tidak mungkin dijadikan satu-satunya tolok ukur dalam menjawab teka-teki alam
semestaini.
Setelah kita meyakini keberadaan supra-natural di alam semesta ini, termasuk pada
diri manusia yang biasanya disebut dengan ruh, jiwa, akal, hati sanubari, fitrah dan
sebagainya, maka muncul pertanyaan dalam hati kita; dari manakah asal-muasal eksistensi
supra-natural tersebut yang dari sisi tingkat kesempurnaannya di atas eksistensi material?
Dari sinilah mulai muncul pembahasan tentang ketuhanan. Tuhan yang oleh setiap pemeluk
agama diyakini sebagai sumber segala eksistensi. Tuhan merupakan eksistensi absolut, oleh
karena itu konsekwensi logisnya adalah bahwa Dia dari segala sisi-Nya -termasuk semua
atribut yang ada pada eksistensi dzat-Nya- bersifat absolut juga. Karena mustahil sesuatu
yang terbatas terdapat pada sesuatu yang tidak terbatas dan bersifat absolut. Tuhan dengan
keabsolutan-Nya, menjadi kausa prima dari alam semesta ini, baik yang bersifat materi
maupun yang bersifat non-materi. Lalu, Benarkah eksistensi absolut yang bernama Tuhan itu
ada, sebagaimana yang diklaim oleh para pengikut ajaran agama?
Dari latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan
sebagai berikut :
C. Tujuan
2. Untuk memperoleh data-data yang ada hubungannya dengan penyusunan makalah ini
sekaligus menganalisis hasil dari pembuatan makalah.
3. Untuk menganalisa dan mampu menyebutkan hal-hal pokok dalam pembuatan makalah.
D. Manfaat
1. Memperluas awasan dan pengetahuan akan kajian teori dengan kajian praktis.
PEMBAHASAN
Sebenarnya masalah tentang keberadaan Allah SWT sudahlah nyata, bahkan suatu
hakikat yang tidak perlu diragukan lagi persoalannya. Tidak ada jalan untuk mengingkarinya.
Persoalan tentang keberadaan Allah SWT adalah terang benderang bagaikan cahaya fajar
diwaktu pagi yang cerah.
Semua yang ada dilingkungan alam semesta ini pun dapat digunakan sebagai bukti tentang
adanya Tuhan (Allah SWT), bahkan benda-benda yang terdapat disekitar alam semesta dan
unsur-unsurnya dapat pula mengokohkan atau membuktikan bahwa benda-benda itu pasti ada
pencipta dan pengaturnya.
Periksalah alam cakrawala yang ada diatas kita, yang didalamnya itu terdapat matahari,
bulan, bintang, dan sebagainya. Demikian pula alam yang berbentuk bumi ini dengan segala
sesuatu yang ada di dalamnya baik yang berupa manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan
benda padat, juga perihal adanya hubungan yang erat dengan perimbangan yang pelik yang
merapikan susunan diantara alam-alam yang beraneka ragam itu serta yang menguatkan
keadaannya masing-masing itu, semuanya tidak lain kecuali merupakan tanda dan bukti
perihal wujudnya Allah. Selain menunjukkan adanya Dzat itu juga membuktikan keesaanNya
dan hanya Dia sajalah yang Maha Kuasa untuk menciptakannya.
Kiranya tidak terlukis sama sekali dalam akal fikiran siapapun bahwa benda-benda tersebut
terjadi tanpa ada yang mengadakan atau menjadikan, sebagaimana juga halnya tidak mungkin
terlukiskan bahwa sesuatu buatan itu tidak ada yang membuatnya. Oleh sebab itu, manakala
sudah tetap bahwa penciptaan alam semesta ini memang karena adanya kesengajaan, maka
tetap pula lah perihal adanya Tuhan (Allah) sebagai Dzat Maha Pengatur yang bijaksana,
Maha Mulia dan Tinggi yakni dari jalan yang sama-sama dapat dirasakan.
Apakah dalam Dzat Allah masih ada keragu-raguan, yaitu Tuhan Maha Pencipta langit dan
bumi? (S. Ibrahim:10).
Sesungguhnya Rabb kalian semua adalah Allah yg telah menciptakan langit & bumi dalam
masa enam hari, kemudian Dia bersemayam diatas Arsy. Dia menutupkan malam pd siang
yg mengikutinya dgn cepat, & diciptakannya pula matahari, bulan & bintang-bintang
(masing-masing) tunduk pd perintah-Nya, Ingatlah menciptakan & memerintah itu hanyalah
hak Allah, Maha suci Allah Rabb semesta alam . (Al Quran Surat: Al A`raaf:;54)
Alam semesta atau jagad raya dengan segala sesuatu yang ada didalamnya yang nampak
sangat teratur kokoh, indah, sempurna, rapi dan seluruhnya sebagai ciptaan baru, bukannya
itu saja yang dapat digunakan sebagai saksi tentang adanya Tuhan (Allah) yang maha
mendirikan langit dan bumi ini, tetapi masih ada saksi lain lagi yang dapat digunakan untuk
itu dan bahkan dapat lebih meresapkan. Saksi yang lainnya itu adalah berupa perasaan-
perasaan yang tertanam dalam jiwa setiap insan yang merasakan akan adanya Allah SWT.
Perasaan ini adalah sebagai pembawaan sejak manusia itu dilahirkan dan oleh sebab itu dapat
disebut sebagai perasaan fitrah. Fitrah adalah keaselian yang diatasnya itulah Allah
menciptakan makhluk manusia itu. Ini dapat pula diibaratkan dengan kata lain sebagai
gharizah diniah atau pembawaan keagamaan.
Ghazirah dianiah adalah satu-satunya hal yang merupakan batas pemisah antara makhluk
Tuhan yang disebut manusia dan yang disebut binatang, sebeb binatang pasti tidak
memikirkannya. Ghazirah keagamaan ini adakalanya tertutup atau hilang, sebagian atau
seluruhnya, dengan adanya sebab yang mendatang, sehingga manusia yang sedang dihinggapi
penyakit ini lalu tidak mengerti sama sekali tentang kewajiban dirinya terhadap Tuhan. Ia
tidak terjaga dari kenyenyakan tidurnya dan tidak dapat dibangunkan dari kelalaiannya itu,
kecuali apabila ada penggerak yang menyebabkan ia jaga dan bangun. Setelah
kebangunannya ini barulah ia akan meneliti penyakit apa yang sedang dideritanya itu atau
bahaya apa yang sedang meliputi tubuhnya dan mengancam keselamatannya.
Dan jikalau manusia itu ditimpa bahaya, maka ia pun berdoalah kepada Kami (Allah)
diwaktu berbaring, diwaktu duduk atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu
dari padanya, iapun berjalanlah seolah-olah tidak pernah berdoa kepada Kami atas bahaya
yang telah menghinggapinya itu. (S. Yunus.12).
Setiap manusia tentu pernah berdoa kepada Tuhannya, kemudian dikabulkanlah apa yang
menjadi permintaannya. Pernah pula memanggilNya dan iapun dijawab apa yang diinginkan
serta dikehendakinya. Ia pernah pula memintaNya dan apa yang diminta itupun diberikan.
Tidak sedikit orang yang sakit dan memohon kesembuhan kepadaNya disamping berusaha
dengan berobat yang dilakukan dan kemudian ia berhasil sembuh.
Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan Kami memperkenankan
doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar. (Al
Anbiya: 76)
Anas bin Malik Ra berkata, Pernah ada seorang badui datang pada hari Jumat. Pada
waktu itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tengah berkhotbah. Lelaki itu berkata Hai
Rasul Allah, harta benda kami telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu
mohonkanlah kepada Allah Subhanahu wa Taala untuk mengatasi kesulitan kami.
Rasulullah lalu mengangkat kedua tanganya dan berdoa. Tiba-tiba awan mendung
bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun
Diantara bukti-buktinya yang dapat kita saksikan tentang wujudnya Allah ialah bahwa para
nabi dan rasul yang terpilih dari sekian banyak hamba-hambaNya, mereka itu semua adalah
manusia yang amat pilihan sekali,seluruhnya itu sejak zaman nabiullah Adam a.s sampai ke
zaman Rasulullah SAW mempunyai satu garis penyiaran yang benar-benar sama dan
sejalan, yaitu memberitahukan dengan pasti kepada seluruh umat manusia bahwa alam
semesta ini ada Tuhan (Allah) yang Maha Bijaksana. Oleh segenap nabi dan rasul itu
hanya satu itulah pokok penyiaran yang disampaikannya yang merupakan hal yang penting
sekali.
Allah SWT memberikan pengokohan kepada para nabi dan rasulNya itu untuk mengalahkan
segenap musuh dan lawannya, kemudian menjadikan kalimat Tuhan sebagai mercusuar yang
tertinggi dan kekufuran dibenamkan sampai kebawah sekali.
Sabda Nabi dan Rasul adalah benar dalam ucapannya terhadap Allah SWT, berikhlas hati
untukNya, penganjur untuk mengajak menuju jalanNya yang benar, membela keagungan
agamaNya dan memperoleh pengokohan yang berupa kemukjizatan dari padaNya.
Lalu Kami wahyukan kepada Musa: Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.: Maka
terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. (Asy
Syuaraa: 63)
Selanjutnya mukjizat Nabi Isa as. ketika menghidupkan orang-orang yang sudah mati; lalu
mengeluarkannya dari kubur dengan ijin Allah. Allah swt berfirman:
dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah. (Ali Imran: 49)
Sekalipun secara fitrah manusia bisa mengakui adanya Allah, dan dengan akal pikiran bisa
membuktikannya, namun manusia tetap memerlukan dalil naqli (al-Quran dan Sunnah) untuk
membimbing manusia untuk mengenal Tuhan yang sebenarnya (Allah) dengan segala asma
dan sifatNya. Sebab fithrah dan akal tidak bisa menjelaskan siapa Tuhan yang sebenarnya itu
(Allah).
1. Allah SWT adalah Al-awwal artinya tidak ada permulaan bagi wujudNya. Dia jugaAl-
Akhir akhirnya tidak ada akhir dari wujudNya.
Dialah yng awal dan yang akhir, yang zhahir dan yang bathin, dan Dia Mengetahui segala
sesuatu. (Al-Hadid 57:3).
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat. (As-Syura 42:11).
1. Allah SWT memiliki Al-Asma was Shiffaat (nama-nama dan sifat-sifat) yang
disebutkanNya untuk diriNya di dalam Al-Quran serta semua nama dan sifat yang
dituturkan untukNya oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya, seperti Ar-Rahmaan,
Ar-Rahiim, AlAliim, Al-Aziz, As-Sami, Al-Bashiir dan lain-lain.
Firman Allah :
Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut
asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah
mereka perbuat. (Al-Araf 7:18).
Bukti-bukti adanya Tuhan diantaranya lagi adalah bahwa umat yang beriman kepada Tuhan
(Allah) dengan keimanan yang sebenar-benarnya, mereka itulah ummat yang tertinggi dari
yang lainnya perihal ilmu pengetahuan dan lebih banyak pula peradaban dan tata
kesopanannya.Selain itu juga pasti lebih suci jiwanya, lebih bersih hatinya, lebih banyak
pengorbanannya dan lebih suka mengalahkan diri sendiri dan paling banyak memberikan
kemanfaatan kepada sesama manusia.
Kaum mukmin sengaja diberi oleh Allah SWT suatu pertolongan yang berupa kekuatan yang
dapat digunakan untuk membetulkan peri kemanusiaannya, agar dengan demikian dapatlah
dicapai setinggi-tinggi kesempurnaan hidup yang dapat diperoleh manusia sebagai makhluk
Allah. Jadi, adanya perubahan dalam jiwa kaum mukmin, sifat-sifat, akhlak atau budi pekerti
serta kecondongan-kecondongan itu adalah merupakan bukti yang seterang-terangnya tentang
adanya kekuatan rohaniah yang amat rahasia dan tersembunyi yang bekerja secara diam-diam
dibalik tubuh yang kasar ini. Kesan-kesan demikian ini nampak jelas dalam apa yang
ditempuh oleh kaum mukmin dalam perjalanan hidupnya dan dengan ikatan-ikatan yang
penuh rahasia itu pula akan dicapainya kedudukan yang setinggi-tingginya.
Wujud Allah SWT adalah nyata benar, dan tetap ada di dalam jiwa serta merupakan penarik
keajaiban-keajaiban, keindahan segala yang dibuatNya dan keagungan tanda-tandaNya.
Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: Siapakah yang menciptakan langit
dan bumi?. Tentu mereka akan menjawab : Allah. (S. Luqman:25)
Quran ketika memperkenalkan Allah SWT kepada manusia sebagai penciptanya, selalu
memperhunakan bukti-bukti dan bekas-bekas (kejadian-kejadian) yang menunjukkan sifat-
sifat Tuhan, kesempurnaan, keindahan dan kemurnianNya serta suci dari menyerupai
makhlukNya. Disamping itu, Quran menutup pintu penyelidikan manusia untuk meninjau
lebih jauh dan memikirkan dengan mendalam sekitar hakikat Allah dan DzatNya.
Firman Allah :
Itulah Allah, Tuhan kamu, tidak ada Tuhan selain dari padaNya, Pencipta segala sesuatu.
Sebab itu, sembahlah Dia, dan Dia pengurus segalanya. Penglihatan tidak sampai
melihatNya, tetapi Dia mengetahui segala penglihatan. Dia Lemah Lembut dan Maha
Tahu. (Quran 6: 102-103).
Diceritakan dalam Quran, pada suatu ketika Nabi Musa memohon kepada Tuhan supaya
dapat melihatNya, dengan arti Tuhan memperlihatkan diriNya dengan nyata kepada Musa.
Tuhan menjawab, bahwa Musa tidak akan dapat melihatNya.
Firman Allah :
Setelah Musa sampai kepada waktu yang ditentukan itu, dan Tuhan telah berfirman
kepadanya, lalu dia mengatakan : Wahai Tuhanku. Perlihatkanlah diri engkau kepadaku
supaya dapat kulihat. Tuhan menjawab : engkau tidak akan dapat melihat Aku.
Memandanglah kepada bukit itu, kalau dia tetap ditempatnya, nanti engkau dapat melihat
Aku. Tetapi setelah Tuhan memperlihatkan kebesaran diriNya kepada bukit itu, ia jadi runtuh
dan Musa jatuh pingsan. Setelah Musa sadar akan dirinya, dia mengatakan : Maha Suci
Engkau. Aku kembali (tobat) kepada Engkau, dan akulah orang yang mula-mula beriman.
Tuhan mengatakan : Hai Musa. Sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari orang
lain, untuk menyampaikan risalahKu (perutusanKu) dan perkataanKu. Sebab itu, ambillah
apa yang Ku berikan kepada engkau, dan hendaklah engkau termasuk orang-orang yang
tahu berterima kasih. (Quran 7 : 143 : 144).
Dari keterangan diatas ternyata kelemahan manusia untuk mengetahui hakikat Allah yang
Maha Suci itu. Hal itu merupakan aqidah iman kepada Allah. Dengan sendirinya, kelemahan
Yaitu tetapi dan benar yang wajib bagi zat Allah Taala yang tiada disebabkan dengan
sesuatu sebab. Maka wujud ( Ada ) disisi Imam Fakhru Razi dan Imam Abu Mansur Al-
Maturidi bukan ia ain maujud dan bukan lain daripada ain maujud , maka atas qaul ini
adalah wujud itu Haliyyah ( yang menepati antara ada dengan tiada) . Tetapi pada pendapat
Imam Abu Hassan Al-Ashaari wujud itu ain Al-maujud , karena wujud itu zat maujud
karena tidak disebutkan wujud melainkan kepada zat. Kepercayaan bahwa wujudnya Allah
SWT. bukan saja di sisi agama Islam tetapi semua kepercayaan di dalam dunia ini mengaku
menyatakan Tuhan itu ada. Firman Allah SWT. yang bermaksud :
Dan jika kamu tanya orang-orang kafir itu siapa yang menjadikan langit dan bumi nescaya
berkata mereka itu Allah yang menjadikan ( Surah Luqman : Ayat 25 )[2]
Pada hakikatnya menafikan ada permulaan wujud Allah SWT karena Allah SWT.
menjadikan tiap-tiap suatu yang ada, yang demikian tidak dapat tidak keadaannya lebih
dahulu daripada tiap-tiap sesuatu itu. Jika sekiranya Allah Taala tidak lebih dahulu daripada
tiap-tiap sesuatu, maka hukumnya adalah mustahil dan batil. Maka apabila disebut Allah
SWT. bersifat Qidam maka jadilah ia qadim. Di dalam Ilmu Tauhid ada satu perkataan yang
sama maknanya dengan Qadim Yaitu Azali. Setengah ulama menyatakan bahwa kedua-dua
perkataan ini sama maknanya Yaitu sesuatu yang tiada permulaan baginya. Maka qadim itu
khas dan azali itu am. Dan bagi tiap-tiap qadim itu azali tetapi tidak boleh sebaliknya, Yaitu
v Qadim Idhafi ( Terdahulu sesuatu atas sesuatu seperti terdahulu bapa nisbah
kepada anak )
Maka Qadim Haqiqi ( Qadim Sifati dan Qadim Zati ) tidak harus dikatakan lain daripada
Allah Taala.
Sentiasa ada, kekal ada dan tiada akhirnya Allah SWT . Pada hakikatnya ialah menafikan ada
kesudahan bagi wujud Allah Taala. Adapun yang lain daripada Allah Taala , ada yang kekal
dan tidak binasa Selama-lamanya tetapi bukan dinamakan kekal yang hakiki ( yang sebenar )
Bahkan kekal yang aradhi ( yang mendatang jua seperti Arasy, Luh Mahfuz, Qalam, Kursi,
Roh, Syurga, Neraka, jisim atau jasad para Nabi dan Rasul ). Perkara perkara tersebut kekal
secara mendatang tatkala ia bertakluq dengan Sifat dan Qudrat dan Iradat Allah Taala pada
mengekalkannya. Segala jisim semuanya binasa melainkan ajbu Az-zanabi ( tulang kecil
seperti biji sawi letaknya di tungking manusia, itulah benih anak Adam ketika bangkit
daripada kubur kelak ). Jasad semua nabi-nabi dan jasad orang-orang syahid berjihad Fi
Sabilillah yang mana ianya adalah kekal aradhi jua. Disini nyatalah perkara yang diiktibarkan
permulaan dan kesudahan itu terbahagi kepada 3 bagian :
v Tiada permulaan dan tiada kesudahan Yaitu zat dan sifat Alllah SWT.
v Ada permulaan tetapi tiada kesudahan Yaitu seperti Arash, Luh Mahfuz , syurga dan
lain-lain lagi.
v Ada permulaan dan ada kesudahan Yaitu segala makhluk yang lain daripada perkara
yang diatas tadi ( Kedua ).
Pada zat , sifat atau perbuatannya sama ada yang baru , yang telahada atau yang belum ada.
Pada hakikat nya adalah menafikan Allah Taala menyerupai dengan yang baharu pada
zatnya , sifatnya atau perbuatannya. Sesungguhnya zat Allah Taala bukannya berjirim dan
bukan aradh Dan tiada sesekali zatnya berdarah , berdaging , bertulang dan juga bukan jenis
leburan , tumbuh-tumbuhan , tiada berpihak ,tiada bertempat dan tiada dalam masa. Dan
sesungguhnya sifat Allah Taala itu tiada bersamaan dengan sifat yang baharu karena sifat
Allah Taala itu qadim lagi azali dan melengkapi taaluqnya. Sifat Sama ( Maha Mendengar
) bagi Allah Taala bertaaluq ia pada segala maujudat tetapi bagi mendengar pada makhluk
hanya pada suara saja. Sesungguhnya di dalam Al-Quraan dan Al-Hadith yang menyebut
muka dan tangan Allah SWT. , maka perkataan itu hendaklah kita iktiqadkan thabit ( tetap )
secara yang layak dengan Allah Taala Yang Maha Suci daripada berjisim dan Maha Suci
Allah Taala bersifat dengan segala sifat yang baru.
Tidak berkehendak kepada tempat berdiri ( pada zat ) dan tidak berkehendak kepada yang
menjadikannya Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan Allah SWT. berkehendak kepada
tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya. Allah SWT itu terkaya dan tidak berhajat
kepada sesuatu sama adapada perbuatannya atau hukumannya. Allah SWT menjadikan tiap-
tiap sesuatu dan mengadakan undang-undang semuanya untuk faedah dan maslahah yang
kembali kepada sekalian makhluk . Allah SWT menjadikan sesuatu ( segala makhluk ) adalah
karena kelebihan dan belas kasihannya bukan berhajat kepada faedah. Allah SWT. Maha
Terkaya daripada mengambil apa-apa manafaat di atas kataatan hamba-hambanya dan tidak
sesekali menjadi mudharat kepada Allah Taala atas sebab kemaksiatan dan kemungkaran
hamba-hambanya. Apa yang diperintahkan atau ditegah pada hamba-hambanya adalah
perkara yang kembali faedah dan manafaatnya kepada hamba-hambaNya jua. Firman Allah
SWT. yang bermaksud :
Barangsiapa berbuat amal yang soleh ( baik ) maka pahalanya itu pada dirinya jua dan
barangsiapa berbuat jahat maka balasannya (siksaannya ) itu tertanggung ke atas dirinya jua
. ( Surah Fussilat : Ayat 46 ). Syeikh Suhaimi r.a.h berkata adalah segala yang maujudat itu
dengan nisbah berkehendak kepada tempat dan kepada yang menjadikannya, terbahagi
kepada empat bagian :
v Berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya Yaitu segala aradh (
segala sifat yang baharu ).
v Terkaya daripada zat tempat berdiri tetapi berkehendak kepada yang menjadikannya
Yaitu segala jirim. ( Segala zat yang baharu ) .
v Terkaya daripada yang menjadikannya dan berdiri ia pada zat Yaitu sifat Allah Taala.
6. Wahdaniyyah. Artinya : Esa Allah Taala pada zat, pada sifat & pada perbuatan.
Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan berbilang pada zat, pada sifat dan pada perbuatan
sama ada bilangan yang muttasil (yang berhubung ) atau bilangan yang munfasil ( yang
bercerai ).
Makna Esa Allah SWT pada zat itu Yaitu menafikan Kam Muttasil pada Zat ( menafikan
bilangan yang berhubung dengan zat ) seperti tiada zat Allah Taala tersusun daripada darah ,
daging , tulang ,urat dan lain-lain. Dan menafikan Kam Munfasil pada zat ( menafikan
bilangan yang bercerai pada zat Allah Taala )seperti tiada zat yang lain menyamai zat Allah
Taala.
Makna Esa Allah SWT pada sifat Yaitu menafikan Kam muttasil pada Sifat ( menafikan
bilangan yang berhubung pada sifatnya ) Yaitu tidak sekali-kali bagi Allah Taala pada satu-
satu jenis sifatnya dua qudrat dan menafikan Kam Munfasil pada sifat ( menafikan bilangan
bilangan yang bercerai pada sifat ) Yaitu tidak ada sifat yang lain menyamai sebagaimana
sifat Allah SWT. yang Maha Sempurna.
Makna Esa Allah SWT pada perbuatan Yaitu menafikan Kam Muttasil pada perbuatan (
menafikan bilangan yang berceraicerai pada perbuatan ) Yaitu tidak ada perbuatan yang lain
menyamai seperti perbuatan Allah bahkan segala apa yang berlaku di dalam alam semuanya
perbuatan Allah SWT sama ada perbuatan itu baik rupanya dan hakikatnya seperti iman dan
taat atau jahat rupanya tiada pada hakikat-nya seperti kufur dan maksiat sama ada perbuatan
dirinya atau perbuatan yang lainnya ,semuanya perbuatan Allah SWT dan tidak sekali-kali
hamba mempunyai perbuatan pada hakikatnya hanya pada usaha dan ikhtiar yang tiada
memberi bekas. Maka wajiblah bagi Allah Taala bersifat Wahdaniyyah dan ternafi bagi Kam
yang lima itu Yaitu
Maka tiada zat yang lain , sifat yang lain dan perbuatan yang lain menyamai dengan zat , sifat
dan perbuatan Allah SWT . Dan tertolak segala kepercayaan-kepercayaan yang membawa
kepada menyekutukan Allah Taala dan perkara-perkara yang menjejaskan serta merusakkan
iman.
Memberi bekas pada mengadakan meniadakan tiap-tiap sesuatu. Pada hakikatnya ialah satu
sifat yang qadim lagi azali yang thabit ( tetap ) berdiri pada zat Allah SWT. yang
mengadakan tiap-tiap yang ada dan meniadakan tiap-tiap yang tiada bersetuju dengan iradah.
Adalah bagi manusia itu usaha dan ikhtiar tidak boleh memberi bekas pada mengadakan atau
meniadakan , hanya usaha dan ikhtiar pada jalan menjayakan sesuatu . Kepercayaan dan
iktiqad manusia di dalam perkara ini berbagai-bagaiFikiran dan fahaman seterusnya
membawa berbagai-bagai kepercayaan dan iktiqad.
1. Iktiqad Qadariah :
2. Perkataan qadariah Yaitu nisbah kepada qudrat . Maksudnya orang yang beriktiqad akan
segala perbuatan yang dilakukan manusia itu sama ada baik atau jahat semuanya terbit
atau berpunca daripada usaha dan ikhtiar manusia itu sendiri dan sedikitpun tiada
bersangkut-paut dengan kuasa Allah SWT.
3. Iktiqad Jabariah :
4. Perkataan Jabariah itu nisbah kepada Jabar ( Tergagah ) dan maksudnya orang yang
beriktiqad manusia dan makhluk bergantung kepada qadak dan qadar Allah semata-mata (
tiada usaha dan ikhtiar atau boleh memilih samasekali ).
5. Iktiqad Ahli Sunnah Wal Jamaah :
6. Perkataan Ahli Sunnah Wal Jamaahialah orang yang mengikut perjalanan Nabi dan
perjalanan orang-orang Islam Yaitu beriktiqad bahwa hamba itu tidak digagahi semata-
mata dan tidak memberi bekas segala perbuatan yang disengajanya, tetapi ada perbuatan
yang di sengaja pada zahir itu yang dikatakan usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas
sebenarnya sengaja hamba itu daripada Allah Ta;ala jua. Maka pada segala makhluk ada
Maksudnya menentukan segala mumkin ttg adanya atau tiadanya. Sebenarnya adalah sifat
yang qadim lagi azali thabit berdiri pada Zat Allah Taala yang menentukan segala perkara
yang harus atau setengah yang harus atas mumkin . Maka Allah Taala yang selayaknya
menghendaki tiap-tiap sesuatu apa yang diperbuatnya. Umat Islam beriktiqad akan segala hal
yang telah berlaku dan yang akan berlaku adalah dengan mendapat ketentuan daripada Allah
Taala tentang rezeki , umur , baik , jahat , kaya , miskin dan sebagainya serta wajib pula
beriktiqad manusia ada mempunyai nasib ( bagian ) di dalam dunia ini sebagaimana firman
Allah SWT. yang bermaksud : Janganlah kamu lupakan nasib ( bagian ) kamudi dalam
dunia . (Surah Al Qasash : Ayat 77). Kesimpulannya ialah umat Islam mestilah
bersungguh-sungguh untuk kemajuan di dunia dan akhirat di mana menjunjung titah perintah
Allah Taaladan menjauhi akan segala larangan dan tegahannyadan bermohon dan berserah
kepada Allah SWT.
Maksudnya nyata dan terang meliputi tiap-tiap sesuatu sama ada yangMaujud (ada) atau yang
Maadum ( tiada ). Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada ( thabit ) qadim lagi azali
berdiri pada zat Allah Taala. Allah Taala Maha Mengetahui akan segala sesuatu sama ada
perkara. Itu tersembunyi atau rahasia dan juga yang terang dan nyata. Maka ilmu Allah
Taala Maha Luas meliputi tiap-tiap sesuatu diAlam yang fana ini.
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Taala . Segala
sifat yang ada berdiri pada zat daripada sifat Idrak ( pendapat ) Yaitu : sifat qudrat, iradat ,
Ilmu , Sama Bashar dan Kalam.
Hakikatnya ialah sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada Zat Allah Taala.
Yaitu dengan terang dan nyata pada tiap-tiap yang maujud sama ada yang maujud itu qadim
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Taala.
Allah Taala wajib bersifat Maha Melihat sama ada yang dapat dilihat oleh manusia atau
tidak, jauh atau dekat , terang atau gelap , zahir atau tersembunyi dan sebagainya. Firman
Allah Taala yang bermaksud :
Dan Allah Maha Melihat akan segala yang mereka kerjakan . ( Surah Ali Imran Ayat
163 )[4]
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada , yang qadim lagi azali , berdiri pada zat Allah
Taala. Menunjukkan apa yang diketahui oleh ilmu daripada yang wajib, maka ia
menunjukkan atas yang wajib sebagaimana firman Allah Taala yang bermaksud : Aku
Allah , tiada tuhan melainkan Aku . ( Surah Taha Ayat 14 ) Dan daripada yang
mustahil sebagaimana firman Allah Taala yang bermaksud : ..( kata orang Nasrani )
bahwasanya Allah Taala yang ketiga daripada tiga.. (Surah Al-Maidah Ayat 73).
Dan daripada yang harus sebagaimana firman Allah Taala yang bermaksud : Padahal Allah
yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu. (Surah Ash. Shaffaat Ayat
96). Kalam Allah Taala itu satu sifat jua tiada berbilang. Tetapi ia berbagai-bagai jika
dipandang dari perkara yang dikatakan Yaitu :
1. Menunjuk kepada amar ( perintah ) seperti tuntutan mendirikan solat dan lain-lain
kefardhuan.
2. Menunjuk kepada nahyu ( tegahan ) seperti tegahan mencuri dan lain-lain larangan.
3. Menunjuk kepada khabar ( berita ) seperti kisah-kisah Firaundan lain-lain.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Taala, tiada ia maujud dan tiada ia
maadum , Yaitu lain daripada sifat Qudrat.
Artinya : Keadaan Allah Taala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Taala , tiada ia maujud dan tiada ia
maadum , Yaitu lain daripada sifat Iradat.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Taala, tiada ia maujud dan tiada ia
maadum , Yaitu lain daripada sifat Ilmu.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Taala, tiada ia maujud dan tiada ia
maadum , Yaitu lain daripada sifat Hayat.
Artinya : Keadaan Allah Taala Yang Mendengar akan tiap-tiap yang Maujud.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Taala, tiada ia maujud dan tiada ia
maadum, Yaitu lain daripada sifat Sama.
Artinya : Keadaan Allah Taala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada
).
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Taala, tiada ia maujud dan tiada ia
maadum , Yaitu lain daripada sifat Bashar.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Taala, tiada ia maujud dan tiada ia
maadum , Yaitu lain daripada sifat Kalam.[5]
Wajib atas tiap-tiap mukallaf mengetahui sifat-sifat yang mustahil bagi Allah yang menjadi
lawan daripada dua puluh sifat yang wajib baginya. Maka dengan sebab itulah di nyatakan di
sini sifat-sifat yang mustahil satu-persatu :
6. Taaddud berartiberbilang-bilang
Adalah sifat yang harus pada hak Allah Taala hanya satu saja Yaitu Harus bagi Allah
mengadakan sesuatu atau tidak mengadakan sesuatu atau di sebut sebagai mumkin (Filu
kulli Mumkinin Autarkuhu). Mumkin ialah sesuatu yang harus ada dan tiada. Harus disini
artinya boleh-boleh saja. Artinya boleh-boleh saja Allah SWT menciptakan sesuatu, yakni
tidak ada paksaan dari sesuatu, karena Allah bersifat Qudrat dan Irodah. Dan boleh-boleh saja
bagi Allah SWT meniadakan sesuatu.[6]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tanda-tanda adanya Allah sangat jelas dan tampak bagi siapa saja yang mau melihatnya. Ini
adalah sebuah bukti kebenaran bahwa Pencipta dari disain yang berlaku di seluruh alam
semesta ini adalah Allah. Sebagian orang yang menolak adanya Allah berbuat demikian
bukan karena mereka sungguh-sungguh tidak mempercayai-Nya namun karena mereka ingin
menghindar dari aturan moral yang harus mereka taati sebagai orang-orang yang beriman.
Setiap orang dengan nuraninya mengetahui eksistensi dan kekuasaan abadi Allah. Kendati
demikian, seseorang yang mengakui adanya Allah dan merasakan kekuasaan-Nya, juga tahu
bahwa dirinya kelak akan ditanyai oleh-Nya, dan bahwa dia harus mematuhi hukum-hukum-
Nya dan hidup untuk-Nya. Sedangkan orang yang berkeras untuk menolak sekalipun dia
sudah mengetahui fakta-fakta ini, berbuat demikian karena bila dia menerima fakta yang
sangat besar ini tidak sesuai dengan kepentingan-kepentingannya dan perasaan superioritas
yang ada di dalam dirinya. Di dalam alQur.an orang-orang ini digambarkan di dalam Surat
an-Naml:
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) pada-hal hati
mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang
berbuat kebinasaan.. (Q.s. an-Naml, 14).
Harapan kami, mudah-mudahan makalah ini dapat dijadikan suatu manfaat bagi para
pembaca terutama bagi penulis dan dapat diterima disisi Allah SWT sebagai amal baik,
memberi barokah dan manfaat serta dapat memberi petunjuk kepada siapa saja yang berusaha
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, Amin Yaa Robbal Alamiin.[7]
Syaltut, Mahmud. 1994. Aqidah dan Syariah Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Persada, 1996.
[5] http://orgawam.wordpress.com/2008/09/11/sifat-20-allah-swt/
[6] ibid
Persada, 1996.