Anda di halaman 1dari 11

Kelompok 3

Sosiologi Ekonomi

Try Afdalia
Fatimah
Andi Shafira Mappeati
Azrizal
Hasnawati
Bagaskara
agnesia
Pengertian Konsumsi
Salah seorang sosiolog yang merumuskan pengertian konsumsi adalah Don Slater. Menurut
Don Slater (1997), konsumsi adalah bagaimana manusia dan actor social dengan kebutuhan
yang dimilikinya berhubungan dengan sesuatu (dalam hal ini material, barang simbolik, jasa
atau pengalaman) yang dapat memuaskan mereka. Berhubungan dengan berbagai cara
seperti menikmati, menonton, melihat, menghabiskan, mendengar, memperhatikan, dan
lainnya. Jadi, pengertian konsumsi dari Slater tersebut, sesuai dengan istilah mengkonsumsi,
seperti yang dikutip Featherstone (2001) dari Raymond Williams, sebagai merusak (to
destroy), memakai (to use up), membuang (to waste), dan menghabiskan (to exhaust).
Dengan definisi seperti yang dikemukakan Slater tersebut maka konsumsi mengacu kepada
seluruh aktifitas social yang orang lakukan sehingga bias dipakai untuk mencirikan dan
mengenali mereka disamping apa yang mereka “lakukan” untuk hidup (Chaney, 2004). Dengan
demikian, tindakan konsumsi tidak hanya dipahami sebagai makan, minum, sandang dan
papan saja tetapi juga harus dipahami dalam berbagai fenomena dan kenyataan berikut :
menggunakan waktu luang, mendengar radio, menonton televise, bersolek atau berdadan,
berwisata, menonton konser, melihat, pertandingan olahraga dan sebagainya.
Pandangan Para Peneruka Sosiologi tentang
Konsumsi
1. Karl Marx (1818-1883)
Dalam membahas komoditas, Marx membedakan membedakan antara alat-alat
produksi (means of production) dan alat-alat konsumsi (means of consumption). Marx
mendefinisikan alat-alat produksi sebagai komoditas yag memiliki suatu bentuk dimana
komoditas memasuki konsumsi produktif (1884/1891:471) sedangkan alat-alat konsumsi
didefinisikan sebagai kmoditas yang memiliki suatu bentuk dimana komoditas itu
memasuki konsumsi individual dari kelas kapitalis dan pekerja (1884/1891:471).
Konsekuensi logis dari pembagian tersebut adalah mengklasifikasikan jenis konsumsi,
yaitu konsumsi subtensi dan konsumsi mewah. Konsumsi substensi merupakan alat-alat
konsumsi yang diperlukan (necessary means of consumption) atau yang memasuki
konsumsi kelas pekerja. Dengan demikian, semua alat-alat konsumsi seperti bahan
kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) dipandang sebagai konsumsi substensi.
Sedangkan konsumsi mewah adalah alat-alat kosumsi mewah (luxury means of
consumption) yang hanya memasuki konsumsi kelas kapitalis yang dapat dipertukarkan
hanya untuk pengeluaran dari nilai surplus, yang tidak diberikan kepada pekerja.
 2.Emile Durkheim (1858-1917)
Menurut Durkheim, masyarakat terintegrasi karena adanya kesadarn kolektif (collective consciousness),
yaitu totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentiment-sentimen bersama (1964). Ia merupakan suatu
solidaritas yang tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut
kepercayaan-kepercayaan dan pola normative yang sama pula.
Durkheim membagi masyarakat atas dua tipe, yaitu masyarakat yang berlandaskan solidaritas mekanik
dan solidaritas organik. Dalam masyarakat berlandaskan solidaritas mekanik, kesadaran kolektif meliputi
keseluruhan masyarakat beserta anggotanya dan dengan intensitas tinggi seperti keterlibatan komunitas
dalam menghukum orang yang menyimpang dengan menggunakan hokum represif. Kesadaran kolektif
dalam masyarakat berlandaskan solidaritas mekanik menuntun anggotanya untuk melakukan konsumsi
yangtidak berbeda antara satu sama lain, seragam dalam cara dan pola konsumsi seperti pola pangan,
sandang dan papan.
Masyarakat berlandaskan solidaritas organik telah mengalami transformasi ke dalam suatu solidaritas
yang diikat oleh pembagian kerja sehingga intensitas kesadaran kolektif hanya mencakup kalangan
masyarakat terbatas yang berada pada jangkauan ruang kesadaran kolektif itu saja. Intensitas kesadaran
kolektif seperti itu mencerminkan individulitas yang tinggi, pentingnya konsensus pada nilai-nilai
abstrak dan umum seperti hukum pidana dan hukum perdata, dan dominannya hukum restitutif, yaitu
hukum yang bertujuan untuk mengembalikan keadaan menjadi keadaan seperti semula melalui hukum
yang bersifat memulihkan.
3.Max Weber (1864-1920)
Menurut Weber, agama protestan memberikan dorongan motivasional untuk menjadi seseorang yang
memiliki suatu orientasi agama yang bersifat asketik dalam dunia (inner-Worldly asceticism), yaitu suatu
komitmen untuk menolak kesempatan atau sangat membatasi diri untuk menuruti keinginan jasadi atau
inderawi, atau kenikmatan yang bersifat materialistik, termasuk cara konsumsi tertentu, demi meraih suatu
tujuan spiritual yang tinggi, yaitu keselamatan abadi, melalui pekerjaan di dunia yang dianggap sebagai suatu
panggilan suci.
Max Weber dalam Economy and Society menyatakan bahwa tindakan konsumsi dapat dikatakan sebagai
tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku dari individu lain dan oleh karena itu
diarahkan pada tujuan tertentu.
Sedangkan tindakan sosial itu sendiri menurut Weber terdiri dari:
· Zweckrationalitat / instrumentally rational action / tindakan rasional instrumental yaitu tindakan yang
berdasarkan pertimbangan yang sadar terhadap tujuan tindakan dan pilihan dari alat yang dipergunakan.
· Wertrationalitat / value rational action / tindakan rasional nilai yaitu suatu tindakan dimana tujuan telah ada
dalam hubungannya dengan nilai absolut dan akhir bagi individu.
· Affectual type / tindakan afektif, yaitu suatu tindakan yang di dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi
intelektual atau perencanaan yang sadar seperti cinta, marah, suka, atau duka.
· Traditional action / tindakan tradisional yaitu tindakan yang dikarenakan kebiasaan atau tradisi.
4. Thorstein Veblen (1857-1929)
Mengajukan istilah conspicuous consumption (konsumsi yang mencolok) untuk menunjukkan barang-
barang yang kita beli dan kita pertontonkan kepada orang lain untuk menengaskan gengsi dan status
kita serta menunjang gaya hidup di waktu luang. Barang-barang yang di beli atau di konsumsi biasanya
berupa sesuatu yang tidak berguna, yang kadang malah mengurangi gerak dan kenyamanan di tubuh
seseorang. Veblen juga mengajukan istilah pecuniary emultion (penyamaan kebutuhan- kebutuhan
yang berkaitan dengan uang) di mana golongan yang tidak masuk pada leisure class berusaha
menyamai perolehan atau pemakaian benda-benda tertentu dengan harapan bahwa mereka akan
mencapai keadaan identitas manusia yang secara intrinsic lebih kaya dari orang-orang lain.
Veblen dalam bukunya “The Theory of the Leisure Class” melihat kapitalisme industri berkembang
secara barbar, karena properti privat tidak lain merupakan barang rampasan yang diambil melalui
kemenangan perang.
Kapitalisme seperti ini memunculkan abseente owner, yaitu para pemilik modal yang tidak
mengerjakan apa-apa tetapi memperoleh hasil yang banyak. Dengan kata lain abseente owner
tersebut memiliki atau menguasai sekelompok perusahaan-perusahaan yang beragam, tetapi idak
mengelola sendiri perusahaan-perusahaan tersebut namun mempekerjakan para profesional dan
teknisi. Selanjutnya mereka tinggal memetik dan menikmati hasil usaha perusahaannya, tanpa
berbuat banyak.
 
C. Fokus Kajian Sosiologi tentang Konsumsi
Adapun fenomena-fenomena yang termasuk dalam fenomena konsumsi seperti:
Masyarakat konsumsi, budaya dan konsumsi, perilaku konsumen, waktu luang, gaya
hidup, fashion,pariwara, belanja: sandang, pangan, minuman, dan rumah, turisme,
ideologi konsumsi (liberal, kapitalis, komunis, islam), politik konsumsi, konsumsi dan
mobilitas sosial, dan konsumsi dan perubahan sosial.

D. Budaya dan Konsumsi Pada Masyarakat Prakapitalis


Menurut Don Slater : bahwa konsumsi selalu dan di manapun dipandang sebagai suatu
proses budaya. Konsumsi benda-benda tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan fisik-
biologis semata,tetapi juga berkaitan dengan manfaat benda-benda atau obyek-obyek
secara social budaya.
Dengan kata lain, kehidupan sosial individu-individu tidak terlepas dari hubungan
dengan benda-benda yang diberi nilai pemaknaannya. Dalam kaitannya denhan pendapat
Lury serta Douglas dan Isherwood tersebut, terdapat beberapa pemaknaan sosial terhadap
konsumsi benda-benda dalam kehidupan sosial masyarakat pra-kapitalis:
1. Konsumsi sebagai Pembeda antara Kehidupan Profan dan Kehidupan Suci
Misalnya mengkonsumsi buah yang ada di atas meja makan mempunyai makna sebagai konsumsi dalam dunia profan,
konsumsi dalam kehidupan keseharian. Sedangkan keranjang buah yang diletakkan di bawah pohon rindang yang
besar dan angker yang biasa disebut dengan sesajen merupakan konsumsi di kehidupan suci atau di kehidupan Sakral.
2. Konsumsi sebagai Identitas
Rutherford (1990) dalam bukunya “Identity: Community, Culture, Difference” menyatakan bahwa identitas merupakan
mata rantai masa lalu yang hubungan-hubungan sosial, kultural dan ekonomi dalam ruang dan waktu suatu
masyarakat hidup. Oleh karena itu identitas seseorang berkaitan dengan aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik dari
kehidupan pada konteks ruang dan waktu. Karena identitas berkait dengan konteks ruang dan waktu maka identitas
tersebut dimiliki bersama dengan orang lain dalam konteks ruang dan waktu yang sama (inklusi) tetapi disisi lain
terjadi eksklusi, yaitu mengeluarkan orang atau kelompok orang dari suatu kelompok identitas, karena perbedaan
ruang dan waktu.
3. Konsumsi sebagai Stratifikasi Sosial
Stratifikasi Sosial didefinisikan sebagai penggolongan individu secara vertikal berdasarkan status yang dimiliki. Dalam
dunia keseharian, status dapat merupakan sesuatu yang diusahakan atau juga dapat merupakan sebagai sesuatu yang
diwariskan. Status yang diusahakan (achieved status) adalah statu yang dicapai melalui usaha atau perjuangan dari
individu atau suatu kelompok dalam masyarakat. Sedangkan status yang diwarisi (ascribed status) merupakan status
yang disebabkan oleh kelahiran seseorang dari orang yang berasal dari kelompok tertentu.
Dengan adanya Sratifikasi Sosial, maka tidak akan sama konsumsi wasit, pelatih, pemain atau penonton dalam
lapangan, dan tidak akan sama juga konsumsi direktur, kepala bagian, karyawan, atasan dan bawahan di sebuah
kantor.
E. Budaya Konsumen
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan
dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni, Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya
bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Budaya Konsumen merupakan istilah yang menyangkut tidak hanya perilaku konsumsi, tetapi adanya suatu proses
reorganisasi bentuk dan isi produksi simbolis di dalamnya. Perilaku di sini bukan sebatas perilaku konsumen dalam
artian pasif. Namun merupakan bentuk konsumsi produktif, yang menjanjikan kehidupan pribadi yang indah dan
memuaskan, menemukan kepribadian melalui perubahan diri dan gaya hidup.
Budaya konsumen menekankan adaya suatu tempat dimana kesan memainkan peranan utama. Saat ini dapat kita
lihat bahwa betapa banyak makna baru yang terkait dengan komoditi “material” melalui peragaan, pesan iklan,
industri gambar hidup serta berbagai jenis media massa. Dalam pembentukannya, kesan terus menerus diproses
ulang dan makna barang serta pengalaman terus didefinisikan kembali. Tidak jarang tradisi juga “diaduk-aduk dan
dikuras” untuk mencari simbol-simbol kecantikan, roman, kemewahan dan eksotika.
Budaya konsumen sangatlah erat kaitannya dengan ilmu ekonomi dan permasalahan ekonomi. Suatu barang
terkadang digunakan untuk memperoleh prestise karena harganya sangat tinggi dan sukar diperoleh. Adapula
barang seperti hadiah dan warisan yang tidak lagi dipandang sebagai barang yang diperdagangkan sehingga
dianggap tidak berharga, dalam arti tidak pantas dipertimbangkan untuk menjualnya atau menetapkan harganya
karena menimbulkan hubungan personal yang erat serta untuk membangkitkan memori tentang seseorang yang
dicintainya.
Untuk mengerti budaya Konsumen sebgai fenomena sosial pada masyarakat modern, Slater mengidentifikasikan
beberapa karakteristik yang dimiliki oleh budaya konsumen, yaitu antara lain:
1. Budaya Konsumen Merupakan Suatu Budaya dari Konsumsi
Ide dari budaya konsumen adalah dalam dunia modern, praktek sosial dan nilai budaya inti, ide-ide, aspirasi-aspirasi, dan
identitas didefinisikan dan diorientasikan pada konsumsi daripada kepada dimensi sosial lainnya seperti kerja,
kewarganegaraan, kosmologi keagamaan, peranan militer dan seterusnya.
2. Budaya Konsumen sebagai Budaya dari Masyarakat Pasar
Dalam masyarakat pasar, barang-barang, jasa-jasa, dan pengalaman-pengalaman diproduksi agar dapat dijual di pasar
kepada konsumen.
3. Budaya Konsumen adalah, Secara Prinsip, Universal, dan Impersonal
Semua hubungan sosial, kegiatan dan objek secara prinsip dapat dijadikan komoditas. Sebagai komoditas, dia diproduksi
dan didistribusikan dengan cara impersonal, tanpa melihat orang perorang atau secara pribadi, ditujukan saja kapada
konsumen yang membutuhkan atau di buat menjadi membutuhkan.
4. Budaya Konsumen Merupakan Media bagi Hak Istimewa dari Identitas dan Status dalam Masyarakat Pascatradisional
Budaya konsumen bukan diwariskan seperti posisi sosial yang melekat karena kelahiran dalam masyarakat tradisional,
tetapi ia dinegosiasi dan dikonstruksi oleh individu dalam hubungannya dengan orang lain.
5. Budaya Konsumen Merepresentasikan Pentingnya Budaya dalam Penggunaan Kekuatan Modern
Budaya konsumen mencakup tanda, gambaran, dan publisitas. Sebab itu pula, ia meliputi estesisasi komoditas dan
lingkungan seperti penggunaan iklan, pengepakan, tata letak barang di toko, disain barang, penggunaan estalase, dan
seterusnya.
6. Kebutuhan Konsumen Secara Prinsip Tidak Terbatas dan Tidak Terpuaskan
Dalam budaya konsumen, kebutuhan yang tidak terbatas dipandang tidak hanya suatu hal yang normal tetapi juga
diperlukan bagi tuntutan dan perkembangan sosial ekonomi.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai