Anda di halaman 1dari 24

UPDATES OF COVID-19

TREATMENT : WHAT’S NEW


Erlina Burhan
Departmen Pulmonolgi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Keodkteran Universitas Indonesia – RSUP Persahabatan
Tahapan pengembangan obat pada kondisi normal
• Pada umumnya sebuah kandidat obat baru membutuhkan waktu
sekitar 8 ½ tahun untuk dapat dipasarkan
• Tidak jarang obat-obatan ini gagal pada fase uji pra-klinik dan uji
klinik fase I karena alasan keamanan
• Untuk bisa dipasarkan, kandidat obat baru harus melalui
• Uji pra-klinik (3.5 tahun)
• Penentuan Target dan Sintesis Obat
• Uji in vitro dan in vivo
• Uji pada hewan/ animal study
• Uji Klinik fase I (1 tahun)
• Uji Klinik fase II (2 tahun)
• Uji Klinik fase III (3 tahun)
• Sebelum masuk ke pasaran, badan regulatori (BPOM/FDA) akan
melakukan telaah pada setiap data pre-klinik dan klinik selama
Chin, R., & Lee, B. Y. (2008). Principles and practice of clinical
2.5tahun.
trial medicine. Elsevier. (Book)
• Setelah dipasarkan, badan regulatori (FDA/ BPOM) akan
melakukan telaah pada populasi yang sangat besar (jutaan) untuk
Catatan: Cara yang digunakan pada kondisi normal tidak memastikan mengenai safety dan effectiveness pada masyarakat
luas.
relevan pada kondisi pandemi, sehingga perlu ada modifikasi
dan inovasi pada setiap tahap pengembangan obat!!
Mengapa pengembangan obat-obatan
COVID-19 sangat cepat? (1)
• Kerjasama antara industri farmasi, institusi
penelitian, badan regulatori, dan komite etik
berperan sangat besar dalam akselerasi
pengembangan obat COVID-19
• Kerjasama ini tidak hanya mendukung segi
pendanaan tetapi juga mendukung
kemampuan untuk melakukan setiap fase
pengembangan obat secara paralel dan secara
cepat, meliputi:
• Penelitian pada fase pre-klinik
• Penyelenggaraan uji klinik
• Produksi dan distribusi obat-obatan
• Kolaborasi ini juga memungkinkan peneliti
Chakraborty, S., Mallajosyula, V., Tato, C. M., Tan, G. S., & Wang, T. T. (2021). SARS- untuk memodifikasi desain uji klinik sehingga
CoV-2 vaccines in advanced clinical trials: Where do we stand. Advanced Drug dapat menjalankan fase 1, 2, 3 uji klinik secara
Delivery Reviews.
parallel.
Mengapa pengembangan obat-obatan
COVID-19 sangat cepat? (2)
Platform Trials
• Platform trial/ Multi-Arm Multi-Stage (MAMS) trial
merupakan desain uji klinik yang baru.
• Desain platform trial sangat efisien karena
memungkinkan peneliti untuk menguji beberapa
macam obat disaat yang bersamaan.
• Selain itu, platform trial memungkinkan peneliti
untuk dapat menghentikan arm obat uji tertentu
yang hasilnya tidak baik dan juga menambahkan
arm obat uji baru yang potensial untuk diteliti.
• Hasil uji klinik ini dapat tersedia sangat cepat dan
sangat update karena interim analysis dilakukan
secara berkala.
• Contoh uji klinik yang menggunakan desain
Park, J. J., Harari, O., Dron, L., Lester, R. T., Thorlund, K., & Mills, E. J. (2020). An platform trials: Recovery Trials, Principle Trials,
overview of platform trials with a checklist for clinical readers. Journal of clinical
epidemiology, 125, 1-8. Solidarity Trials.
Mengapa terjadi beberapa kali perubahan
rekomendasi pada berbagai guideline?
• Saat COVID-19 muncul, ilmu pengetahuan kedokteran
Saat ini tentang penyakit ini sangat terbatas sehingga segala
upaya untuk menyelamatkan nyawa manusia
dikerahkan meskipun belum memiliki bukti yang kuat.
• Target terapi potensial untuk pengobatan COVID-19
semakin banyak teridentifikasi sehingga memungkinkan
adanya obat-obat baru yang akan muncul.
i

• Hasil uji klinik yang positif belum dapat diterima secara


em
nd

mutlak tetapi juga harus dibandingkan dengan


pa

beberapa uji klinik lain yang serupa.


al

• Meta-analisis dari beberapa hasil RCT yang berkualitas


Aw

merupakan sumber yang paling adekuat untuk kita


jadikan pegangan.
Modified from ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2743609/
• Guideline / panduan praktik klinis COVID-19 harus
diupdate secara berkala mengikuti perkembangan data
ilmiah terbaru.
Keep Update !

Clinical Trial Guideline Meta-analysis


Update Update Update
• RECOVERY Trial, • Living Guideline • Living Network
PRINCIPLE Trial, WHO Meta-analysis
SOLIDARITY WHO
Trial
WHO Living Guideline: Therapeutics and
COVID-19
• Rekomendasi terapi medikamentosa dibuat
berdasarkan severitas dari kasus COVID-19.
• SpO2 < 90% dengan udara ruang, respitrasi rate >
30, peningkatan laju pernafasan anak (sesuai usia),
tanda distress pernafasan berat merupakan batas
penentuan kasus berat.
• Seorang dokter harus bisa membedakan SpO2 <
90% (udara ruang) disebabkan karena COVID-19
atau karena riwayat hipoksemia yang stabil yang
sudah ada sebelumnya seperti PPOK, Eisenmenger
syndrome, dll.
• Pasien dengan SpO2 90-94% (udara ruang) dapat
Link:
1. Therapeutics and COVID-19: living guideline (who.int)
ditatalaksana sebagai kasus berat apabila dokter
2. COVID-19 Clinical management: living guidance (who.int)
menemukan tren perburukan pada pasien.
3. WHO Living guideline: Drugs to prevent COVID-19
WHO Living Guideline: Therapeutics and
COVID-19 Rekomendasi
• Coagulopathy, arterial and venous thromboembolism
merupakan kondisi yang sering terjadi pada pasien COVID-
19 sehingga dokter harus rutin memonitor kondisi tersebut.
• Pemberian standard thrombophylaxis pada setiap pasien
yang dirawat meskipun belum memiliki indikasi pemberian
antikoagulan karena dapat menurunkan angka kematian
dan kondisi emboli paru.
• Pemberian dosis yang lebih tinggi dari dosis
thrombophylaxis tidak direkomendasikan karena risiko
terjadinya perdarahan yang berat (major bleeding)
• Pemberian dexamethasone 6 mg per hari
direkomendasikan pada kasus berat
• Pemberian kortikosteroid tidak direkomendasikan pada
kasus yang sedang dan ringan

Link:
1. Therapeutics and COVID-19: living guideline (who.int)
2. COVID-19 Clinical management: living guidance (who.int)
3. WHO Living guideline: Drugs to prevent COVID-19
WHO Living Guideline: Therapeutics and
COVID-19
Rekomendasi
• Pasien COVID-19 ringan dan sedang tidak
direkomendasikan untuk mendapatkan antibiotik
sebagai terapi maupun sebagai profilaksis
• Antibiotik dapat diberikan jika ada kecurigaan
adanya infeksi bakteri
• Pemberian hydroxychloroquine,
lopinavir/ritonavir, dan remdesivir tidak
direkomendasikan untuk semua derajat penyakit

Link:
1. Therapeutics and COVID-19: living guideline (who.int)
2. COVID-19 Clinical management: living guidance (who.int)
3. WHO Living guideline: Drugs to prevent COVID-19
WHO Living Guideline: Therapeutics and
COVID-19
Rekomendasi
• Penggunaan ivermectin pada pasien
COVID-19 tidak direkomendasikan
pada setiap derajat penyakit kecuali
pada konteks uji klinik
• Rekomendasi ini dibuat karena masih
sangat sedikitnya bukti ilmiah yang
tersedia sehingga penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk
mempertimbangkan risiko dan
keuntungannya.
Link:
1. Therapeutics and COVID-19: living guideline (who.int)
2. COVID-19 Clinical management: living guidance (who.int)
3. WHO Living guideline: Drugs to prevent COVID-19
WHO Living Guideline: Therapeutics and
COVID-19
Rekomendasi
• Penggunaan penghambat reseptor
IL-6 (tocilizumab dan sarilumab)
direkomendasikan pada pasien
COVID-19 derajat berat dan kritis.
• Penggunaan kombinasi
kortikosteroid dan penghambat
reseptor IL-6 direkomendasikan
pada pasien COVID-19 derajat
berat.
Link:
1. Therapeutics and COVID-19: living guideline (who.int)
2. COVID-19 Clinical management: living guidance (who.int)
3. WHO Living guideline: Drugs to prevent COVID-19
Perubahan Tata Laksana Terapi COVID-19 Terbaru Sesuai Usulan Organisasi Profesi
Lama Baru

Tanpa Gejala Vitamin C, B, E, D, Zinc Vitamin C, D, dan/atau obat-obatan suportif


Vitamin C, B, E, D, Zinc Vitamin C, D
Azitromisin Favipiravir
Ringan Oseltamivir atau Favipiravir Pengobatan simtomatis
Pengobatan simtomatis Obat-obat suportif

Vitamin C, B, E, D, Zinc Vitamin C, D


Azitromisin Favipiravir atau Remdesivir
Favipiravir atau Remdesivir Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
Pengobatan simtomatis Pengobatan simtomatis
Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
Sedang Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
Anti IL-6 (tocilizumab)

Vitamin C, B, E, D, Zinc Vitamin C, B1, D


Azitromisin Favipiravir atau Remdesivir
Favipiravir atau Remdesivir Kortikosteroid
Kortikosteroid Anti IL-6 (tocilizumab/sarilumab)
Pengobatan simtomatis Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
Berat atau Kritis Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP Terapi tatalaksana syok (bila terjadi)
Terapi tatalaksana syok (bila terjadi)

Sumber: Buku Protokol Tata Laksana COVID-19 Kemenkes, Revisi Protokol Tata Laksana COVID-19 dari 5 Organisasi Profesi
Tatalaksana Farmakologis COVID-19 Tanpa
Gejala

Obat-obat
Vitamin C Vitamin D Komorbid

Pilihan: • Melanjutkan obat-


• Tablet non acidic 500 Pilihan: obatan rutin untuk
mg/6-8 jam (14 hari) • Suplemen: 400 IU-1000 penyakit komorbid
• Tablet isap 500 mg/12 IU/hari • Penggunaan
jam (30 hari) • Obat: 1000-5000 IU/hari ARB/ACE-inhibitor
dapat dikonsultasikan
spesialis penyakit
dalam/jantung

PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI. REVISI PROTOKOL TATALAKSANA COVID ‐19. Jakarta; Panduan 5 Organisasi
Tatalaksana Farmakologis COVID-19 Gejala Ringan

Tambahan untuk gejala ringan


• Tatalaksana
farmakologis yang
diberikan untuk pasien
kontak
erat/suspek/probable
juga serupa dengan
pasien terkonfirmasi
Vit. C, vit.D dan Antivirus Obat Simtomatis
COVID-19, namun tidak
Obat-obat
mendapatkan antivirus antioksidan Favipiravir (sediaan 200 Obat simtomatis,
• Pada gejala ringan: Obat dengan sifat mg) loading dose 1600 seperti parasetamol bila
swan PCR pada hari 1 antioksidan, seperti N- mg/12 jam/oral hari ke-1, demam, diberikan
dan 2 dengan selang asetilsistein, dapat selanjutnya 2 x 600 mg sesuai dengan gejala
waktu > 24 jam serta diberikan (hari ke 2-5) pada pasien
bila ada perburukan

PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI. REVISI PROTOKOL TATALAKSANA COVID ‐19. Jakarta; Panduan 5 Organisasi
Tatalaksana Pasien Terkonfirmasi COVID-19: Gejala
Sedang (Farmakologi)

Favipiravir • Vitamin C 3x200-400mg dalam


Hari 1: Loading dose 2x1600mg 100cc NaCl 0.9% habis dalam 1
Hari 2-5: 2x600mg
jam IV
ATAU • Antikoagulan LMWH/UFH sesuai
pertimbangan DPJP
Remdesivir • Pengobatan simptomatis
200mg IV drip (hari I)
1x100mg IV drip (hari ke 2-5 ATAU ke 2-10) • Pengobatan komorbid/komplikasi
• Antibiotik bila diperlukan

Protokol Tatalaksana COVID-19 Edisi 3. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta;
2020.
TATALAKSANA PASIEN TERKONFIRMASI COVID-19:
GEJALA BERAT/KRITIS (FARMAKOLOGI)

• Vit C
Favipiravir 3x200-400mg dalam 100cc NaCl 0.9% habis dalam 1 jam IV
Hari 1: Loading dose 2x1600mg • Vit B1 1 amp/24 jam IV
Hari 2-5: 2x600mg • Vit D 1000-5000 IU/hari
• Antikoagulan LMWH/UFH sesuai pertimbangan DPJP
ATAU
• Dexametason 6 mg/24 jam IV (10 hari)
Remdesivir • Anti interleukin-6 (IL-6): Tocilizumab 400-
200mg IV drip (hari I) 800mg
1x100mg IV drip
(hari ke 2-5 ATAU ke 2-10)

Pengobatan simptomatis | Pengobatan komorbid/komplikasi | Tatalaksana Syok

Protokol Tatalaksana COVID-19 Edisi 4. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta;
2020.
Kortikosteroid Sistemik
• Hiperinflamasi berperan dalam kejadian COVID-19 derajat berat dan kritis karena dapat
menyebabkan kerusakan organ. Kortikosteroid memiliki efek antiinflamasi untuk
mencegah kerusakan lanjut.
• Kortikosteroid sistemik menurunkan laju mortalitas 28 hari sebesar 8,7% pada pasien
COVID-19 kritis dan 6,7% pada pasien COVID-19 derajat berat (moderate certainty
evidence)
• Dosis per hari: deksametason 6 mg atau ekivalennya
• Hidrokortison 150 mg atau
• 40 mg prednison atau
• 32 mg metilprednisolon
• Benefits > harms. Efek samping yang dapat timbul: hiperglikemia atau hypernatremia
• Untuk pasien COVID-19 bukan derajat berat atau kritis, manfaat kortikosteroid kurang
bermakna, penggunaannya tidak direkomendasikan
1. WHO. Therapeutics and COVID-19 living guideline. 2021 Jul 6 [cited 2021 Aug 27].
2. Mattos-Silva P, Felix NS, Silva PL, Robba C, Battaglini D, Pelosi P, et al. Pros and cons of corticosteroid therapy for COVID-19 patients. Respir Physiol Neurobiol. 2020 Sep;280:103492.
3. The RECOVERY Collaborative Group. Dexamethasone in hospitalized patients with Covid-19 – preliminary report. N Engl J Med. 2020 Jul 17:NEJMoa2021436.
Anti IL-6 (Tocilizumab, Sarilumab)
• Cytokine release syndrome (CRS) berperan penting dalam patogenesis COVID-19
• IL-6 adalah salah satu sitokin proinflamasi yang berperan besar dalam kejadian CRS
• Tocilizumab adalah antibodi monoklonal yang menghambat reseptor IL-6, baik yang ada
di membran (membrane-bound IL-6 receptor/mIL-6R) atau dalam bentuk terlarut (soluble
IL-6 receptor/sIL-6R)
• Obat diberikan secara intravena, dikombinasikan dengan kortikosteroid sistemik
• Menurunkan mortalitas dan kebutuhan ventilasi mekanik (high certainty evidence)
• Menurunkan durasi penggunaan ventilasi mekanik dan lama rawat (low certainty
evidence)

1. WHO. Therapeutics and COVID-19 living guideline. 2021 Jul 6 [cited 2021 Aug 27].
2. Lan SH, Lai CC, Huang HT, Chang SP, Lu LC, Hsueh PR. Tocilizumab for severe COVID-19: a systematic review and meta-analysis. Int J Antimicrob Agents. 2020 Sep;56(3):106103.
3. Xu X, Han M, Li T, Sun W, Wang D, Fu B, et al. Effective treatment of severe COVID-19 patients with tocilizumab. Proc Natl Acad Sci U S A. 2020 May 19;117(20):10970-5.
Beberapa Obat Lainnya

Oseltamivir • Hanya diberikan pada pasien yang diduga terinfeksi virus influenza

Antibiotik
• Penggunaan berlebihan  potensi peningkatan resistensi
• Rekomendasi WHO: hanya pada kasus COVID-19 berat dan tidak dianjurkan pada kasus ringan

Ivermectin
• Memiliki potensi antiviral secara in vitro, namun hasil uji klinis tidak konsisten
• Tidak direkomendasikan untuk pasien COVID-19 kecuali dalam uji klinis

N-asetilsistein
• Memiliki sifat antioksidan sebagai precursor sinstesis glutation
• Masih dalam uji klinis, dosisng 1200mg/hari oral atau intravena

Antibodi
Monoklonal • Pemakaian dalam rangka uji klinis

Plasma • Masih dalam tahap uji klinis


• Tidak bermanfaat untuk gejala berat dan kritis
Konvalesen • Hati hati dgn reaksi alergi

PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI. REVISI PROTOKOL TATALAKSANA COVID ‐19. Jakarta; Panduan 5 Organisasi
Antibody Monoclonal (1)
• Antibodi monoclonal/ monoclonal antibody (mAb) merupaan
suatu produk biologi berupa immunoglubolin yang dapat
mengikat suatu suatu substansi tertentu secara spesifik.
• Ada 150 mAb yang sedang dikembangkan dalam tahap pre-
klnik
• 20 diantaranya sedang menjalani uji klnik
• 12 mAb tersebut memeiliki target pada spike protein SARS-
CoV-2
• Pada Oktober 2020, Presiden Donald Trump menerima mAb
REGN-COV2 sebagai terapi COVID-19.
• Pada 21 November 2020, Regeneron telah menerima
Emergency Use Authorization dari FDA Amerika Serikat
untuk digunakan dalam pengobatan COVID-19 kasus ringan
dan berat.
1. Saif LJ, Burton D, Saphire EO, Scangos G, Giorgiou G, Gerngross T, et al. COVID-19 antibodies on trial. Nature Biotechnology. 2020 Nov:(38);1241-52.
2. Katz P. Regeneron gets FDA approval for antibody cocktail to fight Covid-19 [Internet]. Westfair Communications. 2020 [cited 24 November 2020]. Available from:
https://westfaironline.com/130474/regeneron-gets-fda-approval-for-antibody-cocktail-to-fight-covid-19/
Antibody Monoclonal (2): Tocilizumab vs
Regeneron monoclonal Antibody Combination
Regeneron monoclonal Antibody
Tocilicumab (TCZ) Combination
• Tocilizumab merupakan antibodi monoclonal yang • Regeneron monoclonal antibody combination
telah terhumanisasi yang spesifik sebagai merupakan antibodi monoklonal kombinasi
antagonis reseptor IL-6. (casirivimab 4g with imdevimab 4g).
• TCZ pertama kali dipakai pada tahun 2000 untuk
pengobatan penyakit autoimun seperti Refractory • Kedua mAb ini dirancang menyerupai antibodi
Rheumatoid Arthritis and Systemic Juvenile yang terbentuk setelah pasien COVID-19 sembuh.
Idiopathic Arthritis (sJIA). • Mekanisme kerja: mAb tersebut akan memblok
• Pada tahun 2017, TCZ disetujui FDA menjadi spike protein SARS-CoV-2 sehingga mencegah
terapi pada kondisi cytokine release syndrome terjadinya infeksi
(CRS) yang diinduksi oleh chimeric antigen
receptor T cell (CAR-T). • Hasil Pre-klinik: menghambat jumlah virus yang
berkaitan dengan kerusakan paru pada hewan
COVID-19 Treatment Guidelines Panel. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Treatment uji.
Regeneron's REGN-COV2 Antibody Cocktail Reduced Viral Levels and Improved
Guidelines. National Institutes of Health. Available at Symptoms in Non-Hospitalized COVID-19 Patients | Regeneron Pharmaceuticals Inc.
https://www.covid19treatmentguidelines.nih.gov/ [Internet]. Regeneron Pharmaceuticals Inc. 2020 [cited 24 November 2020]. Available
Cortegiani A, et.al. Rationale and evidence on the use of tocilizumab in COVID-19: a from: https://investor.regeneron.com/news-releases/news-release-details/regenerons-
systematic review. Pulmonol. 2020. https://doi.org/10.1016./j.pulmoe.2020.07.003 regn-cov2-antibody-cocktail-reduced-viral-levels-and/
Platform randomized trial of Interventions against
COVID-19 in older peoPLE (PRINCIPLE Trial)
• Desain: Platform trial/ Multi-Arm Multi-Stage
(MAMS) trial untuk pasien COVID-19 yang sedang
menjalani isolasi mandiri.

• Negara: Inggris

• Primary end-point: Mencegah rawat inap pada


pasien COVID-19 yang sedang menjalani isolasi
mandiri

• Efektif: Budesonide Inhalasi


• Tidak Efektif: Azithromycin, Doxycycline
Link: • Ongoing:
https://www.principletrial.org/ • Ivermectine
• Favipiravir
PRINCIPLE Trial: Inhalasi Budesonide
Hasil PRINCIPLE Trial
• Ide penelitian: banyak studi observasional yang mendapatkan bahwa pasien
COVID-19 dengan penyakit pernafasan jarang memerlukan perawatan di rumah
sakit  apakah disebabkan karena pemakaian glukokortikoid inhalasi?
• Populasi: pasien COVID-19 dewasa (> 18 tahun) yang menjalani isolasi mandiri
dengan gajala (batuk, demam, anosmia)
• Intervensi: Pulmicort Turbuhaler (400 µg/ inhalasi) (sehari dua kali pemakaian,
sekali pemakaian 2 kali inhalasi)
• Pembanding: Usual Care (UC)
• Hasil Inhalasi Budesonide vs UC (n= 139; 70 vs 69)
• Memerlukan perawatan emergensi atau rawat inap: (1% vs 14%) (difference in proportions
0.131, 95% CI 0.043 to 0.218; p=0.0040)
• Gejala persisten selama 14 dan 28 hari lebih sedikit terjadi pada kelompok yang menerima
Inhalasi Budesonide
• Pemulihan gejala lebih cepat terjadi pada kelompok yang menerima Inhalasi Budesonide
• Studi ini memiliki kriteria inklusi yang luas sehingga sangat relevan apabila
diimplementasikan pada masyarakat yang berada di negara berpenghasilan
menengah kebawah.
Ramakrishnan, S., Nicolau Jr, D. V., Langford, B., Mahdi, M., Jeffers, H., Mwasuku, C., ... & Bafadhel, M. (2021).
Inhaled budesonide in the treatment of early COVID-19 (STOIC): a phase 2, open-label, randomised controlled
trial. The Lancet Respiratory Medicine.
Terima kasih!

Anda mungkin juga menyukai