Anda di halaman 1dari 48

UJI KLINIK

Pengelompokan Herbal berdasarkan


riwayat tradisional & bukti
pendukungnya serta alur bila
memerlukan pelaksanaan uji klinik.

Reference : PerKBPOM no 13 tahun 2014.


Tentang Pedoman Uji Klinik
APA YANG Setiap penelitian pada subyek manusia yang
DIMAKSUD UJI
KLINIK OBAT ? bersifat eksperimental dan terencana untuk
menentukan pengobatan yang paling tepat
untuk penyakit tertentu

Syarat utama yang


harus dipenuhi Berkhasiat Aman
agar obat Bahan
Alam dapat Uji Farmakologi Uji Toksisitas
diregistrasi di
BPOM ?
TUJUAN UKOT
UJI KLINIK 1. Membuktikan manfaat obat tradisonal
OBAT sesuai indikasi yang diajukan
TRADISIONAL 2. Memastikan status keamanan pengunaan
obat tradisional pada manusia
3. Mengungkapkan data untuk mendorong
penemuan dan pengembangan obat baru
yang berasal dari bahan alam
KEKHUSUSAN UKOT
Ø Untuk OT yang sudah lama beredar luas di masyarakat & tidak menunjukan
efek samping yang merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat
langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding.

Ø Untuk OT yang belum digunakan secara luas harus melalui uji klinik
pendahuluan (fase I dan II) guna mengetahui tolerabilitas pasien terhadap
Obat tradisional tersebut.

Ø Berbeda dengan uji klinik obat modern, dosis yang digunakan umumnya
berdasarkan dosis empiris, tidak didasarkan dose-ranging study.
KESULITAN YANG DIHADAPI UJI KLINIK
OBAT TRADISIONAL (UKOT)

1. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk uji klinis.


2. Uji klinik hanya dapat dilakukan jika OT telah terbukti berkhasiat & aman pada uji pre-klinis.
3. Perlunya standarisasi bahan yang diuji.
4. Melakukan pembandingan secara tersamar dengan placebo atau obat standar. OT mempunyai
rasa atau bau khusus sehingga sulit untuk dibuat tersamar.
5. Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena hanya berdasarkan dosis empiris.
6. Kandungan kimia tanaman tergantung pada banyak factor.
7. Kekuatiran produsen akan hasil yang negative terutama bagi produk yang telah laku dipasaran.
PEDOMAN PELAKSANAAN UJI KLINIK

• Dalam rangka pengembangan obat tradisional ( Obat Bahan Alam


Indonesia) ke arah Fitofarmaka tersebut perlu adanya suatu pedoman.
• Hal ini diatur dalam Keputusan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 761/ MENKES/SK/IX/1992 tentang Pedoman
Fitofarmaka dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 56/MENKES/SK/I/2000 tentang Pedoman
Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional.
Lanjutan Pedoman pelaksanaan uji klinik

• Dasar pemikirannya adalah bahwa obat tradisional baik dalam bentuk


simplisia tunggal maupun ramuan sebagian besar penggunaan dan
kegunaannya masih berdasarkan pengalaman.
• Data yang meliputi kegunaan, dosis dan efek samping sebagian besar
belum didasarkan pada landasan ilmiah, karena penggunaan obat
traditional baru didasarkan kepada kepercayaan terhadap informasi
berdasarkan pengalaman.
Membuat Design Uji klinik yang berbobot perlu pendekatan Multidisiplin.
Metode Penelitian, Farmakologi Klinis, Pengetahuan Penyakit yang akan
diteliti dan pengelolaannya, Prinsip Statistik, serta dasar – dasar uji klinis.

CLINICAL TRIAL DESIGN ASPECTS


(Textbook Of Pharmaceutical Medicine : 240)
KAPAN PLASEBO DIPAKAI ?
Untuk dapat mengukur hasil terapeutik suatu obat baru dapat dilakukan pembandingan
dengan placebo atau obat standar.

OBAT STANDAR
Obat yang diakui sebagai yang terbaik pada waktu ini.

Pilihan antara menggunakan obat standar atau placebo atau keduanya tergantung
dari :
1. Penyakitnya
2. Obat yang sekarang digunakan
3. Relevansi Metode Penelitiannya
4. Tujuan Uji Klinik
TUJUAN PEMAKAIAN PLASEBO UNTUK MENCAPAI 3 HAL,
YAITU :
1. Membedakan efek suggestability, personality, attitude, anticipation, yang ada pada
penderita, dokter & peneliti
Bias ini akan menambah atau mengurangi efektivitas obat sebenarnya atau mengubah
persepsi efek samping, yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan obatnya sendiri.
2. Plasebo merupakan kontrol terhadap perubahan yang ditimbulkan oleh
penyakitnya sendiri dalam hubungannya dengan waktu.
Perjalanan penyakit keluhan memuncak. Lalu seringkali mereda secara alamiah
bisa dipersepsi sebagai efek penyembuhan obat.
3. Plasebo dapat mengurangi konklusi positif / negatif palsu
Plasebo diperlukan untuk menunjukan efektifitas. Sekali efektifitas suatu obat sudah
dibuktikan secara meyakinkan melalui plasebo (lebih dari 1x), maka studi lain tidak lagi
diharuskan lagi memakai placebo.
Reference : WHO TRS 1975 : Guidelines for Evaluation of Drugs in Man : 48
PLASEBO DIGUNAKAN DALAM SITUASI :

1. Jika tidak ada Obat standar yang diakui


2. Pengobatan standar yang ada ternyata memang tidak efektif, meragukan,
atau tidak terbukti
3. Obat yang akan diuji merupakan obat dengan mekanisme / cara
pemberian baru
4. Pengobatan standar tidak cocok sebagai pembanding (perbedaan cara
pemberian, dosis, dsb)
5. Respons hanya dapat diukur sebagai parameter subyektif
6. Reaksi placebo cukup besar (diare, influenza, sariawan, perdarahan
hidung, dsb)
KRITERIA PLASEBO TIDAK DAPAT DIPAKAI :

1. Tidak etis untuk tidak mengobati


pasien dengan obat aktif, jika ini
efektif. Misal pada Tuberkulosis.
2. Tidak praktis untuk membandingkan
cara pemberian IV dan Oral, kecuali
dapat digunakan double dummy
technique dengan baik.
3. Respon placebo sudah diketahui, dan
hendak menguji respon terhadap
berbagai dosis
PRINSIP UJI KLINIK YANG BAIK
1. Sesuai Deklarasi Helsinski
2. Resiko & ketidaknyamanan diperhitungkan
3. Hak, keamanan, kesejahteraan penting
4. Informasi produk memadai
5. Landasan ilmiah kuat protokol
6. Dilaksanakan – protokol, disetujui KE
7. Pelayanan & keputusan medik dr. / drg.
8. Individu yang terlibat memenuhi syarat
9. Informed consent tanpa tekanan
10. Semua data direkam, ditandatangani & disimpan
11. Kerahasiaan rekaman terjamin
12. Produk memenuhi CPOB
13. Sistem dengan prosedur yang menjamin mutu setiap aspek
TAHAP UJI KLINIK
• 1. Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dan tolerabilitas obat
tradisional
• 2. Fase II awal : dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas , tanpa pembanding
• 3. Fase II akhir : dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas dengan pembanding
• 4. Fase III : Uji klinik definitif
• 5. Fase IV : Pasca pemasaran , untuk mengetahui efek samping yang jarang atau yang lambat timbulnya
• Untuk obat tradisional yang telah beredar luas dan lama di pasaran dan
tidak menunjukkan efek samping yang merugikan setelah mengalami uji
praklinik dapat langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding (uji klinik
fase 3)

• Untuk obat tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui
uji klinik pendahuluan guna mengetahui tolerabilitas pasien terhadap obat
tradisional tersebut (fase 2, bila mungkin fase 1 dan 2)
• Obat diberikan pada manusia (sukarelawan sehat)
• Tujuan :
1. menentukan besarnya dosis tunggal yang dapat
diterima, artinya yang tidak menimbulkan efek
samping serius
2. Melihat efek samping dan toleransi obat
UJI KLINIK FASE I 3. Menilai hubungan dosis dan efek obat
4. Melihat sifat kinetik obat meliputi ADME

• Total jumlah subjek pada fase ini bervariasi antara 20-50


orang
.
• Studi pada manusia sakit dalam jumlah terbatas
• Tujuan : melihat kemungkinan efek terapetik dari
obat yang di ujikan
• Dilakukan secara terbuka tanpa kontrol ( Uncontrolled
trial )
• Pada fase II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan
secara terbuka karena masih merupakan penelitian
UJI KLINIK FASE II eksploratif
• Hasil uji klinik fase II belum dapat digunakan sebagai
bukti adanya kemanfaatan klinik
• Pada fase II ini tercakup juga penelitian dosis-efek untuk
menentukan dosis optimal yang akan digunakan
selanjutnya
• Jumlah subjek pada fase ini antara 100-200 penderita.
• Studi pada manusia yang sakit dengan populasi yang
besar

• Tujuan : memberikan kesimpulan yang definitif


mengenai ada atau tidaknya kemanfaatan klinik
obat.
• Diperlukan kontrol yang sudah terbukti khasiat dan
keamanannya (kontrol positif ) dan Plasebo (kontrol
UJI KLINIK FASE III negatif)
• Uji klinik fase III dilakukan pada sejumlah besar
penderita yang tidak terseleksi ketat dan dikerjakan oleh
orang-orang yang tidak terlalu ahli, sehingga menyerupai
keadaan sebenarnya dalam penggunaan sehari-hari
dimasyarakat.
• Pengujian dilakukan secara acak dan tersamar ganda.
• Post Marketing Drug Surveillance
• Tujuan : mengetahui efek samping
yang jarang dan serius pada
UJI KLINIK FASE IV populasi serta efek samping lain
yang tidak terdeteksi pada uji
klinik fase I, II dan III.
• Mencapai waktu 10 tahun atau lebih.
• (1) efek samping yang frekuensinya rendah
atau yang timbul setelah pemakaian obat
bertahun-tahun lamanya
PADA FASE IV INI • (2) efektifitas obat pada penderita berpenyakit
DAPAT DIAMATI : berat atau berpenyakit ganda, penderita anak
atau usia lanjut, atau setelah penggunaan
berulangkali dalam jangka panjang
• (3) masalah penggunaan berlebihan,
penyalahgunaan dan lain-lain.
SAINTIFIKASI
JAMU
• Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah
jamu melalui penelitian berbasis pelayanan
SAINTIFIKASI
kesehatan
JAMU
4 Pilar Observasi Klinik Jamu :
1. Ketersediaan informasi EBM
2. Ketersediaan sumber bahan baku
terstandarisasi
3. Adanya regulasi penggunaan TO dan OT
dalam pelayanan kesehatan
4. Upaya promosi kepada masyarakat &
stakeholder
TUJUAN
PENGATURAN a. Memberikan landasan ilmiah (evidence based)
SAINTIFIKASI JAMU p e n g g u n a a n j a mu s e c a r a e m p i r i s m e l a l u i
ADALAH penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
b. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau
dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai
§ Ruang lingkup saintifikasi jamu peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif,
diutamakan untuk upaya preventif, rehabilitatif dan paliatif melalui penggunaan jamu.
promotif, rehabilitatif dan paliatif. c. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif
terhadap pasien dengan penggunaan jamu.
• Saintifikasi jamu dalam rangka d. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman,
upaya kuratif hanya dapat memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah,
dilakukan atas permintaan tertulis dan dimanfaatkan secara luas baik untuk
pasien sebagai komplementer- pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas
alternatif setelah pasien pelayanan kesehatan.
memperoleh penjelasan yang
cukup
MENJAMIN KEAMANAN, MUTU, DAN MANFAAT (EFIKASI)
‘SAINTIFIKASI JAMU”
q Pemetaan Etnobotani-Medis
q Litbang Budidaya, Panen, Paska Panen Standarisasi mulai hulu sampai hilir
q Kajian tentang kebijakan & regulasi OT (Jamu)
q Litbang tentang keamanan, mutu & manfaat (efikasi jamu melalui uji klinik)
q Litbang aspek sosio-budaya jamu Body of knowledge Jamu

MENJAMIN KESINAMBUNGAN PENYEDIAAN BAHAN BAKU JAMU YANG


BERKUALITAS

1. Bekerjasama dengan Kementrian Pertanian & Kehutanan untuk standarisasi proses penyediaan
bahan baku (penanaman, panen, pengolahan paska panen).
2. Pendidikan & pelatihan kepada petani tentang penanaman, panen & pengolahan paska panen.
3. Pemberdayaan petani untuk menanam Tanaman Obat sebagai alternative peningkatan ekonomi
keluarga.
4. Pengembangan kelembagaan : Koperasi, Gapoktan, dan Klaster.
MENJAMIN AKSES MASYARAKAT TERHADAP
JAMU YANG BERMUTU, BERKHASIAT DAN AMAN

Ø Pengembangan klinik saintifikasi jamu di Puskesmas & RS (pemerintah & swasta)


Ø Pengembangan TOGA di tingkat rumah tangga untuk pertolongan pertama (self
medication) pada penyakit ringan (common diseases) dan pemeliharaan kesehatan
Ø Pembinaan produsen jamu tentang Cara Pembuatan Jamu yang Baik (GMP)

MENDORONG PENGGUNAAN OT (JAMU) YANG RASIONAL


• Mewajibkan “provider” menggunakan “jamu” yang berkualitas
• Penyusunan Vademecum Herbal & Formularium Jamu
• Diklat kepada dokter spesialis, dokter umum, dokter puskesmas, tentang pelayanan OT
(jamu)
• Pelatihan Battra & Masyarakat tentang penggunaan jamu, khususnya promotif, preventif,
kuratif sederhana
JUMLAH BAHAN
AGAR JAMU YANG
BERKHASIAT : DIGUNAKAN

1. Tepat ukuran (dosis) § Ada 80 tanaman obat


2. Tepat waktu penggunaan yang telah digunakan
3. Tepat cara penggunaan dalam klinik saintifikasi
4. Tepat pemilihan bahan / jamu
ramuan § Jumlah spesies tanaman
5. Tepat telaah informasi yang di indikasikan
6. Sesuai dengan indikasi berkhasiat obat ada ±
penyakit tertentu 30.000 spesies tanaman
obat
KESESUAIAN
PENDEKATAN PENDEKATAN
BAHAN PENYUSUN EMPIRIS
KHEMOTAKSONOMI RAMUAN DENGAN
INDIKASI

Berbagai spesies dalam satu Tercantum dalam literatur


family memiliki kemungkinan tradisional seperti Serat
kandungan kimia yang mirip PENDEKATAN Centini, Jamu Pusaka Keraton,
strukturnya. Contoh Cabe Puyang warisan Nenek
Kurkuminoid pada HOLISTIK Moyang
Zingiberaceae; Alkoloid
Tropan pada Solanaceae

Bahan aktif utama, bahan aktif pendukung khasiat, bahan


pensuspensi, stabilisator, corrigen saporis, corrigen odoris,
corrigen coloris.
FORMULASI DAN KESESUAIAN
BAHAN BERBAHAYA BAHAN PENYUSUN
HARUS DIHINDARI KEAMANAN
RAMUAN DENGAN
ATAU HATI – HATI RAMUAN INDIKASI

Kandungan aktif KONTRAINDIKASI Pendekatan empiris,


berefek keras, dosis khemotaksonomi &
terapi dekat dengan HARUS DIHINDARI holistic, serta studi
dosis toksis literatur

Kontraindikasi dalam satu bahan tunggal atau


campuran. Contoh Kelembak (antrakinon rhein
untuk melancarkan BAB) dengan Secang
(tannin untuk antidiare)
RUANG LINGKUP BAHAN
BAKU JAMU

1. SIMPLISIA
§ Tumbuhan : Kumis kucing, Jahe, Camomile, Kayu manis
§ Hewan : Kuda laut, Tangkur Buaya, Empedu Ular
§ Mineral : Belerang, Kapur Sirih, Emas
2. EKSTRAK (Sari tanaman yang masih kasar)
3. EKSTRAK TERPURIFIKASI (Fraksi Flavonoid, Kurkuminoid,
Minyak Atsiri, VCO).
4. ISOLAT AKTIF (Kafein, Piperin, Kurkumin, Rutin, Eugenol)
KRITERIA BAHAN JAMU
1. RAMUAN 3. RAMUAN SEDERHANA VS KOMPLEKS.
• Ramuan Simplisia Umum Ø Sederhana (Maksimal 5)
• Ramuan Serbuk Seduhan § Kunyit – Asam; Beras – Kencur
• Ramuan Ekstrak Industri § Babakan – Pule; Cabe – Puyang
§ Sinom, Paitan, dll.
2. PROMOTIF DAN PREVENTIF Ø Kompleks (Lebih dari 5)
• Immunostimulan § Tolak Angin; Sehat Pria (Sidomuncul),
• Antioksidan dll
• Hepatoprotektor § Singkir Angin; Pria Sehat (Nyonya
• Sehat / Bugar / Awet Muda / Awet Ayu Meneer), dll
• Anti masuk angina, kembung, § Galian Singset
antiflatulent
• Stamina
• Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk
saintifikasi jamu dapat diselenggarakan oleh Pemerintah
atau Swasta.
• Fasilitas pelayanan kesehatan meliputi:
a. Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan
FASILITAS Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan.
PELAYANAN
KESEHATAN b. Klinik Jamu.
c. Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan
Tradisional (SP3T).
d. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM)/Loka
Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM).
e. Rumah Sakit yang ditetapkan.
• Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT)
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan ditetapkan sebagai Klinik
Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan berdasarkan
Peraturan Menteri ini dan mengikuti ketentuan
persyaratan Klinik Jamu Tipe A.

Klinik Jamu terdiri dari :


• a. Klinik Jamu Tipe A
• b. Klinik Jamu Tipe B
• a. Ketenagaan yang meliputi :

KLINIK JAMU
TIPE A 1) Dokter sebagai penanggung jawab
HARUS 2) Asisten Apoteker
MEMENUHI
PERSYARATAN: 3) Tenaga kesehatan komplementer alternatif lainnya
sesuai kebutuhan
4) Diploma (D3) pengobat tradisional dan/atau
pengobat tradisional ramuan yang tergabung dalam
Asosiasi Pengobat Tradisional yang diakui Departemen
Kesehatan,
5) Tenaga administrasi.
b. Sarana yang meliputi: 1) Peralatan medis , 2)
Peralatan jamu, 3) Memiliki ruangan :
KLINIK JAMU a) Ruang tunggu.
TIPE A
b) Ruang pendaftaran dan rekam medis (medical
HARUS record).
MEMENUHI
PERSYARATAN: c) Ruang konsultasi/pelaksanaan penelitian.
d) Ruang pemeriksaan/tindakan.
e) Ruang peracikan jamu.
f) Ruang penyimpanan jamu.
g) Ruang diskusi.
h) Ruang laboratorium sederhana.
i) Ruang apotek jamu.
• a. Ketenagaan yang meliputi :

KLINIK JAMU
TIPE B 1) Dokter sebagai penanggung jawab ,
HARUS
2) Tenaga kesehatan komplementer alternatif
MEMENUHI
PERSYARATAN lainnya sesuai kebutuhan.,
3) Diploma (D3)pengobat tradisional dan/atau
pengobat tradisional ramuan yang tergabung
dalam Asosiasi Pengobat Tradisional yang diakui
Departemen Kesehatan.,
4) Tenaga administrasi.
b. Sarana yang meliputi:

KLINIK JAMU
TIPE B 1) Peralatan medis.
HARUS
2) Peralatan jamu.
MEMENUHI
PERSYARATAN 3) Memiliki ruangan :
a) Ruang tunggu dan pendaftaran.
b) Ruang konsultasi,
pemeriksaan/tindakan/penelitian dan rekam
medis (medical record).
c) Ruang peracikan jamu.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai