Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, ISTN, Jl. Moh Kahfi II, Bhumi Srengseng Indah, Srengseng Sawah,
Jagakarsa, Jakarta Selatan, 12640, Indonesia
E-mail : ardiansurya93@gmail.com
ABSTRAK
Ciplukan (Physalis angulata L.) merupakan terna semusim yang banyak ditemukan tumbuh liar di lapangan yang tidak berair, di kebun-
kebun, di semak-semak, dan di tepi-tepi jalan. Berdasarkan data empiris akar dari ciplukan dapat digunakan untuk mengobati cacingan.
Sehingga dilakukan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas anthelmintik menggunakan ekstrak etanol 96% daun ciplukan pada
konsentrasi 7,5%, 15%, dan 30%, dengan pirantel pamoat sebagai kontrol positif dan NaCl 0,9% sebagai kontrol negatif dengan metode
uji anthelmimtik secara in vitro. Hasil dari penelitian menunjukan konsentrasi 7,5%, 15%, dan 30% memiliki aktivitas anthelmintik
setelah dianalisis secara statistik, dengan nilai LC50 10,31% dan LT50 33 jam 22 menit 51 detik.
ABSTARCT
Ciplukan (Physalis angulata L.) has a seasonal plants that is commonly founded growing wild in fields that are not runny, in gardens, in
bushes, and on the roadsides. Based on empirical data the roots of ciplukan has been used to treat intestinal worms. This study aims to
determine the anthelmintic activity of ethanol 96% extract of ciplukan leaves at several concentrations 7.5%, 15%, and 30%, with pirantel
pamoat as a positive control and 0.9% NaCl as a negative control with method in vitro anthelmintic test. The results of the study have
showed that concentration of 7.5%, 15%, and 30% has anthelmintic activity after being statistically analyzed, with LC 50 values of 10.31%
and LT50 33 hours 22 minutes 51 seconds.
PENDAHULUAN
Ciplukan (Physalis angulata L.) merupakan terna semusim yang banyak ditemukan tumbuh liar di lapangan yang tidak berair, di
kebun-kebun, di semak-semak, dan di tepi-tepi jalan (Heyne, 1987). Menurut Heyne (1987) dikatakan akar dari ciplukan dapat digunakan
untuk mengobati cacingan. Beberapa penelitian sebelumnya juga menyebutkan khasiat tanaman ciplukan sebagai anti kanker (Anh HLT et
al., 2018) dan antiparasit (Meira CS et al., 2015). Berdasarkan hasil penapisan fitokimia pada penelitian sebelumnya daun ciplukan
dikatakan mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, steroid, tannin, saponin (Rohyani, Aryanti, & Suripto, 2015) yang dimana senyawa-
senyawa tersebut memiliki mekanisme kerja anthelmintik (Robiyanto, Kusuma, & Untari, 2018) golongan vermifuga dengan cara
melumpuhkan cacing di dalam usus lalu megeluarkannya dari tubuh (Pohan HT, 2006).
Cacingan dalam istilah lain disebut askariasis merupakan penyakit endemik dan kronik yang diakibatkan oleh investasi cacing
parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan tubuh manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi
gizi dan kesehatan. Pengobatan cacingan biasa dilakukan dengan pemberian obat-obat anthelmintik sintetik yang ada di pasaran.
Pemberian obat-obatan anthelmintik yang disarankan menurut menurut WHO seperti albendazole, levamisole, dan pirantel
pamoat sebagai obat anthelmintik (Noviastuti AR 2015). Kebanyakan dari obat-obat anthelmintik yang digunakan merupakan sintetik
bahan kimia, penggunaan obat ini dapat menimbulkan gangguan saluran pencernaan (mual, muntah, serta diare) dan juga reaksi alergi
(Universitas Gadjah Mada, 2016), serta terjadinya penurunan efektivitas obat hingga terjadinya resistensi (Noviastuti AR 2015).
Melihat dari efek samping yang ada dari obat-obatan anthelmintik sintetik serta khasiat empiris dari tanaman ciplukan sebagai
anthelmintik yang belum dibuktikan secara ilmiah, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya aktivitas anthelmintik secara
in vitro pada ekstrak daun ciplukan yang diekstrak dengan metode maserasi, menggunakan pelarut etanol 96%, dengan tiga konsentrasi
larutan yaitu 7.5%, 15%, dan 30%.
Penelitian ini menggunakan metode uji anthelmintik secara in vitro yaitu pengujian dalam cawan petri yang dilakukan di luar
tubuh mahluk hidup dan menggunakan media buatan yang sesuai dengan lingkungan hidup cacing (Ekawasti et al. 2017). Cacing
Ascaridia galii dipilih sebagai objek penelitian, Ascaridia galii dipilih karena kemiripan morfologi dengan Ascaris lumbricoides yang
sering ditemukan dalam kasus cacingan pada manusia dan juga karena sulitnya mendapatkan cacing Ascaris lumbricoides. Cacing betina
dipilih dikarenakan berukuran lebih besar, lebih kuat, dan lebih aktif daripada cacing jantan (Rahman, & Manaf, 2014). Pirantel pamoat
dipilih sebagai kontrol positif karena kemiripan mekanisme kerjanya dengan senyawa metabolit sekunder yang ada pada daun ciplukan
yaitu golongan anthelmintik vermifuga dalam kelompok anthelmintik dengan mekanisme kerja menimbulkan kondisi narkosis (tidak
sadar), paralisis (lumpuh) atau kematian cacing (Siswandono, & Soekarjo, 2000), sedangkan sebagai larutan kontrol negatif digunakan
larutan fisiologis NaCl 0.9%.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daun ciplukan (Physalis angulata L.) yang diperoleh dari pekarangan di daerah
Citerrup Bogor. Hewan uji yang digunakan yaitu cacing Ascaridia galli yang diperoleh dari pasar Tradisional Pasar Minggu Jakarta,
pirantel pamoat sebagai kontrol positif dan NaCl sebagai kontrol negatif.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Alumunium foil, cawan petri, batang pengaduk kaca, pinset anatomis, tabung reaksi
(Pyrex), gelas ukur (Pyrex), labu ukur (Pyrex), bunsen, toples untuk menyimpan cacing, cawan porselin, gelas piala(Pyrex), kain flannel,
termometer, toples maeserasi, blender (1-rte), rotary evaporator (Buchi), timbangan analitik, waterbath (Memmert), inkubator
(Modifikasi).
Tahapan Penelitian
1. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman ciplukan dilakukan di Herbarium Bogoriense LIPI – Cibinong, Bogor.
7. Analisis Data
Data waktu kematian cacing hasil penelitian diolah dengan analisis probit untuk mengetahui LC50 dan LT50 (Rianto, Astuti, &
Prihatiningrum, 2016). Analisis statistik dilakukan menggunakan program SPSS. Untuk mengetahui normalitas distribusi data
dilakukan uji Saphiro Wilk dan uji Levene dilakukan untuk melihat homogenitas varian data. Jika data yang diperoleh berdistribusi
normal dan homogen, maka dapat dilakukan analisis statisk dengan metode uji Anova untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan
bermakna antar kelompok perlakuan, apabila terdapat perbedaan bermakna dapat dilanjutkan dengan uji BNT (beda nyata terkecil).
Apabila data yang diperoleh tidak berdistribusi dengan norman dan homogen maka dapat dilakukan uji Kruskal wallis apabila
terdapat perbedaan bermakna dapat dilanjutkan dengan uji Mann whitney (Trini S, 2017).
Berdasarkan Tabel 1. hasil penapisan fitokimia serbuk dan ekstrak etanol daun ciplukan yang didapatkan yaitu mengandung
senyawa flavonoid, tanin, saponin, dan triterpenoid.
Data kematian kumulatif yang diperoleh dari hasil uji anthelmintik ekstrak etanol daun ciplukan dapat dilihat pada Tabel 2.
Waktu Waktu
Ke Konsentrasi (%) kontrol Ke Konsentrasi (%) kontrol
(Jam) (Jam)
7.5 15 30 (+) (-) 7.5 15 30 (+) (-)
1 0 0 0 0 0 32 5 14 0
2 0 0 0 0 0 33 5 15 0
3 0 0 0 0 0 34 7 0
4 0 0 0 0 0 35 7 0
5 0 0 0 0 0 36 8 0
6 0 0 0 0 0 37 10 0
7 0 0 0 0 0 38 12 0
8 0 0 0 0 0 39 12 0
9 0 0 0 0 0 40 13 0
10 0 0 0 6 0 41 13 1
11 0 0 0 6 0 42 15 1
12 0 0 0 9 0 43 1
13 0 0 0 9 0 44 1
14 0 0 0 10 0 45 2
15 0 0 0 10 0 46 2
16 0 0 0 11 0 47 2
17 0 0 0 11 0 48 2
18 0 0 0 12 0 49 2
19 0 0 4 12 0 50 5
20 0 0 6 15 0 51 6
21 0 0 6 0 52 7
22 0 5 8 0 53 7
23 0 5 11 0 54 8
24 0 8 13 0 55 9
25 0 8 13 0 56 9
26 0 8 13 0 57 10
27 0 8 13 0 58 12
28 2 10 13 0 59 12
29 4 10 15 0 60 13
30 5 13 0 61 14
31 5 14 0 62 15
Hasil rata-rata waktu kematian dari uji anthelmintik ekstrak etanol daun ciplukan dapat dilihat pada Gambar 1. berikut:
61:20:00
konsentrasi 7,5%
39:40:00 konsentrasi 15%
Waktu
Perlakuan
Tabel 3. Data Kumulatif Cacing yang Mati dalam Ekstrak Daun Ciplukan Pada Jam Ke 29
Nilai LC50 diperoleh dengan data data kumulatif cacing yang mati dalam ekstrak daun ciplukan dianalisis dengan metode
analisis probit menggunakan program microsoft excel dengan membuat grafik persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit dengan
log konsentrasi. Nilai LC50 dapat dihitung dengan persamaan garis tersebut dengan memasukan 5 (probit 50% kematian hewan uji)
sebagai y sehingga dihasilkan x sebagai nilai log konsentrasi.
10
y = 7,2159x - 2,3124
8
R² = 0,9188
6
probit
Probit
4
Linear
2 (probit)
0
0 0,5 log konsentrasi
1 1,5 2
Dari grafik diatas diperoleh persamaan garis y= 7,2159x - 2,3124 dengan R= 0,9188. Apabila nilai R yang didapat semakin
mendekati 1 maka dapat dikatakan korelasi antara log konsentrasi dan probit persentase kematian saling mempengaruhi satu sama lain.
Grafik tersebut menunjukan hubungan antara log konsentrasi terhadap nilai probit yang didapat dari nilai persentase kematian cacing
dengan nilai R=0,9188 yaitu korelasi keduanya sangat kuat (Sarwono J, 2006). Berikut adalah perhitungan LC 50 menggunakan Microsoft
Excel :
y = 7,2159x - 2,3124
y=5 (dari probit kematian 50%)
5= 7,2159x - 2,3124
7,3124 = 7,2159x
x=1,0134
LC50= antilog x = antilog 1,0134 = 10,31%
Berdasarkan perhitungan menunjukan LC50 dari ekstrak daun ciplukan adalah 10,31%. Dari hasil LC 50 tersebut dapat
dilakukan perhitungan LT50 dengan mengambil data yang mendekati LC50 yaitu pada konsentrasi 7,5% dimana data tersebut disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Log Waktu Kematian Cacing dalam Esktrak Daun Ciplukan pada konsentrasi 7,5%
10
8 y = 17,486x - 21,64
R² = 0,7114
6
probit
Probit
4
Linear (probit)
2
0
1,4 1,45 1,5 1,55 1,6 1,65
Log Waktu
Berdasarkan grafik persamaan garis lurus, maka dapat diperoleh persamaan garis y= 17,486x - 21,64 dengan R= 0,7144.
Apabila nilai R yang didapat semakin mendekati 1 maka dapat dikatakan korelasi antara log waktu dan probit persentase kematian saling
mempengaruhi satu sama lain. Grafik tersebut menunjukan hubungan antara log waktu terhadap nilai probit yang didapat dari nilai
persentase kematian cacing dengan nilai R=0,7114 yaitu korelasi keduanya kuat (Sarwono J, 2006). Berikut adalah perhitungan LT50
menggunakan Microsoft Excel :
y = 17,486x - 21,64
5= 17,486x - 21,64
26,64 = 17,486
X= 1,5235
LT50= antilog x = antilog 1,5235 = 33,3810 = 33:22:51
Berdasarkan perhitungan menunjukan LT 50 dari ekstrak daun ciplukan adalah 33 jam 22 menit 51 detik.
Selanjutnya untuk melihat perbandingan antara LT 50 ekstrak daun ciplukan dengan LT 50 kontrol postif pirantel pamoat,
terlebih dahulu perlu dihitung nilai LT 50 dari pirantel pamoat dengan cara memasukan data kumulatif kematian cacing dalam larutan
pirantel pamoat yang disajikan dalam Tabel 4.8.
10
8
y = 7,8296x - 3,447
Probit 6 R² = 0,5231
Probit
4 Linear (Probit)
2
0,9 1,1 1,3 1,5
Log Waktu
Berdasarkan grafik persamaan garis lurus, maka dapat diperoleh persamaan garis y= 7,8296x - 3,447 dengan R= 0,5231. Apabila
nilai R yang didapat semakin mendekati 1 maka dapat dikatakan korelasi antara log waktu dan probit persentase kematian saling
mempengaruhi satu sama lain. Grafik tersebut menunjukan hubungan antara log waktu terhadap nilai probit yang didapat dari nilai
persentase kematian cacing dengan nilai R=0,5231 yaitu korelasi keduanya sedang (Sarwono J, 2006). Berikut adalah perhitungan LT50
menggunakan Microsoft Excel :
y = 7,8296x - 3,447
5= 7,8296x - 3,447
8,447 = 7,8296x
x= 1,0788
LT50= antilog x = antilog 1,0788 = 11,9894 = 11:59:21
Berdasarkan perhitungan menunjukan LT 50 dari larutan pirantel pamoat 0,5% adalah 11 jam 59 menit 21 detik.
33:22:51
Waktu
11:59:21
Perlakuan
Gambar 4. Grafik Perbandingan LT50 Ekstrak daun Ciplukan dan Pirantel Pamoat
Berdasarkan grafik perbandingan Lethal Time antara ekstrak daun ciplukan dengan pirantel pamoat, dapat dilihat bahwa pirantel
pamoat lebih cepat aktivitasnya dalam mematikan cacing dibanding ekstrak daun ciplukan. Hal ini menegaskan pirantel pamoat sebagai
obat yang dianjurkan untuk askariasis (Noviastuti AR 2015).
Hasil dari analisis secara statistik menunjukan hasil yang berbeda bermakna dengan nilai Asymp. Sig. p<0,05 untuk semua
kelompok perlakuan, hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 6.
Keterangan =
P1 = Perlakuan Konsentrasi 7,5%
P2 = Perlakuan Konsentrasi 15%
P3 = Perlakuan Konsentrasi 30%
P4 = Perlakuan Kontrol Positif
P5 = Perlakuan Kontrol Negatif
BB = Terdapat Perbedaan Bermakna
TB = Tidak Terdapat Perbedaan Bermakna
Dari tabel tersebut dapat dilihat untuk perlakuan ekstrak daun ciplukan konsentrasi 7,5%, 15%, dan 30% setelah dianalisis secara
statistik memiliki perbedaan bermakna dengan perlakuan kontrol negatif sehingga dapat disimpulkan ekstrak etanol daun ciplukan
konsentrasi 7,5%, 15%, dan 30% memiliki aktivitas anthelmintik karena memiliki perbedaan bermakna waktu kematian dengan perlakuan
kontrol negatif.
Aktivitas anthelmintik ekstrak daun ciplukan diduga berasal dari metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya seperti
flavonoid, saponin, triterpenoid, dan tanin. Senyawa flavonoid diduga dapat mendenaturasi protein dalam jaringan cacing sehingga
menyebabkan kematian pada cacing dan dapat mendegradasi neuron pada tubuh cacing sehingga menyebabkan kematian. Saponin bekerja
sebagai inhibitor enzim asetilkolinesterase sehingga cacing mengalami paralisis otot dan berujung kematian. Tanin dapat merusak
membran tubuh cacing dan menghambat kerja enzim serta proses metabolisme pencernaan pada cacing sehingga cacing akan kekurangan
nutrisi dan menyebabkan kematian. (Robiyanto, Kusuma, & Untari, 2018), Triterpenoid dapat berinteraksi dengan protein membran yang
menyebabkan kebocoran isi sel (Hanifah SW, 2010).
KESIMPULAN
Ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L) konsentrasi 7,5%, 15%, dan 30% memiliki aktivitas anthelmintik terhadap
cacing Ascaridia galli secara in vitro. Didapat nilai Lethal Concentration 50 (LC50) 10,31% dan Lethal Time (LT50) 33 jam 22 menit 51
detik.
DAFTAR PUSTAKA
Anh HLT et al. (2018). Phytochemical Constituents And Cytotoxic Activity Of Physalis Angulata L. Growing In Vietnam.
Phytochemistry Letters No 27.
Ekawasti, Suhardono, Sawitri, Dewi, Wardhana, Martindah. (2017). Media Penyimpanan Telur, Larva dan Cacing Nematoda sebagai
Media Uji In Vitro. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2017. Balai Besar Penelitian Veteriner
Bogor.
Hanifah SW. (2010). Aktivitas Anthelmintik Ekstrak Daun Jarak Pagar (Jatropa curcas L.) Terhadap Cacing Pita Dan Ascaridia galli.
Institut Pertanian Bogor. Hal 41.
Heyne K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Terj. Libang Kehutanan. Cetakan I. Koperasi karyawan Departemen Kehutanan
Jakarta Pusat. Hal 1706.
Meira CS et al. (2015). In vitro and in vivo antiparasitic activity of Physalis angulata L. concentrated ethanolic extract against
Trypanosoma cruzi. Phytomedicine.
Noviastuti AR. (2015). Infeksi Soil Transmitted Helminths. Fakultas kedokteran, Universitas Lampung. Majority. Volume 4 No 8. Hal
108.
Pohan H.T. (2006). Penyakit Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Hal 1786.
Rahman, & Manaf, (2014). Description on The Morphology of Some Nematodes of The Malaysian Domestic Chicken (Gallus
domesticus) Using Scaning Electron Microscopy. Malaysian Journal of VeterinaryResearch, Vol. 5, No 1, Hal 41.
Rianto, Astuti, Prihatiningrum. (2016). Uji Efektivitas Daya Anthelmintik Ekstrak Biji Mentimun (Cucumis sativum, L) Terhadap Cacing
Ascaridia galli secara In Vitro. Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal. Volume 1 No. 1. Hal. 78.
Robiyanto, Kusuma, Untari, (2018). Potensi Anthelmintik Ekstrak Etanol Daun Mangga Arumanis (Mangifera indica L.) Pada Cacing
Ascaridia galli dan Raillietina tetragona. Pharmaceutical Science and Research Vol 5. Hal 87.
Rohyani, Aryanti, Suripto, (2015). Kandungan fitokimia beberapa jenis tumbuhan lokal yang sering dimanfaatkan sebagai bahan baku
obat di pulau Lombok. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon Volume 1 No 2. Hal 389.
Sari GNF. (2018). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Herba Ciplukan (Physalis Angulata) Terhadap DPPH (1,1-Difenil-2-
Pikrilhidrazil). Prosiding Seminar Nasional Unimus. Volume 1. Hal 99.
Sarwono J. (2006). Metode Penelitian Kantitatif & Kualitatif. Graha Ilmu. Yogyakarta. Hal 150.
Siswandono, & Soekarjo. (2000). Kimia Medisinal 2. Surabaya: Airlangga University Press. Hal 37.
Trini S. (2017). Uji Aktivitas Anthelmintik Ekstrak Etanol Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) Terhadap Cacing Paramphistomum
sp. Secara In Vitro. Universitas Hasanuddin Makassar. Hal 13.
Universitas Gadjah Mada. (2016) Dalam : https://ugm.ac.id/id/berita/11243-mengkudu.berpotensi.mengobati.toksokariasis. Diakses pada
10 Agustus 2018.