Klause dan Kennel (1983): Interaksi orang tua dan bayi secara nyata, baik fisik, emosi, maupun sensori pada beberapa menit dan jam pertama segera bayi setelah lahir. Nelson (1986), bounding: dimulainya Interaksi emosi sensorik fisik antara orang tua dan bayi segera setelah lahir, attachment: ikatan yang terjalin antara individu yang meliputi pencurahan perhatian; yaitu hubungan emosi dan fisik yang akrab. Saxton dan Pelikan (1996), bounding: adalah suatu langkah untuk mengunkapkan perasaan afeksi (kasih sayang) oleh ibu kepada bayinya segera setelah lahir; attachment: adalah interaksi antara ibu dan bayi secara spesifik sepanjang waktu. Bennet dan Brown (1999), bounding: terjadinya hubungan antara orang tua dan bayi sejak awal kehidupan, attachment: pencurahan kasih sayang di antara individu. Brozeton (dalam Bobak, 1995): permulaan saling mengikat antara orang-orang seperti antara orang tua dan anak pada pertemuan pertama. Parmi (2000): suatu usaha untuk memberikan kasih sayang dan suatu proses yang saling merespon antara orang tua dan bayi lahir. Perry (2002), bounding: proses pembentukan attachment atau membangun ikatan; attachment: suatu ikatan khusus yang dikarakteristikkan dengan kualitas-kualitas yang terbentuk dalam hubungan orang tua dan bayi. Harfiah, bounding: ikatan; attachment: sentuhan 2. Tahap-Tahap Bounding Attachment a. Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata, menyentuh, erbicara, dan mengeksplorasi segera setelah mengenal bayinya. b. Bounding (keterikatan) c. Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan individu lain.
Menurut Klaus, Kenell (1982), bagian penting dari ikatan ialah
perkenalan. 3. Elemen-Elemen Bounding Attachment a. Sentuhan-sentuhan, atau indera peraba, dipakai secara ekstensif oleh orang tua dan pengasuh lain sebagai suatu sarana untuk mengenali Bayi Baru Lahir dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jarinya. b. Kontak mata – Ketika bayi baru lahir mampu secara fungsional mempertahankan kontak mata, orang tua dan bayi akan menggunakan lebih banyak waktu untuk saling memandang. Beberapa ibu mengatakan, dengan melakukan kontak mata mereka merasa lebih dekat dengan bayinya (Klaus, Kennell, 1982). c. Suara – Saling mendengar dan merespon suara antara orangtua dan bayinya juga penting. Orangtua menunggu tangisan pertama bayinya dengan tegang. d. Aroma – Ibu mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma yang unik (Porter, Cernoch, Perry, 1983). Sedangkan bayi belajar dengan cepat untuk membedakan aroma susu ibunya (Stainto, 1985). e. Entrainment – Bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraan orang dewasa. Mereka menggoyang tangan, mengangkat kepala, menendang-nendangkan kaki, seperti sedang berdansa mengikuti nada suara orang tuanya. Entrainment terjadi saat anak mulai berbicara. Irama ini berfungsi memberi umpan balik positif kepada orangtua dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang positif. f. Bioritme – Anak yang belum lahir atau baru lahir dapat dikatakan senada dengan ritme alamiah ibunya. Untuk itu, salah satu tugas bayi baru lahir ialah membentuk ritme personal (bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberi kasih sayang konsisten dan dengan memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan perilaku yang responsif. Hal ini dapat meningkatkan interaksi dan kesempatan bayi untuk belajar. g. Kontak dini – Saat ini , tidak ada bukti-bukti alamiah yang menunjukkan bahwa kontak dini setelah lahir merupakan hal yang penting untuk hubungan orang tua – anak Namun menurut Klaus, Kennel (1982), ada beberapa keuntungan fisiologis yang dapat diperoleh dari kontak dini : a. Kadar oksitosin dan prolaktin meningkat. b. Reflek menghisap dilakukan dini. c. Pembentukkan kekebalan aktif dimulai. d. Mempercepat proses ikatan antara orang tua dan anak (body warmth (kehangatan tubuh); waktu pemberian kasih sayang; stimulasi hormonal). 4. Prinsip-Prinsip dan Upaya Meningkatkan Bounding Attachment a. Dilakukan segera (menit pertama jam pertama). b. Sentuhan oramh tua pertama kali. c. Adanya ikatan yang baik dan sistematis berupa kedekatan orang tua ke anak. d. Kesehatan emosional orang tua. e. Terlibat pemberian dukungan dalam proses persalinan. f. Persiapan PNC sebelumnya. g. Adaptasi. h. Tingkat kemampuan, komunikasi dan keterampilan untuk merawat anak. i. Kontak sedini mungkin sehingga dapat membantu dalam memberi kehangatan pada bayi, menurunkan rasa sakit ibu, serta memberi rasa nyaman. j. Fasilitas untuk kontak lebih lama. k. Penekanan pada hal-hal positif. l. Perawat maternitas khusus (bidan). m. Libatkan anggota keluarga lainnya/ dukungan sosial dari keluarga, teman dan pasangan. n. informasi bertahap mengenai bonding atachment. 5. Keuntungan Bounding Attachment a. Bayi merasa dicintai, diperhatikan, mempercayai, menumbuhkan sikap sosial. b. Bayi merasa aman, berani mengadakan eksplorasi.
6. Hambatan Bounding Attachment
a. Kurangnya support sistem. b. Ibu dengan resiko (ibu sakit). c. Bayi dengan resiko (bayi prematur, bayi sakit, bayi dengan cacat fisik). d. Kehadiran bayi yang tidak diinginkan. INISIASI MENYUSU DINI (IMD)
1. PENGERTIAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD)
Arti ‘inisiasi menyusu dini (Early initiation) adalah permulaan kegiatan menyusu dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Inisiasi dini juga bisa diartikan sebagai cara bayi menyusu satu jam pertama setelah lahir dengan usaha sendiri dengan kata lain menyusu bukan disusui. Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini ini dinamakan The Breast Crawl atau merangkak mencari payudara (Roesli Utami, 2008). Inisiasi menyusu dini yaitu bayi yang baru lahir, setelah tali pusat dipotong, di bersihkan agar tidak terlalu basah dengan cairan dan segera diletakkan diatas perut atau dada ibu, biarkan minimal 30 menit sampai 1 jam, bayi akan merangkak sendiri mencari puting ibu untuk menyusu (Rulina, 2007:1). Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah perilaku pencarian puting payudara ibu sesaat setelah bayi lahir (Dwi Sunar Prasetyono, 2009). 2. MANFAAT INISIASI MENYUSU DINI a. Mencegah hipotermia karena dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. b. Bayi dan ibu menjadi lebih tenang, tidak stres, pernapasan dan detak jantung lebih stabil, dikarenakan oleh kontak antara kulit ibu dan bayi. c. Imunisasi Dini. Mengecap dan menjilati permukaan kulit ibu sebelum mulai mengisap puting adalah cara alami bayi mengumpulkan bakteri-bakteri baik yang ia perlukan untuk membangun sistem kekebalan tubuhnya. d. Mempererat hubungan ikatan ibu dan anak (Bonding Atthacment) karena 1 – 2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama. f. Makanan non-ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia, misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhsn fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal. g. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui ekslusif dan akan lebih lama disusui. h. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi diputing susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin. i. Bayi mendapatkan ASI kolostrum-ASI yang pertama kali keluar. Cairan emas ini kadang juga dinamakan the gift of life. Bayi yang diberi kesempatan inisiasi menyusu dini lebih dulu mendapatkan kolostrum daripada yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum, ASI istimewa yang kaya akan daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi , penting untuk pertumbuhan usus, bahkan kelangsungan hidup bayi,. Kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi dinding usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan dinding usus ini. j. Ibu dan ayah akan sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam kondisi seperti ini. Bahkan, ayah mendapat kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya. Suatu pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah. (Roesli Utami, 2008:13-14). k. Meningkatkan angka keselamatan hidup bayi di usia 28 hari pertama kehidupannya (Ghana, 2004). l. Perkembangan psikomotorik lebih cepat. m. Menunjang perkembangan koknitif n. Mencegah perdarahan pada ibu o. Mengurangi risiko terkena kanker payudara dan ovarium. (Dewi Cendika & Indarwati, 2010) 3. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG INISIASI MENYUSU DINI a. Kesiapan fisik dan psikologi ibu yang sudah dipersiapkan sejak awal kehamilan b. Informasi yang diperoleh ibu mengenai Inisiasi menyusu dini c. Tempat bersalin dan tenaga kesehatan.
4. INISIASI MENYUSU DINI YANG KURANG TEPAT a. Saat ini, umumnya praktek inisiasi menyusu seperti berikut : b. Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi dengan kain kering. c. Bayi segera dikeringkan dengan kain kering. Tali pusat di potong, lalu diikat. d. Karena takut kedinginan, bayi dibungkus atau digedong dengan selimut bayi. e. Dalam keadaan digedong, bayi diletakkan di dada ibu (tidak terjadi kontak dengan kulit ibu). Bayi dibiarkan di dada ibu (bonding) untuk beberapa lama ( 10 – 15 menit) atau sampai tenaga kesehatan selesai menjahit perineum. f. Selanjutnya, diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara memasukkan puting susu ibu ke mulut bayi. g. Setelah itu, bayi dibawa ke kamar transisi atau kamar pemulihan (recovery room) untuk di timbang, di ukur, di cap, di azankan oleh ayah, diberi suntikan vitamin K, dan kadang diberi tetes mata. (Roesli Utami, 2008:9)
5. INISIASI MENYUSU DINI YANG DIANJURKAN Berikut ini langkah-langkah melakukan inisiasi menyusu dini yang dianjurkan : a. Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering. b. Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua tangannya. c. Tali pusat di potong lalu diikat. d. Vernix (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi. e. Tanpa digedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu. Jika perlu, bayi diberi topi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya. (Roesli Utami, 2008:9) 6. TAHAPAN INISIASI MENYUSU DINI a. Tahap pertama disebut istirahat siaga (rest/quite alert stage). Dalam waktu 30 menit, biasanya bayi hanya terdiam. Tapi jangan menganggap proses menyusu dini gagal bila setelah 30 menit sang bayi tetap diam. Bayi jangan diambil, paling tidak 1 jam melekat. b. Tahap kedua, bayi mulai mengeluarkan suara kecapan dan gerakan menghisap pada mulutnya. Pada menit ke 30 sampai 40 ini bayi memasukkan tangannya ke mulut. c. Tahap ketiga, bayi mengeluarkan air liur. Namun air liur yang menetes dari mulut bayi itu jangan dibersihkan. Bau ini yang dicium bayi. Bayi juga mencium bau air ketuban di tangannya yang baunya sama dengan bau puting susu ibunya. Jadi bayi mencari baunya. d. Tahap keempat, bayi sudah mulai menggerakkan kakinya. Kaki mungilnya menghentak guna membantu tubuhnya bermanuver mencari puting susu. Khusus tahap keempat, ibu juga merasakan manfaatnya. Hentakan bayi di perut bagian rahim membantu proses persalinan selesai, hentakan itu membantu ibu mengeluarkan ari-ari. e. Pada tahap kelima, bayi akan menjilati kulit ibunya. Bakteri yang masuk lewat mulut akan menjadi bakteri baik di pencernaan bayi. Jadi biarkan si bayi melakukan kegiatan itu. f. Tahap terakhir adalah saat bayi menemukan puting susu ibunya. Bayi akan menyusu untuk pertama kalinya. "Proses sampai bisa menyusu bervariasi. Ada yang sampai 1 jam. (Roesli Utami, 2008:17-19) 7. TATA LAKSANA INISIASI DINI SECARA UMUM a. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan. b. Disarankan untuk mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan. Dapat diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya pijat, aromaterapi, gerakan atau hynobirthing. c. Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan, misalnya melahirkan normal di dalam air atau dengan jongkok. d. Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya, kecuali kedua tangannya. Lemak putih (vernix) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan. e. Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimun satu jam atau setelah menyusu awal selesai. Kedunya diselimuti, jika perlu gunakan topi bayi. f. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu. g. Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu. Hal ini dapat berlangsung selama beberapa menit atau satu jam, bahkan lebih. Dukungan ayah akan meningkatkan rasa percaya diri ibu. Biarkan bayi dalam posisi kulit bersentuhan dengan kulit ibunya setidaknya selama satu jam, walaupun ia telah berhasil menyusu pertama sebelum satu jam. Jika belum menemukan puting payudara ibunya dalam waktu satu jam, biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama. h. Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi caesar. i. Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, di ukur, di cap setelah satu jam atau menyusu awal selesai. Prosedur yang invasife, misalnya suntikan vitamin K dan tetesan mata bayi dapat ditunda. j. Rawat gabung – ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar. Selama 24 jam ibu – bayi tetap tidak dipisahkan dan bayi selalu dalam jangkauan ibu. Pemberian minuman pre- laktal (cairan yang diberikan sebelum ASI keluar) dihindarkan. (Roesli Utami, 2008:20- 22) 8. TATALAKSANA INISIASI DINI PADA IBU POST OPERASI CAESAR a. Tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif b. Jika mungkin, diusahakan suhu ruangan 20°-25°C. Disediakan selimut untuk menutupi punggung bayi dan badan ibu. Disiapkan juga topi bayi untuk mengurangi hilangnya panas dari kepala bayi. c. Anjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat melahirkan yang tepat, sensitif dan mendukung ibu d. Sarankan untuk mempergunakan cara yang tidak mempergunakan obat kimiawi dalam menolong ibu saat melahirkan (pijat, aroma therapi dsb) e. Biarkan ibu menentukan cara dan posisi melahirkan f. Keringkan bayi secepatnya tanpa menghilangkan vernix yang menyamankan kulit bayi g. Tengkurapkan bayi di dada atau perut ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Selimuti keduanya, kalau perlu menggunakan topi bayi h. Biarkan bayi mencari puting susu ibunya sendiri. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut. Bila perlu ibu boleh mendekatkan bayi pada puting tapi jangan memaksakan bayi ke puting susu i. Biarkan bayi dalam posisi kulit bersentuhan dengan kulit ibu sampai proses menyusu pertama selesai j. Ibu melahirkan dengan proses operasi berikan kesempatan skin to skin contact k. Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur, dicap, setelah menyusu dini selesai l. Hindarkan pemberian minuman pre-laktal m. Jika inisiasi dini belum terjadi di kamar bersalin, kamar operasi atau bayi harus dipindah sebelum satu jam maka bayi tetap diletakkan di dada ibu ketika dipindahkan ke kamar perawatan atau pemulihan. (Roesli Utami, 2008:22-23). Terima Kasih Atas Perhatiannya