Anda di halaman 1dari 70

RETENSI URIN

LAB/KSM ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO
SURABAYA
2021
Disusun Oleh:

Dwi Ngurah Bagus Oktavian 19710115


Ully Milata Fitri Prayitno Putri 19710117
Ratih Kusuma Diarti 19710106
Maria Patricia Marisstella 19710151
Muhammad Firmansyah 19710073
Latar Belakang

Retensi Urin ---> keadaan darurat urologi yang paling sering ditemukan dan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja

Salah satu penyebab retensi urine adalah BPH. Benign Prostat Hyperplasia merupakan penyakit yang sering diderita
pada pria yang menimbulkan gejala-gejala bladder outlet obstruction.

Pada wanita salah satu komplikasi umum yang terjadi setelah proses persalinan, baik persalinan pervaginam atau sectio
caesarea adalah retensi urin postpartum.
Anatomi
Fisiologi Miksi
Sistem Saraf
• Sympathetic : Filling /storage
• Parasympathetic : voiding /
2 fase utama berkemih emptying
• Somatic : external sphincter
• Fase Pengisian
• Fase Pengosongan
Fase Pengisian

Otak

Sistem Saraf Simpatis

Relaksasi vesica urinaria dan


Kontraksi bladder neck

Bila bladder sudah setengah terisi, akan mulai


timbul rangsangan untuk berkemih
Fase Pengosongan

Otak

Sistem Saraf Parasimpatis dan somatis

Kontraksi vesica urinaria, Relaksasi bladder neck,


relaksasi spinter uretra interna

Proses Pengeluaran Urine


Definisi

Retensi Urin
Keadaan dimana penderita tidak
dapat mengeluarkan urin yang terkumpul
didalam buli-buli sehingga kapasitas
maksimal dari buli-buli dilampaui meskipun
terdapat keinginan atau dorongan terhadap
hal tersebut.
Kelainan medulla spinalis
Kelemahan
Otot Detrusor
Kelainan saraf perifer

Inkordinasi otot Trauma cauda equina


detrusor uretra

Etiologi
kelainan kelenjar prostat (BPH, Ca)

striktura uretra

Obstruksi
batu uretra
Uretra

kerusakan uretra (trauma)

gumpalan darah didalam lumen buli-


buli (clot retention).
ketidakmampuan berkemih yang tiba-tiba dan
disertai rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh

Akut Tidak dapat berkemih sama sekali

Disertai rasa nyeri

Berdasarkan waktu
tanpa rasa nyeri yang disebabkan oleh peningkatan
volume residu urin yang bertahap
Klasifikasi
Klasifikasi

Kronis Sulit memulai berkemih

Tidak dapat mengosongkan kandung kemih dengan


Supravesikal
sempurna

Berdasarkan lokasi
Vesikal
kerusakan syaraf

Infravesikal
Patofisiologi Retensi Urin
Gejala Klinis

Retensi Urin Akut Retensi Urin Kronis


Ketidakmampuan untuk buang air kecil • Frekuensi kencing (delapan kali atau lebih banyak dalam
Kebutuhan yang mendesak untuk buang air kecil sehari)
Rasa sakit atau tidak nyaman di bagian bawah perut • Kesulitan memulai aliran urin
Perut kembung bagian bawah • Aliran urin yang lemah atau terganggu
• Kebutuhan mendesak untuk buang air kecil dengan sedikit
keberhasilan ketika mencoba untuk buang air kecil.
• Merasakan kebutuhan untuk buang air kecil setelah
menyelesaikan buang air kecil.
DIAGNOSIS

Anamnesis
• Tidak bisa kencing atau kencing menetes/sedikit-sedikit
• Proses kencing berlangsung lebih lama
• Rasa tidak puas pada akhir kencing
• BAK terputus, lalu keluar lagi
• Setelah BAK ada yang masih menetes
• Nocturia
• Frekuensi lebih sering
• Nyeri dan benjolan/massa pada perut bagian bawah
• Riwayat trauma: "straddle", perut bagian bawah/panggul, ruas tulang belakang.
• Pada kasus kronis, keluhan uremia
Inspeksi:

○ Penderita gelisah

○ Benjolan/massa perut bagian bawah (buli penuh/kosong)

Pemeriksaan
Palpasi dan perkusi:

○ Teraba benjolan/massa kistik kenyal (undulasi) pada perut bagian bawah.

fisik ○ Bila ditekan menimbulkan perasaan nyeri pada pangkal penis atau menimbulkan
perasaan ingin kencing yang sangat mengganggu.

○ Terdapat bunyi redup pada perkusi.

RT untuk mencari apakah ada pembesaran prostat

1. DL

PEMERIKSAAN 2. Foto polos abdomen dan genitalia

PENUNJANG 3. Uretrografi
4. Ultrasonografi
Penatalaksanaan

Kateterisasi

• Drainase kandung kemih


• Pelebaran uretra Sistotomi
• Stent uretra Trokar
• Pengobatan prostat
Terbuka
• Operasi
KOMPLIKASI
1. Infeksi Saluran Kemih
2. Bladder Damage (batu buli,dll)
3. Kidney Damage (Urolithiasis, Pielonefritis,dll)
4. Inkontinensia Urin

PROGNOSIS
Prognosis pada penderita dengan retensi urin akut akan
baik jika retensi urin ditangani secara cepat.
CONTOH PENYAKIT
Neurogenic Bladder
Definisi
Disfungsi kandung kemih akibat kerusakan sistem saraf yang terlibat dalam
pengendalian berkemih. Bisa berupa kandung kemih tidak mampu berkontraksi dengan baik
(underactive bladder) maupun kandung kemih terlalu aktif dan melakukan pengosongan
kandung kemih berdasar refleks yang tak terkendali (overactive bladder).

Etiologi
• penyakit infeksius yang akut seperti mielitis transversal,
• kelainan serebral (stroke, tumor otak, penyakit Parkinson, multiple sklerosis, demensia),
• alkoholisme kronis,
• penyakit kolagen seperti SLE
• keracunan logam berat
• herpes zoster
• gangguan metabolik
• penyakit atau trauma pada medulla spinalis
• penyakit vaskuler
Manifestasi Klinis

• infeksi saluran kemih,


• batu ginjal,
• inkontinensia urin,
• volume urine kecil selama berkemih,
• frekuensi dan urgensi kemih,
• dribbling urin yang merupakan suatu keadaan dimana urin menetes
pada akhir miksi,
• hilangnya sensasi kandung kemih penuh.
Patofisiologi

Apabila sistem saraf pusat atau system saraf tepi yang merupakan jalur persarafan system
perkemihan mengalami gangguan maka akan mengganggu proses berkemih.
Berdasarkan lokasinya penyebab, Neurogenic Bladder dibagi menjadi tiga, antara lain :

• Lesi supra pons


Kerusakan pada umumnya akan berakibat hilangnya inhibisi dan menimbulkan keadaan hiperrefleksi.

• Lesi antara pusat miksi pons dan sakral medula spinalis


Lesi medula spinalis yang terletak antara pusat miksi pons dan bagian sacral medula spinalis akan
mengganggu jaras yang menginhibisi kontraksi detrusor dan pengaturan fungsi sfingter detrusor

• Lesi Lower Motor Neuron (LMN)


Kerusakan pada radiks S2-S4 baik dalam canalis spinalis maupun ekstradural akan menimbulkan
gangguan LMN dari fungsi vesica urinaria dan hilangnya sensibilitas vesica urinaria.
Diagnosis

Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang


mengetahui bagaimana pola pemeriksaan rektal, genitalia, serta
buang air kecilnya atau ada tidak pemeriksaan dinding perut (abdominal) untuk Pemeriksaan laboratorium yaitu
gangguan saat berkemih serta mengecek ada tidaknya pembesaran pada dengan memeriksa urin ataupun darah.
mengetahui adanya faktor-faktor bladder ataupun kelainan lainnya. Pemeriksaan urodinamika yaitu
resiko. Pemeriksaan neurologis untuk Cystometrography, Postvoid residual urine,
menentukan kelainan neurologis yang menjadi Uroflometri, Elektromielografi. Pemeriksaan
dasar terjadinya neurologic bladder, uji sistoskopi, pemeriksaan imaging X-ray, USG,
neurologis harus mencakup status mental, CT-Scan serta MRI.
refleks, kekuatan motorik dan sensibilitas
(termasuk dermatomal sakral)
Penatalaksanaan
• Terapi non farmakologis : Bladder training
• Terapi farmakologis
 Anti kolinergik : Hiosiamin ( Levbid) 0.125 mg, Dicyclomine hydrochloride (Bentyl) 10-20 mg
 Anti spasmodic : Oksibutinin (ditropanXL) 5-15 mg, Tolterodin(detrol) 2 mg
 Obat Betanekol klorida (urecholine) : Betanekol klorida 10-50 mg 3-4 kali dalam sehari
• Operatif : membuat jalan lain untuk mengeluarkan urin, memasang alat untuk menstimulasi otot
kandung kemih

Komplikasi
Resiko terkena infeksi saluran kemih (ISK) dan gangguan saluran keluar kandung kemih
(bladder outlet obstruction). Pada pasien dengan neurogenic bladder, jika mereka tidak diobati
secara optimal maka juga bisa menyebabkan sepsis dan gagal ginjal.

Prognosis
Pengobatan yang tepat dapat membantu mencegah disfungsi permanen dan kerusakan ginjal
Benign Prostat Hyperplasia
(BPH)
Anatomi
Kelenjar prostat merupakan kelenjar fibromuskuler (serabut otot polos yang
bercampur serat kolagen dan elastik) diselubungi oleh kapsula prostatika
(jaringan fibrosa berisi pembuluh darah dan saraf).
Fungsi Prostat

1. Male sexual response (ereksi)


2. Sekresi (Merupakan komponen semen, berfungsi untuk
memberikan nutrisi dan perlindungan terhadap sperma agar
dapat bertahan dalam lingkungan vagina).
3. Regulasi (hormon DHT)
Benign Prostat Hyperplasia (BPH)
Merupakan diagnosis
histopatologis, ditandai
dengan adanya proliferasi
sel stroma dan sel epitel
dari prostat.

70% pada > 60 tahun

90% pada >90 tahun


Etiologi

1. Peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT)


2. Pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin)
3. Pola diet
4. Mikrotrauma
5. Inflamasi
6. Obesitas
7. Aktivitas fisik

Faktor Risiko yang


paling berperan USIA
Gejala Klinis
Gejala LUTS  manifestasi kompensasi otot buli untuk mengeluarkan urin.
1. Gangguan pengeluaran/obstruktif/voiding
. Weak steam
. Hesistansi
. Emptying incomplete
Residu urin semakin banyak 
. Intermittensi
Fatigue fase dekompensasi
. Terminal dribbling RETENSI URIN
2. Gangguan penyimpanan/storage
. Frequency
. Urgency
. Nocturia
. Dysuria
Diagnosis

1. Pemeriksaan awal (anamnesa dan pemeriksaan fisik )

2. Pemeriksaan tambahan (pemeriksaan laboratorium,


radiologi, dan uroflowmetri)
Pemeriksaan Fisik

Ginjal :
Inspeksi dan palpasi apakah ada pembesaran
Buli-buli :
Inspeksi : Tampak penonjolan abdomen di daerah suprapubik (buli-buli penuh)
Palpasi : tekanan di daerah suprapubik menimbulkan perasaan ingin miksi
Perkusi : buli-buli penuh berisi urin  redup
Colok Dubur (Rectal Toucher) :
Evaluasi : Tonus sfingter ani, Bulbocavernosa refleks,Mukosa rectum
Prostat :
Ukuran, Konsistensi, Permukaan, Sulkus mediana, Nyeri tekan
Derajat Pembesaran Prostat

Berdasarkan penonjolan prostat ke Berdasar teraba atau tidaknya pole


rektum atas

1. Grade 0 : penonjolan 0-1 cm 1. Grade 1 : pole atas mudah dicapai


2. Grade 1 : penonjolan 1-2 cm 2. Grade 2 : pole atas dapat dicapai
3. Grade 2 : penonjolan 2-3 cm tapi sulit
4. Grade 3 : penonjolan 3-4 cm 3. Grade 3 : pole atas hanya teraba
5. Grade 4 : penonjolan ≥ 4 cm pada touche bimanual
4. Grade 4 : pole atas tidak teraba
Pemeriksaan Tambahan
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap,
urine lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal, dan
PSA (Prostate Spesific Antigen).
2. Pemeriksaan radiologis : pemeriksaan USG
(pemeriksaan transabdominal (TAUS)
ataupun transrektal (TRUS)).
3. Uroflowmetri
Tatalaksana
Diberikan edukasi dan perubahan gaya
Watchful waiting hidup, untuk BPH yang gejalanya
ringan/tidak mengganggu

alpha blockers : tamsulosin, terazosin,


alfuzosin,doxazosin. Medications
ARI: (finasteride, dutasteride)

Minimally invasive Laser (e.g., non-contact, contact,


treatments interstitial types)
(thermotherapy) Microwave (e.g., TUMT)
Transurethral resection of the prostate
(TURP) , Prostatectomy, Transurethral Surgical
incision of the prostate (TUIP),
Transurethral ultrasound-guided laser treatments
incision of the prostate (TULIP)
Karsinoma Prostat
Definisi
Kanker Prostat

Penyakit kanker yang menyerang


kelenjar prostat dengan sel-sel
prostat, tumbuh secara abnormal
dan tidak terkendali sehingga
mendesak dan merusak jaringan,
sekitarnya yang merupakan
keganasan terbanyak diantara
system urogenitalia pada pria.
Patofisiologi
Sebagian besar kanker prostat adalah
adenokarsinoma yang berasal dari sel
asinar prostat dan bermula dari volume
yang kecil kemudian membesar hingga
menyebar.

Karsinoma prostat paling sering


ditemukan pada zona perifer sekitar 75%,
pada zona sentral atau zona transisi
sekitar 15-20%, sedangkan menurut
Presti (2004), dan Purnomo (2011), sekitar
60-70% terdapat pada zona perifer, 10-
20% pada zona transisional, dan 5-10%
pada zona sentral.
GEJALA

Keluhan saluran Keluhan saluran


berkemih bagian berkemih bagian
bawah bawah

Gejala Gejala iritatif


obstruksi
Tatalaksana

Stadium Alternatif terapi


T1-T2 (A-B) Radikal prostatektomi
Observasi (pasien tua )

T3-T4 (C) Radiasi


Prostektomi

N atau M (D) Radiasi


Hormonal
Striktur Uretra
Striktur Uretra
Penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi.

Infeksi yang paling sering menimbulkan striktur uretra :

• infeksi oleh kuman gonokokus, yang sempat menginfeksi uretra sebelumnya.

Trauma yang dapat menyebabkan striktur uretra:

• Trauma tumpul pada selangkangannya (straddle injury)

• fraktur tulang pelvis

• cedera pasca bedah


Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur urethra dibagi menjadi 3 tingkatan,
yaitu:
1. Ringan, jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen urethra.
2. Sedang, jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen urethra.
3. Berat, jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen urethra.Pada penyempitan
derajat berat, kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal
dengan spongiofibrosis.
Anamnesis
Diawali dengan sulit kencing atau pasien harus mengejan untuk memulai kencing
namun urine hanya keluar sedikit-sedikit.
Gejala-gejala lain : adanya disuria, frekuensi kencing meningkat, hematuria, dan
perasaan sangat ingin kencing yang terasa sakit. Jika curiga penyebabnya adalah
infeksi, perlu ditanyakan adanya tanda-tanda radang seperti demam atau keluar
nanah.
Pemeriksaan fisik

Inspeksi :
Perhatikan meatus uretra eksterna, adanya pembengkakan atau fistel di sekitar penis, skrotum,
perineum, dan suprapubik.

Palpasi :
Apakah teraba jaringan parut sepanjang uretra anterior pada ventral penis, jika ada fistel kita pijat muaranya untuk
mengeluarkan nanah di dalamnya. Pemeriksaan colok dubur berguna untuk menyingkir diagnosis lain seperti pembesaran
prostat.
Pemeriksaan Penunjang

• Uroflowmetri
• Uretroskopi
• Urinalisis
• DL
Beberapa pilihan terapi untuk striktur uretra

• Dilatasi uretra
• Uretrotomi interna
• Pemasangan stent
• Uretroplasti
• Prosedur rekonstruksi multiple
FIMOSIS
FIMOSIS

Fimosis adalah prepusium penis


yang tidak dapat di retraksi (di tarik)
ke proksimal sampai ke korona
glandis.
Sulit Kencing

Pancaran Urine
Mengencil
FIMOSIS
GAMBARAN KLINIS Dapat menyebabkan
gangguan aliran urine Menggelembungnya
Ujung Prepusium
Penis Pada Saat
Miksi

Menimbulkan Retensi
Urine
GAMBARAN KLINIS

Postitis

Higiene lokal yang


kurang bersih dapat
Balanitis
menyebabkan
infeksi

Balanopostitis
TINDAKAN

Fimosis yang disertai balanitis xerotika obliterans dapat diberikan salep


Dexamethasone 0,1% dioleskan 3-4x
diharapkan setelah pemberian selama 6minggu,prepusium dapat diretraksi spontan.
Pada Fimosis yang menimbulkan keluhan miksi,menggelembungnya ujung
prepusium pada saat miksi,atau fimosis yang disertai dengan infeksi merupakan
indikasi untuk dilakukan sirkumsisi dan harus diberi antibiotik dahulu sebelum
sirkumsisi.
BATU URETRA
BATU URETRA

Batu uretra biasanya berasal dari

ginjal/ureter yang turun ke buli-buli,

kemudian masuk ke uretra

Batu primer yang terbentuk di uretra

sangat jarang, kecuali terbentuk di

dalam divertikel uretra


DIAGNOSIS

Anamnesis :
Nyeri pingang,nyeri colic,Hematuria,Dysuria,Demam,retensi
urine.
PEMERIKSAAN FISIK
keadaan umum : tampak kesakitan (saat serangan kolik),
demam menggigil (infeksi)

inspeksi : cva masa ginjal ?

Palpasi : teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis,


bulu-buli penuh - retensi urin.

Perkusi : nyeri ketok pada cva (hidronefrosis, infeksi)


PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
LAB urinalis :( leukositturia,
hematuria, proteinuria)
Faal ginjal : ureum,
kreatinin,elektrolit
Kultur urine+ tes sensitivitas
antibiotic
Analisis biokimia batu
b. Radiologis
1. BOF
2. IVP
3. USG
PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)


Edourologi

Laparoskopi

Bedah terbuka : nefrolithotomi, pielolithotomi, uretrlithotomi,


vesicolithotomi, nefrektomi
INKONTINENSIA PARADOKSAL (OVERFLOW)
Keluarnya urin tanpa dapat dikontrol pada keadaan volume urin di buli-buli melebihi
kapasitas

Keadaan ini ditandai dengan overdistensi buli-

buli (retensi urin), tetapi karena buli-buli tidak

mampu mengosongkan isinya, tampak urin selalu

menetes dari meatus uretra


KELEMAHAN OTOT
DESTRUSOR
DIAGNOSIS
1. kapasitas kandung kemih
1. Obstruksi uretra (BPH, Striktur uretra, ca 2. stabilitas detrusor
prostat, dll) 3. Kontraktilitas
2. Neuropati diabetikum 4. kemampuan berkemih
3. Cedera spinal (sistometri)
4. Defisiensi vitamin B12
5. Efek samping pemakaian obat
6. Pasca bedah daerah pelvic
TATA LAKSANA

1. Medikasi, gol parasimpatomimetik = Betanechol (stimulasi kontraksi otot detrusor)

2. Surgery

3. Kateter
Thanks

Anda mungkin juga menyukai