Anda di halaman 1dari 51

Pelopor transfer embryo adalah seorang ahli Biologi dari

Universitas Cambridge Inggris yang bernama “Walter


Heape” yang pada tahun 1890 telah berhasil melakukan
transfer embryo kelinci Angora ke induk kelinci Belgia.
Kemudian pada tahun 1934 dilakukan transfer embryo
pada domba oleh Warwick, dkk., pada sapi dilakukan
oleh Willet, dkk., pada tahun 1951 dan pada babi
dilakukan oleh Kvansnickii pada tahun 1951.

Teknik transfer embryo merupakan perlakuan hormonal


terhadap sapi donor, untuk super ovulasi dan transfer
embryo ke sapi resipien untuk dapat dibuntingkan. Di
Jepang transfer embryo untuk yang pertama berhasil
dilakukan di National Institute of Animal Industry (pada
Kementrian Pertanian, kehutanan dan perikanan) pada
tahun 1964.
• Transfer embryo pada sapi merupakan teknik manipulasi genetik.
• Pada tahun tujuh puluhan transfer embryo khususnya pada sapi perah
sudah banyak menjadi usaha komersial yang menguntungkan secara
finansial, terutama setelah berhasil dibuatnya embryo beku yang
memungkinkan penyimpanan dan transportasi embryo dari suatu wilayah
atau negara ke negara lain di dunia.
• Saat ini embryo beku sudah merupakan komoditi yang memberikan banyak
keuntungan pada produsennya. Pada prakteknya keuntungan transfer
embryo adalah pada peningkatan kapasitas reproduksi dari harga
ternaknya.
• Untuk beberapa tahun, sapi akan mempunyai peningkatan kualitas genetik
seperti pada penggunaan IB yang kontribusinya berasal dari salah satu
tetuanya. Sebaliknya tanpa transfer embryo, peningkatan kualitas
genetik pada sapi dari induk betina terjadi sangat lambat karena sapi
monotocus dan mempunyai waktu kebuntingan yang panjang, penurunan
interval generasi diantara seleksi dan pengamatan dalam jumlah besar
pada keturunan dari harga donornya.
Transfer embryo adalah sebuah teknik yang
menggunakan embryo (ovum yang sudah
dibuahi) yang dikoleksi dari saluran reproduksi
betina sebelum nidasi dan dipindahkan ke
saluran reproduksi betina lainnya untuk dapat
terjadinya suatu kebuntingan yang meliputi,
kebuntingan, implantasi dan kelahiran
(Kanagawa, H. ed. 1988).
1. Memperbanyak turunan dari induk jantan dan betina
dengan kualitas genetik prima.
2. Peningkatan efisiensi reproduksi oleh karena
peningkatan jumlah anak sekelahiran.
3. Pemanfaatan sel telur dari induk superior yang
dipotong oleh karena suatu sebab.
4. Menentukan jenis kelamin embryo sesuai keinginan.
5. Memungkinkan pemindahan gen dalam rangka
pembentukan ternak transgenik.
6. Mengubah tipe peternakan dalam waktu singkat
misalnya dari tipe potong ke tipe perah.
1. Seleksi induk donor dan resipien
2. Superovulasi pada betina donor
3. Sinkronisasi siklus estrus
4. Inseminasi Buatan pada donor
5. Pemanenan Embryo,
6. Klasifikasi embryo,
7. Penyimpanan embryo dan pengenceran
8. Cryopreservasi
9. Transfer embryo. Dihubungkan dengan teknik In
Vitro Fertilization, micromanipulation, Sexing
(Karyotyping, metoda DNA-PCR) dan Cloning.
Tahun Hewan Peneliti Tahun Animal Peneliti

1891 Kelinci Heape 1932 Kambing Warwick et al


1933 Tikus besar Nicholas 1933 Domba Warwick et al

1942 Tikus putih Fekete&Little 1949 Kambing Warwick dan Berry

1951 Babi Kvansnickii 1951 Sapi Willet et al


1964 Hamster Blaha 1968 Musang Chang
1974 Kuda Oguri & Tsutumi 1975 Mink Adams

1976 Monyet Kreamer et al 1978 Kucing Schriver et al.


1978 Manusia Steptoe 1979 Anjing Kinney et al.
&Edward
Tahun Peneliti Keberhasilan pertama pada sapi
1951 Willet et al. Surgical methode
1964 Sugie Non Surgical Methode (by-pass)
Mutter et al Non-Surgical methode (via cerviks)
1973 Wilmut & Roeson Pembekuan Embrio (DMSO)
1976 Hare, Mitchell Sexing Embryo (Karyotiping)
1979 Bilton & Moore Pembekuan embryo (Gliserol)
1981 Willadsen et al. Identical Twin by splitting
1982 Renard et al One step Straw Methode
Brakett et al In Vitro Fertilization
1983 Lehn-Jensen et Freezing of Bisected Embryo
al
Seleksi induk sapi donor diarahkan untuk mendapatkan sapi-sapi induk yang
memiliki keunggulan genetik sesuai dengan keinginan kita berdasarkan teori-
teori yang sudah ada dan memiliki kemampuan menurunkan nya pada generasi
berikutnya. Seleksi sapi induk resipien ditujukan untuk normalnya
perkembangan embryo unggul dari induk donor untuk dapat terlahir secara
normal.
A. Manajemen Sapi Donor
1) Kondisi Kesehatan
Unit-unit transfer embryo harus mencermati secara teliti terhadap
kondisi kesehatan sapi-sapi betina yang baru masuk ke dalam
kumpulan ternak. Kondisi kesehatan betina-betina donor harus
dijaga dengan menejemen yang ketat seperti karantina, test darah
dan vaksinasi. Demikian juga pada saat betina-betina donor
diseleksi, saluran reproduksi harus di uji secara palpasi rektal
untuk mendeteksi abnormalitas dan tanpa diagnosis kebuntingan.
• Pakan yang tepat dan program manajemen untuk
pemeliharaan sapi-sapi harus dilakukan secara tepat
untuk menghasilkan produktivitas yang baik.
• Pemberian nutrisi yang jelek pada sapi berpengaruh
terhadap perkembangan folikelnya.
• Kondisi kegemukan dan kekurusan dapat
mengurangi fertilitas.
• Sapi Betina-betina donor harus dikontrol
pertambahan berat badannya sampai pada berat
badan yang diperlukan untuk kondisi optimumnya.
• Kontrol berat badan secara periodik dari ternak dan
skoring kondisi badan akan membantu dalam
pengaturan pemberian pakan.
Demikian juga pengamatan harian terhadap ternak sangat
penting untuk keberhasilan transfer embryo. Kita juga harus
selalu berhubungan dengan berbuat baik terhadap tukang
kandang dalam manajemen ternak sapi donor.

Sapi donor adalah sapi yang memiliki kualitas genetik terpilih


untuk suatu tujuan dan akan dikembangkan keturunannya,
sehingga harus memiliki indeks tinggi. Seleksi sapi donor
sangat penting karena akan menentukan sapi yang akan dapat
dikembangkan dan diperbaiki kualitasnya dan sapi yang mana
yang akan dijadikan sebagai resipien. Sapi resipien adalah sapi
yang akan menerima embryo untuk dapat ditumbuh
kembangkan hingga terlahir anak sapi yang kita inginkan.
B. Seleksi terhadap Sapi donor
Seleksi sapi donor dilakukan secara teliti dan cermat
karena akan menentukan keberhasilan dari program
transfer embryo. Hal-hal yang harus dicermati adalah
pencatatan atau sistem recording yang rapi, informatif
dan sistematik agar riwayat sapi donor dapat diteliti
dan dapat menghindari kelahiran anak sapi yang
bermutu rendah. Hal ini mendasarkan sebagaimana
teori Mendel, bahwa : “Meskipun anak pada F2 akan
ada yang mutunya serupa tetuanya tetapi dapat
menghasilkan anak yang justru berlawanan dengan
tetuanya karena munculnya sifat resesif”.
“menguntungkan” secara finansial yang akan didapat dan diharapkan untuk
memperoleh bibit dengan kualitas genetik prima sesuai dengan keinginan dan
tujuan seleksi, sehingga perlu dilihat dua segi yaitu :

1. SEGI EKONOMIS. TUJUANNYA ADALAH MENJUAL EMBRYO YANG


BERKUALITAS DENGAN HARGA YANG TINGGI DAN BANYAK DICARI
OLEH KALANGAN PENGUSAHA PETERNAKAN ATAU PIHAK-PIHAK YANG
MEMBUTUHKAN DAN SECARA BERKELANJUTAN AKAN
MENGUNTUNGKAN BAIK BAGI KONSUMEN MAUPUN PRODUSEN.
2. SEGI GENOTIP. TUJUANNYA ADALAH MEMBENTUK SAPI KETURUNAN
YANG UNGGUL DALAM GENOTIP MAUPUN FENOTIPNYA. DONOR
HARUS BERASAL DARI SAPI BIBIT UNGGUL YANG DAPAT DILIHAT DARI
SILSILAH (PEDIGREE) DAN HASIL PERKAWINAN PERTAMA SEHINGGA
DIPEROLEH HASIL PRODUKSI SUSU MAUPUN DAGING YANG TINGGI
DENGAN HARGA JUAL YANG TINGGI PULA.
1. Kondisi saluran reproduksi.
2. Kesuburan (Fertility).
3. Kondisi tubuh secara umum.
4. Kondisi kesehatan.
5. Umur Sapi.
6. Siklus birahinya teratur.
7. Beranak setiap tahun, anak normal dan
sehat.
8. Berasal dari sapi yang subur (fertil).
9. Tidak sedang dalam keadaan laktasi berat.
10.Marketable.
KESEHATAN SECARA
UMUM DARI SAPI
DONOR
1. SEJARAH KLINIS, PERLU
DIKETAHUI MACAM DAN JENIS
PENYAKIT YANG PERNAH
DIDERITA DAN TINDAKAN YANG
PERNAH DILAKUKAN.
2. SAPI YANG BARU DATANG,
HARUS DILAKUKAN
PEMERIKSAAN KLINIS DAN
LABORATORIS SECARA
MENYELURUH DICOCOKKAN
DENGAN SURAT-SURAT YANG
ADA
Setelah sapi donor terpilih, donor harus diberi tanda dan dikelompokan tersendiri. Setiap individu
mempunyai tanda (kode) khusus untuk mempermudah pencatatan (recording).
Figure 2. A diagram showing an immobilized spermatozoon at the tip
of the injection pipette, captured tail (A) or head first (B). The sperm
tail before mixing with cytoplasm is straightened towards the opposite
end of the tip of the injection pipette by negative pressure (A).
Figure 3. A diagram showing a spermatozoon injected into the ooplasm.
Note the mechanical damage to the membrane of the sperm head equatorial
region when it penetrates the zona pellucida (ZP) and ooplasm membrane.
Repeatedly aspirating the head membrane-damaged sperm in and out of the
injection pipette facilitates mixing
5. Perlakuan Setelah Flushing

1. Uterus diinfus dengan 50 ml 2% PVP-


Iodine atau antibiotic (Penicillin 200.000 U
+ Streptomycin 0,2 g atau Ampicillin 500
mg, dsb). Jika luka pada membran
berlebihan, pemberian antibiotik lebih
dianjurkan sebab efek larutran iodine
menyebabkan iritasi membran.
2. Suntik donor dengan 15 – 25 mg PGF2
atau 500 – 750 g PGF2 atau 500 – 700
g PGF2 analog (estrumate) untuk
mencegah terjadinya kebuntingan dan
memulihkan kondisi saluran reproduksi.
6. Pencarian dan Penanganan Embryo

Dari medium flushing kita harus segera


menemukan embryo-embryo secepatnya agar
tidak terlepas dari pengamatan. Hal ini
disebabkan karena didalam media hasil flushing
mengandung banyak mukus, lendir, darah dan
debris (reruntuhan) dan kondisi tersebut
dimungkinkan akan merusak kualitas embryo-
embryo yang berhasil ditampung. Embryo-embryo
yang berhasil ditemukan sebaiknya segera
dipindahkan ke medium penyimpanan segar dan
dilakukan pencucian untuk beberapa kali. Selama
proses ini harus tetap dijaga kebersihannya dan
ditangani secara tepat.
Preparasi (peralatan) untuk Pencarian Embryo

 Botol glass / silinder ukuran 500 – 1000 ml.


 Emcon filter
 Klam atau gunting kocher’s
 Pipet bola (digunakan untuk mencuci filter Emco, dempet dengan karet
silicon lampu pijar).
 Mikro pipet (ujung pipet dipanaskan diatas api kecil sehingga
melengkung. Sebelum digunakan sebaiknya disumbat dengan kapas
dan disterilkan dengan cara pemanasan.
 Aspiration Tube dengan Mouthpiece
 Petri Dish 90 X 15 mm (dish pencarian ) ( permukaan bagian luar
bagian bawah terdapat garis-garis persegi 15 mm).
 Petri dish 35 X 12 mm (dish penyimpanan) (digunakan untuk
menyimpan dan mengobservasi embryo).
 Pipa Test
 Rak atau tempat pipa
 Medium penyimpanan (M-PBS) + 20% Calf Serum)
 Mikroskop stereoscopik
 Pemanas Slide
Pencarian Embryo
1. Metoda Cylinder Stationary
a)Media hasil pembilasan dimasukkan kedalam tabung silinder
berukuran 1000 ml yang selanjutnya dimasukkan pada water bath
dengan suhu 37C atau pada temperature ruang, dan dibiarkan
selama 30 menit. Selama waktu tersebut seluruh embryo akan
mengendap di bagian bawah atau permukaan sebelah bawah dari
tabung silinder.
b)Setelah 30 menit, semua medium disedot dengan pelan
menggunakan pipa tetes (selang) atau pipa silikon yang terdapat
klem dan disisakan sekitar 50 ml medium bagian bawah.
c)Sisa medium dialirkan ke dalam dish pencarian (searching dish).
Setelah silinder kosong kemudian dicuci dengan 20 –30 ml medium
sebanyak 3 kali menggunakan sebuah pipete ball. Medium pencuci
inipun kemudian dituangkan ke dalam dish.
2. Metoda Mesh Filtration
a)Menggunakan sistem filter (“EmCon Immuno System) dapat
mempercepat proses isolasi embryo. Sistem ini menggunakan media hasil
flushing (pemulihan) dengan saringan berukuran 70  mesh.
b)Putar botol perlahan tanpa membuat gelembung gelembung udara dan
tuangkan seluruh media hasil flushing (pemulihan) ke dalam filter.
c)Selama filtrasi, filter harus tidak pernah kosong. Selalu dijaga agar
terdapat sisa media di dalam filter.
d)Akhirnya akan terdapat sekitar 40 – 50 ml media hasil flushing
(pemulihan) yang berisi embryo akan tersisa di dalam filter.
e)Embryo-embryo seringkali terdapat dalam mukus, sehingga seluruh
mukus yang melekat dalam mesh harus dicuci bersih menggunakan pipet
bolam (ball pipette).. Sisa media dan media pencuci dituangkan ke dalam
satu atau dua cawan pencarian (searching dish), permukaan bawah cawan
telah digambar dengan garis kotak 10 – 15 cm. Cawan ini diuji untuk
mengetahui adanya embryo di bawah stereomikroskop dengan
pembesaran 10 – 15 X. Sebuah stick kaca steril yang satu ujungnya bidang
digunakan untuk mencari embryo dalam mukus.
Penanganan Embryo
Sebelum mencari embryo, cawan kecil yang berisi 3 – 5 ml media
penyimpanan (D-PBS ± 20% calf serum) disiapkan dan dipanaskan pada
37C menggunakan pemanas slide. Jika embryo dapat terdeteksi, maka
penanganannya adalah sbb. :
1.Meletakkan sebuah mouthpiece pada mikropipet dan mencuci pipet
tetes dengan media penyimpanan 2 sampai 3 kali.
2.Tuang sejumlah media penyimpanan kemudian embryo dideteksi dan
diambil dengan mikro pipet. Kemudian dipindahkan embryo ke medium
penyimpanan.
3.Pencampuran dengan mukus dan debris yang bersama embryo tidak
dapat dihindarkan, sehingga dalam isolasi embryo harus dilakukan
pencucian beberapa kali sampai media menjadi jernih atau bersih.
4.Akhir seluruh proses penanganan embryo adalah melindungi embryo
dari kerusakan sebelum transfer atau freezing.
Excelent
dan
GOOD
Proses Transfer Embrio
 Thawing dan degliserolisasi Embrio
 Persiapan Embrio
2-3 cm 1 cc 2-3 cm
Pedet dan Indukan FH Hasil Transfer
Embrio
EVALUASI EMBRYO DAN TEKNIK TRANSFER
EMBRYO

1. Tingkat Perkembangan

1. Morula, umumnya disebut “Ball of Cels”. Blastomere-blastomere


individu sulit dibedakan dengan yang lain. Masa Cell Embryo
menempati seluruh ruang perivitellin.
2. Compact Morula : Blastomere-blastomere individu bergabung,
membentuk massa yang kompak. Massa embryo menempati 60 –
70% ruang perivitelline, yang lebih besar dari pada tingkatan morula.
3. Early Blastocyst, merupakan sebuah embryo yang berbentuk rongga
berisi cairan, sehingga disebut Blastocoel dan kelihatan seperti cincin
cap. Embryo menempati 70 – 80 % ruang perivitelin. Diferensiasi
visual antara tropoblast dan Inner Cell Mass terjadi pada tingkatan
perkembangan ini.
4. Blastocyst; diferensiasi nyata dari bagian tropoblast (outer tropoblast
layer) dan lebih gelap, lebih kompak Inner Cell Mass nya dan jelas.
Blastocoel menonjol dengan embryo mengisi lebih banyak ruang
perivitelin.
5. Expanded Blastocyst, secara keseluruhan diameter
embryo secara cepat meningkat 1,2 – 1,5 kali,
bersamaan dengan menipisnya zona pellucida, kira-
kira 1/3 bagian dari ketebalan asli. Embryo-embryo
pada tingkatan ini seringkali kelihatan collaps (runtuh).
Ini mencirikan pada blastocoel komplit atau blastocoel
yang hilang sebagian, bagaimanapun zona pelucida
jarang mendapatkan kembali ketebalan aslinya.
6. Hatched Blastocyst, embryo yang ditemukan pada
tingkatan ini dapat mengalami proses penetasan
(Hatching) dengan terbukanya zona pelucida secara
sempurna. Hatched blastocyst berbentuk bulatan
dengan bagian blastocyst yang runtuh. Identifikasi
embryo pada tingkatan ini dapat menjadi sulit terutama
untuk teknisi yang belum berpengalaman.
2. Evaluasi Embryo
1. Grade 1 (Excellent) : bentuk embryo paling normal baik besar
maupun bentuknya. Embryo ideal, berbentuk bola, simetris
dengan ukuran, warna dan teksture seragam.
2. Grade 2 (Good) : bentuk embryo normal agak gelap, sedikit
kurang sempurna, seperti beberapa blastomere extruded,
bentuk ireguler, terdapat beberapa gelembung.
3. Grade 3 (Fair) : ukuran embryo sedikit lebih kecil, ada inklusi
vesikula, zona pellucida sedikit robek atau tepi teratur
beberapa blastomere extruded, terdapat rongga (vesiculasi),
beberapa sel degenerasi (10-20% tidak beraturan)
4. Grade 4 (poor) : embryo berwarna gelap, bentuk tidak teratur
lebih kecil, zona pellucida robek banyak blastomere extruded,
sel degenerasi, ukuran sel bervariasi, banyak gelembung
besar tetapi masa embryo kelihatan seperti hidup (30 – 50%
tidak beraturan).

5. Grade 5 (dead) : bentuk dan besar embryo tidak teratur, zona


Perlakuan Embryo sebelum
dipindahkan

1. Penyimpanan Embryo
2. Penentuan jenis kelamin embryo
(embryo sexing)
3. Bedah mikro (Micro surgery
embryo).
TEKNIK TRANSFER EMBRYO
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transfer
embryo :

1) Kualitas embryo
2) Media transfer
3) Sinkronisasi estrus pada donor dan resipien
4) Infeksi pada tubuh sapi
5) Tempat transfer
6) Perbedaan teknik antara surgical dengan
non surgical
7) Sapi heifer dan sapi resipien
8) Status nutrisi resipien
 Seleksi resipien yang optimum akan menghasilkan sapi betina
muda yang terbebas dari penyakit dengan fertilitas tinggi dan
mempunyai sifat mothering ability (sifat keibuan) yang baik,
juga pertumbuhannya baik dan bentuk tubuhnya
memungkinkan untuk mudah dalam melahirkan. Meskipun
bangsa bukan merupakan faktor yang penting namun
biasanya crosbreed akan menunjukkan fertilitas yang lebih
baik.
 Kesehatan dan kondisi reproduktif sapi betina calon resipien
harus diperiksa pada saat membeli maupun saat seleksi
dilakukan. Pemeriksaan diarahkan pada kondisi abnormalitas
saluran reproduksinya, kondisi kebuntingan sebelumnya dan
sejarah penyakit yang pernah dideritanya. Apabila calon
resipien baru diperoleh, maka harus dilakukan karantina.
Selama periode karantina sapi betina calon resipien harus
diperiksa secara detil setiap hari dari tanda-tanda penyakit,
temperatur tubuhnya yang tinggi jika terjadi infeksi karena
akan berkaitan dengan infertilitas dan aborsi.
 Keberhasilan transfer embryo sebagian besar juga
tergantung pada sinkronisasi estrus antara donor
dengan resipien. Hal penting yang perlu diketahui
adalah normalnya siklus estrus. Keberhasilan akan
dicapai jika resipien mengalami estrus kurang lebihnya
sekitar 1 hari dari sapi donor.
 “Standing heat” adalah satu-satunya identifikasi
estrus. Seekor sapi yang mengalami standing heat
bila dinaiki sapi betina yang lain maka akan diam
pasrah, seperti seekor pejantan mengawini seekor
betina. Walaupun dengan pandangan mata telanjang
kondisi standing heat ini merupakan tanda terbaik
untuk deteksi estrus. Terdapat beberapa alat
komersial yang tersedia untuk kepentingan deteksi
estrus, diantaranya adalah “Heat Mount Detector”
dapat juga digunakan.
Sinkronisasi estrus resipien.
1. Injeksi tunggal PGF 2 σ dengan palpasi, resipien yang
sedang dalam pertengahan siklus estrus
memperlihatkan corpus luteum pada ovarinya, akan
merespon injeksi PGF 2 σ . Seleksi pertama pada
kelompok resipien dilakukan dengan memeriksa
ovarinya. Sapi yang terlihat corpus luteumnya disuntik
dengan PGF 2 σ dengan dosis 15 – 25 mg atau dengan
estrumate dengan dosis 500 μg dan estrus akan datang
pada 48 – 96 jam kemudian.
2. Penyuntikan dobel dengan PGF 2 σ, suntik seluruh
resipien dengan PGF 2 σ tanpa memperhatikan adanya
corpus luteum kemudian diulangi lagi 11 hari kemudian,
gejala estrus akan puncak lagi pada 48 – 96 jam
kemudian.
Metoda transfer embryo pada ternak yaitu :
1.Surgical Methode (dengan teknik pembedahan)
2.Non-Surgical Methode (teknik tanpa
pembedahan).

Metode surgical telah berhasil menghasilkan


angka kebuntingan yang lebih tinggi jika
teknisi yang mengerjakannya profesional,
seperti halnya pada metode non-surgical.
Preparasi dan Prosedur Transfer
Embryo
Alat : Obat-obatan
1.Transferring Gun 1.Kapas dengan 70% etil
2.Plastic sheath alcohol
3.Outer sheath 2.Paper towel dipped
4.Gunting untuk gunting dengan disinfektan
rambut (benzalkonium chloride)
5.Plastic straw 3.2 % xylocaine (lidocaine
6.Straw cutter HCl)
7.Disposible syringe (5 – 10 ml) 4.“Padrine” (Prifinum
dengan jarum injeksi Bromida-anticonvulsivant)
8.Cervix expander (pembuka
serviks)
b. Pengisian Embryo ke dalam straw (Preparasi Straw

a) Straw harus dicuci dengan air murni tanpa pembasahan dengan


kapas, keringkan dan sterilkan dengan gas ethylene oxide atau UV.
Sterilisasi dengan gas ethylene oxide harus diselesaikan lebih dari 2
minggu sebelum digunakan, karena sisa gas dapat merusak embryo.
Kemudian straw dipotong sekitar 1 – 2cm, sehingga tepat untuk
transferring gun.
b) Pertama, straw harus dicuci beberapa kali dengan media aspirat
tanpa pembasahan cotton plug. Kemudian embryo dimasukan dalam
straw dengan 1 ml tuberculin syringe ditempelkan pada cotton plug di
ujung straw.
c) Embryo dan media adalah aspirated : 2 – 3 cm kolom media (M-PBS)
sebagai aspirated, kemudian 0,5 cm gelembung udara, dan 2,5 – 3,5
cm media yang berisi embryo diikuti oleh gelembung udara yang lain
dan media. Media terakhir menjamin bahwa media aspirat I basah
oleh kapas.
c. Persiapan Transfering gun

Embryo yang dimasukan dalam straw ditempatkan


dalam transfering gun dan ditutup dengan outer
sheat, harus dijaga agar tidak terkena kontaminasi.
Apabila betina resipien dipelihara dekat dengan
laboratorium Transfer Embryo, maka cara kerja
seperti tertulis di atas, tetapi jika membutuhkan
waktu untuk transportasi dari tempat koleksi ke
tempat transfer atau laboratorium untuk
cryopreservasi, straw harus disegel dan dibawa
secara hati-hati dengan posisi horisontal.
d. Persiapan Resipien
Cek terakhir pada calon resipien adalah membawa
keluar 1 hari atau bahkan sebelum transfer. Apabila
pemeriksaan dengan palpasi rektal keluar sebelum
transfer, jangan menyentuh atau memijit ovari dan
uterus secara kasar.
Kendalikan resipien dalam services create (kandang
jepit) dan keluarkan seluruh feses, berikan anastesi
epidural dengan menggunakan 3 ml xylocaine pada
resipien. Vulva dan daerah rektal dicuci seluruhnya
dengan air hangat, dan digosok dengan tissue yang
telah dimasukan dalam disinfektan dan kemudian bilas
dengan kapas yang telah diberi etilalkohol.
e. Sinkronisasi
Sinkronisasi antara tingkat perkembangan
embryo dan siklus birahi resipien. Jika
tingkat perkembangan embryo dan siklus
estrus resipien bervariasi, mereka harus
disinkronisasikan sebanyak mungkin.
Sebagai contoh pada hari ke – 7 flushing dan
ET segar telah terbentuk, jika hari ke- 6 – 8
resipien telah tersedia, morula harus
ditransfer pada hari ke-6, tahapan morula
kompak dan awal blastocyst pada hari ke – 7
dan blastula akhir pada hari ke-8.
f. Prosedur Transfer.
Sementara teknisi memasukan tangan pada rektum, bibir
vulva resipien dibuka dan transferring gun dimasukkan ke
dalam vagina. Gun harus dimasukan ke pintu masuk serviks,
dengan plastik penutup (plastik sheat) kemudian gun
dimasukan ke dalam serviks.
Setelah melewati serviks, transferring gun dimasukan ke
tanduk uterin secara ipsilateral (searah) dengan Corpus
luteum. Tanduk uterus dinaikkan dan kemudian diluruskan
disamping ujung gun. Ujung gun harus dimasukkan sekitar 5 –
10 cm melebihi bifurcatio. (Gb. 25). Selama proses
pemasukan gun tersebut tidak boleh melukai dinding uterin,
jika terjadi penolakan maka tidak boleh dipaksakan. Jika
diinginkan dengan posisi yang tepat tercapai maka embrio
dimuntahkan dengan cara menekan gun plunger dengan kuat.
Jika pada servikas yang sempit dan rapat pada saat
memasukan gun maka alat pembuka serviks dapat digunakan
untuk memperlancar prosedur ini.
Teknik Pemasukan Alat

Saat pelaksanaan transfer embryo dilaksanakan, teknik


yang sangat penting adalah memasukan peralatan seperti
kateter balon dan transferring gun ke dalam serviks dan
tanduk uterin. Jika hal ini dilakukan tidak secara benar maka
akan berakibat melukai serviks dan endometrium, sehingga
akan mengakibatkan pendarahan. Jangan mudah menggeser
peralatan tanpa mengetahu lokasi yang sebenarnya di dalam
saluran reproduksi, juga jangan terlalu yakin bahwa peralatan
sudah pasti masuk ke dalam saluran, akan tetapi saluran
yang harus dimanipulasi dan disesuaikan agar alat tadi dapat
melaluinya dengan baik dengan menggunakan bimbingan
tangan anda yang berada dalam rektum.
1. Pemasukan alat pada saluran uterin eksternal.
Apabila alat telah dimasukan ke dalam serviks, posisi tangan
memegang alat tersebut melalui rektal adalah sangat penting.

2. Pemasukan alat pada serviks


Perpindahan alat yang terlalu sering dalam satu proses transfer
seperti naik turun, kekanan dan kekiri maka akan berakibat dapat
melukai serviks dan berakibat pendarahan. Pemindahan posisi
alat dalam saluran harus dilakukan secara lambat dan
halus/lembut dengan memanipulasi saluran sesuai dengan alat
yang ada.

3. Pemasukan alat pada tanduk uterin (Cornua uteri)


Apabila tanduk berada dibawah atau pada dasar abdomen maka
seluruh uterus harus ditarik ke arah belakang, dengan
memegang serviks dan tanduk uterus dipanjangkan dan
diluruskan. Ujung alat harus selalu melewati bagian tengah
lumen.

Anda mungkin juga menyukai