Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada masa ini sebagian besar permasalahan yang dihadapi dalam bidang peternakan di
Indonesia adalah masih rendahnya produktifitas dan mutu genetik ternak. Keadaan ini terjadi
karena sebagian besar peternakan di Indonesia masih merupakan peternakan konvensional,
dimana mutu bibit, penggunaan teknologi dan keterampilan peternak relatif masih rendah.
Permintaan akan daging di Indonesia akan bertambah terus secara nyata dengan
bertambahnya penduduk dan pendapatan. Usaha membentuk bangsa sapi potong baru
memerlukan waktu yang lama. Selama beberapa tahun impor ternak hidup untuk meningkatkan
produksi ternak potong mengalami banyak hambatan dan tidak optimal. Oleh karena itu
teknologi transfer embrio (TE) menawarkan jalan untuk meningkatkan dan mengembangkan
produksi daging secara berkelanjutan.
Penerapan teknologi transfer embrio (TE) atau alih janin merupakan alternatif untuk
meningkatkan populasi dan mutu genetik sapi secara cepat. Teknologi TE pada sapi merupakan
generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). Pada prinsipnya teknik
TE adalah rekayasa fungsi alat reproduksi sapi betina unggul dengan hormon superovulasi
sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Sel telur hasil superovulasi ini akan
dibuahi oleh spermatozoa unggul melalui teknik IB sehingga terbentuk embrio yang unggul.
Embrio yang diperoleh dari ternak sapi donor, dikoleksi dan dievaluasi, kemudian ditransfer ke
induk sapi resipien sampai terjadi kelahiran.
Aplikasi TE di Indonesia dimulai pada awal dasawarsa 1980-an. Saat ini penelitian dan
penguasaan teknologi telah dilakukan dan dikembangkan oleh berbagai institusi, seperti
BALITNAK, Balai Embrio Ternak, LIPI dan beberapa Perguruan Tinggi seperti IPB, UGM,
Brawijaya, Airlangga dll. Keberhasilan teknologi TE di Indonesia masih sangat beragam dan
dampaknya untuk perkembangan maupun peningkatan produktivitas ternak masih sangat
minimal. Program untuk mengembangkan dan memanfaatkan teknologi TE masih belum
terfokus dengan baik. Padahal teknologi ini merupakan salah satu wahana yang sangat penting
dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak.
Berdasarkan latar belakang di atas, tentunya sebagai seorang calon dokter hewan sangat
perlu mendapatkan pengetahuan mengenai salah satu teknologi dibidang reproduksi ternak.
TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

Salah satu dari teknologi tersebut yaitu transfer embrio pada ternak. Pada makalah ini akan di
bahas mengenai teknologi reproduksi transfer embrio pada sapi. Diharapkan melalui pembahasan
tersebut dapat menambah wawasan pembaca mengenai transfer embrio mulai dari pengertian,
tujuan, manfaat, maupun teknik teknik dalam transfer embrio.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang diatas, dapat dirumuskan suatu permasalahan yang akan
dibahas pada makalah ini yaiut antara lain :
a. Apakah pengertian dari transfer embrio ?
b. Apakah tujuan dari dilakukan transfer embrio pada sapi ?
c. Bagaimaanakah langakah dan teknik dalam melakukan transfer embrio pada sapi?
d. Apakah kelebihan dan Kekurangan dari transfer embrio ?
1.3 Tujuan dan manfaat
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat diketahui bahwa tujuan dan manfaat
dari makalah ini adalah :
a. Dapat mengetahui pengertian dari transfer embrio.
b. Dapat mengetahui tujuan dari dilakukan transfer embrio pada sapi.
c. Dapat mengetahui langkah dan teknik dalam melakukan transfer embrio pada sapi.
d. Dapat mengetahui Kelebihan dan Kekurangan dari transfer embrio.

TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

BAB II
ISI
2.1 Pengertian Transfer Embrio
Transfer Embrio merupakan suatu teknik yang dikenal juga dengan genetik manipulasi.
Keuntungan praktis dari transfer embrio adalah untuk meningkatkan kapasitas reproduksi ternak
yang berharga. Untuk beberapa tahun peningkatan mutu genetic ternak sapi telah dilakukan
dengan metode inseminasi buatan dengan memanfaatkan sisi pejantan.
Berbeda halnya dengan Transfer embrio dimana dapat mempercepat percepatan dari sisi
betina, namun berjalan sangat lambat karena ternak sapi betina bersifat monotokus dan
mempunyai masa kebuntingan yang cukup panjang.
Transfer embrio adalah suatu teknik dimana embrio (fertilized ova) dikoleksi dari alat
kelamin ternak betina menjelang nidasi dan ditransplantasikan ke dalam saluran reproduksi
betina lain untuk melanjutkan kebuntingan hingga sempurnah, seperti konsepsi, implantasi/nidasi
dan kelahiran.
Produksi embrio dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro. Dalam teknik in vivo, hewan
betina donor akan menjalani superovulasi, yakni penyuntikan hormone gonadotropin (FSH,
PMSG/CG atau HMG) guna melipat gandakan produksi sel telur. Sel-sel telur yang diovulasikan
tersebut, setelah mengalami pembuahan dan berkembang menjadi embrio ditampung atau
dikoleksi untuk kemudian ditransfer pada betina resipien.
Di samping ditransfer secara langsung embrio dapat dibekukan atau dimanipulasi guna
menghasilkan kembar identik. Embrio paruh yang dihasilkan dapat ditransfer atau sebagai bahan
untuk menentukan jenis kelamin. Pada teknik in vitro, sumber sel telur umumnya berasal dari
ovarium yang berasal dari hewan yang telah dipotong. Dibeberapa Negara maju, limbah rumah
potong hewan (RPH) tersebut, setelah melalui serangkaian teknik tertentu teryata terbukti telah
secara komersial dapat meyediakan embrio bagi penyediaan ternak potong. Dengan bantuan
ultrasonografi, teknik ovum pick-up telah dapat diterapkan guna menyediakan oosit ternak
unggul yang masih produktif tanpa harus menunggu di potong.
2.2 Tujuan Transfer Embrio
Tujuan dari Transfer Embrio diantaranya adalah:
1. Meningkatkan mutu genetik ternak.
TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

2. Mempercepat peningkatan populasi ternak.


3. Berpotensi mencegah berjangkitnya penyakit hewan menular yang ditularkan lewat saluran
kelamin.
4. Mempercepat pengenalan material genetik baru lewat ekspor embrio beku.
5. Meningkatkan penyediaan sumber bibit unggul.
6. Memanfaatkan sapi lokal yang kurang unggul untuk menghasilkan keturunan yang unggul.
7. Meningkatkan pendapatan masyarakat

2.3 Langkah- Langkah Transfer Embrio pada Sapi

Gambar Skema Tansfer Embrio


Transfer embrio terdiri dari beberapa tahapan yang dimulai dari seleksi donor. Dan saat ini
teerdapat teknik-teknik yang berhubungan dengan Transfer Embrio seperti sexing spermatozoa,
mikromanipulasi, in vitro fertilisasi dan transfer inti.

TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

A. Seleksi Hewan Donor


Keberhasilan Transfer Embrio (TE) tergantung dari seleksi yang dilakukan dalam
menentukan hewan donor dan resipien. Seleksi donor sebaiknya didasarkan atas tiga kriteria
yaitu hewan mempunyai sifat genetik superior, kemampuan bereproduksi yang tinggi, dan
mempunyai nilai pasar dan progeni yang tinggi. sebagai hewan donor dibutuhkan betina yang
telah dewasa kelamin dan telah diseleksi mutu genetinya agar dapat diperoleh perbaikan mutu
genetik maksimal dari turunannya. Selain penilaian muti genetik, penilaian terhadap calon
hewam donor dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Penilaian eksternal : puting susu yang menggantung dengan baik, otot-otot tubuh baik
dan hewan dipilih yang bertubuh besar.
2. Hewan donor harus sehat dan tidak mempunyai kelainan dalam mencerna makanannya
serta mempunyai temperamen yang baik.
3. Perlu penilaian oleh dokter hewan dalam segi reproduksi yang dilakukan satu sampai
dua minggu setelah beranak, tidak terjadi retensio secundinae, fungsi ovarium baik dan
dapat dilakukan uji progesteron terhadap air susu.
4. Transfer embrio sangat membutuhkan kondisi kesehtan ternak dalam keadaan baik.
Kondisi kesehatan ternak donor harus dicek secara baik melalui test darah dan
vaksinasi. Juga, saat donor diseleksi, saluran reproduksi harus diperiksa secara palpasi
rectal untuk mengetahui abnormalitas dan memastikan ternak tidak dalam keadaan
bunting.
5. Pakan yang sesuai dan program manajemen yang baik untuk ternak donor pada saat
persiapan akan memberikan hasil yang baik. Pengaruhi pakan yang jelek terhadap
perkembangan folikel pada sapi telah banyak dilaporkan. Baik obesitas maupun
kondisi pakan yang jelek dapat mengurangi fertilitas. Oleh karena itu, donor harus
dikontrol sehingga kondisi tubuh sesuai dengan yang dipersyaratkan. Penimbangan
ternak secara periodic dan menentukan skor tubuh ternak akan membantu dalam
manajemen pemberian pakan.
B. Seleksi Hewan Resipien
Seleksi Hewan Resipien harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut :
1. Resipien harus diobservasi terhadap estrus selama beberapa siklus sebelum transfer
embrio
2. Anakanya harus sudah disapih
3. Gejala estrus utama adalah diam bila dinaiki kawannya (standing when ridden,
standing heat)
TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

4. Umurnya sebaiknya dibawah tujuh tahun


5. Mempunyai keturunan yangteratur, umumnya satu anak per tahun
6. Tidak pernah mengalami distokia, retensio secundinae atau distokia pada partus
terakhir
7. harus di vaksninasi terhadap penyakit - penyakit tertentu
8.Ukuran tubuhnya sesuai untuk menerima embrio yang akan diimplantasikan
Syarat-syarat tersebut diperkuat oleh Hahn (1984) dan Wagner (1987) bahawa sebagai
resipien selain harus memmpunyai siklus estrus teratur, bebas penyakit, kondisi tubuh baik, juga
harus mampu menampung embrio yang diimplantasikan. Dalam hal ini kualitas CL menjadi
syarat dalam keberhasilan transfer embrio. DItambahkan bahwa sebagai resipien tidak
dipentingkan asal keturunan bangsa sapi.
C. Sinkronisasi Birahi

Gambar Sinkronisasi Estrus


Sinkronisasi estrus merupakan teknik manipulasi siklus estrus untuk menimbulkan gejala
estrus dan ovulasi pada sekolompok hewan secara bersamaan. Teknik ini terbukti efektif untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan inseminasi buatan, efisiensi deteksi estrus, sehingga dapat
diaplikasikan untuk memperbaiki reproduktivitas sapi. Beberapa metode sinkronisasi estrus telah
dikembangkan, antara lain dengan penggunaan sediaan progesteron, prostaglandin F2a (PGF2a),
serta kombinasinya dengan gonadotropin releasing hormone (GnRH). Pemberian progesteron
berpengaruh menghambat ovulasi, prostaglandin F2a menginduksi regresi korpus luteum,
sedangkan GnRH menambah sinergi proses ovulasi (Putro, 2013).
Salah satu cara untuk mengatasi problema sulitnya deteksi estrus yaitu dengan cara
penerapan teknik sinkronisasi estrus, baik dengan menggunakan sediaan progestagen
(progesteron) atau prostaglandin FGF2. Namun dengan teknik ini, masih terdapat problema
TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

dalam mendeteksi estrus. Pada saat ini telah banyak metode sinkronisasi estrus yang
dikombinasikan

dengan

sinkronisasi

ovulasi

dengan

pemberian

hormone

GnRH

(Gonadotrophine Releasing Hormone) atau hCG (Human Chorionic Gonadotrophin) yang


merangsang sekresi hormon gonadotropin untuk merangsang perkembangan folikel dominan
agar terovulasi diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan IB. menyatakan bahwa GnRH
(Gonadotropin Releasing Hormone) adalah hormon natural yang diproduksi oleh hypothalamus
di otak yang dapat menyebabkan sapi memproduksi hormon lain yaitu LH (Luteinizing
Hormone) yang bekerja sama dengan FSH dalam perkembangan folikel. Konsentrasi LH yang
tinggi menyebabkan ovulasi, kemudian CL (corpus luteum) terbentuk di ovari yang
memproduksi progesteron untuk mempersiapkan uterus menerima kebuntingan dan persiapan
estrus kembali pada siklus berikutnya (Sianturi 2010).
Metode A. Sinkronisasi estrus dengan metode Ovsynch (GnRH-PG-GnRH-IB), yaitu peyuntikan
GnRH (2,5 ml Fertagyl Intervet; yang berisi 250 gram Gonadorelin yang
merupakan GnRH sintetik) pada hari ke-0 (d-0), pada d-7 diinjeksi dengan PGF2 (5
ml Lutalyse, berisi 25 mg Dinoprost Tromethamin - Pharmacia)), dan d-9 di injeksi
dengan GnRH lagi, kemudian di IB 16-24 jam setelah penyuntikan GnRH ke-2 tanpa
memperhatikan gejala-gejala estrus. Skema sinkronisasi estrus tertera pada Gambar
1.
Metode B. Sinkronisasi estrus dengan dua kali penyuntikan PGF2 (PG-PG-IB), yaitu 5 ml
Lutalyse dengan interval 11 hari, kemudian di inseminasi bila sudah terdeteksi estrus.
Metode C. Sinkronisasi estrus yang sama dengan metode B, namun dengan ditambah
penyuntikan hCG (500 IU) pada saat IB (PG-PG-IB+hCG) (Sianturi 2010).

TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

D. Superovulasi

Gambar Superovulasi Ovary


Superovulasi adalah salah satu prosedur pemberian hormon pada ternak betina sehingga
menghasilkan beberapa oosit atau sel telur, dimana secara normal hanya dihasilkan satu oosit
pada setiap estrus. Pada domba, kambing atau sapi rata-rata diperoleh 12 ovulasi setelah induksi
superovulasi. Tujuan utama superovulasi adalah meningkatkan jumlah oosit yang dilepaskan dan
jumlah embrio yang potensial (Solihati, 2006). Hormon yang biasa digunakan untuk merangsang
pertumbuhan folikel dan ovulasi adalah pregnant mare serum gonadotrophin(PMSG) dan follicle

TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

stimulating hormon (FSH). Target organ superovulasi adalah ovarium dimana terdapat folikel
yang didalamnya mengandung oosit (Solihati, 2006).
Langkah kunci dalam pelaksanaan transfer embrio adalah tersedianya sel telur atau
embrio dalam jumlah yang banyak. Untuk meningkatkan jumlah sel telur yang diovulasikan
setiap siklusnya maka perlu dilakukan induksi superovulasi (Siregar

dkk , 2012). Secara

konvensional, induksi superovulasi dilakukan menggunakan hormon gonadotropin yakni


pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) dan follicle stimulating hormone (FSH). Kedua
hormon ini biasanya menghasilkan respons yang rendah yang ditandai dengan rendahnya
kualitas embrio (Siregar dkk., 2004). Pemakaian FSH dalam pelaksanaan superovulasi, dari
beberapa penelitian mempunyai respon yang sangat baik, namun mengingat waktu paruh
biologiknya sangat singkat + 2-5 jam, sehingga penyuntikan perlu dilakukan secara berulang kali
(Hernawan, 2003). Sedangkan PMSG memiliki aktivitas biologis ganda, yaitu serupa dengan
FSH dan LH. PMSG memiliki pengaruh yang ditumbulkan oleh antara lain : merangsang
follikel, menunjang produksi estrogen, ovulasi, luteinisasi, dan merangsang sintesis progesteron
pada ternak dihipofisektomi (Hernawan, 2003).

Superovulasi dengan FSH


-

Karena waktu paruh FSH sangat singkat maka pengulangan injeksi sangat diperlukan.
Total dosis yang dibutuhkan untuk seekor donor adalah 36 mg FSH diinjeksikan dengan
cara dosis menurun selama 4 hari.

Dosis optimum FSH untuk superovulasi dipengaruhi oleh bangsa sapi donor, misalnya
untuk

sapi

jenis

Japanese

Black

dibutuhkan

20(4,4,3,3,2,,2,1,1)

hingaga

28(5,5,4,4,3,3,2,2,1,1) mg FSH.
-

Interval waktu antara injeksi siang dan malam adalah 8-12 jam.

48 jam setelah injeksi FSh yang petama (haru ketiga dari skedul), harus diberikan
prostaglandin atau 750 g cloprostaglandin, dosisnya dibagi dua yaitu 20 mg
diinjeksikan siang dan 10 mg diinjeksikan malam, akan memberikan hasil yang lebih
baik.

Superovulasi dengan PMS


PMSG dapat menggantikan FSH meskipun embrio yang dihasilkan kurang baik daripada
menggunakan FSH. Biasanya dengan dosis 2000-3000 IU PMSG diberikan kepada donor
selama 9-14 hari dari siklus estrus.
TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

Pengunaan preparat progesterone


Preparat progesterone seperti syncromate-B (implant di telinga) dan CIDR (intravagina),
digunakan untuk sinkronisasi estrus, dan dapat digunakan dalam rangkaian superovulasi
setiap saat tanpa melihat siklus estrus donor. Biasanya, donor yang telah diberi perlakuan
menunjukan estrus 42-48 jam setelah injeksi prostaglandin. Umumnya saat terbaik untuk
inseminasi buatan adalah 10-24 jam setelah estrus pertama kali muncul, oleh karena itu donor
harus diinseminasi untuk pertama kali pada saat siang hari pada hari ke lima pelaksanaan
superovulasi dan inseminasi kedua pagi hari pada hari keenam perlakuan superovulasi. Jadwal
atau skedul ini dapat berubah tergantung pada saat munculnya estrs pertama. Biasanya dua
kali inseminasi cukup untuk estrus yang normal dan menghasilkan embrio dengan
menghasilkan peroehan embrio yang jelek.

Factor-faktor yang mempengaruhi Superovulasi


Pengaruh respon ovarium adalah yang sangat penting dalam mempengaruhi keberhasilan

superovulasi pada ternak. Beberapa factor berikut adalah yang dapat mempengaruhi respon
ovarium selama superovulasi:
1. Hormon gonadotropin

Jenis hormone, terdapat banyak jenis hormone.

Sisa LH pda saat pembuatan/sintesis FSH.

Dosis, cara penyuntikan.

2. Donor

Bangsa

Umur, sapi induk atau dara

Estrus saat diberi perlakuan hormone

Kondisi kesehatan

Jarak/interval dari saat melahirkan

Kondisi nutrisi

Stress (transport, perubahan makanan, panas dsb)

Muslim

3. Folikel Dominan Pada Ovarium Donor

TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

10

Penelitian terbaru terhadap dinamika folikel dalam ovarium ternak menunjukan bahwa
pada umumnya folikel dalam ovarium ternak menunjukan bahwa pada umunya dalam satu siklus
terdapat 2 atau 3 gelombang folikel, yang dicirikan oleh profil FSH. Pada saat gelombang
tertinggi menunjukan terdapat folikel dominan dalam ovarium. Seleksi folikel dominan diikuti
dengan pertumbuhan sejumlah folikel yang kecil. Dalam perlakuan superovulasi, keberadaan
folikel dominan pada saat pemberian hormone gonadotropin menyebabkan respon yang kurang
baik. Saat ini, banyak dilakukan penelitian untuk mengoptimalisasikan respon superovulasi.
E. Inseminasi Buatan

Gambar Proses Inseminasi Buatan


1. Waktu inseminasi
Biasanya, donor yang telah diberi perlakuan menunjukan estrus 42-48 jam setelah injeksi
prostaglandin. Umumnya saat terbaik untuk inseminasi buatan adalah 10-24 jam setelah estrus
pertama kali muncul, oleh karena itu donor harus diinseminasi untuk pertama kali pada saat
siang hari pada hari ke lima pelaksanaan superovulasi dan inseminasi kedua pagi hari pada hari
keenam perlakuan superovulasi. Jadwal atau skedul ini dapat berubah tergantung pada saat

TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

11

munculnya estrs pertama. Biasanya dua kali inseminasi cukup untuk estrus yang normal dan
menghasilkan embrio dengan menghasilkan peroehan embrio yang jelek.
2. Hal yang harus diperhatikan selama inseminasi
Jangan disentuh ovarium pada saat estrus dan ovulasi. Palpasi rectal pada ovarium selama
ternak yang disuperovulasi estrus dapat menyebabkan rusaknya folikel yang sedang berkembang.
Inseminator harus menagani alat kelamin betina dengan betina bagian atas sangat sensitife
terhadap stres.
3. Kualitas semen beku
Kualitas semen juga sangat penting dalam menghasilkan embrio dengan kualitas yang
baik. Semen beku dengan tingkat fertilisasi sperma yang telah diketahui dapat digunakan dalam
rangkaian superovulasi.
Inseminasi Buatan umumnya dilakukan pada donor 12 24 jam pasca standing heat
karena dari hasil penelitian dihasilkan laju fertilitas yang cukup tinggi. Adapun
pelaksanaan IB dilakukan 2 kali sebagai berikut :

Yang perlu diperhatikan adalah biasanya efek atau pengaruh superovulasi tersebut
memberikan kepekaan yang tinggi sehingga faktor kebersihan (hygiene) harus diperhatikan
dalam artian prosedur dilakukan dengan aseptik.
F. Pemanenan Embrio
1. Medium, Alat, dan Obat:
a.

Medium Untuk pemanenan


Dua medium yang sering digunakan untuk pemannan embrio, yaitu 0.3-0.4% Bovine

Serum Albumin (BSA) atau 1-2% Calf Serum (CS) yang telah diinaktivasi ditambahkan sebagai
sumber protein kedalam medium. Embrio di dalam medium yang tidak mengandung protein
akan lengket ke permukaan pelastik atau kaca seperti petri dishes (cawan petri)
Dulbeccos Phosphate Buffered Saline (D-PBS) atau Lacto-Ringers solution
Ditambah:
Protein

: CS 10-20 ml atau BSA 3-4 g/liter dan


TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

12

Antibiotik : penicillin 200.000 IU + streptomycin 0.2 g atau kanamycin 100 mg/liter.


b. Peralatan

Foley catheter atau ballon catheter untuk sapi (1,18 atau 20 G)

Inner stylet untuk foley catheter.

Cervix expander.

Botol atau plastik silinder untuk medium pemanenan.

Silicone tube dengan Y-atau T connector dan clamp.

Disposable syringes (5,20,50 ml).

Injection needle (18 G).

Infusion tube (medical use).

Kochers forceps.

Intrauterine injector.

Plastic gloves.

Cervical forceps.

Vagina scope.

c.

Obat
Cotton-alcohol (kapas dicelup dengan 70% Ethylalcohol).

Kertas tisu dicelup dengan desinfektan (0.1% Benzalkonium chloride).

2% xylocaine.

Padrine (prifinum Bromide: parasympathicolytic, anticonvulsivant).

Isodine solution (2% PVP-Iodine) atau antibiotic untuk pemberian intrauterine.

PGF2 atau Cloprostenol.

3. Prosedur pemanenan Embrio


TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

13

Gambar Flushing Embrio


Metode dengan operasi (surgical) adalah metode pertama kali yang sukses dalam
pemanenan embrio, namun saat ini terdapat metode non operasi (non surgical) sebagai pilihan
panen embrio. Panen embrio sapi biasanya dilakukan hari ke 6 sampai ke 8 setelah estrus (hari
estrus = hari ke 0) yang akan menghasilkan embrio dengan tingkat perkembangan yang cocok
untuk ditransfer ataupun dibekukan. Pada hari ke 6 ovum yang diovulasikan telah berada di
bagian unjung anterior tanduk uterus.
Prosedur pemanenan embrio:
a. Persiapan

Sapi donor dijepit dalam kandang jepit. Kaki depan lebih tinggi dari pada kaki belakang
sehingga saluran reproduksi lebih mudah diakses/dikendalikan.

Palpasi dan tentukan panjang saluran reprodksi, lokasi dan kondisinya. Juga estimasi
dan catat jumlah CL dan folikel yang tidak diovulasikan pada ovarium.

Hangatkan lebih kurang 1000 ml medium flushing (pembilasan) untuk setiap donor
dalam water bath sebelum digunakan.

Botol medium disambungkan dengan inflow tube dan diarahkan ke foley catheter.
Outflow tube disambungkan dengan inflow tube menggunakan Y-atau T-connector.

Baik inflow maupun outflow tube diisi dengan medium sebelum pemanenan dimulai.
TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

14

Ballon catheter dibilas dengan medium pemanenan dan sebuah inner stylet difiksir ke
chateter sebelum digunakan. Fiksasi stylet dilakukan dengan tube connector atau
kochers forceps.

b. Anastesi Epidural

Pangkal ekor dijepit, dicuci dengan sabun antiseptic, kemudian lap/hapuss dengan
cotton-alcohol, dan anatesi epidural diberikan antara sacrum terakhir dan coccygeal
pertama tulang belakang dengan 5 ml 2% Xylocaine. Posisi injeksi yang tepat akan
menghindari efek negatife.

Feses harus dikeluarkan dari rectum sebelum pemberian anastesis lokal untuk mencegah
masuknya udara dalam jumlah banyak maka dapat dikeluarkan dengan pompa vakum.

Setelah anastesi afektif dilakukan pangkal ekor diikat dan difiksir ke tubuhnya.

Hal ini adala alternative untuk anastesi dengan Xylocaine. Injeksi 20 ml prifinum
Bromide (padrin: parasympathicolytic) intravena atau intramuscular dapat menghalagi
tekanan yang ekstrim terhadap rectum dan akan memudahkan penanganan uterus.

c. Pemasukan kateter Balon dan Fiksasi Balon

Vulva dan rectum dicuci dengan air hangat dan dibersihkan dengan kertas tisu (yang
diberi desinfektan) dan ikut dengan kapas yang di beri alcohol.

Kemudian operator memasukan salah satu tangannya ke rectum. Selanjutnya vulva


dibuka oleh seorang asisten dan cervical expander dimasukan ke vagina dan
ditempatkan di dalam lumen cervix. Dengan sangat hati-hati untuk memudahkan
masuknya cervical expander dimasukan ke dalam cervix untuk memudahkan masuknya
kateter foley.

Kateter foley dengan ukuran 18-20 G (tergantung pada uukuran cervix) dengan inner
stylet dimasukan dengan perlahan ke dalam vagina dank e dalam lumen cervix hingga
badan uterus dengan palpasi rectal seperti saat IB.

Kemudian kateter foley dimanipulasi/diarahkan ke dalam salah satu tanduk uterus


sehingga balon dapat difiksir 2-3 cm di bagian eksternal bifurcation tanduk uterus. Pada
kasus dimana sapi Holstein baru saja melahirkan maka penempatan balon harus lebih
dalam karena belum mengalami involusi uteri yang harus lebih dalam karena belum

TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

15

mengalami involusi uteri yang sempurna.penggunaan cervix forcep memberikan hasil


yang lebih baik.

Perlakuan yang hati-hati akan menghindarkan dari kerusakan endometrium saat


pemasukan kateter.

Segera setelah kateter masuk pada posisi yang benar, seorang asisten menginjeksikan 10
ml udara ke dalam balon, kemudian secara perlahan ditambahkan udara sesuai dengan
total volume hingga teknisi merasa bahwa tanduk uterus sudah cukup gembung.

Penambahan 3-6 ml udara biasanya sudah cukup. Balon harus ketat sehingga medium
tidak dapat mengalir ke luar antara balon dan dinding tanduk uterus.

Apabila balon terlalu gembung dapat merusak endometrium dan menginduksi


pendarahan. Volume udara balon yang sesuai tergantung pada ukuran uterus dan posisi
balon. Pada umumnya 12-14 ml udara untuk sapi dara dan sekitar 14-16 ml udara untuk
sapi induk.

d. Prosedur pembilasan

Pembilasan dapat dilakukan dengan metode konvensional, namun sekarang sudah


dikembangkan peralatan yang otomatis. Pada penggunaan mesin otomatis, penanganan
yang sangat hati-hati harus diperhatikan untuk mencegah penggelumbungan balon yang
berlebihan. Jangan lupa bahwa tanduk uterus mempuyai bagian yang terbuka terhadap
tuba fallopi.

Saat memutar, inner stylet dikeluarkan secara perlahan sehingga tidak mengenaii balon.

Sebelum kateter balon di hubungkan dengan inlet tube, isi dengan medium. Outlet tube
(pengeringan) di tutup dengan clamp, dan inlet tube dibuka.

Setelah tanduk uterus diisi dengan medium, hentikan aliran. Setelah clamp outlet
dibuka, teknisi maraba dan memanipulasi uterus sehingga diperoleh sel telur yang
terdapat dalam lipatan-lipatan endometrium uterus. Jangan menyentuh uterus jika outlet
tube dalam kondisi tidak terbuka. Mmemanipulasi uterus yang berisi larutan medium
dapat menyebabkan embrio kembali ke tuba fallopi.

Volume medium pembilassan bervariasi antara 20-50 ml. tergantung pada ukuran
tanduk uterus dan posisi balon. Selama pembilasan pertama medium yang dimasukan
hanya 20-30 ml dan secara bertahap ditingkatkan hingga 40-50 ml.
TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

16

Medium yang telah bercampur dengan sel telur kemudian dialirkan ke luar tanduk
uterus. Proses tersebut diulang 8-10 kali hingga total medium pembilasan yang
digunakan 400-500 ml.

Pengisian uterus dengan medium menggunakan syringe pada ujung keteter foley untuk
mendorong medium masuk kedalam uterus tidak boleh terlalu cepat karena dapat
merusak endometrium uterus.

Untuk membilas tanduk uterus harus menggunakan kateter secara berulang sebaliknya
dihindari jika sterilitasnya tidak terjamin.

e. Perlakuan setelah pembelisan


Setelah pembelisa, perluh dilakukan perlakuan sebagai brikut sehingga dapat dilakukan
superovulasi dan pembilasan untuk periode berikutnya, a.l.:

Bilas uterus dengan 50 ml larutan PVP-iodine 2% atau antibiotik (penicillin 200.000 IU


+ streptomycin 0.2 g atau mpicillin 500 mg, dsb). Jika terdapat perlakuan pada
membraan, penggunaan antibiotik lebih baik karena membrane yang mengalami iritasi
berespon terhadap larutan antibiotik atau iodine.

Injeksi donor dengan 15-25 mg PGF2 atau 500-750 g atau analog PGF2 (estrumate)
untuk mencegah kebuntingan dan mengembalikan kondisi reproduksi ternak kepada
keadaan awal.

G. Koleksi Embrio
Koleksi embrio dilakukan dengan cara tanpa operasi (non surgical) pada hari ke-7 setelah
perkawinan. Sapi ditempatkan dalam nostal, pangkal ekor dijepit, dibersihkan dengan sabun dan
dibilas dengan alkohol 70%. Selanjutnya, sapi dianestesi epidural yang diberikan pada vertebrae
antara sacrumterakhir dan coccygea pertama dengan 2 ml lidokain klorida 2%. Feses dikeluarkan
dari rektum. Pembuka serviks (servical expander) dimasukkan ke dalam vagina dan ditempatkan
pada bagian lumen serviks untuk memanipulasi serviks sehingga lintasan balon kateter terbuka.
Kateter Foley 2 jalur dan batang pengeras anti karat dimasukkan dengan hati-hati ke dalam
vagina dan ke dalam lumen serviks bagian depan, terus ke badan uterus yang dituntun dengan
palpasi rektal seperti pada pelaksanaan inseminasi buatan. Kateter tersebut dimasukkan ke
kornua uterus secara bergantian. Kemudian balon dikembangkan dengan udara sampai lengket
sehingga medium tidak dapat keluar di antara balon dan dinding uterus.

TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

17

Medium flushing ditempatkan ke dalam botol yang dihubungkan dengan pipa penyalur
(untuk saluran medium). Pipa dari botol dihubungkan dengan pipa inflow (saluran menuju
uterus) pada kateter Foley dengan penghubung Y. Setelah kornua uterus menggelembung terisi
50 ml medium flushing, pipa aliran dibuka dan ditampung pada botol 1000 ml. Proses ini diulang
sampai 250 ml untuk satu kornua uterus. Selanjutnya, medium diperiksa di bawah mikroskop
untuk evaluasi kualitas embrio.
H. Evaluasi Embrio
Evaluasi embrio merupakan factor penentu yang sangat penting untuk keberhasilan
transfer embrio. Seluruh embrio yang diperoleh harus dievaluasi secara individu di bawah
mikroskop dngan pembesaran 100 - 200 x untuk melihat tahap perkembangan sel,, morfologi dan
kualitas embrio.
1. Tahap perkembangan
Tahap perkembangan embrio yang diproleh harus sama dengan jumlah hari perlakuan
superovulasi. Sebagai contoh: embrio yang diperoleh 3 hari setelah donor mengalami estrus
seharusnya mempunyai tahap perkembangan pada 4-8 sel, 8-16 sel pada hari ke-4, morula pada
haro ke-5-6, morula akhir atau blastosis pada hari ke-7 dan expanded blastosis pada hari ke-8.
Tipe morfologi setiap tahap perkembangan embrio adalah sebagai berikut:

Morula

Biasanya embrio menyerupai bola (bll of cell). Individu blastomer sulit dibedakan satu
dengan yang lainnya. Masa sel embrio menempati sebagian besar ruangan perivitelin.

Campact Morula

Individu blastomer terlah bersatu membentuk massa yang kompak, massa embrio
menempati 60-70@ ruang perivitelin dimana ruangannya lebih besar daripada tahap morula.

Blastocyst

Perbedaan lapisan tropoblas bagian luar dan bagian inner cell mass yang lebih kompak
berwarna lebih gelap dapat dilihat dengan jelas. Blastokol terlihat memenuhi ruang perivitelin.

Expanded blastocyst

Diameter embrio meningkat secara dramatis (1.2-1.5 x) bersamaan dengan menipisnya


zona peluside lebih kurang 1/3 ketebalan awa. Embrio yang diperoleh pada tahap expanded
blastocyst biasanya terlihat collaps, yang dicirikan dengan hilangnya seluruh atau sebagian
blastokol, dan ketebalan zona pelusida jarang kembali seperti ketebalan awal.
TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

18

Hatched Blastocyst
Embrio yang diperoleh pada tahap perkembangan ini dapat mengalami proses haching atau

secara sempurna terlepas dari zona pelusida. Hatcing blastocyst berbentuk seperti bola dengan
blastokol yang masih baik ataupun collaps. Indentifikasi embrio pada tahap ini aakan sulit jika
operator belum berpengalaman

Excelent
dan
Gambar Evaluasi Embrio
Embrio dievaluasi menggunakan mikroskop dengan pembesaran 70x. Evaluasi embrio
GOOD
dilakukan menurut cara yang mengklasifikasikan embrio menjadi 4 kelas, yakni A, B, C, dan D.
Kelas A, embrio bagus sekali, bentuk blastomer jelas, seragam, dan tidak dijumpai adanya
penonjolan-penonjolan blastomer. Embrio kategori ini dapat ditransfer dan dibekukan. Kelas B,
embrio bagus, bentuk blastomer jelas, ada penonjolan-penonjolan blastomer dan bentuk irreguler
sampai dengan 25%. Embrio kategori ini dapat ditransfer dan dibekukan. Kelas C, embrio
kualitas sedang, bentuk blastomer banyak yang irreguler, dan banyak penonjolan-penonjolan
sampai 50%. Embrio kategori ini dapat ditransfer, tetapi tidak dapat dibekukan. Kelas D, embrio
kualitas jelek, bentuknya irreguler, abnormalitas sel-sel blastomer melebihi 60%, termasuk
embrio yang mengalami degenerasi, dan ova yang tidak mengalami fertilisasi. Embrio kategori
ini tidak dapat ditransfer dan tidak dapat dibekukan.
H. Kriopresrvasi atau Pembekuan Embrio
setelah dilaporkan oleh wilmut dan Rowson pada 1973 bahwa embrio sapi mampu
bertahan dalam suhu beku dan prinsp kerja serta cara kerja teknik pembekuannya telah dilakukan
juga pada domba oleh wiladsen pada tahun 1997, maka industry TE didukung oleh pemanfaatan
teknik pembekuan mengalami kemajuan yang amat pesat. Tiga alasan utama pemanfaatan
TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

19

pembekuan embrio adalah (1) pendayagunaan sumber data resipien yang tersedia, (2)
menyederhanakan transportasi embrio, (3) mengawetkan cadangan genetis yang unggul atau
yang terancam punah. Embrio beku terbukti dapat menjadi alternative bagi tataniaga bibit ternak
hidup antara Negara atau antara pulau dan impor semen beku.
Bagi Indonesia, embrio beku diantisipasi dapat menjadi alternative bagi pengiriman ternak
antara pulau. Hal ini akan mengatasi hambatan kesehatan hewan bila antara sumber dan
penerima bibit komoditas ternak terdapat perbedaan status penyakit menular yng mudah terbawa
oleh hewan hidup, di samping menghemat biaya pemesanan , pengangkutan dan karantina ternak
antar pulau.
Teknik pembekuan embrio telah secara luas dilaukan di berbagai Negara. Untk Negaranegara eropa transfer embrio beku lebih banyak diharapkan daripada embrio segar. Perbandingan
kurang lebih sama degan 70:30. Teknik pembekuan ini dpat pula membantu mengatasi
keterbatasan atau kelebihan resipien. Dengan perbedaaan angka kebuntingan yang relative tidak
banyak (sekitar 5-10% lebih rendah) disbanding transfer embrio secara langsung, teknik
pembekuan telah lama menjadi subsitusi transfer secara langsung.
Di samping terhadap embrio utuh, pembekuan embrio juga dapat dilakukan bagi embrio
yang telah dibelah (embrio paruh) melalui metode splitting (pembelahan mikro). Namun
demikian, karena angka kebuntingan nya masih relatife rendah dan teknik splitting menuntut
keahlian serta memakan waktu, maka efisiensi pembekuan embrio paruh masih relative rendah.
Oleh karena itu, teknik pembekuan tidak dianjurkan untuk diterapkan pada embrio paruh. Hal
yang sama juga tidak atau belum dianjurkan bagi embrio yang dihasilkan dari pembuahan in
vitro.
Teknik yang dikembangkan melalui beberapa penelitian mengacu pada dua aspek: (1)
efisiensi teknik pembekuan, yakni dengan menetapkansistem baku yang banyak dianut sampai
saat ini yang terbukti memiliki viabilitas cukup tinggi, (2) memangkas konsumsi waktu dan
teknik pengenceran krioprotektan pasca thawing, dalam rangka menghemat waktu dan bahan
serta penyerdehanaan proses. Dari pengembangan prosdur yang berlaku, teknik baru yakni
vitrifikasi dan metode pengenceran satu tahap (one-step delution) menjanjikan efisiensi waktu,
tenaga dan biaya dengan hasil yang relatife baik. Dengan metode satu tahap embrio dapat
diproses, dithawing dan ditransferkan secara sederhana mendekati prosedur inseminasi buatan.

TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

20

I.

Teknik Transfer Embrio

Gambar Teknik Transfer Embrio pada Sapi


Terdapat dua metode utama dalam transfer embrio yaitu metode operasi dan non operasi.
Penggunaan metode operasi menghasilkan tingkat kebuntingan yang tinggi namun tingkat
kebuntingan dengan metode non operasi juga dapat menyamai metode operasi jika teknisi
mempunyai keahlian yang tinggi dalam transfer embrio.
a.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan Transfer embrio

Kualitas Embrio.

Medium Transfer.

Sinkronisasi estrus donor dengan resipien.

Infeksi.

Penempatan embrio dalam uterus.

Metode non operasi dan teknisi.


TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

21

b.

Resipien, dara atau induk

Status nutrisi resipien.

Seleksi Resipien
Resipien yang adalah masih muda dan terbebas dari penyakit dengan tingkat
fertilitas yang tinggi dan mempunyai sifat keibuanyang baik juga, mempunyai
pertumbuhan yang baik dan mudah dalam melahirkan anak.. bangsa ternak tidak terlalu
menjadi permasalahan,umumnya jenis persilangan menunjukan tingkat fertilitas yang
cukup baik.

c.

Manajemen kesehatan resipien


Kesehatan dan kodisi reproduksi resipien harus di uji pada saat seleksi.deteksi
yang dilakukan terutama terhadap abnormalitas saluran reproduksi, kondisi kebuntingan
dan kesehatan ternak. Bila calon resipien didatangkan dari luar, maka harus dikarantina
sebelum digunakan sebagai resipien. Selama periode ini, resipien harus diamati setiap hari
terhadap tanda-tanda penyakit, peningkatan suhu tubuh dan infeksi yang mempunyai
korelasi yang tinggi terhadap fertilitas.

d.

Sikronisasi dan Deteksi Estrus


a. Deteksi Estrus
Keberhasilan Transfer embrio juga tergantung dari sinkronisasi estrus antara
donor dan resipien. Donor dan resipien harus mempunyai panjang siklus estrus yang
normal. Tingkat keberhasilan akan lebih tinggi jika perbedaan estrus resipien dan donor
maksimal 1 hari. Standing heat adalah indikasi sapi estrus ditandai sapi akan diam jika
dinaiki sapi lain. Walaupun pengamatan secara langsung dengan mata adalah metode
deteksi estrus yang terbaik, namun saat ini terdapat peralatan yang dapat membantu deteksi
estrus seperti heat mount detector atau paint stick.
Ciri lain yang menandakan estrus adalah:

Turunnya selera makan

Penurunan produksi susu secara tajam

Perubahan tingkah laku, gelisah

Keluarnya lender bening dari vagina


TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

22

b. Sinkronisasi Estrus Resipien


Cara yang paling umum dilakukkan untuk sinkronisasi estrus adalah dengan
injeksi PGF2 atau analognya (estrumate). Jika resipien yang telah disinkronisasikan
mempunyai CL yang baik pada saat transfer embrio, maka tingkat kebuntingan yang
diperoleh akkan sama dengan resipien yang estrus alami.

Metode Injeksi PGF2


1.

Injeksi tunggal PGF2 dengan palpasi rectal


Resipien yang berada pada pertengahan siklus estrus dan menunjukan CL pada
ovarium akan berespon baik terhadap PGF2 pertama kali resipien diseleksi dengan
palpasi rectal. Resipien yang memiliki CL dikelompokan ke dalam satu kelompok
dan diinjeksikan dengan PGF2 (15-25 mg) atau estrumate (500 mg). Estrus akan
muncul 48-96 jam kemudian.

2.

Injeksi ganda PGF2 tanpa palpasi rectal


Seluruh resipien diinjeksi dengan PGF2 tanpa memperhatikan keberadaan CL pada
ovarium. Ulangi injeksi PGF2 11 hari kemudian. Estrus akan muncul 48-96 jam
kemudian. Resipien yang tidak respon terhadap injeksi PGF2 yang pertama akan
berada pada posisi pertengahan siklus pada injeksi yang ke dua dan kembali akan
menunjukan gejalah estrus. Resipien yang tidak respon terhadap injeksi PGF2 ke
dua karena pada saat itu mereka berada pada posisi pertengahan siklus estrus. Dengan
metode ini seluruh resipien akan mengalami estrus. Resipien harus diinjeksikan
dengan PGF2 satu hari lebih cepat dari pada donor, karena pengaruh perlakuan
superovulai pada donor dengan hormone gonadotropin menyebabkan sebagian besar
donor akan menjadi estrus 36-60 jam setelah injeksi PGF2.

e.

Persiapan dan prosedur Transfer


a.

Material

Peralatan :

Transfer gun

Plastic sheath

Outer sheath

Gunting
TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

23

Plastic straw

Straw cutter

Disposable syringe (5-10 ml) dengan jarum suntik

Cervix expander

Obat :

b.

Kapas dicelupan ke dalam ethyl alcohol 70%

Kertas tisu dibasahi dengan densifektan (benzalkonium chloride

Xylocaine 2% (lidocaine HCL)

Padrine (prifinum bromide :anticonvulsivant)

Pemasukan embrio ke dalam straw


Persiapan straw :

Straw dicuci dengan air murni tanpa membasahi sumbat kapas, keringkan dan
sterilisasi dengan gas ethylene oxide atau dengan cahaya ultra viole. Sterilisasi
dengan gas ethylene harus sudah dilakukan 2 minggu sebelum straw digunakan,
karena residu gas tersebut dapat memberikan pengaruh yang merusak terhadap
embrio.

Straw dipotong 1-2 cm untuk menyesuaikan dengan transfer gun.

Straw dicuci beberapa kali dengan medium tanpa membasahi sumbat kapas.

Masukan medium (M-PBS) sehingga mengisi straw lebih kurang 2-3 cm.

Diikuti dengan pemasukan udara sepanjang lebih kurang 0.5 cm dari straw.

Kemudian medium yang mengandung embrio dimasukan ke dalam straw


dengan syringe tuberculin 1 ml mendekati sumbat kapas, diikutii denga udara
dan mediu berikutnya. Medium terakhir akan membasahi sumbat kapas yang
berada pada ujung straw.

c. Persiapan transfer gun

Straw yang telah berisi embrio ditempatkan dalam transfer gun dan ditutup
dengan outher sheath. Hindarkan dari kontaminasi.
TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

24

Jika resipien berada berdekatan dengan lab transfer embrio cara di atas dapat
dilakukan secara langsung. Tetapi apabila lokasi resipien berjauhan dengan lab,
maka straw harus ditutupi dan dibawah dengan hati-hati, dan dijaga agar tetap
berada pada posisi horizontal.

d.

Persiapan resipien

Pemeriksaan resipien untuk terakhir kalinya dilakukan 1 hari atau beberapa saat

menjelang transfer. Jika pemeriksaan dilakukan dengan palpasi rectal, maka jangan
meyentuh atau meraba bagian ovarium dan uterus secara kasar.

Kendalikan resipien di dalam kandang jepit dan keluarkan seluruh feses yang
berada dalam rectum.

Lakukan epidural anastesi dengan 3 ml xylocaine.

Bagian vulva dan rectal dicuci dengan air hangat dan diusap dengan kertas tisu

yang dicelupkan dengan desinfektan dan terakhir dengan kapas beralkohol.


e. Sinkronisasi antara tahap perkembangan embrio dengan siklus estrus resipien
Jika tahap perkembangan embrio dan siklus estrus resipien berbeda, maka harus
disinkronkan sebaik mungkin. Sebagi contoh, pada hari ke 7 pembilasan transfer
embrio segar dapat dilakukan. Jika hari ke 6-8 tersedia resipien, maka tahap morula
dan blastosis awal ditransfer pada hari ke 6, tahap kompak morula dan blastosis awal
ditransfer hari ke 7 dan expanded blastosis ditransfer hari ke 7 dan expanded
blastosis ditransfer hari ke 8.
f. Prosedur transfer

Pada saat teknik menempatkan tangannya di dalam rectum, vulva dibuka dan
transfer gun yang telah ditutupi cover sheath dimasukan ke dalam vagina oleh
seorang asisten.

Gun harus masuk melewati cervix hingga masuk ke salah satu tanduk uterus
dimana ovariumnya mengandung CL (ipsilateral). Tanduk uterus ditinggikan dan
diluruskan di depan unjung gun.
TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

25

Ujung gun harus dimasukan 5-10 cm melewati external bifurcation

Sangat penting diperhatikan adalah jangan sampai melukai bagian dinding uterus
selama proses transfer embrio. Jika terdapat tekanan dari uterus, jangan dipaksa,
tunggu hingga relaks.

Jika posisi yang diinginkan sudah diperoleh, maka embrio ditempatkan pada
posisi

tersebut.

Bila cervix terlalu sempit dan sulit dimasuki gun, maka dapat dibantu dengan
menggunakan

expander

cervix

yang

berukuran

kecil.

1. Teknik transfer embrio pada Sapi dan Kerbau


Teknik transfer embrio (TE) pada Sapi dan Kerbau awalnya melalui proses
laparotomy atau metode surgery (dengan pembedahan) dengan anesthesia umum atau local.
Tetapi sejak tahun 1978, dilakukan metode tanpa pembedahan yakni transfer embrio
melalui transcervical. Pada metode transcervical tersebut, mula-mula akan dilakukan
palpasi rectal pada resipien

untuk

mengetahui

apakah

pada

ovarium

terdapat

Korpus luteum. Selanjutnya dilakukan anesthesia epiduraluntuk induced to prevent


strainingselama proses transfer berlangsung.Embrio yang telah disimpan dalam straw (0,25
ml Straw) dalam keadaan steril dimasukkan kedalam Transfer Gun(Cassou) dan dilindungi
dengan plastik penutup yang steril. Langkah selanjutnya Transfer Gun masuk ke dalam vagina
dan melalui cervix

dengan

bantuan

tangan

operator

melalui

palpasi

rektal

akan

menuntun Transfer Gun memasuki tanduk uterus bagian ipsilateral dengan Korpus Luteum.
Embrio didesposisikan ke dalam tanduk uterin.
2. Teknik transfer embrio pada Domba dan Kambing
Pada Domba dan Kambing umumnya transfer embrio dilakukan dengan cara
pembedahan atau laparotomy dibawah anesthesia umum atau local. Dengan

melakukan

penyayatan midventral, embrio dapat ditransfer disertai satu sedikit medium lansgung ke
dalam oviduct, dimana ujung dari pipet kapiler yang mengandung embrio disisipkan melalui
infundibulum untuk mendesposisikan embrio ke dalam ampulla.

Cara lain adalah apabila

transfer embrio di arahkan langsung ke uterus, maka tanduk uterus ditusuk dengan jarum
tumpul, selanjutnya pipet kapiler disisipkan ke dalam lumen uterus. Proses tersebut dapat
dilakukan dengan teknik laparoscopy.

TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

26

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Transfer Embrio pada Sapi

Manfaat dan Keuntungan Transfer Embrio


1. Meningkatkan mutu genetik ternak dalam waktu relatif pendek (mempertinggi
kapasitas produksi sapi betina atau dara dan pejantan).
2. Untuk meningkatkan populasi ternak unggul. Seekor sapi betina hanya mampu
menghasilkan 7 keturunan selama hidupnya, sedangkan dengan penerapan TE maka
seekor sapi betina mampu menghasilkan 448 keturunan selama hidupnya.
3. Meningkatkan penyediaan sumber bibit unggul.
4. Memanfaatkan sapi lokal yang kurang unggul untuk menghasilkan keturunan yang
unggul.
5. Manfaat lainnya adalah memperoleh keturunan dari induk yang kurang fertile, induk
yang dimaksud adalah betina yang menderita oobstruksi tuba falofia yang bilateral
total dan betina yang menderita adesi fimria bilateral total
6. Import dan eksport embrio sebagai ganti ternak dewasa sehingga biasanya menjadi
lebih ekonomis. Transfer embrio juga memungkinkan hewan melahirkan anak dari
spesies lain, misalnya kuda melahirkan zebra, domba melahirkan kambing seperti
yang terjadi di Louisville Zoo
7. Meningkatkan pendapatan masyarakat.

Kerugian Transfer Embrio


1.

Disamping mempengaruhi kwalitas embrio juga memerlukan peralatan yang cukup


mahal dan operator yang terlatih, sehingga penerapan teknologi ini secara ekonomis

masih terbatas
2. Jika di lihat dari produksi embrio secara in vivo juga mengalami kerugian yaitu Harga
hormon yang tinggi dan respons donor yang masih bervariasi sehingga sistim produksi
ini sebaiknya dilakukan pada kondisi terbatas yaitu untuk meningkatkan populasi dari
ternakternak donor yang berpotensial tinggi. (Situmorang dan Endang, 2004)

TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

27

BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Transfer Embrio merupakan suatu teknik yang dikenal juga dengan genetik manipulasi
dimana embrio (fertilized ova) dikoleksi dari alat kelamin ternak betina menjelang nidasi dan
ditransplantasikan ke dalam saluran reproduksi betina lain untuk melanjutkan kebuntingan
hingga sempurnah, seperti konsepsi, implantasi/nidasi dan kelahiran. Tujuan dilakukan
transfer embrio diantaranya adalah meningkatkan mutu genetik ternak, mempercepat
peningkatan populasi ternak, berpotensi mencegah berjangkitnya penyakit hewan menular
yang ditularkan lewat saluran

kelamin. Tahapan dari Transfer embrio meliputi seleksi hewan

dono, seleksi hewan resepien, Sinkronisasi Birahi, Superovulasi, Inseminasi Buatan,


Pemanenan Embrio, Koleksi embrio, Evaluasi Embrio dan Teknik transfer Embrio.
Keuntungan dilakukan Transfer embrio pada sapi diantaanya meningkatkan mutu genetik
ternak dalam waktu relatif pendek (mempertinggi kapasitas produksi sapi betina atau dara dan
pejantan), untuk meningkatkan populasi ternak unggul. Seekor sapi betina hanya mampu
menghasilkan 7 keturunan selama hidupnya, sedangkan dengan penerapan TE maka seekor
sapi betina mampu menghasilkan 448 keturunan selama hidupnya., meningkatkan penyediaan
sumber bibit unggul. Sedangkan kekurangannya adalah disamping mempengaruhi kwalitas
embrio juga memerlukan peralatan yang cukup

mahal dan operator yang terlatih, sehingga

penerapan teknologi ini secara ekonomis masih terbatas dan jika di lihat dari produksi embrio
secara in vivo juga mengalami kerugian yaitu Harga hormon yang tinggi dan respons donor
yang masih bervariasi sehingga sistim produksi ini sebaiknya dilakukan pada kondisi terbatas
yaitu untuk meningkatkan populasi dari ternakternak donor yang berpotensial tinggi.

TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

28

DAFTAR PUSTAKA
Hernawan, Elvia. 2003. Peningkatan Kinerja Reproduksi Pada fase Kebuntingan Melalui
Teknik Superovulasi pada Ternak Domba. Bogor : Institut Pertanian Bogor
I Nyoman Sumandia, Dosen FKH Universitas Udayana, Bali
Polmer situmorang dan Endang Triwulangsih,2004, Aplikasi dan Inovasi Teknologi Transfer
Embrio (TE) untuk Pengembangan Sapi Potong, Balai Penelitian Ternak, PO Box
221, Bogor, 16002
Sianturi, 2010, Effectivity of Some Method of Estrous Siyncronization and Artificial
Insemination for Swamp Buffalo in Banten, Balai Penelitian Ternak, Bogor
Siregar, T.N., N. Areuby, G. Riady, dan Amiruddin. 2004. Efek pemberian PMSG terhadap
respons ovarium dan kualitas embrio kambing lokal prepuber. dalam

Media

Kedokteran Hewan 20 (3) Aceh : Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. hal
108-112.
Soehadji. 1995. Pengembangan Bioteknologi peternakan. Keterkaitan penelitian, pengkkajian
dan Aplikasi. Lokakarya Nasional I Bioteknologi Peternakan. Kerjasama Kantor
menristek dengan Departemen pertanian. Bogor.
Solihati, N. Tita, D.L. Kundrat, H. Rangga, S. dan Lia, J.N. 2006. Perlakuan Superovulasi
Sebelum Pemotongan Ternak. dalam Jurnal Ilmu Ternak. (Desember, VI) No.2.
Bandung : Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Supriatna, I dan F.H. Pasarribu. 1992. In Vitro Fertilisasi, Transfer Embrio dan Pembekuan
Embrio. Depdikbud, DIKTI dan PAU IPB Bogor.
Supriatna, I. 1993. Metode-metode dasar pembekuan embrio mamalia. Mata kulia Inti Dalam
Pelatihan Tugas teknisi. Dr. Bina prod. Peternakan. Balai pembibitan Ternak dan hijaun
makanan, purwokerto.
Triwulanningsih, endang, 2001, Produksi Embrio In Vitro dengan Modifikasi Waktu dan
Hormon Gonadotropin Selama Pematangan Oosit, Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologis Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Yusuf Tuty L.,1990, Pengaruh Prostaglandin F2alfa Gonadotropin Terhadap Aktivitas Estrus dan
Superovulasi Dalam Rangkaian Kegiatan Tanransfer Embrio Pada Sapi Fries Holand,
Bali dan Peranakan Ongole, IPB, Bogor.
TRIB | Transfer Embrio pada Sapi

29

Anda mungkin juga menyukai