INDONESIA:
TANAH AIR BETA
1. Nama “INDONESIA”
“Kalau orang tak tahu sejarah bangsanya
sendiri – tanah airnya sendiri –
gampang jadi orang asing di antara
bangsa sendiri”
(Pramudya Ananta Tour)
Nasionalisme Devide et
& Impera lewat
Patriotisme SARA
INDONESIA
1. Istilah ‘keilmuan’ (terutama: ‘etnologi’) utk menamai
“ciri-ciri orang berkulit cokelat dari penduduk yg
mendiami Kepulauan Nusantara” (Indian Archipelago)
atau (Malayan Archipelago) -- G.W. EARL (“indunesia”).
Lain dg J.R. LOGAN: “indonesia” = Indian Archipelago
(Kepulauan Nusantara) untuk menamai “kelompok
penduduk yang tidak saja memiliki kesamaan BAHASA
yg dipakai, tetapi juga kesamaan RAS” dan “gugusan
kepulauan yg terletak di garis khatulistiwa.”
Logan kemudian memungut nama “Indunesia” yang
dibuang Earl, dengan mengganti huruf u dengan o
agar lebih baik mengucapnya. Maka lahirlah istilah
INDONESIA.
Kata “indonesia” akhirnya dimantapkan kedudukannya
secara “ilmiah” oleh ADOLF BASTIAN, etnolog asal
Jerman. Beliau mempopulerkan nama “Indonesia”
melalui bukunya, Indonesien Oder Die Inseln Des
Malayischen Archipels dan Die Volkev des Ostl Asien.
Beliau sendiri mengunjungi Indonesia sebanyak empat
kali. Dalam bukunya, ia menggunakan kata “Indonesia”
untuk merujuk: “pulau-pulau besar —Jawa, Sumatera,
Borneo (Kalimantan), Celebes (Sulawesi), Molukken
(Maluku), Timor, hingga Flores—dan gugusan pulau-pulau
yang mengitari pulau tersebut.”
Sebutan “Indonesia” semakin diterima dalam bidang ilmu
pengetahuan, terutama ilmu bangsa-bangsa (etnologi)
dan ilmu bahasa.
= Istilah ‘politik & ketatanegaraan’: Pada akhir abad XIX,
kata “indonesia” sudah mantap kedudukannya secara
ilmiah. Tapi pada abad XX, kata atau nama “indonesia”
masih harus diperjuangkan untuk mendapatkan
legitimasinya dalam artian “politis dan ketatanegaraan”.
Politis karena sebutan “indonesia” mengandung tuntutan
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Ketatanegaraan
karena sebutan ini menyatakan tekad untuk mengorgani-
sasikan bangsa yang merdeka ini kelak dalam satu
negara yang berdaulat penuh, bernama: “INDONESIA”
sebagai pengganti “Nederlandsch-Indie” yang dipakai
penjajah Belanda selama ini.
Upaya legitimasi ini diperjuangkan oleh ORGANISASI
PELAJAR INDONESIA” -- “INDISCHE VERENIGING” yang
berada di Belanda, yang didirikan pada tahun 1908 persis
sama dg tahun berdirinya Budi Utomo.
= Perjuangan untuk memperoleh makna “politis dan
ketatanegaraan” ini sama dahsyatnya dengan
perjuangan untuk mendapatkan legitimasi ilmiahnya.
Dalam pertarungan intelektual ini, mahasiswa pejuang
kita yang paling gigih dan tegar di garis terdepan ialah
MUHAMMAD HATTA, yang sedang belajar di
Handelshogeschool Rotterdam. Ia menjadi bendahara
perhimpunan (1922-1925), lalu menjadi ketua perhimpunan
(1925-1930).
3. INDONESIA: Tanah Air Beta
= Ungkapan “tanah-air” : ungkapan yg diwariskan
para leluhur kita untuk menamai negeri kita, yg
memang terdiri dari “tanah-daratan” dan “air-
lautan”.
= Namun persepsi thd ungkapan “tanah-air” itu
tidak hanya suatu persepsi “riil-fisik” berupa
suatu “wilayah, negeri tempat kelahiran”, tetapi
juga suatu persepsi POLITIS-MISTIS mengenai
data geografis dan manusiawi serta hubungan di
antara keduanya. Artinya, perlakuan dan
kecintaan orang terhadap tanah airnya masing-
masing dipengaruhi oleh berbagai peristiwa,
situasi dan kondisi tertentu, yang dialami pada
suatu waktu atau kurun waktu tertentu.
= Dipandang dari sudut ini, dapat dibedakan secara
analisis tiga jenis tanah air: TANAH AIR RIIL, TANAH AIR
FORMAL, dan TANAH AIR MENTAL.
Formal: Pemerintah,
TANAH AIR NKRI
Lembaga2 Negara,
UUD, dll
= PATRIOTISME:
a) sikap seseorang yang bersedia mengorbankan
segala2nya (termasuk nyawanya sendiri – pahlawan:
tambahan penulis) untuk kejayaan dan kemakmuran
tanah airnya,
(b) semangat cinta tanah air.
5.2 Perkembangan Paham Nasionalisme dan
Nasionalisme Indonesia,
= Paham “nasionalisme” atau kesadaran akan
IDENTITAS NASIONAL sdh ada sejak zaman
purbakala, misalnya: dlm bangsa Mesir, Yunani
Kuno, Ibrani/Israel/Yahudi.
Orang Yahudi membedakan diri dgn bangsa lain,
yang disebutnya “GOYIM”; bangsa Yunani
menyebut bangsa lain sbg “BARBAROS”.
Nasionalisme KONSEP DIRI dan STRUKTUR
SOSIAL bangsa.
= Nasionalisme Indonesia, secara historis, bertum-
buh, sejak kejayaan Kerajaan Sriwijaya pada
abad ke-7 sampai abad ke-12 dan Kerajaan
Majapahit pada abad ke-13 sampai abad ke-16.
Nasionalisme ini mencapai suatu tahap perkembangan
yang baru pada zaman kolonialisme dengan segala
bentuk penin-dasannya.
= Boedi Oetomo (1908): berbasis subkultur Jawa
= Sarekat Islam (1911): kaum entrepreneur Islam yg
bersifat ekstrovert dan politis.
= Muhammadiyah (1912): subkultur Islam modernis yg
bersifat introvert dan sosial
= Indische Party (1912): subkultur campuran Indo
Belanda, Indo Chinese, Indo Arab, dan Indonesia Asli
yg mencerminkan elemen politis nasionalisme non-
rasial yg berslogan “tempat yg memberi nafkah yg
menjadikan Indonesia sbg tanah airnya”
= Indische Sosiaal Democratische Vereniging
(1913) yg mengejawantahkan nasionalisme
politik radikal dan berorientasi Marxist,
= Trikoro Dharmo (1915) sbg embrio Jong Java
(1918)
= Indonesia Muda (1931) yg berbasis subkultur
Jawa,
= Nahdatoel Oelama (1926) dari subkultur santri
dan ulama;
= Jong Ambon, Jong Sumatra, Jong Celebes
melahirkan pergerakan yg inklusif, yaitu
pergerakan nasionalisme yg berjati diri
“Indonesianess” dgn mengaktualisasikan
tekad politiknya dalam Soempah Pemoeda, 28
Oktober 1928.
= Para mahasiswa Indonesia yg belajar di
negeri Belanda mendeklarasikan Manifesto
Politik pada tahun 1925.
= Dari keanekaragaman subkultur di atas
terkristalisasilah suatu core culture (budaya
inti) yg kemudian menjadi basis eksistensi
negara-bangsa (nation-state) Indonesia, yaitu
nasionalisme.
= Jadi, pada tahapan penjajahan, semua suku-
bangsa dan subkultur yang berada di bawah
tekanan penjajahan Belanda, oleh kesadaran
akan keterjajahannya, mulai bangkit dan
menegaskan diri sebagai satu bangsa
(tunggal), yaitu bangsa Indonesia.
= Itulah sebabnya, NASIONALISME zaman penja-
jahan dapat disebut sbg Nasionalisme antikolo-
nialisme dan imperialisme serta antidiskriminasi.
Ciri nasionalisme seperti ini terungkap jelas
dalam Sumpah Pemuda: