Anda di halaman 1dari 26

Konsep Negara dan Bangsa.

1. Pengertian Negara dan bangsa.


2. Bentuk, Dasar, sistem, dan Tujuan
negara.
3. Pertumbuhan Kesadaran Kebangsaan.
Indonesia.
4. Indonesia: Negara Bangsa.
I. Pengertian Negara dan Bangsa.
a. Negara:
Konvensi Montevideo (1958), Negara: organisasi
mempunyai unsur pokok:
o Kesatuan Masyarakat (warganegara);
o Wilayah yang jelas;
o Bentuk, Dasar, Tujuan, dan Sistem tatanegara;
o Pemimpin resmi (syah); dan
o Diakui hukum Internasional.
 Negara (organisasi): lembaga kekuasaan secara
yuridis ‘mengikat dan memaksa’ seluruh lebaga
negara, penyelenggara negara,
dan seluruh warga negara, apapun profesinya,
dimanapun dan kapanpun.
 Berdasar kendali kekuasaan, negara dapat dibagi:
1. Negara Monarkhi: kekuasaan terpusat satu
kendali (Raja, Ratu, Kaisar).
2. Negara Aristokrasi: kekuasaan terbagi beberapa
kelompok (Kaum bangsawan).
3. Negara Oligarkhi: kekuasaan terbagi pada
beberapa kelompok pemilik modal besar (kaum
borjuis di bidang industri, ekonomi, tuan tanah).
4. Negara demokrasi: kekuasaan dibagi atas
“legislatif, eksekutif, dan yudikatif”; umum
disebut paham “Triaspolitica”.
 Indonesia: negara demokrasi, tetapi tidak menganut
‘triaspolitika’. Kekuasaan dibagi jadi 5 (UUD’45
lama): “Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, Efaluatif, dan
Konsutatif”. UUD’45 amandemen 1-4, kekuasaan
negara: “Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan Efaluatif”
(eksaminasi).

b. Bangsa.
Objek pokok bangsa: manusia/masyarakat, ditentukan
beberapa faktor:
“genetika (suku, ras), wilayah, masa atau waktu, dan
kekerabatan atau komunitas” (Steven Grosby,
Sejarah Nasionalisme, Terjemahan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta; 2011).
 Genetika (suku, ras).
Bangsa: ‘kumpulan manusia atau komunitas sosial
berdasar keturunan (suku atau ras)’. Tapi
perkembangannya kini, juga “kumpulan dari
berbagai suku atau ras” (Amerika, Indonesia).
 Wilayah.
Kelompok masyarakat atau bangsa, ‘menempati
suatu wilayah’ tertentu sebagai “teritorial”-nya
(daerah kekuasaan).
 Masa/Waktu.
Komunitas yang “tinggal di wiyah itu” berlangsung
dalam waktu lama “dimasa lalu”, dan percaya
akan dapat bertahan di “masa kekarang” dan
“masa yang akan datang”.
 Kekerabatan atau Komunitas.
Masyarakat itu saling “berelasi (berhubungan)
dan berinteraksi” layaknya sebuah ‘kerabat’.
Relasi dan interaksi di landasi “ikatan emosional,
perasaan atau ikatan batin” sebagi satu bagian
dari mereka. Bukan sekedar atas ‘kepentingan
pragmatis seperti ekonomi, materi, posisi’.
Ketika berelasi dan berinteraksi, suatu bangsa
“berpedoman pada sistem sosial, sistem budaya,
sistem etika, dan sistem religi” yang sudah
menjadi “tradisi” mereka.
 Bangsa: “hubungan sosial disuatu wilayah teritori
berdasarkan kesadaran diri secara kolektif”.
II. Bentuk, Dasar, Sistem, dan tujuan,
negara Republik Indonesia.
a) Bentuk Negara Indonesia.
 UUD’45 Bab I Pasal 1:
Negara Indonesia ialah “Negara Kesatuan”, yang berbentuk
“Republik”.
 Negara Kesatuan: bersifat “satu atau tunggal”. Semua aspek
dalam negara bersifat tunggal atau satu; baik rakyat, wilayah
teretorial (darat, laut, udara), sistem pemerintahan, Idiologi,
Politik, Sosial, Budaya, Pertahanan, Keamanan yang satu atau
tunggal.
 Republik, Re: Kembali; Publik: Masyarakat (Warga Negara)
atau Rakyat.
 Apa yang kembali kepada rakyat atau warganegara?. Di jawab
di pasal 2.
 Bab I Pasal 2:
Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar. (***)
 Kedaulatan: daulat, mandat, perintah, atau kuasa
ditangan rakyat dilaksanakan menurut UUD.
 Pemegang kekuasaan negara, atas mandat, perintah,
atau kuasa dari rakyat (warganegara); menurut UUD.
b) Dasar Negara.
 Sidang BPUPKI (29 Mei – 1 Juni 1945), Rancangan
Dasar Negara: 5 Azas, disetujui namanya Pancasila.
 Pembukaan UUD’45 aline IV (di sahkan PPKI 18-8-
1945), “Dasar Negara NKRI: Pancasila”.
o Pancasila menjadi dasar menjalankan pemerintahan
negara di pusat dan daerah, jadi dasar kegiatan setiap
penyelenggara negara, jadi dasar kegiatan setiap warganegara
dalam bermasyaraka, berbangsa dan menegara.
c) Sistem Tatanegara.
 Pembukaan UUD’45 alinea IV, sistem tatanegara disusun dalam
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia: Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdiri 16 Bab 37
Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Ayat Aturan Tambahan.
 Substansi (isi) pokok sistem tatanegara menurut UUD’45:
1. Bentuk dan Kedaulatan Negara (Bab I Ps. 1 & 2).
2. Kelembagaan Negara dan Kekuasaan Negara (Bab II Ps. 2 –
Bab IX Ps. 25). “Inti: Pembagian Kekuasaan Negara dan
Sistem Pemerintahan Negara RI”.
3. Warga Negara, Hak dan Kewajiban Warga Negara(Bab X Ps
26 – Bab XIV Ps. 34). Pertanyaan: mengapa warganegara,
harus di atur pada konstitusi/UUD?.
4. Bendera dan Bahasa(Bab XV Ps. 35 & 36).
5. Perubahan Undang-Undang Dasar (Bab XVI Ps. 37).
6. Aturan Peralihan (4 Pasal, Bab XVI) dan Aturan
Tambahan (2 Ayat, Bab XVI).
d) Tujuan Negara.
 Tujuan dibuatnya negara (organisasi negara), telah
ditetapkan “pendiri negara” (Pembukaan UUD’45 Al. IV)
terdiri:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia;
2. Melindungi seluruh tumpahdarah Indonesia;
3. Memajukan kesejahteraan umum;
4. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
5. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
III. Pertumbuhan Kesadaran Kebangsaan
Indonesia.
Munculnya Era Kebangkitan Nasional Indonesia, dapat
diidentifikasi melalui ciri sifatnya:

1. Fase Kesadaran Kebangsaan Bersifat Lokal.


a. Kerajaan.
o Kesadaran kebangsaan sudah tumbuh sejak zaman kerajaan:
Kutai (400 M), Sri Wijaya (600-1400 M), Majapahit (1293-1525).
“Kesetiaan & kecintaan pada pemerintah, negara & bangsa
terbatas pada wilayah kekuasaan kerajaan”; (kebangsaan lokal
kedaerahan). Indikasinya: konsep “Pancasila” dalam kitab
‘Negara Kertagama” dan “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana
Dharma Mangrua” dalam kitab “Sutasoma”.
o Makin jelas kesadara kebangsaan (nasionalisme) ketika
sumpah “Palapa” diucapkan Gajah Mada (1329):
“persatukan nusantara raya takhluk pada negara”
(Majapahit).

b. Penjajahan.
 Majapahit runtuh (XVI), berkembang agama Islam dan
berdirilah Kerajaan Islam Demak. Di masa ini “kesadaran
kebangsaan masih bersifat lokal”. Kala itu datang bangsa eropa
(Portugis & Spanyol) untuk ‘berdagang rempah’, dan akhirnya
potugis melakukan “praktik penjajahan Malaka” (1511).
 Akhir abad XVI Belanda datang untuk ‘berdagang’, dan
membentuk Verenigde Oust Indisce Compagnie (VOC) agar tidak
saling bersaing.
 Ketika “kesadaran kebangsaan masih bersifat lokal daerah
kerajaan”, praktik dagang VOC mulai gunakan ‘pemaksaan’.
Perlawanan dari pemerintah
Kerajaan Mataram dilakukan dengan menyerang Batavia,
meski kalah (Sultan Agung 1613-1645).
 Setelah Sultan Agung wafat, kompeni/Belanda mulai
“praktikan politik kekuasaan” memanfaatkan “kesadaran
kebangsaan bersifat lokal” (wilayah kerajaan).
 Sultan Hasanudin di Makasar ditakhlukan (1667), Sultan
Ageng Tirtayasa di Banten ditakhlukan (1684), Trunajaya,
Untung Suropati di Jawa Timur di hancurkan (akhir XVII).
Belanda makin berkuasa, lakukan “deprivasi hak-hak
sivic” dan “hak politik” di nusantara. Pribumi: “warga
negara kelas 3”.
 Perlawanan pada kumpeni terjadi diberbagai wilayah,
tapi bersifat “lokal kedaerahan” sehingga mudah
dikalahkan, “politik adu domba”.
 Ajakan Ibnu Iskandar (pimp ard Minangkabau) utk
‘bersama melawan kompeni’ tidak mendapat respon.
2. Fase Gerakan Kesadaran Kebangsaan Bersifat
Nasional.

 Kaum intelektual yang studi di luar negeri, melihat realita


berbeda dengan di nusantara; tergerak dan membuat
organisasi: “Persatuan Pelajar Indonesia” di Belanda.
 Fase ini:“Embrio” Kesadaran Kebangsaan bersifat
Nasional atau Kebangsaan Indonesia.
 Kata “Indonesia”: istilah “bidang kebudayaan”; lalu
menjadi istilah “politik” di kalangan pelajar nusantara
di dalam dan luar negeri. Pada akhirnya menjadi nama
dari “Republik” ini.
 Embrio kesadaran kebangsaan bersifat Nasional terus
tumbuh dalam bentuk semakin nyata/konkrit.
 Pada 20 Mei 1908, lahir gerakan ‘Kebangkitan
Kesadaran Kebangsaan bersifat nasional’: gerakan
Boedi Oetomo, (dr. Wahidin Sudirohusodo). Gerakan
ini: awal dari “gerakan nasional”, tujuanya
mewujudkan “kehormatan sebagai bangsa” yang
layak mendapatkan “kemerdekaan dan kekuasaan”
sendiri.
 Menyusul berikutnya: Gerakan “Sarekat Dagang
Islam” (1909), kemudian berubah jadi gerakan politik
“Sarekat Islam” (1911) di bawah HOS Tjokroaminoto.
 Tahun 1913 berdiri “Indische Partij”(Dowwes Dekker,
Cipto Mangunkusumo, Suwardi Suryaningrat).
Organisasi ini dipandang ‘radikal’, lalu dibubarkan
Belanda, pemimpinnya ditangkap dan dibuang.
 Sejak Indische Patij dibubarkan (abad XVII), Belanda
mengintensifkan “hegemoni kekuasaan” dengan “militer”.
Aktivitas ‘berserikat, berkumpul di awasi secara ketat’.
“Deprivasi hak-hak sivic” dan “hak politik” makin meningkat dan
meluas. Perlawanan (parsial) terhadap imperialisme tetap
belangsung meski penuh resiko dan suasana mencekam.
 Tahun 1927 muncul ‘Partai Nasional Indonesia’ (PNI), pelopor:
Soekarno, Cipto Mangunkusumo, Sartono. Perjuangan PNI fokus
pada “kesatuan Indonesia”, tujuan: “Indonesia Merdeka”.
 Fokus dan tujuan yang jelas, mendapat ‘respon’ dari golongan
pemuda: Muh. Yamin, Wongsonegoro, Kuncoro, Purbopranoto
dll.
 Perjuanga “Kesatuan Nasional Indonesia”, mendorong lahirnya
“Sumpah Pemuda” 28 Oktober 1928.
 Tahun 1931, PNI berubah bentuk: “Partai Indonesia” (Partindo).
Kelompok demokrat: Muh. Hatta & St. syahrir
tahun 1933 dirikan PNI Baru (Pendidikan Nasional Indonesia),
tujuan “Kemerdekaan Indonesia” harus dicapai dengan kekuatan
sendiri.

3. Fase Kesadaran Kebangsaan menuju Kesatuan dan


Persatuan Indonesia.

 Tekanan politik dengan dukungan militer penuh oleh kolonial


Belanda, tidak mampu surutkan “Kesadaran Kebangsaan
Indonesia”. Pergerakan bangsa Indonesia justru fokus: “Kesatuan
dan persatuan Indonesia” dgn tujuan “Kemerdekaan Indonesia”
harus dicapai dengan “Kekuatan Sendiri”.
 Dinamika kesadaran kebangsaan mengalami pasang-surut,
berliku, dan proses panjang. Mulai: “Kesadara Lokal Kedaerahan”
(Kerajaan), “Gerakan Kebangkitan Kesadaran Kebangsaan” (Boedi
Oetomo), hingga menuju perjuangan lebih terarah:
“Kesatuan & persatuan Indonesia Merdeka” (PNI 1927).
 Perjuangan PNI menginspirasi kaum pemuda cetuskan deklarasi
“Sumpah Pemuda”(28 Oktober 1928). Deklarasi itu: “Satu Nusa,
Satu Bangsa, dan Satu Bahasa Indonesia”; menjadi ‘tonggak
sejarah kebangkitan Nasional Indonesia’.
 Kolonialisme Belanda berakhir 10 Maret 1940 (Serangan Nazi
Jerman), kesadaran Kebangsaan yang berbentuk ‘perjuangan’
menuju “Kesatuan dan Persatuan Indonesia Merdeka” belum
juga tercapai.
 1941 Jepang masuk Indonesia dengan propaganda: “Jepang
Pemimpin Asia, dan saudara tua bangsa Indonesia”. Ketika
perang dengan sekutu (Amerika, Inggris, Perancis, Belanda dll)
Jepang terdesak. Guna mendapat dukungan bangsa Indonesia,
Jepang pura-pura menjajikan “kemerdekaan bangsa Indonesia”
di haultah Kaisar Jepang (29-4-1945), dan ‘kemerdekaan tanpa
syarat’.
 Demi peroleh simpati dan realisasi janji, dibentuklah Dokuritu
Zyumbi Tioosakai atau “Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia” (BPUPKI). Ketua: Dr. KRT. Radjiman
Widiodiningrat;
Ketua Muda: R.P. Soeroso dengan anggota 60 0rang.
 Pertimbangan politik dan yuridis, para tokoh bangsa “menambah
anggota BPUPKI 6 orang”.

4. Fase Puncak Kesadaran Kebangsaan Mencapai


Kemerdekaan Indonesia.
 Kekalahan dari sekutu, memaksa Jepang (7-8-1945) mengeluarkan
Kan Poo No.72/2605.k.11 (pengumuman) kepada Nanpoo Gun
(seluruh tentara Jepang di selatan): “pada pertengahan bulan
Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia” (Dokuritu Zyunbi Iinkai).
 Ir. Soekarno, Drs. Muh. Hatta, Dr. Radjiman (8-8-1945) diundang
Nanpoo Gun ke Saigon, bentuk PPKI.
 Menurut Ir. Soekarno, 9-8-1945 Jenderal Terauchi (petinggi Nanpoo
Gun) memberikan ‘3 Cap’ (kuasa).
1. Ir. Soekarno: Ketua PPKI; Drs. Muh. Hatta: Wakil Ketua; dan Dr.
Radjiman Widiodiningrat: Anggota.
2. Panitia dapat bekerja mulai 9 Agustus 1945.
3. Cepat tidaknya pekerjaan panitia, diserahkan sepenuhnya
kepada panitia.
 Anggota PPKI: 21 Orang, termasuk ketua dan wakil. Semuanya
tokoh nasional Indonesia.
 Di Kemayoran Jakarta (14-8-1945 setiba dari Saigon) Ir. Soekarno
mengumumkan ke publik: “bangsa Indonesia akan merdeka
sebelum jagung berbunga”, dan “kemerdekaan itu bukan hadiah
dari Jepang, melainkan hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri”.
 Ketua PPKI (atas tanggungjawabnya) nambah sejumlah anggota,
agar “sifat PPKI menjadi Badan Pendahuluan bagi Komite Nasional
Indonesia”. (Wiranatakusuma, Ki Hajar Dewantoro, Kasman
Singodimedjo, Sayuti Melik,
Iwa Kusuma Sumantri, dan Achmad Soebardjo).
 Berita kekalahan Jepang dan sepulangnya Ir. Soekarno,
dari Saigon, elemen bangsa (kelompok tua & muda) terjadi
perbedaan pendapat: “pelaksanaan & waktu
kemerdekaan Indonesia”. Puncak krisis ‘Ir. Soekarno &
Muh. Hatta’ diamankan (culik) kaum pemuda (Sukarni,
Adam Malik, Kusnaini, Syahrir, Soedarsono, Soepono, dll)
ke “Rengasdengklok agar pertemuan & musyawarah tidak
dipengaruhi (campur tangan) Jepang”.
 Pertemuan di Pejambon 16-8-1945, dapat kepastian:
‘Jepang telah menyerah kepada sekutu’; Soekarno Hatta
setuju dilaksanakan “Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta”.
 Di rumah Laksamana Maeda (di oranye Nassau Boulevard,
sekarang Jl. Imam Bonol No. 1) Ir. Soekarno &
Drs. Muh. Hatta setelah memastikan: “Jepang tidak turut
campur soal Proklamasi”; mengadakan “pertemuan tengah
malam” dengan Achmad Soebardjo, Soekarni, Chaerul Saleh,
BM. Diah, Sayuti Melik, Dr. Buntaran, Iwakusuma Sumantri dan
beberapa anggota PPKI untuk “rumuskan naskah proklamasi”.
‘Konsep Soekarno’ yang diterima, di ketik “Sayuti Melik”.
 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, Jumat legi, 10
WIB (11.30 Jepang), ‘Bung Karno di dampingi Bung Hatta’
bacakan naskah “Proklamasi”.
 Prose pertumbuhan kesadaran kebangsaan Indonesia yang
panjang, penuh liku dan pasang-surut, telah terbukti “berhasil
mengantar perjuangan bangsa menuju gerbang Kemerdekaan”.
 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia: “Fase puncak pertumbuhan
kebangsaan Indonesia”.
IV. Indonesia: Negara Bangsa.
o Istilah “Indonesia” (1850) telah populer di dunia
“penelitian kebudayaan” (Barat). Di kutip kaum pelajar
sebagai nama: “Persatua Pelajar Indonesia” (politik).
o Makna istilah Indonesia: “komunitas masyarakat” yang
“unik”, tinggal diantara “2 benua” dan “2 samudra”.
 Unik: masyarakat yang “berbeda-beda” tetapi saling
berelasi. Berbeda suku atau ras, sistem keyakinan atau
kebercayaan, sistem budaya (adat istiadat, nilai,
norma, etika, pengetahuan, interaksi sosial, bahasa,
kesenian, mata pencaharian, teknologi peralatan); dan
berbeda tempat atau daerah tinggal. Mereka “hidup
besama secara rukun, damai, tentram, saling
menghargai dan tolong-menolong”.
 Posisinya di antara “benua Asia dan Australis”, juga
diantara “samodra Hindia dan samodra Pasifik”.
 Di posisi tersebut terdapat “jajaran atau deretan pulau-
pulau”; oleh masyarakat setempat disebut “kepulauan
Hindia atau kepulauan Nusantara”.
 Sejak merdeka – sekarang disebut “Indonesia”.
o Keragaman masyarakat di kepulauan nusantara (Indonesia)
merupakan: “anugrah kodrat” (fitrah). Bukan “kelemahan
atau kekurangan” yang jadi kendala dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
o Keragaman masyarakat sebagai “anugrah kodrat” untuk
membangun kehidupan bersama dalam sebuah negara,
tertuang pada kitab “Sutasoma” (Prapanca): “Bhinneka
Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”.
o Ketika kesadaran kebangsaan terpusat pada perjuangan
kemerdekaan Indonesia: “persatuan & kesatuan bangsa”
menjadi ‘prinsip dasar’ setiap pergerakan atau perjuangan.
o Sejak hadirnya Partai Nasional Indonesia (1927) dan Sumpah
Pemuda (20-10-1928), perbedaan suku, agama, daerah, &
budaya tidak lagi menjadi “masalah/kendala” bagi perjuangan
“pesatuan dan kesatuan” bangsa dan kemerdekaan Indonesia.
Justru ‘persatuan & kesatuan’ menjadi “prinsip dasar”
perjuangan bangsa dalam merealisasikan Kemerdekaan
Indonesia.
o Prinsip “kesatuan dan persatuan” berhasil hantarkan bangsa
yang riil berbeda-beda, “lepas dari ikatan-ikatan lokalitas dan
sekat-sekat kedaerahan dan kesukuan (primordialisme)”;
menjadi “satu Nusa, satu Bangsa, dan satu Bahasa: Indonesia”.
o Sejak Soekarno-Hatta mendeklarasikan “kemerdekaan
Indonesia” pada tanggal 17 Agustus 1945, secara:
“legal formal (yuridis), politik, filosofi dan sosio kultural”
segenap warga bangsa Indonesia yang realitanya
berbeda suku, ras, agama, wilayah teritorial, dan sistem
budaya; “telah sepakat” untuk hidup bersama-sama
dalam “satu Nusa, satu Bangsa, dan satu Bahasa:
Indonesia”. Artinya dalam “satu NKRI”.
o Indonesia: “Negara Bangsa”. Organisasi negara yang
anggota (warganegaranya) terdiri dari berbagai suku,
ras, wilayah, agama, sistem budaya berbeda-beda,
“sepakat hidup bersama dalam satu negara: NKRI”.
o Atas dasar itulah NKRI: “hasil kesepakatan (konsensus)
politik” dari seluruh elemen bangsa melalui para
“faunding father”.
= JoWo =

Anda mungkin juga menyukai