b. Bangsa.
Objek pokok bangsa: manusia/masyarakat, ditentukan
beberapa faktor:
“genetika (suku, ras), wilayah, masa atau waktu, dan
kekerabatan atau komunitas” (Steven Grosby,
Sejarah Nasionalisme, Terjemahan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta; 2011).
Genetika (suku, ras).
Bangsa: ‘kumpulan manusia atau komunitas sosial
berdasar keturunan (suku atau ras)’. Tapi
perkembangannya kini, juga “kumpulan dari
berbagai suku atau ras” (Amerika, Indonesia).
Wilayah.
Kelompok masyarakat atau bangsa, ‘menempati
suatu wilayah’ tertentu sebagai “teritorial”-nya
(daerah kekuasaan).
Masa/Waktu.
Komunitas yang “tinggal di wiyah itu” berlangsung
dalam waktu lama “dimasa lalu”, dan percaya
akan dapat bertahan di “masa kekarang” dan
“masa yang akan datang”.
Kekerabatan atau Komunitas.
Masyarakat itu saling “berelasi (berhubungan)
dan berinteraksi” layaknya sebuah ‘kerabat’.
Relasi dan interaksi di landasi “ikatan emosional,
perasaan atau ikatan batin” sebagi satu bagian
dari mereka. Bukan sekedar atas ‘kepentingan
pragmatis seperti ekonomi, materi, posisi’.
Ketika berelasi dan berinteraksi, suatu bangsa
“berpedoman pada sistem sosial, sistem budaya,
sistem etika, dan sistem religi” yang sudah
menjadi “tradisi” mereka.
Bangsa: “hubungan sosial disuatu wilayah teritori
berdasarkan kesadaran diri secara kolektif”.
II. Bentuk, Dasar, Sistem, dan tujuan,
negara Republik Indonesia.
a) Bentuk Negara Indonesia.
UUD’45 Bab I Pasal 1:
Negara Indonesia ialah “Negara Kesatuan”, yang berbentuk
“Republik”.
Negara Kesatuan: bersifat “satu atau tunggal”. Semua aspek
dalam negara bersifat tunggal atau satu; baik rakyat, wilayah
teretorial (darat, laut, udara), sistem pemerintahan, Idiologi,
Politik, Sosial, Budaya, Pertahanan, Keamanan yang satu atau
tunggal.
Republik, Re: Kembali; Publik: Masyarakat (Warga Negara)
atau Rakyat.
Apa yang kembali kepada rakyat atau warganegara?. Di jawab
di pasal 2.
Bab I Pasal 2:
Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar. (***)
Kedaulatan: daulat, mandat, perintah, atau kuasa
ditangan rakyat dilaksanakan menurut UUD.
Pemegang kekuasaan negara, atas mandat, perintah,
atau kuasa dari rakyat (warganegara); menurut UUD.
b) Dasar Negara.
Sidang BPUPKI (29 Mei – 1 Juni 1945), Rancangan
Dasar Negara: 5 Azas, disetujui namanya Pancasila.
Pembukaan UUD’45 aline IV (di sahkan PPKI 18-8-
1945), “Dasar Negara NKRI: Pancasila”.
o Pancasila menjadi dasar menjalankan pemerintahan
negara di pusat dan daerah, jadi dasar kegiatan setiap
penyelenggara negara, jadi dasar kegiatan setiap warganegara
dalam bermasyaraka, berbangsa dan menegara.
c) Sistem Tatanegara.
Pembukaan UUD’45 alinea IV, sistem tatanegara disusun dalam
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia: Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdiri 16 Bab 37
Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Ayat Aturan Tambahan.
Substansi (isi) pokok sistem tatanegara menurut UUD’45:
1. Bentuk dan Kedaulatan Negara (Bab I Ps. 1 & 2).
2. Kelembagaan Negara dan Kekuasaan Negara (Bab II Ps. 2 –
Bab IX Ps. 25). “Inti: Pembagian Kekuasaan Negara dan
Sistem Pemerintahan Negara RI”.
3. Warga Negara, Hak dan Kewajiban Warga Negara(Bab X Ps
26 – Bab XIV Ps. 34). Pertanyaan: mengapa warganegara,
harus di atur pada konstitusi/UUD?.
4. Bendera dan Bahasa(Bab XV Ps. 35 & 36).
5. Perubahan Undang-Undang Dasar (Bab XVI Ps. 37).
6. Aturan Peralihan (4 Pasal, Bab XVI) dan Aturan
Tambahan (2 Ayat, Bab XVI).
d) Tujuan Negara.
Tujuan dibuatnya negara (organisasi negara), telah
ditetapkan “pendiri negara” (Pembukaan UUD’45 Al. IV)
terdiri:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia;
2. Melindungi seluruh tumpahdarah Indonesia;
3. Memajukan kesejahteraan umum;
4. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
5. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
III. Pertumbuhan Kesadaran Kebangsaan
Indonesia.
Munculnya Era Kebangkitan Nasional Indonesia, dapat
diidentifikasi melalui ciri sifatnya:
b. Penjajahan.
Majapahit runtuh (XVI), berkembang agama Islam dan
berdirilah Kerajaan Islam Demak. Di masa ini “kesadaran
kebangsaan masih bersifat lokal”. Kala itu datang bangsa eropa
(Portugis & Spanyol) untuk ‘berdagang rempah’, dan akhirnya
potugis melakukan “praktik penjajahan Malaka” (1511).
Akhir abad XVI Belanda datang untuk ‘berdagang’, dan
membentuk Verenigde Oust Indisce Compagnie (VOC) agar tidak
saling bersaing.
Ketika “kesadaran kebangsaan masih bersifat lokal daerah
kerajaan”, praktik dagang VOC mulai gunakan ‘pemaksaan’.
Perlawanan dari pemerintah
Kerajaan Mataram dilakukan dengan menyerang Batavia,
meski kalah (Sultan Agung 1613-1645).
Setelah Sultan Agung wafat, kompeni/Belanda mulai
“praktikan politik kekuasaan” memanfaatkan “kesadaran
kebangsaan bersifat lokal” (wilayah kerajaan).
Sultan Hasanudin di Makasar ditakhlukan (1667), Sultan
Ageng Tirtayasa di Banten ditakhlukan (1684), Trunajaya,
Untung Suropati di Jawa Timur di hancurkan (akhir XVII).
Belanda makin berkuasa, lakukan “deprivasi hak-hak
sivic” dan “hak politik” di nusantara. Pribumi: “warga
negara kelas 3”.
Perlawanan pada kumpeni terjadi diberbagai wilayah,
tapi bersifat “lokal kedaerahan” sehingga mudah
dikalahkan, “politik adu domba”.
Ajakan Ibnu Iskandar (pimp ard Minangkabau) utk
‘bersama melawan kompeni’ tidak mendapat respon.
2. Fase Gerakan Kesadaran Kebangsaan Bersifat
Nasional.