0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
40 tayangan28 halaman
Dokumen tersebut membahas hubungan antara iman Kristiani dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam sejarah. Tipologi hubungan tersebut dibagi menjadi empat kategori yaitu pertentangan, perpisahan, perbincangan, dan perpaduan. Keempat kategori tersebut memberikan pandangan berbeda tentang dominasi antara iman dan ilmu pengetahuan dalam sejarah.
Dokumen tersebut membahas hubungan antara iman Kristiani dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam sejarah. Tipologi hubungan tersebut dibagi menjadi empat kategori yaitu pertentangan, perpisahan, perbincangan, dan perpaduan. Keempat kategori tersebut memberikan pandangan berbeda tentang dominasi antara iman dan ilmu pengetahuan dalam sejarah.
Dokumen tersebut membahas hubungan antara iman Kristiani dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam sejarah. Tipologi hubungan tersebut dibagi menjadi empat kategori yaitu pertentangan, perpisahan, perbincangan, dan perpaduan. Keempat kategori tersebut memberikan pandangan berbeda tentang dominasi antara iman dan ilmu pengetahuan dalam sejarah.
PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN SENI A. Tipologi Hubungan Iman dan Ilmu Pengetahuan Dalam Sejarah Kekristenan • Silahkan Anda mengamati dan menilai hubungan antara iman dan ilmu pengetahuan dalam sejarah kekristenan dari berbagai buku dan sumber belajar yang lain. Amati juga apa yang menjadi pokok persoalan dalam membahas topik llmu pengetahuan dan teknologi dalam hubungannya dengan pendidikan agama di perguruan tinggi. Pada satu sisi, perguruan tinggi adalah tempat ilmu pengetahuan dan teknologi dipelajari sekaligus dikembangkan. Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya untuk menguasainya, namun agar dapat menyumbang baik untuk perkembangan manusia secara pribadi maupun untuk masyarakat secara bersama-sama. Bila ilmu pengetahuan dan teknologi dijadikan salah satu substansi kajian, ada asumsi, bahwa agama memberi sumbangan yang berarti dalam rangka memotivasi manusia untuk mempelajari dan mengembangkannya demi kegunaan bagi manusia dan masyarakat. • Selain itu, tantangan terbesar dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah bahwa agama bisa menjadi kurang atau tidak relevan lagi dalam memecahkan persoalan hidup manusia dan masyarakatnya. Disadari benar bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dibuktikan secara empiris, dapat saja memerosotkan iman seseorang sehingga tidak percaya lagi pada kebenaran agama bilamana temuan ilmu pengetahuan ternyata berbeda dengan deskripsi Kitab Suci. Singkatnya, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menjadi ancaman bagi kehidupan beragama. • Jadi, bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi tetap diusahakan berkembang, tetapi juga iman dan takwa manusia dalam kehidupan beragamanya ditingkatkan. Karena itu, haruslah dicari hubungan yang bermakna antara iman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Hubungan yang bagaimanakah di antara keduanya yang dapat dipertanggungjawabkan? Tantangan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi belum begitu terasa di Indonesia. Karena ideologi Pancasila mengasumsikan semua orang percaya kepada Tuhan, secara publik jarang ada orang mempertanyakan eksistensi Tuhan dan kebenaran dari apa yang dianggap penyataan Ilahi dalam kitab- kitab suci keagamaan. Hal ini tidak berarti bahwa secara individual orang tidak secara kritis mempertanyakan dasar iman mereka. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional juga secara tegas merumuskan tujuan pendidikan nasional pertama-tama untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan, dan juga memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. 1. Dominasi Iman/Agama terhadap llmu Pengetahuan/Sains • Di Barat, tempat kekristenan berasal, selama berabad-abad lamanya, khususnya selama Abad Pertengahan, dapat disaksikan dominasi iman atas ilmu pengetahuan atau sains. Teologi yang menjadi acuan kehidupan iman orang Kristen, dianggap sebagai ratu ilmu pengetahuan, telah menempatkannya sebagai ukuran kebenaran untuk segala hal, bukan hanya untuk soal iman danetika. • Tragisnya, ketika Galileo mengemukakan temuan ilmu pengetahuannya bahwa bukan matahari yang beredar dari timur ke barat, melainkan bumilah yang beredar mengelilingi matahari, gereja sebagai pemegang otoritas kebenaran ajaran teologi menjatuhkan hukuman yang mengerikan terhadap dia. Penemuannya justru dianggap bertentangan dengan deskripsi Alkitab yang ditafsirkan secara literal (harfiah) dan dikenal dengan istilah Biblical Literalism, tanpa memerhatikan konteks budaya ketika Alkitab ditulis. • Alkitab ditulis dalam konteks masyarakat agraris dan masih sederhana, dan deskripsi tentang fenomena alam berdasarkan pengamatan semata-mata. Secara awam sudah tentu deskripsi bahwa matahari yang beredar mengelilingi bumi adalah hal yang wajar tetapi tentu maksud Alkitab bukanlah untuk memberi deskripsi tentang gejala-gejala alam dan menjadi buku teks ilmu pengetahuan alam. Tujuannya jauh lebih tinggi dari deskripsi seperti itu. Penulis hendak menyaksikan bahwa di balik semua yang ada, ada penciptanya. Suatu pengakuan tentang eksistensi Tuhan dan bahwa Tuhan adalah Allah yang hidup dan bertindak dalam sejarah umat manusia. Silakan Anda amati dan nilai dampak negatif dominasi iman/agama terhadap ilmu pengetahuan/ sains. • Untungnya, setelah beberapa abad kemudian Gereja mengakui bahwa hukuman terhadap Galileo Galilei adalah suatu kekeliruan, dan Gereja telah meminta maaf atas hal tersebut. Umumnya, pada masa kini tidak ada yang beranggapan bahwa mataharilah yang beredar mengelilingi bumi dan bukan bumi yang mengelilingi matahari, walaupun tidak berani menolak otoritas Alkitab, karena Alkitab bukan buku teks ilmu pengetahuan. Lalu bagaimana sebaiknya hubungan iman/agama dengan ilmu pengetahuan? 2. Dominasi llmu Pengetahuan terhadap Agama • Sejak zaman Pencerahan, dominasi iman atas ilmu mulai dipertanyakan, malahan berkembang menjadi dominasi ilmu atas iman. Tantangan utama atas agama atau iman dalam abad ilmu pengetahuan adalah keberhasilan metode ilmu pengetahuan. Tampaknya ilmu pengetahuan memberikan satu-satunya jalan yang dapat dipercaya menuju kepada pengetahuan (knowledge). • Banyak orang menganggap sains (ilmu pengetahuan) bersifat objektif, universal, rasional, dan didasarkan pada bukti observasi/pengamatan yang kuat. Sedangkan agama pada sisi yang lain, bersifat sangat subjektif, lokal (sempit skopnya), emosional, dan didasarkan pada tradisi atau sumber kewibawaan yang saling bertentangan satu sama lain. Lama-kelamaan, orang lebih yakin akan metode ilmu pengetahuan, mulai meragukan keyakinannya, dan bahkan meninggalkannya sebagai suatu yang tidak berdasar. Rasio manusia menjadi ukuran atas segala-galanya bukan hanya dalam bidang sains (ilmu pengetahuan) tetapi juga dalam hal-hal yang bersifat imaniah dan kepercayaan. • Sebagai akibatnya, para teolog ada juga yang mencoba menyesuaikan pernyataan Alkitab dengan temuan ilmu pengetahuan, dan dengan demikian iman tunduk kepada ilmu pengetahuan. Inilah dominasi ilmu atas iman. Silakan Anda amati dan nilai dampak negatif dominasi ilmu pengetahuan atas iman/agama! • Dari dua sifat hubungan di atas, dapat dikatakan bahwa keduanya kurang sehat baik untuk agama dan iman maupun untuk ilmu pengetahuan. Ian Barbour membagi tipe hubungan iman dan ilmu pengetahuan masa sekarang dalam 4 tipe hubungan. Liek Wilardjo telah membuat suatu ringkasan yang sangat baik tentang keempat tipe itu serta menerbitkannya dalam Jurnal Waskita (Wilardjo 2004, 15-29). Menurut Wilardjo, keempat pengelompokkan yang dibuat Barbour itu, dapat disingkat dengan empat (4) P, yakni: Pertentangan (Conflict), Perpisahan (lndependence), Perbincangan (Dialogue), dan Perpaduan (lntegration). Wilardjo lebih jauh menjelaskan makna dari keempat tipologi hubungan iman dan ilmu di atas sebagai berikut. a. Pertentangan (conflict) • Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipologi hubungan iman dan ilmu yang pertama, yakni pertentangan. Pertentangan ialah hubungan yang bertentangan (conflicting), dan dalam kasus yang ekstrem mungkin bahkan bermusuhan (hostile). Barbour menunjukkan bahwa contoh historis dari konflik ini adalah kasus Galileo. Lebih jauh dia katakan bahwa pada satu sisi mereka yang menganut Materialisme Ilmiah (pada pihak ilmu pengetahuan) berada pada pertentangan yang tidak terdamaikan dengan mereka dari pihak agama/iman yang menganut Literalisme Alkitabiah. Baik Materialisme IImiah dan Literalisme Alkitabiah percaya bahwa ada konflik yang serius antara ilmu pengetahuan masa kini dengan kepercayaan- kepercayaan agamawi klasik. Keduanya mencari pengetahuan dengan fondasi yang pasti: pada satu sisi berdasarkan pada data logika dan indrawi, sedang pada sisi yang lainnya berdasarkan pada kitab suci yang tidak ada salahnya (infallible scripture). Keduanya mengklaim bahwa baik ilmu pengetahuan maupun teologi membuat pernyataan-pernyataan yang bertentangan tentang hal yang sama, misalnya sejarah dari alam ini, dan seseorang harus memilih salah satunya. Menurut Barbour, keduanya justru mewakili penyalahgunaan ilmu pengetahuan. Penganut Materialisme Ilmiah mulai dengan ilmu pengetahuan tetapi kemudian berakhir dengan membuat klaim-klaim filosofis yang luas. Sebaliknya, penganut Literalisme alkitabiah bergerak dari teologi lalu membuat klaim-klaim tentang hal-hal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Kedua aliran/kubu kurang memberi penghargaan yang memadai kepada perbedaan-perbedaan kedua disiplin ilmu itu. c. Perbincangan (dialogue) • Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipologi hubungan iman dan ilmu yang ketiga, yakni perbincangan. Perbincangan ialah hubungan yang saling terbuka dan saling menghormati, karena kedua belah pihak ingin memahami perbedaan dan persamaan antara keduanya. Dalam kategori ini pun ada berbagai kelompok pendapat yang masih ada perbedaan di sana sini. Ada banyak tokoh baik bidang ilmu pengetahuan maupun teologi yang menjadi pendukung dari tipe ini. Salah satu argumen dari tipe ini menurut Barbour ialah adanya kesejajaran metodologis dalam kedua disiplin ini: ilmu pengetahuan dan teologi/iman. Sebelum tahun 1950-an, ada pembedaan yang tajam antara sifat dan metode ilmu pengetahuan dan teologi. Ilmu pengetahuan dikatakan bersifat objektif, yang berarti bahwa teori-teorinya divalidasi dengan kriteria yang jelas, diuji oleh persetujuan data yang tidak dapat dibantah dan bebas teori/nilai. Baik kriteria maupun data ilmu pengetahuan diakui tidak tergantung pada subjek individual, dan tidak dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh budaya. • Pada sisi yang lain menurut pendapat itu, agama atau teologi bersifat subjektif karena ada keterlibatan pribadi di dalamnya. Sesudah tahun 1950-an, kontras atau perbedaan yang tajam ini secara berangsur-angsur dipertanyakan. Ilmu pengetahuan tidak seluruhnya objektif, agama tidak seluruhnya subjektif sebagaimana diduga sebelumnya. Memang ada perbedaan- perbedaan dalam tekanan di antara kedua bidang ini, tetapi perbedaannya tidak semutlak seperti yang diduga. Data-data ilmiah didasarkan pada teori/anggapandan bukan bebas nilai. Asumsi- asumsi teoretis ikut bermain dalam menyeleksi, melaporkan, dan menafsirkan apa yang dianggap sebagai data. Lebih lagi, teori-teori tidaklah lahir dari analisis data yang logis, melainkan melalui tindakan imajinasi kreatif kadang-kadang analogi dan model-model memainkan peranan. Model-model konseptual menolong kita membayangkan apa yang tidak dapat diamati secara langsung. • Barbour juga mengutip Thomas Khun yang mengatakan bahwa baik teori-teori dan data dalam ilmu pengetahuan tergantung pada paradigma dari komunitas ilmiah (keilmuan). Khun mengartikan paradigma sebagai suatu kelompok presuposisi (praanggapan) konseptual, metafisik dan metodologis yang terwujud dalam suatu tradisi pekerjaan ilmiah. Dengan paradigma baru, data lama direinterpretasikan dan dilihat dengan cara baru, dan data baru dicari. Dalam memilih paradigma, tidak ada aturan untuk menerapkan kriteria ilmiah. Evaluasinya merupakan suatu tindakan menilai oleh komunitas ilmu (ilmiah). Tradisi agamawi dapat juga dipandang sebagai komunitas- komunitas yang berpegang pada paradigma yang sama. Penafsiran data (seperti pengalaman agamawi dan peristiwa sejarah), bahkan lebih bergantung kepada paradigma dibandingkan dengan ilmu pengetahuan. • Banyak cara dan wilayah yang dapat digunakan oleh ilmu pengetahuan dan teologi/iman untuk berdialog satu sama lain yang dapat memperkaya keduanya dalam memenuhi panggilannya untuk memanusiakan manusia, menjaga kelestarian alam semesta, dan pada saat yang sama memperkuat ketakwaan dan keimanannya kepada Allah. Salah satu yang diusulkan adalah mengembangkan spiritualitas yang berpusat kepada alam (nature). Teologi Kristen sebaiknya menjaga keseimbangan antara imanensi Ilahi (Allah) dalam alam, dan pada saat yang sama transendensi Ilahi (Allah) atas alam. Belajar dari ilmu-ilmu sosial khususnya teori sosial kritis, para teolog Pembebasan misalnya mengembangkan teologi yang memberi perhatian kepada ketidakadilan dan dominasi, dan membaca Alkitab secara kritis serta melakukan kritik sosial maupun kritik agamawi khususnya kritik terhadap teologi yang mengalienasi manusia baik dari diri sendiri, sesama, alam semesta, bahkan dari Tuhan. d. Perpaduan (Integration) • Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipe hubungan iman dan ilmu yang keempat, yakni perpaduan. Beberapa penulis berpendapat bahwa semacam integrasi antara ilmu dan iman/agama adalah mungkin. Ada tiga versi yang berbeda dari integrasi menurut Ian Barbour. Yang pertama, dalam teologi natural (alamiah), diklaim bahwa eksistensi Allah dapat disimpulkan dari bukti-bukti rancangan dalam alam. Bahwa alam sedemikian teratur menunjukkan adanya suatu perancang di baliknya. Ia tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Ilmu pengetahuan menolong kita untuk lebih menyadarinya. Yang kedua, dalam teologi tentang alam, sumber utama dari teologi terletak di luar ilmu pengetahuan, namun teori-teori ilmiah dapat memengaruhi perumusan ulang dari doktrin- doktrin tertentu dalam agama, khususnya doktrin tentang penciptaan dan hakikat manusia. Yang ketiga, dalam sintesa sistematis, baik ilmu maupun agama, menyumbang untuk pengembangan dari suatu metafisik yang inklusif, seperti dalam filsafat proses. • Barbour memberi penjelasan yang panjang lebar dari ketiga macam versi integrasi ilmu dan agama di atas, namun tidak dimuat di sini. Liek Wilardjo menyimpulkan bahwa Barbour berpendapat bahwa “perpaduan” adalah hubungan yang bertumpu pada keyakinan bahwa pada dasarnya kawasan telaah, rancangan penghampiran, dan tujuan ilmu dan agama adalah sama dan menyatu. Perpaduan itu menurut Barbour seperti disimpulkan oleh Wilardjo, dapat diusahakan dengan bertolak dari sisi ilmu (Natural Theology), atau dari sisi agama (Theology of Nature). • Tipe manakah yang seharusnya dipakai? Barbour sangat mendukung tipe keempat yakni perpaduan (integrasi) walaupun ia juga pro perbincangan/dialogue. Wilardjo cenderung ke tipe ketiga yakni perbincangan (dialog), karena di antara keduanya ada perbedaan yang menipiskan kemungkinan perpaduan, tetapi juga ada persamaan sebagai dasar perbincangan. Wilardjo tidak menolak tipe perpaduan, dan terbuka terhadap kemungkinan itu, namun menurutnya tidak perlu dipaksakan. Tampaknya memang untuk sementara tipe perbincangan lebih memungkinkan, walaupun kita tetap terbuka pada tipe perpaduan, tetapi tidak perlu dipaksakan. Secara alkitabiah dan imaniah, kita pada satu sisi menerima bahwa ilmu pengetahuan dapat dikembangkan manusia, karena hal ini adalah mandat kebudayaan. • Untuk melaksanakan mandat itu Tuhan, memperlengkapi manusia dengan kemampuan rasional dan kemampuan yang lain. Pada saat yang sama, manusia adalah juga makhluk religius dan karenanya agama tidak bisa tidak hadir dalam kehidupan manusia dan menjadi kebutuhan manusia untuk berelasi dengan Tuhan. Karena itu, pertanyaannya adalah bagaimana kedua potensi itu dipakai untuk membentuk kepribadian yang utuh, dan bagaimana keduanya saling menunjang dan mendukung? Lebih-lebih bagaimana pengembangan ilmu pengetahuan tidak hanya terbatas demi ilmu itu sendiri tetapi demi kemaslahatan manusia dan kelestarian alam, dan karena dengan demikian kita telah melaksanakan kehendak Tuhan yang telah menciptakan dunia dan isinya dengan perintah untuk mengasihi sesama, dan memelihara alam ciptaan Tuhan. Tujuan akhir agama adalah transformasi manusia dan masyarakat dalam rangka mentaati kehendak Tuhan. B. Pengertian Teknologi Moderen • Reaksi dan tanggapan terhadap perkembangan teknologi modern dan canggih bermacam- macam. Oleh sebab itu, silakan Anda mengajukan beberapa pertanyaan kritis yang berkaitan dengan manfaat dan dampak negatif teknologi modern. • Ada tiga kelompok dalam merespon perkembangan teknologi modern. Kelompok pertama melihat perkembangan teknologi modern sebagai sumber yang memungkinkan standar kehidupan lebih tinggi, meningkatkan kesehatan, dan komunikasi yang lebih baik maupun mudah. Pokoknya, teknologi modern dianggap memberi dampak peningkatan kesejahteraan manusia. Klaim bahwa persoalan apa pun yang diakibatkan oleh teknologi modern pada dirinya sendiri tunduk atau dapat dikontrol oleh solusi teknologis. Kelompok kedua bersikap kritis terhadap teknologi, karena teknologi modern dapat menyebabkan alienasi dari alam, penghancuran lingkungan hidup, mekanisasi dari kehidupan manusia, dan hilangnya kebebasan manusia. Kelompok ketiga berpendapat bahwa teknologi bersifat ambigu, dampaknya bervariasi tergantung pada konteks sosial karena teknologi dirancang dan digunakan, dan menjadi produk maupun sumber dari kekuatan ekonomis dan politis. • Terlepas dari bervariasinya respons terhadap teknologi modern, persoalan pokoknya adalah kita hidup di dalam situasi teknologi modern dan kita tidak dapat menghindarinya. Cepat atau lambat, pengaruh dan dampaknya akan dirasakan oleh semua orang. Lebih repot lagi mereka yang tertinggal oleh teknologi akan semakin tertinggal dalam kesejahteraan hidupnya. Bagaimana sikap agamawi (kristiani) terhadap pengembangan maupun penggunaan teknologi modern. Selanjutnya akan dibicarakan pengertian teknologi modern dan diteruskan dengan beberapa tipe respons manusia terhadap teknologi modern dengan mengikuti kategori Ian Barbour. • Menurut Eka Darmaputera, tujuan akhir dari sains adalah mengetahui sebanyak-banyaknya tentang dunia dan alam semesta, sedangkan tujuan akhir dari teknologi mengubah dunia dalam arti bagaimana pengetahuan dari sains tadi dapat diaplikasikan dalam peralatan untuk memecahkan masalah (Supardan 1991, 241). Ada yang mengatakan bahwa teknologi adalah aplikasi sains untuk memecahkan masalah manusia. Dalam pengertian itu ada kaitan erat antara ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi. Tanpa sains tidak mungkin teknologi berkembang, sebaliknya tanpa teknologi, sains menjadi mandul. • Teknologi, menurut Darmaputera, tidak pernah cukup dijelaskan hanya dengan kategori-kategori sains saja. Teknologi mengimplikasikan pilihan, dan pilihan menuntut keputusan yang tidak hanya menyangkut aspek ilmiah, namun juga yang berdimensi etis dan religius. Misalnya, secara ilmiah, teknologi kloning dapat diterapkan juga kepada manusia, tetapi apakah seorang ilmuwan/wati boleh melakukan hal tersebut? Ada banyak sekali pertimbangan dalam membuat keputusan apakah seseorang dapat melakukan kloning manusia, dan perdebatan mengenani hal ini masih terus berjalan. • Barbour mengutip pendapat ahli yang mengatakan bahwa teknologi dapat didefinisikan sebagai aplikasi dari pengetahuan yang terorganisir kepada tugas- tugas praktis dengan atau melalui sistem-sistem yang tertata, dan mesin-mesin (Barbour 1993, 3). Menurut Barbour ada tiga kekuatan dan keuntungan dari definisi luas ini. Pertama, “organized knowledge” (pengetahuan yang terorganisir) memungkinkan untuk mencakup teknologi-teknologi yang didasarkan pada pengalaman dan penemuan praktis, tetapi juga didasarkan pada teori-teori keilmuan (ilmiah). Kedua, istilah “practical tasks” (tugas-tugas praktis) dapat mencakup baik produksi dari barang-barang materiil (seperti dalam industri dan pertanian), dan penyediaan pelayanan (melalui komputer, media komunikasi, bioteknologi, dan lain-lain). Ketiga, istilah “ordered systems of people and machine” (sistem tertata dari orang-orang dan mesin-mesin) mengarahkan perhatian kita kepada institusi-institusi sosial maupun perangkat keras teknologi. Luasnya definisi itu juga mengingatkan kita akan adanya perbedaan-perbedaan yang besar di antara berbagai teknologi. • Singkatnya teknologi adalah aplikasi ilmu pengetahuan dalam peralatan demi memecahkan masalah. Semua ini terjadi dalam sistem tertata dari orang- orang dan mesin-mesin. • Menurut Anda masalah-masalah apa saja yang dapat dipecahkan dengan teknologi? Berilah contoh konkret dari jawaban Anda! Khususnya dalam bidang komunikasi, apa saja dampaknya yang Anda rasakan? C. Respons Kristen Terhadap Teknologi Moderen • Rupanya respons orang Kristen terhadap teknologi modern tidaklah sama sepanjang sejarah. Oleh sebab itu, silakan Anda mengumpulkan informasi sebanyak- banyaknya dari berbagai buku dan sumber belajar yang lain mengenai respons orang Kristen terhadap teknologi modern! • Pada satu sisi, ada yang sangat positif dan menganggap teknologi sebagai pembebas, tetapi sebaliknya ada juga yang sangat pesimis dan menganggap teknologi sebagai ancaman. Ada juga yang berada di jalan tengah dan sangat berhati-hati dalam merespons teknologi modern. Kita akan menggali pandangan- pandangan tersebut dalam bagian berikut ini. Ada tiga respons terhadap teknologi, menurut Ian Barbour (Barbour 1993:4-21).
1. Teknologi sebagai Pembebas (Liberator)
• Sepanjang sejarah modern, perkembangan teknologi telah disambut secara bersemangat oleh karena potensinya untuk membebaskan kita dari kelaparan, penyakit, dan kemiskinan. Teknologi telah dirayakan sebagai sumber dari kemajuan materiil dan pemenuhan kemanusiaan kita. Silakan Anda mengumpulkan informasi yang sebanyak-banyaknya dari buku-buku dan sumber belajar yang lain tentang tokoh-tokoh yang menganut pandangan teknologi sebagai liberator. Berikut ini diidentifikasi beberapa kegunaan teknologi. • Pertama, standar kehidupan yang lebih tinggi. Obat-obat baru, perhatian medis yang lebih baik, sanitasi dan nutrisi yang meningkat telah meningkatkan masa/lama kehidupan manusia lebih dari dua kali di negara-negara industri sepanjang abad yang lalu. Mesin-mesin, misalnya, telah membebaskan manusia dari pekerjaan berat yang menghabiskan waktu dan energi. Kemajuan materiil berarti pula pembebasan manusia dari tirani alam. Impian kuno untuk hidup bebas dari kelaparan maupun penyakit sedang mulai terealisasi melalui teknologi. Jadi, banyak orang di negara- negara sedang berkembang kini berpaling kepada teknologi sebagai sumber pengharapan yang utama. Produktivitas dan pertumbuhan ekonomi akhirnya akan membawa manfaat bagi setiap orang. • Kedua, kesempatan untuk memilih. Pilihan individu mempunyai cakupan yang lebih luas dewasa ini dibandingkan sebelumnya karena teknologi telah menghasilkan opsi baru yang belum tersedia sebelumnya, dan juga menghasilkan berbagai barang dan jasa. Mobilitas geografis dan sosial memungkinkan suatu pilihan yang lebih besar baik untuk pekerjaan ataupun tempat. Dalam masyarakat industri urban (perkotaan), pilihan atau opsi seseorang tidaklah terlalu dibatasi oleh ekspektasi/harapan orangtua maupun komunitas seperti pada masyarakat pedesaan yang bersifat agraris. Dinamisme teknologi dapat membebaskan manusia dari tradisi yang statis dan membelenggu untuk bertanggung jawab atas kehidupan mereka sendiri. Kekuasaan atas alam memberi kesempatan yang lebih besar untuk mewujudkan kebebasan manusiawi. • Ketiga, lebih banyak waktu luang. Peningkatan dalam produktivitas telah membawa kita kepada jam kerja yang lebih pendek. Komputer dan otomasi menjanjikan untuk mengurangi banyak dari pekerjaan yang bersifat monoton yang merupakan ciri dari industrialisasi fase awal. Sejak lama, waktu luang untuk menikmati hal-hal yang bersifat kultural (nonton pertunjukan misalnya) hanyalah hak istimewa dari segelintir masyarakat kelas atas, sedangkan kebanyakan warga masyarakat masih bergumul bagaimana bisa tetap hidup. Dalam masyarakat maju ada waktu untuk mengikuti pendidikan yang berkelanjutan, seni, pelayanan sosial, olah raga, dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Teknologi dapat menyumbang untuk memperkaya kehidupan manusia, dan berkembangnya kreativitas. Peralatan yang membuat hemat tenaga dan waktu kerja membebaskan kita untuk melakukan apa yang tidak dapat dikerjakan oleh mesin-mesin. Pendukung dari pandangan ini mengatakan bahwa manusia dapat mengatasi materialisme ketika kebutuhan-kebutuhan materiil mereka telah terpenuhi. • Keempat, komunikasi-komunikasi yang meningkat. Dengan bentuk- bentuk baru transportasi, seseorang dalam waktu beberapa jam saja dapat bepergian ke tempat-tempat yang jauh yang sebelumnya butuh waktu berbulan- bulan untuk mencapainya. Dengan teknologi elektronik (radio, televisi, jaringan komputer, telepon genggam, dan sebagainya), kecepatan, jangkauan, dan skop komunikasi telah berkembang dengan pesat. Kombinasi antara gambar dan berita yang didengar mempunyai tingkat kesegeraan yang tidak terdapat dalam kata-kata yang tercetak. Media yang baru ini menawarkan kemungkinan komunikasi sedunia yang instan, interaksi dan pemahaman yang lebih besar, dan saling menghargai dalam apa yang kita sebut “global village” (desa global). Jadi, menurut pendukung dan pembela tipe ini, teknologi membawa kegunaan psikologis maupun sosial, bahkan kemajuan material. • Di samping membuat daftar kegunaan teknologi sebagai liberator, ada banyak penulis dari dunia sekuler maupun dunia agama mengemukakan pandangan yang sangat optimis tentang teknologi. Berikut ini disampaikan beberapa contoh pandangan para teolog Kristen yang mendukung tipe ini. Mereka pada dasarnya melihat teknologi bukan saja sebagai sumber standar hidup yang lebih tinggi, melainkan juga sumber kebebasan yang lebih besar dan ekspresi kreatif. • Harvey Cox, misalnya, dalam tulisan awalnya berpendapat bahwa kebebasan untuk menguasai dan membentuk dunia melalui teknologi membebaskan kita dari kungkungan tradisi. Kekristenan menyebabkan desakralisasi dari alam, dan memungkinkannya dikontrol dan dipakai untuk kesejahteraan manusia. Norris Clarke juga berpendapat bahwa teknologi merupakan suatu alat pemenuhan manusiawi dan ekspresi diri dalam menggunakan inteligensi karunia Tuhan untuk mengubah dunia. Pembebasan dari perbudakan alam adalah kemenangan roh atas hal yang materiil. Sebagai kokreator Allah, kita dapat merayakan kontribusi akal/pikiran manusia untuk memperkaya kehidupan manusia. Teolog-teolog lain malah mengonfirmasi bahwa teknologi sebagai alat atau instrumen kasih dan belas kasih dalam meringankan penderitaan manusia sebagai suatu respons modern terhadap perintah Alkitab untuk memberi makan kepada yang lapar, dan menolong kebutuhan sesama. • Pierre Teilhard de Chardin berpendapat bahwa membangun dunia adalah suatu hal yang penting karena tindakan itu berarti ikut bekerja sama dalam pekerjaan kreatif Allah. Teknologi adalah suatu partisipasi dalam kreativitas Ilahi. Teknologi memberi visi tentang masa depan planet yang di di dalamnya teknologi dan perkembangan spiritual dihubungkan satu sama lain. Walaupun demikian, tidak kurang pula yang merespons secara kritis terhadap pihak yang sangat optimis terhadap perkembangan teknologi. Ada sejumlah respons terhadap para pendukung teknologi yang optimis. Barbour mengidentifikasikan beberapa contoh. • Pertama, risiko kerugian manusiawi dan kerugian pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh teknologi tidak terlalu diperhatikan oleh mereka yang bersikap optimis. Menurut mereka yang optimis, solusi teknis dapat ditemukan untuk masalah lingkungan hidup. Limbah beracun bisa mengotori air tanah beberapa dekade kemudian setelah dikuburkan. Lubang pada lapisan ozon belum terlalu dipikirkan oleh para ilmuwan. Selain itu, erosi tanah dan penggundulan hutan secara besar-besaran mengancam sumber-sumber biologis yang sangat esensial/penting untuk kehidupan manusia. • Kedua, perusakan lingkungan hidup adalah gejala dari masalah yang lebih mendalam, yakni keterasingan dari alam. Ide tentang dominasi manusia atas alam mempunyai banyak akar. Misalnya, tradisi agamawi Barat sering menarik garis pemisah yang tajam antara manusia dan ciptaan yang lain. Lembaga-lembaga ekonomi memperlakukan alam sebagai suatu sumber untuk dieksploitasi oleh manusia. Mereka yang bersemangat dalam teknologi menambah evaluasi dari dunia alamiah karena mereka memandangnya sebagai objek untuk dikontrol dan dimanipulasi. Para ahli teknologi kurang sensitif terhadap alam dibandingkan dengan para pengkritiknya. • Ketiga, teknologi ternyata menyumbang kepada pemusatan kekuasaan ekonomi dan politis. Hanya kelompok dan bangsa kaya yang bisa memiliki teknologi mutakhir. Dengan demikian, jurang antara yang kaya dan miskin telah dipertahankan dan dalam banyak kasus diperlebar oleh perkembangan teknologi. Bangsa-bangsa kaya memakai energi dan kekayaan dunia secara tidak proporsional. Komitmen untuk keadilan membutuhkan suatu analisis yang lebih serius mengenai kerugian dan keuntungan dari teknologi. Banyak macam teknologi yang keuntungannya dinikmati satu kelompok sedangkan kelompok lain dihadapkan pada risiko dan biaya sosialnya. • Keempat, teknologi berskala besar penuh risiko. Sifatnya padat modal dan bukan padat karya sehingga menimbulkan pengangguran di mana-mana. Sistem berskala besar sangat rentan terhadap kesalahan, kecelakaan, ataupun sabotase. Contoh paling konkret adalah malapetaka Chernobyl pada tahun 1986, yang merupakan produk dari kesalahan manusia, peralatan yang cacat, rancangan yang buruk, dan prosedur keamanan yang tidak dapat diandalkan. • Kelima, ketergantungan kepada ahli untuk membuat keputusan mengenai kebijakan, tentu tidak diharapkan. Para teknokrat mengklaim bahwa pertimbangan mereka bersifat bebas nilai; dan para elite teknis diharapkan bersikap nonpolitis. Mereka yang punya kuasa, jarang menggunakan kuasanya secara rasional dan objektif, khususnya kalau kepentingannya terancam. • Walaupun kita masih bisa menambah lagi deretan pertanyaan terhadap pendukung tipe pertama, untuk sementara cukup dulu. Kita kini beralih kepada tipe kedua: teknologi sebagai ancaman. 2. Teknologi sebagai Ancaman • Pada ekstrem yang berlawanan adalah kritik terhadap teknologi modern yang melihatnya sebagai ancaman terhadap kehidupan manusia yang autentik. Silakan Anda mengumpulkan informasi yang sebanyak-banyaknya dari buku- buku dan sumber belajar yang lain tentang tokoh-tokoh yang menganut pandangan teknologi sebagai ancaman. Kita akan membatasi diri hanya pada kritik terhadap kemanusiaan, daripada kritik terhadap lingkungan hidup. Ada lima ciri teknologi industri yang dijadikan dasar kritik mereka khususnya yang berkaitan dengan pemenuhan kemanusiaan. • Pertama, uniformitas (keseragaman) dalam masyarakat yang bersifat massal. Produksi besar-besaran menuntut adanya hasil yang distandarkan, dan media massa cenderung menghasilkan budaya nasional yang seragam. Individualitas hilang dan perbedaan-perbedaan lokal atau regional dihilangkan dalam keseragaman industrialisasi. Ketidakmampuan menyesuaikan diri dianggap tidak efisien, sehingga pekerja yang bisa bekerja sama diberi hadiah. Identitas individu ditentukan oleh peranannya dalam organisasi. Penyesuaian diri dengan masyarakat merusak spontanitas dan kebebasan. • Kedua, kriteria yang sempit tentang efisiensi. Teknologi membimbing ke arah organisasi yang rasional dan efisien, yang pada gilirannya menuntut fragmentasi, spesialisasi, kecepatan, hasil yang maksimum. Kriterianya adalah efisiensi dalam mencapai suatu tujuan tunggal atau suatu rangkaian tujuan-tujuan yang sempit. Sedangkan efek sampingan ataupun kerugian manusiawi diabaikan. Kriteria kuantitatif lebih diutamakan daripada kriteria kualitatif. Pekerja menjadi budak dari mesin ketika menyesuaikan diri dengan jadwal kerjanya dan temponya, menyesuaikan diri dengan tuntutannya. Peranan-peranan kerja yang bermakna hanya dimiliki oleh segelintir orang dalam masyarakat industri kini. Reklame menciptakan kebutuhan (demand) untuk produk baru, tidak peduli apakah produk itu sungguh dibutuhkan atau tidak. Tujuannya tidak lain adalah hanya supaya mendorong volume produksi yang lebih besar. • Ketiga, tidak bersifat pribadi (impersonality) dan manipulasi. Hubungan- hubungan dalam masyarakat teknologi dijadikan spesialisasi dan fungsional. Komunitas yang sesungguhnya dan interaksi antarpribadi terancam. Ketika mentalitas teknologis begitu dominan, orang diperlakukan sebagai objek-objek. • Keempat, tidak dapat dikontrol. Teknologi-teknologi yang terpisah membentuk suatu sistem yang saling terkait, suatu jaringan kerja yang menyeluruh, saling memperkuat, yang tampaknya berjalan sendiri tanpa bisa dikontrol. Beberapa pengkritik mengatakan bahwa teknologi bukan hanya satu set peralatan yang dapat disesuaikan untuk dipakai manusia, melainkan sudah menjadi suatu bentuk kehidupan yang mencakup segalanya, suatu struktur yang persuasif dengan logika dan dinamikanya sendiri. • Kelima, keterasingan pekerja. Keterasingan dari pekerja adalah tema sentral dari tulisan Karl Marx. Ditempatkan di bawah kapitalisme, katanya, pekerja tak memiliki alat dan mesinnya, • dan mereka sangat tidak berdaya dalam kehidupan pekerjaannya. Mereka dapat menjual tenaga kerjanya sebagai suatu komoditi, tetapi pekerjaan mereka bukan suatu bentuk yang bermakna untuk ekspresi diri. Marx berpendapat bahwa keterasingan semacam itu merupakan produk dari pemilikan kapitalis yang dengan sendirinya akan hilang di bawah kepemilikan negara. Banyak penulis kini sadar bahwa keterasingan itu juga tetap saja ada dalam kepemilikan negara atas modal dan alat-alat produksi. Dengan begitu, perasaan kecewa, frustrasi, dan rasa tidak berdaya adalah gejala umum dari pekerja-pekerja di mana saja termasuk dalam negara kapitalis. Dalam kaitan ini, kita catat seorang filsuf Perancis yang sangat keras memberi kritik terhadap teknologi yakni Jacques Ellul. Menurutnya, teknologi adalah suatu kekuatan yang otonom dan tidak dapat dikontrol yang merendahkan martabat manusia siapa saja yang disentuhnya. “Tehnique” suatu istilah yang luas yang dipakai Ellul untuk merujuk kepada mentalitas dan struktur teknologis yang meresapi bukan saja proses industri, melainkan juga kehidupan sosial, politik, dan ekonomi pun telah dipengaruhi olehnya. Efisiensi dan organisasi diterapkan dalam semua aktivitas. • Ahli-ahli lain mengatakan bahwa dalam negara yang kaya atau maju, keprihatinan yang sah untuk mencapai kemajuan materiil, dengan mudah menjadi tujuan hidup tertinggi dan dikejar habis-habisan. Obsesi seperti itu akan mendistorsi nilai-nilai dasar kemanusiaan, maupun relasi-relasi kita dengan orang lain. Teknologi, selanjutnya, bersifat imperialistis dan membuat manusia kecanduan (adiktif). • Beberapa teolog juga ada yang menganut tipe ini dan melancarkan kritiknya terhadap kemajuan teknologi, terutama dalam kaitan dengan dampaknya terhadap kehidupan spiritual. Paul Tillich, misalnya, mengatakan bahwa rasionalitas serta impersonality dari sistem-sistem teknologi merendahkan atau mengabaikan praanggapan pribadi dari komitmen agamawi. Gabriel Marcel juga mengatakan bahwa cara pandang teknologis yang sangat memengaruhi hidup manusia akan mengabaikan “rasa sakral” (sense of sacred). Teknisi memperlakukan segala sesuatu sebagai masalah yang dapat dipecahkan dengan teknik manipulatif tanpa harus ada keterlibatan pribadi. Hal ini akan mengabaikan misteri dan eksistensi manusia, yang hanya dapat diketahui melalui keterlibatan sebagai manusia yang utuh atau menyeluruh. • Barbour khususnya juga memberi respons terhadap para pesimis dalam bidang teknologi. Rupanya para pengkritik terlalu membuat generalisasi atas teknologi yang begitu bervariasi itu. Selain itu, mereka seolah menyangkal kemungkinan bahwa teknologi dapat diarahkan kembali (redirect). Kemudian mereka lupa bahwa teknologi dapat menjadi pelayan manusia.