Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN IMAN

KRISTIANI
DENGAN ILMU
PENGETAHUAN,
TEKNOLOGI, DAN
SENI
Tipologi Hubungan Iman dan Ilmu Pengetahuan
Dalam Sejarah Kekristenan

– Sebelum kita menelusuri tipologi hubungan iman dan ilmu pengetahuan


menurut Ian Barbour, baiklah secara sederhana dilihat dua tipe hubungan yang
terlihat tidak membangun.
– Dominasi Iman/Agama terhadap llmu Pengetahuan/Sains
– Dominasi llmu Pengetahuan terhadap Agama
Dari dua sifat hubungan di atas, dapat dikatakan bahwa keduanya kurang sehat
baik untuk agama dan iman maupun untuk ilmu pengetahuan.
– Ian Barbour membagi tipe hubungan iman dan ilmu pengetahuan masa
sekarang dalam 4 tipe hubungan. Liek Wilardjo telah membuat suatu ringkasan
yang sangat baik tentang keempat tipe itu serta menerbitkannya dalam Jurnal
Waskita (Wilardjo 2004, 15-29).
– Menurut Wilardjo, keempat pengelompokkan yang dibuat Barbour itu, dapat
disingkat dengan empat (4) P, yakni: Pertentangan (Conflict), Perpisahan
(lndependence), Perbincangan (Dialogue), dan Perpaduan (lntegration).
– Wilardjo lebih jauh menjelaskan makna dari keempat tipologi hubungan iman
dan ilmu di atas sebagai berikut.
– a. Pertentangan (conflict)
Pertentangan ialah hubungan yang bertentangan (conflicting), dan dalam kasus
yang ekstrem mungkin bahkan bermusuhan (hostile). Barbour menunjukkan
bahwa contoh historis dari konflik ini adalah kasus Galileo.
– b. Perpisahan (independence)
Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipe hubungan iman
dan ilmu yang kedua, yakni perpisahan. Perpisahan berarti ilmu dan
agama berjalan sendiri-sendiri dengan bidang garapan, cara, dan
tujuannya masing-masing tanpa saling mengganggu atau
mempedulikan. Ini salah satu cara untuk menghindari konflik atau
saling menyalahkan.
– c. Perbincangan (dialogue)
– Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipologi hubungan iman dan ilmu yang ketiga, yakni
perbincangan. Perbincangan ialah hubungan yang saling terbuka dan saling menghormati, karena
kedua belah pihak ingin memahami perbedaan dan persamaan antara keduanya. Dalam kategori ini
pun ada berbagai kelompok pendapat yang masih ada perbedaan di sana sini. Ada banyak tokoh baik
bidang ilmu pengetahuan maupun teologi yang menjadi pendukung dari tipe ini. Salah satu argumen
dari tipe ini menurut Barbour ialah adanya kesejajaran metodologis dalam kedua disiplin ini: ilmu
pengetahuan dan teologi/iman. Sebelum tahun 1950-an, ada pembedaan yang tajam antara sifat dan
metode ilmu pengetahuan dan teologi. Ilmu pengetahuan dikatakan bersifat objektif, yang berarti
bahwa teori-teorinya divalidasi dengan kriteria yang jelas, diuji oleh persetujuan data yang tidak
dapat dibantah dan bebas teori/nilai. Baik kriteria maupun data ilmu pengetahuan diakui tidak
tergantung pada subjek individual, dan tidak dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh budaya. Pada sisi
yang lain menurut pendapat itu, agama atau teologi bersifat subjektif karena ada keterlibatan pribadi
di dalamnya.
– d. Perpaduan (Integration)
– Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipe hubungan iman dan ilmu yang keempat, yakni
perpaduan. Beberapa penulis berpendapat bahwa semacam integrasi antara ilmu dan
iman/agama adalah mungkin. Ada tiga versi yang berbeda dari integrasi menurut Ian Barbour.
Yang pertama, dalam teologi natural (alamiah), diklaim bahwa eksistensi Allah dapat disimpulkan
dari bukti-bukti rancangan dalam alam. Bahwa alam sedemikian teratur menunjukkan adanya
suatu perancang di baliknya. Ia tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Ilmu pengetahuan
menolong kita untuk lebih menyadarinya. Yang kedua, dalam teologi tentang alam, sumber
utama dari teologi terletak di luar ilmu pengetahuan, namun teori-teori ilmiah dapat
memengaruhi perumusan ulang dari doktrin- doktrin tertentu dalam agama, khususnya doktrin
tentang penciptaan dan hakikat manusia. Yang ketiga, dalam sintesa sistematis, baik ilmu
maupun agama, menyumbang untuk pengembangan dari suatu metafisik yang inklusif, seperti
dalam filsafat proses.
– Liek Wilardjo menyimpulkan bahwa Barbour berpendapat bahwa “perpaduan”
adalah hubungan yang bertumpu pada keyakinan bahwa pada dasarnya
kawasan telaah, rancangan penghampiran, dan tujuan ilmu dan agama adalah
sama dan menyatu.
– Tampaknya memang untuk sementara tipe perbincangan lebih memungkinkan, walaupun
kita tetap terbuka pada tipe perpaduan, tetapi tidak perlu dipaksakan. Secara alkitabiah
dan imaniah, kita pada satu sisi menerima bahwa ilmu pengetahuan dapat dikembangkan
manusia, karena hal ini adalah mandat kebudayaan. Untuk melaksanakan mandat itu
Tuhan, memperlengkapi manusia dengan kemampuan rasional dan kemampuan yang
lain. Pada saat yang sama, manusia adalah juga makhluk religius dan karenanya agama
tidak bisa tidak hadir dalam kehidupan manusia dan menjadi kebutuhan manusia untuk
berelasi dengan Tuhan.
– pertanyaannya adalah bagaimana kedua potensi itu dipakai untuk membentuk
kepribadian yang utuh, dan bagaimana keduanya saling menunjang dan
mendukung? Lebih-lebih bagaimana pengembangan ilmu pengetahuan tidak
hanya terbatas demi ilmu itu sendiri tetapi demi kemaslahatan manusia dan
kelestarian alam, dan karena dengan demikian kita telah melaksanakan kehendak
Tuhan yang telah menciptakan dunia dan isinya dengan perintah untuk mengasihi
sesama, dan memelihara alam ciptaan Tuhan. Tujuan akhir agama adalah
transformasi manusia dan masyarakat dalam rangka mentaati kehendak Tuhan.
B.Pengertian teknologi Modern

– Ada tiga kelompok dalam merespon perkembangan teknologi modern. Kelompok pertama
melihat perkembangan teknologi modern sebagai sumber yang memungkinkan standar
kehidupan lebih tinggi, meningkatkan kesehatan, dan komunikasi yang lebih baik maupun
mudah. Pokoknya, teknologi modern dianggap memberi dampak peningkatan
kesejahteraan manusia. Klaim bahwa persoalan apa pun yang diakibatkan oleh teknologi
modern pada dirinya sendiri tunduk atau dapat dikontrol oleh solusi teknologis. Kelompok
kedua bersikap kritis terhadap teknologi, karena teknologi modern dapat menyebabkan
alienasi dari alam, penghancuran lingkungan hidup, mekanisasi dari kehidupan manusia,
dan hilangnya kebebasan manusia. Kelompok ketiga berpendapat bahwa teknologi bersifat
ambigu, dampaknya bervariasi tergantung pada konteks sosial karena teknologi dirancang
dan digunakan, dan menjadi produk maupun sumber dari kekuatan ekonomis dan politis.
c. Paradoks dalam Kehidupan Manusia dan Masyarakat

– Yang dimaksudkan paradoks adalah pada satu sisi penciptaan manusia sebagai makhluk religius,
sosial, rasional dan berbudaya serta etis menunjukkan sisi keagungan manusia dibandingkan dengan
ciptaan-ciptaan Tuhan yang lain. Kitab Kej. 1:31 mengatakan: “maka Allah melihat segala sesuatu
yang dijadikan- Nya itu, sungguh amat baik.” Pada sisi yang lain, kita juga belajar atau menyaksikan
dan bahkan mengalami sendiri sisi-sisi kelam dari kehidupan manusia. Berapa perang yang terjadi
karena alasan agama atau ideologi? Berapa banyak koruptor di tanah air ini yang tega memperkaya
diri dan membuat orang lain menderita? Berapa banyak orang tamak yang hanya menumpuk
kekayaan sendiri kalau perlu dengan eksploitasi orang lain atau alamini? Apakah kata-kata Mahatma
Gandi masih mempunyai arti: “the earth provides enough for everybody’s need but not for
everybody’s greed.” Kita umumnya tahu juga apa yang baik yang seharusnya kita lakukan tetapi kita
tidak berdaya melakukannya bahkan yang sebaliknya yang kita lakukan (lih. Rm 7: 21-24). Inilah
paradoks kehidupan manusia. Lalu bagaimana menjelaskannya? untuk membedakan yang baik dari
yang jahat, yang benar dari yang salah, serta memiliki kebebasan untuk memilih melakukan yang
baik atau yang jahat.
– Dalam kekristenan dipercayai bahwa paradoks ini terjadi karena manusia telah jatuh ke dalam dosa
(lih. Kej. 3).
D. Membaharui Hubungan Dengan Allah, Sesama dan
Alam Ciptaan

– Coba Anda baca 2 Korintus 5:18-21! Bagaimanakah perbaikan


hubungan itu terjadi? Inisiatif siapakah yang utama? Apa dampak
pendamaian dengan Allah terhadap tanggungjawab kita untuk
tugas pendamaian yang dipercayakan Tuhan kepada kita? Apa
saja dimensi dari pendamaian itu? Silakan Anda membangun
argumen yang solid bahwa manusia dimungkinkan untuk
membaharui hubungan dengan Allah, sesama dan alam ciptaan.
E. Pandangan-Pandangan Kontemporer Tentang Manusia
dan Masa Depannya

– Salah satu aspek yang penting dalam membicaraan manusia dan hakikatnya
adalah manusia dan pengharapannya. Akhir-akhir ini ada tekanan yang kuat
tentang dimensi pengharapan baik dalam pemikiran filosofis maupun dalam
teologi. Maksudnya adalah hakikat manusia harus dikaitkan dengan
pengharapannya. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang berharap akan
masa depan yang lebih baik. Karena itu perlu mencari deskripsi mengenai
tekanan ini dalam dua tokoh penting yakni orang ateis seperti Ernst Bloch dan
orang beriman seperti Jurgen Moltman.
– Teolog ternama Jurgen Moltman dengan Theology of Hope dipengaruhi oleh
prinsip pengharapan dari Bloch. Teologi-teologi yang lebih awal memandang
penggenapan dari pengharapan eskatologis melulu merupakan tindakan dan
karunia Allah. Moltman justru sebaliknya memberi tempat kepada peranan
manusia untuk mewujudkan pengharapan eskatologis tersebut, bukan saja
pada dunia di seberang sana, melainkan juga kini dan di sini. Artinya, bahwa
pengharapan eskatologis tidak hanya menyangkut keselamatan jiwa saja di
seberang sana, tetapi juga perdamaian, keadilan, kebebasan dari penindasan
harus diusahakan diwujudkan kini dan di sini meskipun penyempurnaannya
adalah karya Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai