KRISTIANI
DENGAN ILMU
PENGETAHUAN,
TEKNOLOGI, DAN
SENI
Tipologi Hubungan Iman dan Ilmu Pengetahuan
Dalam Sejarah Kekristenan
– Ada tiga kelompok dalam merespon perkembangan teknologi modern. Kelompok pertama
melihat perkembangan teknologi modern sebagai sumber yang memungkinkan standar
kehidupan lebih tinggi, meningkatkan kesehatan, dan komunikasi yang lebih baik maupun
mudah. Pokoknya, teknologi modern dianggap memberi dampak peningkatan
kesejahteraan manusia. Klaim bahwa persoalan apa pun yang diakibatkan oleh teknologi
modern pada dirinya sendiri tunduk atau dapat dikontrol oleh solusi teknologis. Kelompok
kedua bersikap kritis terhadap teknologi, karena teknologi modern dapat menyebabkan
alienasi dari alam, penghancuran lingkungan hidup, mekanisasi dari kehidupan manusia,
dan hilangnya kebebasan manusia. Kelompok ketiga berpendapat bahwa teknologi bersifat
ambigu, dampaknya bervariasi tergantung pada konteks sosial karena teknologi dirancang
dan digunakan, dan menjadi produk maupun sumber dari kekuatan ekonomis dan politis.
c. Paradoks dalam Kehidupan Manusia dan Masyarakat
– Yang dimaksudkan paradoks adalah pada satu sisi penciptaan manusia sebagai makhluk religius,
sosial, rasional dan berbudaya serta etis menunjukkan sisi keagungan manusia dibandingkan dengan
ciptaan-ciptaan Tuhan yang lain. Kitab Kej. 1:31 mengatakan: “maka Allah melihat segala sesuatu
yang dijadikan- Nya itu, sungguh amat baik.” Pada sisi yang lain, kita juga belajar atau menyaksikan
dan bahkan mengalami sendiri sisi-sisi kelam dari kehidupan manusia. Berapa perang yang terjadi
karena alasan agama atau ideologi? Berapa banyak koruptor di tanah air ini yang tega memperkaya
diri dan membuat orang lain menderita? Berapa banyak orang tamak yang hanya menumpuk
kekayaan sendiri kalau perlu dengan eksploitasi orang lain atau alamini? Apakah kata-kata Mahatma
Gandi masih mempunyai arti: “the earth provides enough for everybody’s need but not for
everybody’s greed.” Kita umumnya tahu juga apa yang baik yang seharusnya kita lakukan tetapi kita
tidak berdaya melakukannya bahkan yang sebaliknya yang kita lakukan (lih. Rm 7: 21-24). Inilah
paradoks kehidupan manusia. Lalu bagaimana menjelaskannya? untuk membedakan yang baik dari
yang jahat, yang benar dari yang salah, serta memiliki kebebasan untuk memilih melakukan yang
baik atau yang jahat.
– Dalam kekristenan dipercayai bahwa paradoks ini terjadi karena manusia telah jatuh ke dalam dosa
(lih. Kej. 3).
D. Membaharui Hubungan Dengan Allah, Sesama dan
Alam Ciptaan
– Salah satu aspek yang penting dalam membicaraan manusia dan hakikatnya
adalah manusia dan pengharapannya. Akhir-akhir ini ada tekanan yang kuat
tentang dimensi pengharapan baik dalam pemikiran filosofis maupun dalam
teologi. Maksudnya adalah hakikat manusia harus dikaitkan dengan
pengharapannya. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang berharap akan
masa depan yang lebih baik. Karena itu perlu mencari deskripsi mengenai
tekanan ini dalam dua tokoh penting yakni orang ateis seperti Ernst Bloch dan
orang beriman seperti Jurgen Moltman.
– Teolog ternama Jurgen Moltman dengan Theology of Hope dipengaruhi oleh
prinsip pengharapan dari Bloch. Teologi-teologi yang lebih awal memandang
penggenapan dari pengharapan eskatologis melulu merupakan tindakan dan
karunia Allah. Moltman justru sebaliknya memberi tempat kepada peranan
manusia untuk mewujudkan pengharapan eskatologis tersebut, bukan saja
pada dunia di seberang sana, melainkan juga kini dan di sini. Artinya, bahwa
pengharapan eskatologis tidak hanya menyangkut keselamatan jiwa saja di
seberang sana, tetapi juga perdamaian, keadilan, kebebasan dari penindasan
harus diusahakan diwujudkan kini dan di sini meskipun penyempurnaannya
adalah karya Tuhan.