Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN

KEBIDANAN
KOMPLEKS
INFEKSI LUKA PERINEUM
KELOMPOK 4 :
1. Qonita Azizah (011911223032)
2. Sesilia Serly Kebo (011911223033)
3. Aldila Diah Rumiyandini (011911223034)
4. Risma Rater Sempa Nindra (011911223035)
5. Aninda Regita Putri Darna (011911223036)
6. Viona Intan Safitri (011911223037)
7. Farida Triani (011911223038)
8. Fitria Nengsih (011911223039)
9. Desi Fitriani (011911223040)
10. Nurul Mardiyah (011911223041)
11. Augustien Julia Sawitri (011911223042)
DATA SUBJEKTIF
1. Identitas :
a. Usia, Penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda dari pada orang tua. Orang
yang sudah lanjut usianya tidak dapat mentolerir stress seperti trauma jaringan atau infe
ksi (Herawati, 2010).
b. Pendidikan, Informasi memberikan pengaruh besar terhadap perilaku ibu nifas. Apabila i
bu nifas diberikan informasi tentang bahaya pantang makanan dengan jelas, benar dan
komprehensif termasuk akibatnya maka ibu nifas tidak akan mudah terpengaruh atau m
encoba melakukan pantangan makanan.
c. Pekerjaan, Suami yang bekerja akan mendukung ibu dalam memenuhi kebutuhan masa
nifas yang mengandung banyak zat gizi, sedangkan ibu yang bekerja menyebabkan ibu
mempunyai kesempatan untuk bertukar informasi dengan rekan kerja tentang pantang
makanan (Suparyanto, 2011).
d. Suku. Berhubungan dengan salah satu faktor yaitu tradisi. Tradisi di setiap daerah berbe
da beda karena Di Indonesia ramuan peninggalan nenek moyang untuk perawatan pasc
a persalinan masih banyak digunakan (smeltzer, 2002).
2. Keluhan : ibu merasa demam, nyeri pada perineum, merasa sesak nafas, gelisah,secret
vagina berbau, disuria (manuaba, 2010., Saiffudin, 2014).
3. Mobilisasi dini : Ibu yang tidak melakukan mobilisasi dini merupakan salah satu factor predisposisi penyeb
ab infeksi luka perineum.
4. Riwayat persalinan yang lalu : Merupakan salah satu penyebab yang dapat menentukan lama penyembu
han luka perineum (boyle, 2009). Terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam, alat yang dipakai kurang
steril dan Sudah terdapat infeksi intrapartum: persalinan lama terlantar, ketuban pecah lebih dari enam ja
m, terdapat pusat infeksi dalam tubuh (local infeksi) (Sukarni dan Wahyu, 2013).
5. Riwayat penyakit : Imun yang lemah karena sepsis atau malnutrisi, penyakit tertentu seperti AIDS, ginjal a
tau penyakit hepatik dapat menyebabkan menurunnya kemampuan untuk mengatur faktor pertumbuhan, i
nflamasi, dan sel-sel proliperatif untuk perbaikan luka (boyle, 2009).
Menurut Vincent (2005) penyembuhan luka yang optimal membutuhkan integritas kulit yang baik, dan did
ukung oleh peristiwa biologis dan dan perbaikan molekul sel yang kompleks. Namun penyembuhan luka d
apat terganggu disebabkan oleh Diabetes Mellitus, Diabetes Mellitus dapat Menyebabkan kelemahan dal
am mensuplai darah ke jaringan
6. Sosial ekonomi : Pengaruh dari kondisi sosial ekonomi ibu dengan lama penyebuhan perineum adalah ke
adaan fisik dan mental ibu dalam melakukan aktifitas sehari-hari pasca persalinan. Jika ibu memiliki tingk
at sosial ekonomi yang rendah, bisa jadi penyembuhan luka perineum berlangsung lama karena timbulny
a rasa malas dalam merawat diri.
7. Nutrisi dan Hidrasi : Malnutrisi secara umum dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan luka, meningka
tkan dehisensi luka, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, dan parut dengan kualitas yang buruk. Def
isien nutrisi (sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah meningkat) tertentu da
pat berpengaruh pada penyembuhan (boyle, 2009). Sebaliknya Makanan yang bergizi dan sesuai porsi ak
an menyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan segar. Dan akan mempercepat masa penyembuhan luka p
erineum.
8. Tradisi dan budaya : budaya pada masa nifas sekarang ini masih tetap dilakukan, seperti ibu nifas dilarang
makan telur, daging, udang, ikan laut, lele, buah-buahan dan makanan yang berminyak. Setelah melahirka
n, ibu hanya boleh makan tahu, tempe, ibu dilarang banyak makan dan minum, dan makanan harus dibaka
r terlebih dahulu sebelum dikonsumsi karena dapat menghambat penyembuhan luka (Fitri, 2013)
9. Personal Hygiene : Personal higiene (kebersihan diri) dapat memperlambat penyembuhan, hal ini dapat m
enyebabkan adanya benda asing seperti debu dan kuman (boyle, 2009). Dalam masa nifas kondisi perine
um yang terkena lokhea (darah dari uterus yang keluar melalui vagina) jadi lembab dan akan mengakibatk
an perkembangan bakteri yang dapat menyebabkan imbulnya infeksi perineum, sehingga perlu dilakukan v
ulva hygiene (bersihkan vulva dan sekitarnya). Kebersihan perineum pada masa nifas terutama pada ibu d
engan luka perineum penting untuk dilakukan, karena hal ini dapat mempengaruhi proses penyembuhan lu
ka (Kurnianingtyas dkk, 2009).
10. Istirahat dan tidur : Gangguan tidur dapat menghambat penyembuhan luka, karena tidur meningkatkan ana
bolisme dan penyembuhan luka termasuk ke dalam proses anabolisme (boyle, 2009). Menurut Abdul Bari
(2002), ibu nifas di anjurkan agar istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yangberlebihan
11. Faktor Kebiasaan : Nikotin dan karbon monoksida diketahui memiliki pengaruh yang dapat merusak penye
mbuhan luka, bahkan merokok yang dibatasi pun dapat mengurangi aliran darah perifer. Merokok juga me
ngurangi kadar vitamin C yang sangat penting untuk penyembuhan.
12. Lingkungan dan Keluarga : Dukungan dari lingkungan keluarga, dimana ibu akan selalu merasa mendapat
kan perlindungan dan dukungan serta nasihat – nasihat khususnya orang tua dalam merawat kebersihan p
asca persalinan (Smeltzer, 2002).
13. Faktor Psikologis : Ansietas dan stres dapat mempengaruhi sistem imun sehingga menghambat penyembu
han luka (boyle, 2009).
DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum: Kesadaran pada pasien dengan infeksi luka perineum dapat berupa gelisah, kesadaran
menurun hingga koma. Pemeriksaan tanda-tanda vital jg perlu diperhatikan pada kasus ini. Infeksi luka
perineum dapat menyebabkan adanya sepsis postpartum yg ditandai dengan S: >38°C, tekanan darah dapat
menurun, HR: >90 x/mnt, RR: >20 x/mnt (Manuaba, 2010 dan Salisbury, 2013).
2. BB dan TB: Untuk menentukan BMI. Wanita dengan BMI >35 ditemukan memiliki risiko infeksi luka
lebih dari tujuh kali lipat dan risiko dehiscence lebih dari tiga kali lipat. Obesitas adalah salah satu masala
h kesehatan yang paling umum pada wanita usia reproduksi dan obesitas ibu telah menjadi sangat umum d
i
seluruh dunia yang mengarah ke perhatian utama dalam kebidanan. Studi peradangan terkait obesitas telah
menemukan disfungsi vaskular terjadi di jaringan adiposa, yang mengarah ke respon hipoksia lokal di
jaringan adiposa. Hipoksia sendiri juga diketahui berperan dalam risiko infeksi luka bedah. Selain itu,
jaringan adiposa dapat memberi tekanan pada tepi luka dan mengurangi aliran darah lebih lanjut,
meningkatkan kekuatan jaringan di garis luka (Gommesen et al.,2019).
3. Pemeriksaan genetalia: Pada infeksi luka perineum ditemukan adanya pembengkakan di luka episiotomi,
cairan purulen, perubahan warna lokia, pengeluaran lokia bercampur nanah, dehisensi luka perineum
(terbukanya kembali luka operasi yg telah dijahit secara primer) (Johnson et al.,2012 dan Manuaba, 2010).
Pada kasus yang berat seluruh vulva mengalami edema, ulserasi, dan tertutup oleh eksudat (Saifudin, 2016).
4. Pemeriksaan laboratorium: Infeksi luka perineum dapat berakibat sepsis postpartum dengan hasil
laboratorium jumlah leukosit <4x10 9 sel/L atau >12x10 9 sel/L (Salisbury, 2013) .
Identifikasi Diagnosa dan Masalah Aktual
Diagnosis : Ny.X P A H post partum hari ke ... dengan infeksi luka perineum
Masalah : ibu merasa demam, nyeri pada perineum, merasa sesak nafas, gelisah,secret
vagina berbau, dysuria dan cemas (manuaba, 2010., Saiffudin, 2014., Kamel dan
Khaled, 2014; Gommesen et al., 2019 )

Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial


Diagnosis Potensial : dapat terjadi ISK, syok septik, endometritis (Cuningham et al., 2014)
Masalah Potensial : gangguan psikologis (Kamel dan Khaled, 2014)

Identifikasi Tindakan Segera


Tindakan segera dapat dilakukan tindakan secara mandiri untuk
mengurangi/mengatasi ketidaknyamanan ibu.
Kolaborasi dengan dokter untuk dilakukan tindakan kuratif, dengan diberikan antibiotik
PENATALAKSAAN
Di Fasilitas Kesehatan Primer :
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa terlihat adanya tanda-tanda infeksi pada luka e
pisiotomi.
2. Memberikan informasi tentang kebersihan diri/personal hygiene. Memberikan informasi pada ibu u
ntuk untuk selalu mengenakan baju dan pembalut yang bersih (Kemenkes RI, 2013) serta mengganti p
embalut sesering mungkin/secara berkala setiap 2-4 jam sekali selama perdarahan masa nifas.
3. Memberikan informasi kepada ibu tentang cara cebok yang benar. Memberikan informasi kepada ibu u
ntuk cebok dari depan ke belakang atau dari area yang bersih ke area kurang bersih. Sebaiknya cebok
menggunakan air matang untuk memastikan kebersihan air yang digunakan.
4. Menganjurkan Ibu makan makanan bergizi dan kaya akan protein. Makanan yang bergizi dan sesuai
porsi menyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan akan mempercepat penyembuhan luka perineum. S
tatus gizi mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka. Status gizi yang buruk mempengaruhi sistem k
ekebalan tubuh yang memberi perlindungan terhadap penyakit infeksi (Rahmawati and Triatmaja, 2
015), serta menganjurkan ibu untuk meningkatkan konsumsi protein karena protein diketahui me
mbantu dalam mempercepat penyembuhan luka perineum (Ratnasari and Pujiastuti, 2018).
5. Menganjurkan Ibu untuk tidak berpantang makanan. Kebiasaan berpantang terhadap maka
nan tertentu pada masa nifas dapat menghambat penyembuhan luka jahitan perineum
(Oktavia, 2012).
6. Menganjurkan Ibu minum cukup air. Air juga berperan dalam mendukung terjadinya
proliferasi sel. Dehidrasi menyebabkan pengerasan epidermis yang akan memperlama
penyembuhan luka.
7. Menganjurkan Ibu untuk istirahat cukup. Kesembuhan luka jahitan pada perineum juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kualitas tidur dan perawatan luka
perineum (Rahmawati and Triatmaja, 2015).
8. Mengajarkan dan menganjurkan Ibu untuk latihan kegel sesering mungkin guna
merangsang peredaran darah sekitar perineum, mengurangi nyeri, dan mempercepat
penyembuhan luka (Kurniati, 2014).
9. Memberikan Ibu pereda nyeri antiradang seperti ibuprofen yang aman digunakan saat
menyusui (RCOG , 2020)
9. Melakukan tatalaksana luka apabila Abses, seroma, dan hematoma :
– Meminta Ibu untuk melakukan perawatan luka dengan cara mengompres luka dengan kasa
lembab dan minta pasien mengganti kompres sendiri setiap 24 jam (Nacl 0,9%, betadine, a
ir dtt) (Kemenkes RI, 2013).
– Melakukan Tatalaksana khusus:
– Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan lakukan drainase.
– Angkat kulit nekrotik, jahitan subkutis dan buat jahitan situasi.
– Jika terdapat absestan paselutitis, tidak perlu diberikan antibiotika.
– Bila infeksi relatif superfisial, diperlukan pemberian antibiotik oral, sehingga memerlukan
kolaborasi dengan dokter. Pemberian antibiotik yang disarankan : berikan ampisilin 500
mg per oral selama 6 jam dam metronidazle 500 mg peroral 3 kali/hari selama 5 hari
(Kemenkes RI, 2013).
– Meminta Ibu untuk melakukan kunjungan ulang 1 minggu lagi.
10. Melakukan rujukan apabila infeksi luka perienum membuat ibu tidak nyaman untuk
mendapatkan antibiotik intravena (RCOG, 2020)
Di Fasilitas Kesehatan Lanjutan:
1. Luka episiotomi yang terinfeksi ditatalaksana seperti luka operasi yang terinfeksi lainnya. Dilakukan drainase,
pada sebagian besar kasus jahitan dibuka dan luka yang terinfeksi dilakukan debrideman. Pada selulitis yang
jelas namun tidak bernanah dapat diberikan antimikroba spektrum luas dan observasi ketat (Cunningham, 2013)
2. Melakukan tatalaksana luka apabila selulitis dan fasitis nekrotikan :
– Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan lakukan drainase.
– Angkat kulit yang nekrotik, jahitan subkutis dan lakukan debridemen.
– Bila infeksi relatif superfisial dan tidak meliputi jaringan dalam, pantau timbulnya abses dan diperlukan
pemberian antibiotik. Melakukan kolaborasi dalam pemberian antibiotika. Antiobiotik yang disarankan :
berikan ampisilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari, ditambah metronidazole 500 mg per oral 3
kali/hari selama 5 hari.
– Bila infeksi cukup dalam dalam dan melibatkan otot dan menimbulkan nekrotik, beri penisilin G 2 juta U I
V setiap 4 jam (atau ampisilin inj 1g, 4 kali/hari) ditambahkan dengan gentamisin 5 mg/kg BB perhari IV
sekali ditambah dengan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam. Bila a
da jaringan nekrotik harus dibuang. Lakukan jahitan sekunder 2-4 minggu setelah infeksi membaik
(Kemenkes RI, 2013)
DAFTAR PUSTAKA
Antini, A. (2016) ‘Efektivitas senam kegel terhadap waktu penyembuhan luka perineum pada ibu post partum normal’,
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, VII(4), pp. 212–216.
Boyle, M. 2009. Pemulihan Luka. EGC : Jakarta.
Cunningham, F.G. 2013. Obstetri Williams volume 1. Ed.23. Jakarta : EGC.
Cuningham et al. (2014) ‘Infeksi Nifas’, in Obstetri Williams. 24th edn. New York: Mc Graw Hill Education,
pp. 691–700.
Fitri E. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lamanya Penyembuhan Luka Perineum pada Ibu Nifas di Rumah S
akit Umum dr. Zainoel Abidin BANDA Aceh Tahun 2013. Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
U’budiyah Program Studi Diploma Iv Kebidanan Banda Aceh.
Gommesen, D., Nohr, E. A., Drue, H. C., Qvist, N., & Rasch, V. (2019). Obstetric perineal tears: risk factors, wound in
fection and dehiscence: a prospective cohort study. Archives of gynecology and obstetrics, 300(1), 67-77.
Herawati, 2010. Hubungan Perawatan Perineum DenganKesembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas Hari Keenam Di
Bidan Praktik Swasta Mojokerto Kedawung Sragen. Program Studi Di Kebidanan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Johnson, A., Thakar, R., & Sultan, A. H. (2012). Obstetric perineal wound infection: is there underreporting?. Brit
ish journal of Nursing, 21(Sup5), S28-S35.
Kamel, A. and Khaled, M. (2014) ‘Episiotomy and obstetric perineal wound dehiscence: Beyond soreness’, Journ
al of Obstetrics and Gynaecology, 34(3), pp. 215–217.
Kemenkes RI (2013) Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan,
Kemenkes RI. Jakarta: Kemenkes RI.
Kurnianingtyas, Y. dkk. (2009). Hubungan Perilaku Vulva Hygiene dengan Tingkat Penyembuhan Luka
Perineum Pada Ibu Nifas Di BPS Maunah Klirong Kebumen Tahun 2009.
Kurniati, C. H. D. (2014) ‘Analisis Pengetahuan Dan Tindakan Senam Kegel Terhadap Penyembuhan Luka Perin
eum Pada Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan’, Pharmacy, 11(01),
pp.26–39. Available at: http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/PHARMACY/article/view/846
Manuab a, IAC., I Bagus, dan IB Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB
untuk Pendidikan Bidan. Edisi kedua. Jakarta: EGC.
Oktavia, Y. (2012) Hubungan Antara Berpantang Makanan pada Ibu Nifas dengan Penyembuhan Luka Jahitan
Perineum pada Pasien RSUD Dr.Moh.Soewandhie Surabaya | Kedokteran - Universitas Airlangga.
Available at:
https://fk.unair.ac.id/archives/2012/12/20/hubungan-antara-berpantang-makanan-pada-ibu-nifas-dengan-penyem
buhan-luka-jahitan-perineum-pada-pasien-rsud-drmohsoewandhie-surabaya. html (Accessed: 5 Octob er 20
20).
Rahmawati, E. and Triatmaja, N. T. (2015) ‘Hubungan Pemenuhan Gizi Ibu Nifas Dengan Pemulihan Luka
Perineum’, Jurnal Wiyata, 2(1), pp. 19–24. Available at:
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/PHARMACY/artice/view/846.
Ratnasari, N. B. and Pujiastuti, T. W. (2018) ‘Hubungan Pola Konsumsi Protein Dengan Proses Penyembuhan
Luka’, 3(1).
RCOG, 2020. Perineal wound breakdown. Available at:
https://www.rcog.org.uk/en/patients/tears/perineal-wound-dehiscence/ [Accessed October 6, 2020].
Saifuddin, Abdul Bari (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saifuddin, Abdul. Bari (ed). 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal. Jakarta:
YBPSP.
Salisbury, N. H. S., & Salisbury, U. K. (2013). Postpartum Sepsis. World Clinics: Obstetrics & Gynecology: Postp
artum Hemorrhage, 2(2), 236-53.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth
(Ed.8, V ol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta.
Sukarni, I dan Wahyu, P. (2013). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Yogyakarta: Nuha Medika
Suparyanto. (2011). Tumbuh kembang dan imunisasi. Jakarta : EGC
Vincent, F. (2005). Wound healing its impairment in the diabetic foot. Volume 336. 1736-1743.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai