PENGAMBILAN KEPUTUSAN
EKONOMI MANAJERIAL 4
RISIKO, KETIDAKPASTIAN DAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
1. Ketidakpastian, Probabilitas, dan Nilai Yang
Diharapkan
2. Sikap terhadap Risiko
3. Analisis Investasi Non Riil yang Berisiko
4. Ukuran Penyebaran sebagai Ukuran Risiko
5. Kombinasi Beberapa Investasi
6. Tahapan Pengambilan Keputusan
Kita biasanya selalu menganggap bahwa: pertama, harga,
biaya, penerimaan dan laba dapat diketahui dengan pasti.
Kedua, konsumen dan produsen mempunyai informasi yang
lengkap tentang pilihannya yang tepat.
Masalah-masalah ini termasuk dalam masalah
ketidakpastian dan kesempurnaan informasi.
Contoh, dalam pembuatan keputusan produksi, kita
menganggap bahwa perusahaan telah mengetahui dengan
pasti harga-harga input dan outputnya.
Permintaan dan penawaran input sebagaimana permintaan
dan penawaran output, keduanya selalu berfluktuasi
sepanjang waktu.
Masalahnya adalah pertama, bagaimana cara membuat
keputusan produksi dan konsumsi dalam kondisi
ketidakpastian?
Masalah kedua yang dibahas dalam bab ini adalah ketidak
sempurnaan informasi.
Kita sering berasumsi bahwa konsumen, produsen, tenaga
kerja dan sebagainya mempunyai informasi yang lengkap
tentang pilihan yang tepat.
Namun dalam kenyataannya belum tentu konsumen harus
mencari harga yang paling rendah, Tenaga kerja harus
mencari informasi tentang pekerjaan alternatif.
Frank Knight (1922) pertama, melukiskan suatu keadaan,
sebagai keadaan yang berisiko, jika kita tidak dapat
menentukan probabilitas obyektif secara pasti terhadap hasil
atau kejadian.
Kedua, keadaan dianggap mengandung ketidakpastian, jika
tidak ada probabilitas obyektif yang dapat ditentukan.
3.1 Ketidakpastian, Probabilitas dan Nilai yang
Diharapkan
Konsep probabilitas digunakan untuk mengukur secara
kuantitatif berbagai kemungkinan kejadian yang tidak pasti.
Konsep probabilitas dibagi dua, yaitu probabilitas objektif
dan probabilitas subjektif.
Probabilitas objektif adalah suatu konsep yang didasarkan
pada frekuensi relatif dalam jangka panjang.
Suatu keadaan sebagai suatu yag berisiko jika kita dapat
menentukan probabilitas objektif secara pasti terhadap hasil
atau kejadian.
Suatu keadaan dianggap mengandung ketidakpastian jika
tidak ada probabilitas objektif yang dapat ditentukan.
Penggunaan istilah ketidakpastian untuk menggambarkan
setiap keadaan dimana probabilitas dari suatu hasil tidak
sama dengan 0 atau 1.
Probabilitas subjektif, diartikan sebagai keyakinan subjektif
dengan menggunakan cara orang bertaruh.
Misalnya, suatu perusahaan tidak dapat memastikan berapa
laba yang diperoleh tahun depan, tetapi perusahaan yakin
mempunyai suatu peluang yang sama dengan laba yang
diperoleh tahun ini.
Variabel random merupakan variabel yang memiliki nilai
yang tidak pasti, tetapi mempunyai distribusi probabilitas
yang diketahui.
Jika variabel random X terdiri atas X1, X2,……Xn, maka
probabilitasnya adalah P1, P2,…..Pn. (ingat P1 + P2 + …….
Pn=1).
Kemudian nilai yang diharapkan (expected value) dari
variabel random ditulis dengan E((X), maka persamaannya:
EX= P1.X1 + P2.X2 + ……….+ Pn.Xn
Kemudian nilai yang diharapkan (expected value) dari
variabel random ditulis dengan E((X), maka persamaannya:
EX= P1.X1 + P2.X2 + ……….+ Pn.Xn
Varian variabel random X, adalah:
V(X)= P1(X1-ˉX)2 + P2(X2-ˉX)2 + …… Pn(Xn-¯X)2
Simpangan baku (deviasi standar):
S=√varian = √V(X) = {P1(X1-¯X)2 + P2(X2-¯X)2 + …..Pn(Xn-¯X}1/2
Contoh Soal
⚫Alternatif I. (untuk contoh variabel random X adalah
laba)
⚫Probabilitas:
⚫Menghasilkan laba Rp. 400 juta = ½
⚫Menghasilkan laba Rp. 300 juta = ¼
⚫Menghasilkan laba Rp. 500 juta = ¼
Contoh Soal
⚫ Alternative II
⚫ Misal, perusahaan itu memiliki bayangan mengenai investasi
alternative lain yang mempunyai distribusi probabilitas laba
sebagai berikut:
⚫ Probabilitas :
⚫ Menghasilkan laba Rp. 400 juta = ½
⚫ Menghasilkan laba Rp. 0 juta = ¼
⚫ Menghasilkan laba Rp. 800 juta = ¼
⚫ Laba yang diharapkan: jika laba berubah, maka
perubahannya mempunyai kesempatan yang sama, naik Rp.
400 juta atau turun Rp. 400 juta, maka:
⚫ Analisis:
⚫ Alternative I dan II menghasilkan laba Rp. 400 juta.
⚫ Dari varian dan simpangan baku alternative II mempunyai
risiko lebih tinggi, karena varian labanya lebih tinggi
daripada alternative I.
Jadi, dua kasus itu sama mempunyai laba yang diharapkan
sebesar Rp. 400 juta, tetapi kasus kedua berisiko lebih tinggi
daripada kasus pertama.
Oleh karena itu kita harus mengukur risiko yang ditunjukkan
oleh varian (V) dari laba yang diharapkan.
Dalam analisis ketidakpastian kita menggunakan nilai atau
laba yang diharapkan dan varian dari laba, harga, biaya, dan
sebagainya.
Perusahaan dapat menaikkan nilai laba harapan dengan
melakukan investasi yang berisiko lebih tinggi, yang berarti
akan menaikkan varian dari labanya.
Investasi yang berisiko lebih tinggi tidak selalu menaikkan
nilai laba yang diharapkan dengan tingkat yang sama dengan
risikonya.
3.2 Sikap Terhadap Risiko
Investasi A Investasi B
Probabilitas Return Probabilitas Return
0,30 0,15 0,20 0,15
0,40 0,20 0,60 0,60
0,30 0,25 0,20 0,25
Jika digunakan rumus (3.1), maka akan diperoleh untuk
investasi A: E(R) = 0,20 dan investasi B: E(R) = 0,20.
Meskipun diperoleh nilai expected return sama, tetapi
probabilitas investasi A untuk memperoleh return yang
menyimpang dari E(R) adalah 0,60 (yaitu 0,30 + 0,30) dan
investasi B probabilitas memperoleh return yang
menyimpang E(R) adalah 0,40 (yaitu 0,20 + 0,20).
Jadi risiko investasi A lebih besar daripada investasi B.
untuk mengetahui ukuran risiko, gunakan ukuran
penyebaran distribusi.
⚫ Jika investasi A dan B akan dihitung expected returnnya,
dengan rumus:
⚫ N
⚫ Vi2 = ∑ Pij { (Rij – ERi)}
⚫ i=1
⚫ Jadi V2 tingkat keuntungan investasi A adalah:
⚫ VA2 = 0,30(0,15-0,20)2 + 0,40(0,20-0,20)2 + 0,30(0,25-0,20)2
⚫ = 0,0015
⚫ VA = 0,0387
⚫ Kemudian untuk investasi B adalah:
⚫ VB2 = 0,20(0,15-0,20)2 + 0,60(0,20-0,20)2 + 0,20(0,25-0,20)2
⚫ = 0,0010
⚫ VB = 0,0316
Terbukti bahwa VA lebih besar daripada VB. Karena E(RA) =
E(RB), maka pemodal memilih investasi B. investasi B
mendominir A.
pemodal selalu menyukai investasi yang memberikan nilai
keuntungan sama, namun risiko lebih kecil, atau risiko sama,
tetapi memberikan nilai keuntungan lebih besar.
Jika probabilitas kejadian setiap peristiwa sama seperti pada
tabel 3.2, maka perhitungannya dapat dirumuskan sebagai
berikut:
⚫ N
⚫ Vi2 = ∑ Pij { (Rij – E(Ri)}
⚫ i=1 N
⚫ jika diterapkan untuk permasalahan pada tabel 3.2, maka
diperoleh:
⚫ V2 = 0,00201
⚫ V = 0,045
3.5 Kombinasi beberapa investasi
Pemodal mengkombinasikan berbagai sekuritas dalam
investasi. Mereka membentuk portofolio (sekumpulan
kesempatan investasi).
Motto: Wise investors do not put all their eggs into just the
one basket. Pemodal melakukan diversifikasi untuk
mengurangi risiko.
Contoh: dalam mengamati dua buah saham di BEJ, yaitu
Astra dan Duta Anggana selama periode 2005-2006.
Periode itu harga saham cukup baik.
Harga saham setiap akhir bulan kita hitung tingkat
keuntungannya.
Jika harga saham Astra pada bulan Januari 1995 adalah Rp.
2.625,- dan pada akhir bulan Februari adalah Rp. 2.675,-
maka pemodal memperoleh keuntungan (return) dalam satu
bulan, sebesar R Astra= (2.675-2.625)/2.625=0,0190 atau 1,9%.
⚫ Perhitungan return dengan cara:
⚫ R Astra, 95 = In (2.675-2.625)
⚫ 2.625
⚫ = 0,0189
Jika ingin memperoleh data return sampai dengan bulan
Desember 2006, maka data harga yang tersedia harus sampai
dengan bulan Januari 2007, meskipun nilai bulan Januari
2007 tidak dapat dihitung (ditulis NA).
Perbedaan perhitungan return dengan cara konvensional
menghasilkan 0,0190 dan dengan rasio natural logarithm
harga pada t = 1 dengan cara t adalah 0,0189, tidaklah terlalu
besar.
Dari data tersebut dapat dihitung tingkat keuntungan (nilai
rat-rata keuntungan) dan deviasi standar tingkat keuntungan
masing-masing saham.
Tabel 3.4
Data Rata-rata Tingkat Keuntungan dan Deviasi Standar
Komposisi
Portofolio