Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS INFORMASI KEUANGAN

“Informasi Pasar dalam Analisis Keuangan”

Dosen Pengampu : Ayu Aryista Dewi, S.E., M.Acc

Disusun oleh :

Kelompok 13

Anggota :

1. Nyoman Gayatri Dewi ( 1707531052 )


2. Putu Asri Darsani ( 1707531059 )
3. Ni Putu Dian Paramitha ( 1707531076 )

Kelas C

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

2019

1
INFORMASI PASAR DALAM KONTEKS PORTOFOLIO

Informasi pasar (dalam hal ini pasar keuangan) adalah informasi yang berasal dari
pasar yang bisa digunakan untuk analisis keuangan. Dalam pasar keuangan yang efisien
(informasi tersebar cepat), pasar mencerminkan informasi yang relevan. Dengan demikian
informasi dari pasar bisa dimanfaatkan oleh seorang analis keuangan. Sebagai contoh apabila
prospek ekonomi membaik, harga-harga saham mempunyai kecenderungan untuk naik.
Dengan demikian tanpa melakukan analisis prospek ekonomi secara langsung, seorang analis
keuangan bisa memperkirakan prospek ekonomi hanya dengan menganalisis harga-harga
saham. Demikian juga dalam analisis risiko, analis bisa langsung menganalisis risiko
perusahaan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan atau analisis aliran kas. Alternatif lain
adalah dengan menggunakan informasi dari pasar.

A. RISIKO DAN RETURN


Misalkan kita mempunyai uang Rp 100 juta dan kita investasikan pada obligasi yang
membayar bunga 12% selama 10 tahun, maka kita akan menerima pendapatan sebesar Rp 12
juta setiap tahun. Pendapatan tersebut relatif pasti, karena obligasi biasanya membayar dengan
tetap setiap tahunnya (kecuali kalau perusahaan yang mengeluarkan obligasi bangkrut).
Penyimpangan investasi tersebut relatif kecil, dan dengan demikian risiko investasi tersebut
relatif kecil. Misalkan sekarang kita investasikan uang Rp 100 juta tersebut pada saham,
sepuluh tahun mendatang harga saham bisa naik sangat tinggi, tetapi barangkali juga
sebaliknya, bisa lebih kecil dari nilai yang kita harapkan. Dalam hal ini ketidakpastian investasi
saham akan lebih besar dibandingkan dengan investasi obligasi, atau risiko investasi saham
lebih besar dibandingkan dengan investasi obligasi. Tetapi tingkat keuntungan yang kita
harapkan dari investasi saham juga akan lebih besar dibandingkan dengan tingkat keuntungan
investasi obligasi.
Berdasarkan hal tersebut, tersirat adanya hubungan positif antara risiko dengan tingkat
keuntungan (return). Semakin tinggi risiko akan semakin tinggi tingkat keuntungan yang
diharapkan.
1. Pengukuran Return (Tingkat Keuntungan)
Return biasanya didefinisikan sebagai perubahan nilai antara periode t+1 dengan
periode t ditambah pendapatan-pendapatan lain yang terjadi selama periode t tersebut.
Misalkan kita membeli saham pada tahun ini dengan harga Rp1.000, kemudian tahun depan
harga saham tersebut naik menjadi Rp 1.200. Selama satu tahun tersebut perusahaan membagi
dividen sebesar Rp50. Dengan data tersebut, return saham bisa dihitung sebagai berikut:

2
Return = 1.200 – 1.000 + 50 = 25%
1.000
Investasi saham tersebut menghasilkan return sebesar 25% dan karena periode yang
digunakan adalah 25%, investasi saham tersebut menghasilkan return sebesar 25% per tahun.
Periode yang digunakan tergantung pertimbangan kita. Kadang-kadang kita menggunakan
periode bulanan (satu bulan) atau satu minggu. Dalam hal ini return yang terjadi berarti return
bulanan atau return mingguan.
2. Pengukuran Risiko
Konsep penyimpangan dari hasil yang diharapkan menjadi dasar pengukuran risiko.
Teknik statistik standar deviasi bisa dipakai untuk melihat sejauh mana penyimpangan dari
suatu hasil yang diharapkan. Dengan demikian teknik standar deviasi bisa dipakai untuk
melihat risiko suatu investasi. Misalkan kita mempunyai pilihan untuk melakukan investasi
sebagai berikut:

Tabel 15.2 Alternatif Investasi


Return Investasi (dalam %)
Kondisi Ekonomi Probabilitas
A B C D
Resesi Parah 0,05 8,0 12,0 (3,0) (2,0)
Resesi Sedang 0,20 8,0 10,0 6,0 9,0
Normal 0,50 8,0 9,0 11,0 12,0
Baik 0,20 8,0 8,5 14,0 15,0
sangat Baik 0,05 8,0 8,0 19,0 26,0
1,00
Return yang Diharapkan 8,0 9,2 10,3 12,0

Return yang diharapkan dihitung sebagai berikut:


Return A = 0,05(8,0) + 0,2(8,0) + 0,5(8,0) + 0,2(8,0) + 0,05(8,0) = 8,0%
Return B = 0,05(12) + 0,2(10) + 0,5(9,0) + 0,2(8,5) + 0,05(8,0) = 9,2%
Return C = 0,05(-3) + 0,2(6) + 0,5(11) + 0,2(14) + 0,05(19) = 10,3%
Return A = 0,05(-2) + 0,2(9) + 0,5(12) + 0,2(15) + 0,05(26) = 12,0%

Risiko yang diukur dengan standar deviasi dihitung dengan formula sebagai berikut:
Varians = σ2 = Σ(Ri – E(R))2 Pi

3
Dimana Ri = Return yang terjadi
E(R) = Return yang diharapkan/return rata-rata
Pi = Probabilitas kejadian

Untuk varians investasi B, kita akan menghitung berikut ini.


Varians = 0,05 (12-9,2)2 + 0,2 (10-9,2)2 + 0,5 (9,0-9,2)2 + 0,2 (8,5-9,2)2 + 0,05 (8-9,2)2
= 0,392 + 0,128 + 0,02 + 0,098 + 0,072 = 0,71

Standar deviasi return investasi B dihitung sebagai akar dari varians return saham B.
Std dev (σ) = (Varians)1/2
= (0,71)1/2 = 0,84%

Teknik statistik yang lain adalah menghitung koefisien variasi (coefficient of variation) yang
merupakan hasil pembagian standar deviasi dengan return yang diharapkan. Untuk investasi
B, koefisien variansi adalah:
Koef. Variasi = 0,84/9,2 = 0,09

Berikut ini return yang diharapkan, varians, standar deviasi return, dan koefisien variasi return
keempat investasi diatas.
Tabel 15.3 Return dan Ukuran Risiko Keempat Alternatif Investasi
Alternatif Investasi
Keterangan
A B C D

1. Return yang diharapkan 8,0% 9,2% 10,3% 12,0%

2. Varians 0,00 0,71 19,31 23,20

3. Standar Deviasi 0,00 0,84 4,39 4,82

4. Koefisien Variasi 0,00 0,09 0,43 0,40

Variabel varians, standar deviasi, dan koefisien variasi merupakan indikator risiko
investasi. Dari tabel diatas nampak bahwa investasi D memberikan return yang paling tinggi,
sedangkan investasi A memberikan return yang paling rendah. Risiko investasi D juga paling

4
besar, sedangkan risiko investasi A merupakan yang paling kecil. Dari data diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa semakin tinggi risiko akan semakin tinggi pula return yang diharapkan.
Tabel berikut ini menyajikan return dan risiko empat portofolio investasi yaitu: (1)
portofolio saham (2) portofolio obligasi perusahaan (3) portofolio obligasi pemerintah, dan (4)
Treasury Bills.
Tabel 15.4 Risiko dan Return Portofolio Investasi di Amerika Serikat
Rata-Rata Rata-Rata
Portofolio Standar Deviasi
Return Nominal Return Riil
Saham Biasa 12,0 8,8 21,1
Obligasi Perusahaan 5,1 2,1 8,3
Obligasi Pemerintah 4,4 1,4 8,2
Treasury Bills 3,5 0,4 3,4

Nampak bahwa risiko mempunyai korelasi positif dengan return yang terjadi. Saham
mempunyai return yang paling tinggi dengan risiko yang paling tinggi pula, sedangkan
treasury bills mempunyai risiko dan return yang paling rendah.
Seringkali analis mengalami kesulitan untuk menaksir probabilitas suatu kejadian. Untuk
mengatasi kesulitan tersebut kita biasanya menggunakan data historis untuk menghitung return
yang diharapkan dan standar deviasi return saham-saham tersebut. Penggunaan semacam itu
mengasumsikan bahwa kondisi masa mendatang sama dengan kondisi masa lalu, dengan
demikian return dan standar deviasi masa lalu bisa dipakai untuk menaksir return dan risiko
masa mendatang. Dengan menggunakan data historis, return dapat dihitung sebagai berikut:
1. Return rata-rata historis = Σ Rt
N
2. Varians = Σ (Rt – E(Rt))2
N–1
3. Standar Deviasi = (σ2)1/2
B. RISIKO DAN RETURN DALAM KONTEKS PORTOFOLIO

Portofolio dapat diartikan sebagai kumpulan lebih dari satu aset. Misalkan kita
mempunyai empat saham, maka kita dapat mengatakan bahwa kita mempunyai portofolio
saham yang terdiri dari empat saham. Return portofolio merupakan rata-rata tertimbang dari
return individual seperti berikut :

Rp = w1 R1 + w2 R2 + … + Wn RN

5
Keterangan :

Rp = Return portofolio

w1, w2,..., Wn = Bobot untuk masing-masing investasi

R1, R2,.., RN = Return untuk tiap-tiap alternative investasi

Misalkan kita mempunyai dua alternatif investasi B dan C seperti Tabel 15.2, dengan bobot
masing-masing 50%. Return portofolio yang terdiri dari dua saham tersebut bisa dihitung
sebagai berikut :

Tabel 15.6 Alternatif Investasi

Return Investasi (dalam %)


Kondisi Ekonomi Probabilitas
B C Portofolio
Resesi parah 0,05 12,0 (3,0) 4,50
Resesi sedang 0,20 10,0 6,0 8,00
Normal 0,50 9,0 11,0 10,00
Baik 0,20 8,5 14,0 11,25
Sangat baik 0,05 8,0 19,0 13,50
1,00
Return yang Diharapkan 9,2 10,3 9,75

Jika perhitungan return merupakan bobot tertimbang return individual, tidak demikian halnya
dengan perhitungan risiko portofolio. Risiko portofolio melibatkan unsur kovarians antara
return saham B dan saham C. Kovarians merupakan arah pergerakan dari masing-masing
saham. Dua saham yang masing-masing mempunyai standar deviasi besar akan sangat besar
kemungkinannya untuk membentuk porofolio dengan standar deviasi yang kecil, apabila kedua
saham tersebut bergerak dengan arah yang berlawanan. Apabila kedua saham tersebut
mempunyai korelasi -1, portofolio yang dihasilkan bisa mempunyai standar deviasi 0. Varians
return portofolio dengan dua saham bisa dituliskan sebagai berikut :

σ2p = w12 σ12 + w22 σ22 + 2 w1w2 σ1,2

Keterangan :

σ2p = varians return portofolio

6
w1, w2 = bobot untuk masing-masing investasi

Dengan menggunakan data pada tabel 15.2, kita dapat menghitung standar deviasi return
portofolio sebagai berikut :

Tabel 15.7 Alternatif Investasi

Return (%)
Kondisi
Probabilitas Kovarians B
Ekonomi B C
dan C
Resesi parah 0,05 12,0 (3,0) -1,862
Resesi sedang 0,20 10,0 6,0 -0,688
Normal 0,50 9,0 11,0 -0,070
Baik 0,20 8,5 14,0 -0,518
Sangat baik 0,05 8,0 19,0 -0,522
1,00 -3,660

Varians portofolio = (0,5)2 0,71 + (0,5)2 19,31 + 2(0,5) (0,5) (-3,66)

= 3,175

Standar deviasi = (3,175)1/2

= 1,78

Apabila menggunakan data historis untuk menaksir kovarians, kovarians dihitung dengan
rumus berikut :

Cov RiRj (i,j) = ∑ (Ri – E(Ri)) (Rj – E(Rj))

N–1

Keterangan :

Cov = Kovarians

Ri, Rj = Return yang terjadi

E(R) = Return yang diharapkan/return rata-rata

Apabila menggunakan investasi A dan B seperti Tabel 15.5, kovarians dapat dihitung sebagai
berikut :

7
Tabel 15.8 Perhitungan Kovarians dengan Data Historis

(Ra-E(Ra)) x
Tahun Return A Return B (Ra-E(Ra)) (Rb-E(Rb))
(Rb-E(Rb))
1 -3,92 -7,15 49,51 46,28 -330,9
2 -9,18 -12,41 -45,45 -48,68 604,1
3 23,59 20,36 69,04 65,81 1.339,9
4 4,54 1,31 18,31 15,07 19,7
5 -1,73 -4,96 -39,88 -43,11 213,8
6 6,19 2,96 76,24 73,00 216,1
7 0,83 -2,39 -48,31 -51,54 123,2
8 -4,13 -7,36 1,09 -2,14 15,8
9 5,17 1,94 66,67 63,43 123,1
10 7,37 4,14 30,34 27,09 112,2
11 6,87 3,64 4,46 1,22 4,4
Jumlah 2.441,4

Kovarians Return A dan B = 2.441,4/10

= 244,14

Varians portofolio saham A dan B dengan proporsi masing-masing 50% adalah sebagai berikut
:

σ2Portofolio = (0,5)2 74,93 + (0,5) 2.368 + 2(0,5) (0,5) (244,1)

= 1.831,4

Standar deviasi (σ) = 42,79

Apabila diketahui korelasi antara dua return, kovarians dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :

Cov RiRj (σij) = σi x σj x ρij

Risiko portofolio akan tergantung dari kovarians return saham-saham dalam portofolio.
Apabila korelasi antara return-return saham adalah negatif maka varians portofolio akan
berkurang, demikian juga apabila korelasi tersebut = 0, meskipun tidak sebesar apabila korelasi
negatif. Apabila korelasi tersebut +1, tidak akan ada manfaat diversifikasi dari portofolio.
Kebanyakan korelasi antar saham adalah 0 dan +1, dengan demikian secara umum dengan
mempunyai portofolio dari beberapa saham, varians dari portofolio tersebut akan semakin

8
berkurang. Apabila ada tiga saham dalam portofolio, sehingga varians portofolio akan dihitung
sebagai berikut ;

σ2p = w12 σ12 + w12 σ12 + w12 σ12 + 2w1w2 σ1,2 + 2w1w σ1,3 + 2w2w3 σ2,3

C. MODEL INDEKS TUNGGAL DAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL

Model indeks tunggal didasarkan pada waktu perekonomian yang baik, ada
kecenderungan harga-harga saham individual akan membaik, demikian juga sebaliknya.
Dengan demikian, daripada mengukur return antar saham, kita dapat mengukur korelasi antar
saham dengan faktor tertentu yang mempengaruhi semua saham. Model seperti itu dapat ditulis
sebagai berikut :

Ri = a + βi CF

Keterangan :

Ri = Return suatu saham

βi = kepekaan return saham I terhadap factor bersama (common factor)

CF = Common Factor (faktor bersama)

Faktor bersama yang sering digunakan adalah return pasar (Market Return, RM) sehingga
model diatas sering dinamakan sebagai market model, dan ditulis sebagai berikut :

Ri = α + βi Rm + ei

Keterangan :

Ri = Return suatu saham

α = alpha saham i

βi = Beta yang merupakan koefisien yang mengukur perubahan Ri akibat dari


perubahan Rm

Rm = Return pasar

ei = Kesalahan residu yang merupakan variable acak dengan nilai ekspektasiannya


sama dengan nol

9
Karena menggunakan variabel tunggal yaitu Rm sebagai common factor, model tersebut sering
juga disebut sebagai model indeks tunggal. Pengukuran risiko dalam model indeks tunggal
dirumuskan sebagai berikut :

σi2 = βi2 σm2 + σerror2

Keterangan :

σi2 = varians saham i

βi2 = beta saham i

σm2 = varians dari return pasar

σerror2 = standar error (standar deviasi dari rata-rata)

Pada materi diversifikasi, dikatakan bahwa diversifikasi sempurna tidak bisa menghilangkan
risiko. Risiko yang bisa dihilangkan disebut sebagai risiko sistematis. Contoh risiko sistematis
adalah inflasi yang mempunyai efek pada semua saham, bukan hanya pada satu atau dua saham.
Diversifikasi dapat menghilangkan sebagian besar risiko (varians), sehingga risiko yang
relevan adalah risiko sistematis. Dengan dasar pemikiran tersebut, model CAM diformulasikan
sebagai berikut :

Ri = Rf + βi (Rm-Rf)

Keterangan :

Rf = return investasi bebas risiko

βi = beta saham I (indikator risiko sistematis)

Rm = return pasar

Return pasar dapat dihitung melalui return IHSG. Return investasi bebas risiko dapat dilihat
dari tingkat bunga deposito bank pemerintah, karena diasumsikan bank pemerintah mempunyai
perlindungan implisit sehingga bank pemerintah tidak mungkin bangkrut.

Beta dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :

βi = Kovarians Ri, Rm

Varians Rm

10
Perhitungan kovarians dapat dilihat pada Tabel 15.7. Beta saham dapat diinterpretasikan
sebagai ukuran kepekaan return saham terhadap return pasar. Apabila beta saham > 1,
perubahan return pasar berubah lebih dari 10%. Saham seperti ini disebut sebagai saham
agresif, fluktuasi return saham tersebut lebih besar dibandingkan dengan fluktuasi return pasar.
Sebaliknya, jika beta saham < 1, perubahan return pasar sebesar 10% akan menyebabkan
return saham berubah kurang dari 10%. Saham seperti ini disebut saham defensif, fluktuasi
return saham tersebut lebih kecil dibandingkan dengan fluktuasi return pasar. Secara teoritis
apabila beta suatu saham adalah negatif, return yang disyaratkan untuk saham tersebut akan
lebih kecil dari return bebas risiko. Dengan demikian risiko suatu saham diukur dari
sumbangannya terhadap risiko total portofolio.

Hubungan Antara Risiko dengan Return

CAPM dikembangkan menjadi model ekuilibrium untuk menjelaskan hubungan antara


risiko dengan retur dalam pasar modal. Dalam dunia CAPM, return hanya dipengaruhi oleh
beta (risiko sistematis) aset, dan hubungan tersebut bersifat linear. Garis yang menggambarkan
hubungan antara keduanya disebut sebagai garis pasar sekuritas (Security Market Line/SML).

Dalam kondisi keseimbangan, posisi semua aset (individual dan portofolio) akan terletak
pada garis keseimbangan SML (Security Market Line). Misalkan aset A terletak di bawah garis
SML. Aset semacam itu kurang menarik, karena menurut prediksi CAPM return aset tersebut
seharusnya di garis SML, tetapi yang terjadi return tersebut di bawah SML. Karena kurang
menarik, aset tersebut tidak diminati oleh investor dan berakibat harganya akan turun, dan
return-nya akan naik (ada hubungan negatif antara return dengan harga). Akhirnya aset tersebut
akan berada di garis SML kembali. Contoh sebaliknya adalah titik B yang berada di atas garis
SML. Aset tersebut merupakan aset yang menarik, karena menurut prediksi CAPM, aset

11
tersebut berada pada garis SML, ternyata di atas garis SML. Karena menarik, investor berebut
membeli aset tersebut, dan berakibat naiknya harga investasi tersebut. Sebagai akibat return
aset tersebut turun, dan kembali ke garis keseimbangan SML. Dalam jangka panjang, semua
aset harus terletak pada garis SML. Dalam jangka pendek, kondisi tidak ekuilibrium masih
mungkin terjadi dan bisa dimanfaatkan.

Salah satu implikasi praktis model CAPM adalah penggunaan beta sebagai benchmark
pengukuran prestasi suatu portofolio. Return suatu portofolio tidak bisa hanya dibandingkan
dengan return suatu standar, tetapi harus juga disesuaikan dengan risikonya (dalam hal ini
risiko sistematisnya). Misalkan ada dua portofolio A dan B, dengan beta A = 1,5, beta B = 0,9,
return A = 15%, dan return B = 12%. Return investasi bebas risiko = 5%. Berikut ini
perbandingan prestasi antara kedua portofolio tersebut.

Investasi A = (15% - 5%)/1,5 = 6,67

Investasi B = (12% - 5%)/0,9 = 7,78

Terlihat bahwa meskipun portofolio B menghasilkan retur yang lebih kecil, tetapi setelah
menyesuaikan faktor risiko, ternyata investasi B menghasilkan return yang lebih baik
dibandingkan return A.

Teknik lain yang bisa digunakan adalah dengan melihat alpa (intercept) dari persamaan regresi
berikut ini.

Rp – Rf =  + op (Rm – Rf)

D. EFISIENSI PASAR
Dalam efisiensi pasar, istilah efisiensi mempunyai arti yang sangat spesifik. Biasanya
efisiensi sering dikaitkan dengan perbandingan output input, di mana semakin besar
perbandingan output atau input akan semakin efisien suatu usaha. Dalam pasar keuangan, pasar
yang efisien berarti harga-harga surat berharga mencerminkan semua informasi yang tersedia.
Semakin efisien suatu pasar akan semakin cepat informasi tersebut menyebar ke pelaku pasar.
Efisiensi pasar bermula dari usaha seorang ahli statistik Maurice Kendall yang berusaha
melihat pola pergerakan harga saham dan komoditas. Hasil yang diperoleh ternyata
mengejutkan. Pergerakan harga-harga tidak menampakkan pola tertentu, pola yang terjadi
adalah pola acak (pola random). Timbul pertanyaan “Apakah pasar tersebut rasional?“ Dugaan
pertama sebelum penelitian adalah apabila pasar rasional maka akan ada pola-pola tertentu

12
dalam pergerakan harga saham. Timbul pertanyaan apakah dengan demikian pasar tidak
rasional karena pergerakan harga tidak menunjukkan pola tertentu?
Jawabannya adalah justru pasar rasional. Harga-harga dalam pasar saham dan komoditas
mencerminkan informasi-informasi yang relevan. Perubahan harga terjadi karena ada
informasi baru yang masuk ke pasar, dan harga bereaksi berubah karena adanya infomasi baru
tersebut. Dan karena infomasi baru selalu mengalir ke pasar modal, maka harga selalu berubah-
ubah sesuai dengan datangnya infomasi baru tersebut. Misalkan suatu perusahaan
mengumumkan kenaikan laba, infomasi tersebut barangkali bukan merupakan informasi baru
pada waktu tanggal pengumuman atau tanggal dikeluarkan laporan keuangan perusahaan,
apabila pasar sebelumnya sudah mengantisipasi kenaikan laba tersebut. Sebaliknya, apabila
tiba-tiba pemerintah mengumumkan devaluasi, maka infomasi tersebut merupakan informasi
baru; Pasar tidak mengantisipasi kebijakan mendadak tersebut.
Infomasi baru selalu mengalir ke pasar modal karena ada dua hal:
(1) Analis keuangan yang banyak (dan pintar)
Analis yang banyak dan pintar selalu berusaha mencari informasi yang relevan di
pasar modal, yang pada dasarnya selalu berusaha mencari jalan untuk memperoleh
keuntungan di pasar modal.
(2) Kompetisi antar para analis
Kompetisi antar para analis menjamin kualitas analisis keuangan. Kedua hal tersebut
membuat informasi selalu mengalir ke pasar modal.

Ada dua tipe analis yaitu:


(1) Analis teknikal (chartist)
Analis teknikal berusaha mencari pola pergerakan harga saham masa lalu. Analis
semacam ini sering juga disebut sebagai chartist karena mereka berusaha membuat
plot (chart) pergerakan harga saham. Apabila mereka berhasil menemukan pola
tertentu dalam pergerakan harga saham. mereka kemudian menggunakan informasi
tersebut untuk keputusan investasi mereka. Misalkan pola pergerakan harga saham
perusahaan payung diketahui, yaitu harga naik pada saat musim hujan (karena
pembelian payung meningkat) dan harga turun pada saat musim kemarau (karena
tidak ada hujan), mereka bisa menggunakan informasi tersebut untuk keputusan
investasi: beli saham tersebut pada musim kemarau dan jual saham tersebut pada
musim hujan. Tentunya tidak semudah itu memperoleh keuntungan, karena apabila

13
hal semacam itu efektif, maka semua orang akan melakukan hal yang sama. Ini akan
mengakibatkan harga naik pada musim kemarau dan harga turun pada musim hujan.
(2) Analis fundamental
Analis fundamental berusaha mencari informasi yang relevan untuk menentukan
saham mana yang undervalued (untuk dibeli) serta saham mana yang overvalued
(untuk dijual)Informasi yang dimaksud bisa dicari melalui analisis prospek dan
risiko, yang bisa dilihat melalui data akuntansi, data ekonomi makro, analisis
industri, analisis manajemen perusahaan, dan analisis lain yang dianggap relevan.

Untuk memudahkan analisis, efisiensi pasar modal dibagi menjadi tiga bagian:
(1) Efisiensi bentuk lemah: harga saham mencerminkan informasi masa lampau.
(2) Efisiensi bentuk setengah kuat: harga saham mencerminkan semua informasi yang
dipublikasikan.
(3) Efisiensi bentuk kuat: harga saham mencerminkan semua informasi yang
dipublikasikan dan informasi yang private (tidak dipublikasikan).

Implikasi yang bisa ditarik dari efisiensi pasar modal adalah pelaku pasar tidak mungkin
memperoleh return abnormal (excess return) secara konsisten. Pengujian empiris terhadap
validitas efisiensi pasar modal dilakukan untuk menguji implikasi efisiensi pasar tersebut.
Dengan kata lain pasar dikatakan efisien dalam:
(1) Bentuk lemah apabila strategi investasi dengan menggunakan informasi harga masa lalu
seperti analisis teknikal tidak akan menghasilkan keuntungan abnormal secara konsisten,
(2) Bentuk setengah kuat apabila strategi investasi dengan menggunakan informasi yang
dipublikasikan seperti analisis fundamental tidak akan menghasilkan keuntungan
abnormal sccara konsisten,
(3) Bentuk kuat apabila strategi investasi dengan menggunakan informasi yang sifatnya publik
dan private tidak akan menghasilkan keuntungan abnormal secara konsisten.
Pengujian terhadap efisiensi bentuk lemah menunjukkan bahwa secara umum pasar sudah
memenuhi bentuk efisiensi bentuk lemah. Strategi-strategi investasi berdasarkan analisis
teknikal tidak menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan strategi pasif
yaitu strategi investasi pada indeks harga saham gabungan. Pengujian efisiensi bentuk setengah
kuat dilakukan dengan pengujian “event studies”; Event atau kejadian yang diuji bisa berupa
berita kenaikan 1aba, pembagian dividen, atau kejadian-kejadian lain. Secara umum diperoleh
kesimpulan bahwa pasar sudah memenuhi bentuk setengah kuat, harga-harga mencerminkan

14
informasi yang dipublikasikan dengan cepat. Pengujian terhadap bentuk efisiensi kuat
menunjukkan hasil yang tidak konklusif. Pengujian terhadap mutual fund, yang dianggap
mempunyai infomasi private, menunjukkan bahwa perusahaan mutual fund, tersebut tidak
mempunyai kemampuan prediksi harga saham yang cukup berarti. Hasil semacam ini
memperkuat hipotesis efisiensi pasar modal dalam bentuk kuat. Tetapi kasus-kasus di mana
beberapa investor mampu memperoleh excess return dengan menggunakan informasi private
menunjukkan bahwa pasar modal belum efisien dalam bentuk kuat.
Penelitian-penelitian di pasar modal Indonesia menunjukkan bahwa pasar modal
Indonesia sudah efisien pada bentuk lemah, tetapi secara umum belum efisien untuk bentuk
semikuati. Efisiensi bentuk kuat di pasar modal Indonesia belum pernah diuji. Salah satu
kesulitannya adalah menemukan lembaga atau perusahaan yang diduga mempunyai infomasi
private yang bisa dipakai sebagai bahan pengujian. Meskipun demikian dengan masih
lemahnya peraturan insider trading, kemungkinan mcmperoleh untung dengan menggunakan
informasi private masih sangat mungkin; Hal ini membantah efisiensi pasar bentuk kuat.
Apa implikasi efisiensi pasar modal? Salah satu implikasi yang bisa ditarik adalah usaha
mencari keuntungan dengan cara normal (biasa) tidak bisa diperoleh. Usaha tersebut hanya
bisa diperoleh melalui cara-cara yang tidak standar. Implikasi lain adalah kalau kita ingin
memperoleh excess return di pasar modal, maka kita harus memperoleh informasi dan bergerak
lebih cepat dibandingkan pasar. Atau dengan kata lain, kita bisa memperoleh keuntungan besar
apabila kita bisa menemukan saham yang mempunyai prospek yang lebih baik dibandingkan
dengan perkiraan pasar. Tugas seorang analis keuangan tidak hanya memprediksi saham yang
mempunyai prospek yang baik, tetapi mencari saham yang mempunyai prospek lebih baik
dibandingkan dengan perkiraan pasar.
Meskipun secara umum bisa dikatakan bahwa pasar sudah efisien (kecuali untuk bentuk
kuat), ada beberapa ketidakwajaran (anomali) pasar yang terjadi. Salah satu anomali yang
cukup menarik perhatian adalah efek ukuran (size). Secara konsisten saham perusahaan kecil
mempunyai return yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan besar. Penemuan semacam ini
sepertinya membantah efisiensi pasar, karena kalau kita melakukan investasi pada perusahaan
kecil, kita akan memperoleh excess return. Salah satu penjelasan yang diajukan adalah karena
biaya transaksi yang berbeda; Perusahaan kecil menanggung biaya transaksi yang lebih besar
dibandingkan dengan perusahaan besar. Dengan biaya transaksi yang besar tersebut, excess
return dari perusahaan kecil akan hilang. Ada beberapa anomali yang lain seperti rasio E/P dan
efek Januari. Saham-saham dengan rasio E/P yang tinggi akan cenderung mempunyai return
yang tinggi. Saham-saham cenderung mempunyai access return yang tinggi pada bulan

15
Januari. Penemuan-penemuan semacam itu seolah-olah membantah hipotesis pasar modal yang
efisien, karena strategi membeli saham dengan E/P tinggi atau strategi jual pada bulan Januari
akan menghasilkan return yang tinggi.

Daftar Pustaka

Halim, Abdul dan Mamduh M. Hanafi. 2016. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta : UPP
STIM YKPN

Kasmir. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta : Rajagrafindo Persada

Harmanto. 1987. Analisa Laporan Keuangan, Edisi 3. Yogyakarta : BPFE

16

Anda mungkin juga menyukai