Anda di halaman 1dari 25

Tradisi Wura Bongi Monca Dalam

Perkawinan suku mbojo –bima.


(Study Desa Maria Kecematan Wawo
Kabupaten Bima )

Rubianti
E1S016074
BAB 1

Tujuan Penelitian 4

2 Fokus Penelitian

Manfaat Penelitian 5

3 Rumusan Masala
h
Latar Belakang Masalah

Indonesia terkenal sebagai bangsa yang kaya akan khasanah budayanya, hal ini
terbukti dari keanekaragaman suku, bangsa, ras, agama, bahasa, kebudayaan maupun
adat istiadat masyarakat yang mendiami wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Adanya kemajemukan ini menimbulkan berbagai macam budaya yang sering digunakan
dalam kehidupan masyarakat. Keberagaman suku bangsa di Indonesia juga berpengaruh
terhadap sistem perkawinan dalam masyarakatnya.
Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikaha
Bagi mayoritas masyarakat Indonesia, sebelum memutuskan untuk menikah
biasanya harus melalui tahapan yang menjadi pra syarat bagi pasangan tersebut.
Tahapan tersebut diantaranya adalah masa perkenalan atau kemudian setelah masa
ini dirasa cocok, maka mereka akan melalui tahapan berikutnya yaitu meminang.
Peminangan adalah kelanjutan dari masa perkenalan dan masa berkencan.
Selanjutnya, setelah perkenalan secara formal melalui peminangan tadi, maka
dilanjutkan dengan melaksanakan pertunangan sebelum akhirnya mereka
memutuskan untuk melaksanakan upacara perkawinan (Mardiana, 2017).
Perbedaan suku berpengaruh pada adat istiadat suatu masyarakat tertentu, termasuk
dalam masalah tradisi perkawinan antara masyarakat yang satu dengan yang
lainnya.Misalnya pada masyarakat suku Bugis di Makassar, terdapat tradisi Mappasikarawa
yang begitu penting dalam perkawinan masyarakat Bugis, yaitu proses pembatalan
wudhumempelai pengantin laki-laki menyentuh bagian yang memiliki makna simbolik
mempelai pengantin perempuan, seperti mempertemukan antara ibu jari (jempol) tangan
laki-laki dan perempuan yang saling berhadapan (Safitri dkk, 2018).
Keberagaman adat istiadat perkawinan juga terdapat pada proses perkawinan
masyarakat yang mendiami wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) yang umumnya terdiri atas
suku Sasak, Samawa dan suku Mbojo. Pada tradisi perkawinan masyarakat suku Sasak di
Lombok terdapat adat pernikahan yang disebut dengan Merariq, yaitu melarikan anak gadis
untuk dijadikan istri (Amalia, 2017).
Sementara itu, pada masyarakat suku Samawa di Sumbawa terdapat tradisi Pangantan
Ngindring pada upacara perkawinan masyarakatnya.Tahap pertama yang dilakukan dalam tradisi
Pangantan Ngindring adalah pengantin laki-laki diiringi oleh keluarganya menjemput pengantin
perempuan dengan mengendarai seekor kuda. Setelah sampai di kediaman pengantin perempuan,
kedua belah pihak akan saling berbalas pantun (dalam bahasa Sumbawa dikenal dengan bahasa
Lawas).Guna menghindari hal hal yang tidak diinginkan dalam kehidupan berumah tangga,
misalnya seperti pertengkaran maupun perceraian, maka diadakanlah tradisi Pangantan
Ngindring(Lestari, 2020).
Masyarakat suku Mbojo di Bima dalam tata cara pelaksanaan perkawinannya, pada
dasarnya sama dengan tata cara perkawinan daerah-daerah lain di Indonesia, yaitu yang diawali
dengan perkenalan antara pemuda-pemudinya yang berlanjut kepada masa penjajakan. Dalam masa
penjajakan, masing-masing akan memperkenalkan diri kepada orang tua dan keluarganya. Apabila
terjalin kesepahaman, artinya pihak orang tua dan keluarga perempuan menerima kehadiran laki-laki
untuk dijadikan suami bagi anaknya dan begitu pula sebaliknya laki-laki, maka akan berlanjut
kepelaksanaan perkawinan dengan diawali oleh acara melamar atau peminangan(Rifaid, 2018).
Pada saat perkawinan masyarakat suku Mbojo ada satu tradisi yang dilakukan yaitu
upacara Wura Bongi Monca (menabur beras kuning). Tradisi Wura Bongi Monca (menabur
beras kuning) merupakan sebuah upacara penyambutan tamu yang sangat terkenal di daerah
Bima. Proses tradisi Wura Bongi Monca dilakukan dengan diiringi musik tradisional daerah
Bima, para penari membawa boko, sebuah mangkok berisi Bongi Monca (beraskuning) yang
menjadi simbol kemakmuran, yang ditaburkan di hadapan pengantin dan tamu undangan,
sebagai ungkapan syukur dan berkah atas karunia-Nya. Tradisi Wura Bongi Monca sebagai
simbol kemapanan status sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Artinya, jika pada suatu
acara perkawinan diadakan tradisi Wura Bongi Monca maka dipastikan orang yang
mempunyai hajatan itu adalah orang yang mapan secara sosial ataupun mapan secara
ekonomi (Wijayantri, 2014).
Observasi dilakukan pada hari Senin, 11 Januari 2021 Di Desa Maria dengan Ibu
Minarti,Ama.Pd selaku ketua sanggar bahwa tradisi perkawinan umumnya dibawakan oleh 4
hingga 6 orang remaja putri dalam alunan gerakan yang lemah lembut disertai senyuman,
sambil menabur beras kuning kearah tamu. Gerakan-gerakan yang ditunjukan dalam bentuk
keramahan dari masyarakat bagi tamu yang datang berkunjung, sesuai falsafah masyarakat
bima bahwa tamu adalah raja, yang dianggap membawa rezeki. Penaburan beras kuning
adalah lambang kesejahteraan, kejayaan keluarga dan memiliki makna sebagai modal dalam
kehidupan serta sebagai tanda syukur terhadap tuhan yang maha kuasa agar para tamu selalu
bahagia, aman dan sejahtera.
Fokus Penelitian
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Bagi Pemerintah
Sebagai sebuah bahan
masukan bagi pemerintah
daerah untuk memprogramka
dan melestarikan
kebudayaannya.
BAB 2
Penelitian yang Relevan
Darwis & Syukurman (2019)
berjudul “Tahapan Pernikahan
Masyarakat Di Kecamatan
Donggo Kabupaten Bima.

Junari (2018) berjudul “Tradisi


Wijayantri (2010) berjudul “Tari
Kapanca Dalam Adat Pernikahan Di
Wura Bongi Monca Sanggar La-
Desa Sumi Kecamatan Lambu
Hila, Dompu, Sumbawa.
Kabupaten Bima.

Ramdani (2014) berjudul “Fungsi


Tari Wura Bongi Monca Dalam
Masyarakat Bima.
Deskripsi Konseptual

Pengertian Belanja Aspek Perilaku


4
Online Konsumtif

2 Pengertian mahasiswa Faktor Penyebab 5

Pengertian Perilaku Hubungan antara


3 n 6
Konsumtif konsumtif denga
online shop
Pengertian Tradisi
Fungsi tradisi

Menurut Piot Sztompka (2007) tradisi memiliki fungsi bagi masyarakat antara lain:
1.Tradisi adalah kebijakan turun temurun. Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan, norm,
dan nilai yang kita anut kini serta di dalam benda yang diciptakan di masa lalu.
2.Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata, dan aturan yang
sudah ada
3.Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial
terhadap bangsa, komunitas dan kelompok.
4.Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, ketidakpuasan, dan kekecewaan
kehidupan modern.
Wura Bongi Monca
Wura Bongi Monca dalam bahasa Bima memiliki arti sebagai berikut:bongi
moncaartinya“beraskuning”. Tradisi Wura Bongi Monca merupakan penyambutan selamat datang,
dimana saat membawakan, penarinya menaburkan beras kuning kepada rombongan tamu yang
datang berkunjung. Umumnya dibawakan pada acara penyambutan tamu, baik formal maupun
informal.Pada masa kesultanan, Wura Bongi Monca digelar untuk menyambut tamu-tamu sultan,
dibawakan oleh empat hingga enam remaja putri dalam alunan gerakan yang lemah lembut disertai
senyuman, sambil menabur beras kuning kearah tamu.
Menurut Hilir dan Yuliarti (1995) Pagelaran Wura Bongi Monca ini diiringi oleh alat
musik berikut: dua buah Genda, yaitu Genda Na’e atau gendang besar dan Genda To’I atau gendang
kecil, satu buah rebana ,satu buah noa tau gong, satu buah Katongga, dan satu buah Sarone atau
sejenis alat musik menyerupai seruling yang terbuat dari daun lontar. Genda Na’e dan Genda To’I
dimainkan oleh satu orang .
Pengertian Nilai

 Nilai, segala sesuatu yang dianggap baik dan benar oleh anggota masyarakat dan merupakan sesuatu
yang diidam-idamkan (Triswantoro & Agus,2015).
 Menurut Setiadi (2011) nilai adanya sikap perasaan ataupun anggapan terhadap sesuatu hal yang
tentang baik buruk, benar salah, patut tidak patut, hina mulia, maupun penting tidak penting.
Selanjutnya, nilai adalah gagasan tentang pengalaman itu berarti atau tidak. Nilai pada hakikatnya
mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang apakah perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi
ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu salah atau benar.
Pengertian nilai sosial

• Nilai sosial adalah nilai yang diakui bersama sebagai hasil konsensus, erat kaitannya
dengan pandangan terhadap harapan kesejahteraan bersama dalam hidup bermasyarakat
(Syani, 2002).
• Nilai Sosial suatu penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang
terbukti mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan hidup bersama
(Hendropuspito, 1989).
• Nilai Sosial adalah penghargaan yang diberikan masyarakat terhadap sesuatu dianggap
baik, luhur, pantas, dan mempunyai daya guna fungsional bagi masyarakat, misalnya
kegiatan menolong oranglain dianggap pantas dan berguna, maka kegiatan tersebut
diterima sebagai sesuatu bernilai atau berharga (Syarbaini & Fatkhuri, 2016).
Macam-macam Nilai Sosial Macam-macam Nilai Sosial

Soeroso (2008), mengemukakan bahwa ada Bentuk-bentuk nilai sosial


beberapa macam nilai sosial Menurut Notonegoro (2011) Nilai Sosial menjadi
antara lain : tiga bentuk, yaitu:
•Nilai Etika • Nilai material
• Nilai vital
•Nilai moral
• Nilai kerohanian
•Nilai agama
Fungsi nilai sosial
•Nilai hukum
• Petunjuk arah
• Pendorong berfungsi sebagai alat pendorong
Pengertian Nilai
Pengertian Pendidikan Pendidikan

Adler (dalam Amalia, 2010) menurut Haryadi (1994),


mengartikan pendidikan sebagai nilai pendidikan adalah suatu
proses dimana seluruh
ajaran yang bernilai luhur
kemampuan manusia
menurut aturan pendidikan
dipengaruhi oleh pembiasaan
yang baik untuk untuk yang merupakan jembatan ke
membantu orang lain dan arah tercapainya tujuan
dirinya sendiri mencapai pendidikan.
kebiasaan yang baik.
Bentuk-Bentuk Nilai Pengertian Perkawinan
Pendidikan

Menurut Apeid Nier (dalam Pernikahan merupakan cikal bakal


Haricahyono, 1995) menjelaskan terciptanya keluarga. Perannya
bahwa nilai-nilai yang ditanamkan sebagai tahap pertama dalam
melalui Pendidikan, yakni berupa: pembentukannya dengan tujuan
•Nilai Religius untuk mewujudkan keluarga yang
•Nilai Moral bahagia, damai, sejahtera lahir dan
•Nilai Budaya batin (Hadikusuma 2016).
Perkawinan bima

Nilai sosial Nilai pendidikan

Tradisi wura bongi monca dalam perkawinan


suku mbojo –bima
BAB 3
A. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini D. Teknik Pengumpulan Data
peneliti menggunakan Dalam penelitian ini, teknik
pendekatan kualitatif pengumpulan data yaitu observasi,
metode etnografi. wawancara dan dokumentasi

B. Latar Penelitian
Desa Maria Kecematan
Wawo Kabupaten Bima
E. Teknil Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis
data yaitu Reduksi data, penyajian
data, dan kesimpulan.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data :
Data primer: diperoleh langsung
Data sekunder: dari jurnal penelitian
terdahulu
Sumber : Subyek (Ketua Adat,
penari, dan Ketua Sanggar).
Informan: (Masyarakat Desa Maria)
Sekian dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai