Kafaah
(Kafa’ah)
Etimologi Terminologi
Ketakwaan/Kesucian, Kemerdekaan,
Syafi`iyah Keturunan, Keadaan Fisik, Pekerjaan
Hanafiyah Malikiyah
Hanabilah Syafi`iyah
Perempuan Wali
Bahasa Istilah
Menyerahkan Menanggalkan
Mahar dari
Perkawinan
Teknisnya:
• Tidak menyebutkan mahar pada saat
akad
• Dari awal menyaratkan tanpa mahar
Akibat Hukum Nikah Tafwidl
Akad nikah sah
Jika cerai sblm ada penentuan mahar, maka mahar tdk wajib
Jika dukhul sblm ada penentuan mahar, maka wajib mahar mitsil
Jika mati sblm ada penentuan mahar, maka wajib mahar mitsil
Makna Nafkah
Makna Nafkah
Etimologi Terminologi
ابدأ بنفسك فتصدق عليها (رواه أحمد ومسلم وأبو داود والنسائي عن جابر)
أفضل الصدقة ما كان عن ظهر غنى ،واليد العليا خير من اليد
السفلى ،وابدأ بمن تعول (رواه البخاري عن أبي هريرة)
Nafkah dari Aspek Waktu
Nafkah berdasar Waktu
1. Hewan Peliharaan
2. Hewan Pinjaman
3. Hewan Temuan
4. Hewan Titipan
5. Hewan Gadaian
Syaratnya:
Sesuai Putusan
Menurut Sebagian Syafi`iyah
Hakim
Gugurnya Kewajiban Nafkah Suami
Lama berlalu dan
tidak ada tuntutan Menurut Hanafiyah saja
hakim
Gugurnya Nafkah
Nafkah madliyah yg
diridlakan
Murtad
Nusyuz
Hadanah
Hak-hak Anak
Perwalian
Nafkah
Hukum Ibu Menyusui
Kewajiban Ibu Menyusui
suaminya.
Etimologi Terminologi
Berakal
Memiliki kemampuan
mengurus
Berakhlak baik
Jika anak sudah mumayyiz (12 tahun -KHI Ps. 105-) diserahkan kepada
anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak
pemeliharaanya. Adapun biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Biaya Hadanah
Etimologi Terminologi
Tempat yg Tinggi
•الحنفية :خروج الزوجة من بيت
زوجها بغير حق
•المالكية والشافعية والحنابلة:
خروج الزوجة عن الطاعة الواجبة
للزوج
Jenis-jenis Nusyuz
Istri menolak melayani suami, tanpa
ada hak atau halangan syar`iy
Dengan Ucapan
Di-Hijr
Tidak ada batas waktu, sampai
berubah sikapnya (Syafi`iyah-
Hanabilah)
Dengan Perbuatan
Dipukul
Sekitar 1-4 bln (Malikiyah)
Ketentuan Memukul
Tdk boleh meninggalkan bekas
Maksimal 10
Bilangan
Pukulan
Boleh Lebih dr 10
)Syikak (Syiqaq
Makna Syiqaq
Etimologi Terminologi
َوإِ ْن ِخ ْفتُ ْم ِش َقا َق َب ْينِ ِه َما فَ ْاب َعثُوا َح َك ًما ِم ْن أ َْهلِ ِه َو َح َك ًما ِم ْن أ َْه ِل َها إِ ْن يُ ِري َدا
يما َخبِ ًيرا ِ
صاَل ًحا ُي َوفِّ ِق اللَّهُ َب ْيَن ُه َما إِ َّن اللَّهَ َكا َن َعل ً إِ ْ
)(Al-Nisa:35
)Penanganan Syikak (Syiqaq
Penanganan
َن َذلِ َ
ك ت ال َْم ْرأَةُ أ َّ َّزُّو ِج بِ ْامرأَةٍ أُ ْخرى ،أَو تَس َّرى بِجا ِري ٍةَ ،عرفَ ِ الت ل ث
ْ مفَِإ ْن َكا َن قَ ْد َفعل ِفعاًل حاَل اًل ِ
َ َ َ َ ْ َ َ َ َ ََ ْ َ
ْحاكِ ُم ل ا ه ر َم أ هوزا ،وإِ ْن َكا َن بِظُل ٍْم ِمن ِجهتِ ِش ن ن ا ك اَّلِإو ت ل ِ
ب ق ن ِ
إ ف ،اقالش َق ِ
ت َع ِن ِّاح َونُِهيَ ْ
ََ َ ُ َ ْ َ ً ُ ُ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ُمبَ ٌ
باج ِبِالْو ِ
َ
)(Mafatih al-Ghayb: X/74
Hukum Mengutus Hakam
Mengutus Hakam
Wajib Sunat
)(Rawdlah al-Thalibin, 7/371
Kapasitas Wewenang
Mediator
)(Juru Damai Mengambil Memediasi sampai
Keputusan tanpa mewakili
Izin suami/isteri )(Mayoritas Ulama
)(Malikiyah
1. Berakal
1. Merdeka (M,S,HB)
2. Balig
2. Laki-laki (M,S,HB)
3. Islam
3. Keluarga (M)
4. Faham Hukum Keluarga
(M,S)
5. Adil (M,S,HB)
6. Bijak (M)
7. Tidak ada permusuhan dgn
klien (M,S)
Istilah Teknis
Etimologi Terminologi
Jenis al-Ikrah
Terdapat unsur
menzhalimi
Rukun al-Ikrah
َن َر ُجاًل َزَّو َج ْابنَتَهُ َو ِه َي بِ ْك ٌر ِم ْن غَْي ِر أ َْم ِرَها َع ْن َعطَ ٍاء َع ْن َجابِ ٍر أ َّ
صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َف َف َّر َق َب ْيَن ُه َماَ يَّ ِ
ب َّ
ن ال تفَأَتَ ِ
اح كَ ول اللَّ ِه صلَّى اهلل َعلَْي ِه وسلَّم «ر َّد نِ َن َر ُس َ اس ,أ َّ َع ِن ابْ ِن َعبَّ ٍ
َ ََ َ َ ُ َ
َّ ِ وهما و ُهما َكا ِرَهتَ ِ بَ ْك ٍر َوَثيِّ ٍ
اهلل
ُ ى ل ص
َ ي
ُّ ب َّ
ن ال َّ
د ر
َ ف
َ , ان ب أَنْ َك َح ُه َما أَبُ ُ َ َ َ
ِ ِ
اح ُه َما»َعلَْيه َو َسلَّ َم ن َك َ
Makna Khiyar
Etimologi Terminologi
Memilih
Hak memilih antara tetap
melangsungkan perkawinan
(ibqa’) atau memutuskan
ikatan perkawinan (Fasakh)
Khiyar dalam Perkawinan
`Ayb Disepakati keberadaannya
Hak Khiyar
Majlis
Hanafiyah,
Hanabilah
Tidak Ada
Syarat
ال: ش ٍامَ ،ع ْن أَبِ ِيه ،قَ َ هِ ن ع ، ة ام ُس
أ و َبأ ان ث د ح ،يل ِ
َح َّدثَنِي ُعَب ْي ُد بْ ُن إِ ْس َم َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ْ َ
َّ اع
ث َسنََت ْي ِن ينَ ،فلَبِ َ ث ِسنِ ت َخ ِديجةُ َق ْبل م ْخر ِج النَّبِ ِّي إِلَى الم ِدينَ ِة بِثَالَ ِ ِّ
َ َ َ ََ َ ْ « ُت ُو َ
ي ف
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ت ن
ْ ب ي
َ ََ َ َ َ ُ ه و ا ه ب ى ن ب م
َّ ث
ُ ، ين ن س تِّ س ت ن
ْ ب
َ َ ُ ي ه و ة
َ ش
َ ائع ح
َ َ َ ك
َ ن
َو ، ك
َ ل ذ
َ أ َْو قَ ِريبًا ْ
ن م
ين» (أخرجه البخاري) تِس ِع ِسنِ
َ ْ
Hisyam bin `Urwah dinilai lemah karena ikhtilath setelah
pindah ke Irak. Hadis perkawinan `A’isyah pd usia 6 thn,
hanya diriwayatkan oleh rawi dari Irak.
Pasal 7
1. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
2. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini
dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau
Pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak
pria maupun pihak wanita.
Klasifikasi Usia Perkawinan
Tidak diperlukan Izin Pihak
21 lain
Klasifikasi Usia
Laki-laki < 19
Wanita < 16 Harus ada Dispensasi PA
Pementahan Batasan Usia
Ps. 6 (6)
Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5)
pasal berlaku sepanjang hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu dari yang
bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 7 (3)
Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah
seorang atau kedua orang tua tersebut dalam Pasal 6
ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga
dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2)
pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (6).
Prosedur Pengajuan Dispensasi Nikah
Syarat-syarat pengajuan:
1. Surat permohonan
2. FC akta nikah ortu sbg pemohon yang bermaterai
3. FC akta kelahiran calon mempelai laki-laki dan perempuan atau
fotocopy ijazah yang sah yang bermaterai (P1)
4. Surat pemberitahuan kekurangan persyaratan nikah (P2)
5. Surat penolakan perkawinan (N-9) dari KUA karena belum
cukup umur (P3)
Pihak yg Dapat
Dipaksa Nikah
Disepakati Ulama
Perkawinan Wanita Hamil Zina
Kehamilan
Disepakati
keabsahannya Mayoritas Hasan Bashri
Hanafiyah Malikiyah
Syafi`iyah Hanabilah
Jika hamil, sah langsung Nikah Jika Hamil, tidak sah sebelum
& Jimak (Syafi`iyah) melahirkan (Malikiyah), serta
Tdk boleh jimak sblm setelah taubat (Hanabilah)
melahirkan (Hanafiyah)
Landasan Hukumnya
الزانِيةُ اَل ي ْن ِكحها إِاَّل َز ٍ
ان...إلخ (النور)3: َو َّ َ َ ُ َ
والكالم خرج مخرج التحريم عند حسن بصري .والجمهور حملوا اآلية على الذم،
ال على التحريم
صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َع ْن َر ُج ٍل َزنَى بِ ْام َرأ ٍَة َ ِ
ه َّ
ل ال ول
ُ س ر
ُ َ َُ ل ت :سئِ ْ ل
َ اق
َ , ة
َ ش
َ • َعن َعائِ
ْ
ْحاَل َل إِنَّ َما يُ َح ِّرُم َما َكا َن ْح َر ُام ال َ
ال« :اَل يُ َح ِّرُم ال َ اد أَ ْن َيَت َزَّو َج َها أَ ِو ْابنََت َها ,قَ َ
فَأ ََر َ
اح» بِنِ َك ٍ
ع غَْي ِرِه ر ز ه اء م ن يقِ س ي ال ف
َ رِ ِ
اآلخ مِ• َم ْن َكا َن ُي ْؤِم ُن بِاَللَّ ِه َوالَْي ْو
َ ُ ْ َ َّ َ َ ُ َ ْ َ
Ketentuan dlm Hk. Positif
Pasal 4
Perkawinan adalah sah,
apabila dilakukan menurut
hukum Islam sesuai dengan
pasal 2 ayat (1)
Undang-undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan.
Anak Hasil Zina
Menjadi Anak Sah, Jika
Mayoritas Ulama
Ulama Hanafiyah
Pasal 2 Pasal 4
1) Perkawinan adalah sah apabila Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum dilakukan menurut hukum Islam
masing-masing agama dan sesuai dengan pasal 2 ayat (1)
kepercayaannya itu. Undang-undang No. 1 Tahun 1974
2) Tiap-tiap perkawinan dicatat tentang Perkawinan.
menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pasal 5
(1) Agar terjamin ketertiban
perkawinan bagi masyarakat Islam
setiap perkawinan harus dicatat.
Resume Putusan MK No. 46/2010
Keterangan Pemerintah:
Bahwa menurut Undang-Undang a quo, sahnya perkawinan disandarkan
kepada hukum agama masing-masing, namun demikian suatu perkawinan
belum dapat diakui keabsahannya apabila tidak dicatat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencatatan perkawinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) bertujuan untuk:
a. Tertib administrasi perkawinan;
b. Memberikan kepastian dan perlindungan terhadap status hukum suami,
istri maupun anak; dan
c. Memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak tertentu yang
timbul karena perkawinan seperti hak waris, hak untuk memperoleh
akte kelahiran, dan lain-lain;
Keterangan DPR:
Bahwa atas dasar dalil tersebut, maka ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU
Perkawinan yang berbunyi “tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku” merupakan norma yang mengandung
legalitas sebagai suatu bentuk formal perkawinan.
Pendapat Mahkamah:
Penjelasan Umum angka 4 huruf b UU 1/1974 tentang asas-asas atau
prinsip-prinsip perkawinan menyatakan:
“... bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; dan di samping itu tiap-tiap
perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan
peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran,
kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte yang juga
dimuat dalam daftar pencatatan”.
Berdasarkan Penjelasan UU 1/1974 di atas nyatalah bahwa:
i. pencatatan perkawinan bukanlah merupakan faktor yang
menentukan sahnya perkawinan; dan
ii. pencatatan merupakan kewajiban administratif yang diwajibkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Adapun faktor yang menentukan sahnya perkawinan adalah syarat-
syarat yang ditentukan oleh agama dari masing-masing pasangan
calon mempelai. Diwajibkannya pencatatan perkawinan oleh negara
melalui peraturan perundangundangan merupakan kewajiban
administratif.
Jika,
Anak yang Sah = Anak yang
dilahirkan Dalam atau akibat
Perkawinan yang Sah
Maka,
Anak yang dilahirkan di Luar
Perkawinan yang Sah = Anak yang
Tidak Sah
Konsekuensi Anak di Luar Perkawinan
UUP Pasal 43
1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Maka,
Berdasar Putusan MK No.
46/2010, Anak Hasil Zina
mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga
ibunya serta dengan laki-laki
sebagai ayahnya dan keluarga
ayahnya
Keterkaitan Anak dengan
Orang Tua
Perwalian Hadlanah
Perwarisan
Hadlanah
Jawabannya:
Fiqh KHI
Non Muslim
Pasal 40
Dilarang melangsungkan
perkawinan antara seorang pria
Kafir/Musyrik Ahlul Kitab dengan seorang wanita karena
keadaan tertentu:
Tidak Boleh Relatif c. Seorang wanita yang tidak
beragama Islam.
Pasal 44
Seorang wanita Islam dilarang
melangsungkan perkawinan
dengan seorang pria yang tidak
beragama Islam.
Yurisprudensi Putusan MA
Putusan Mahkamah Agung
No.1400K/PDT/1986
قال الكثير من الفقهاء :إنما يحل نكاح الكتابية التي دانت بالتوراة واإلنجيل
قبل نزول القرآن فمن دان بذلك الكتاب بعد نزول القرآن خرج عن حكم
الكتاب ،وهذا مذهب اإلمام الشافعي رضي اهلل عنه .وأما أهل المذاهب الثالثة
فلم يقولوا بهذا التفصيل بل أطلقوا القول بحل أكل ذبائح أهل الكتاب وحل
التزويج من نسائهم ولو دخلوا في دين أهل الكتاب بعد نسخه
(مراح لبيد)253\1 ,
واعتبارهم أهل دين سماوي وإن حرفوا فيه
وبدلوا
(الحالل والحرام)179 ,
Boleh Boleh
(al-Nisa, 3) (UUP Ps.3/KHI Ps.55)
Hanafiyah Mayoritas
المخمسات
-1عاتكة بنت زيد بن عمرو بن نفيل (ابنة عم عم"ر بن الخطاب) تزوجت مرات من كل من:
عبد اهلل بن أبي بكر
عمر بن الخطاب
طلحة بن عبيد اهلل (أحد المبشرين بالجنة)
محمد بن أبي بكر
عمرو بن العاص
-2أسماء بنت عميس الخثعمية تزوجت خمس مرات من كل من:
حمزة بن عبد المطلب
شداد بن الهاد
جعفر الطيار بن أبي طالب
أبو بكر الصديق
علي بن أبي طالب
المربعات
-1أم كلثوم بنت عتبة بن أبي معيط تزوجت أربع مرات من كل من:
زيد بن حارثة
الزبير بن العوام (أحد المبشرين بالجنة)
عبد الرحمن بن عوف (أحد المبشرين بالجنة)
عمرو بن العاص
-2سهلة بنت سهيل بن عمرو
أبو حذيفة بن عتبة
عبد اهلل بن األسود بن مالك
الشماخ بن سعيد بن قائف
ّ
عبد الرحمن بن عوف
الم"ثلثات
-1أم كلثوم بنت علي بن أبي طالب تزوجت ثالث مرات من كل من:
عمر بن الخطاب
عون بن جعفر الطيار بن أبي طالب
أخاه محمدا
-2أم أسحق بنت طلحة بن عبيد اهلل تزوجت ثالث مرات من كل من:
الحسن بن علي بن أبي طالب
الحسين بن علي بن أبي طالب
محمد بن عبيد اهلل بن عبد الرحمن بن أبي بكر الصديق
Konsep Adil
Konsep Adil
UUP KHI
Pasal 3
(2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih
dari seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Pasal 4
(1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana
tersebut dalam pasal 3 ayat (2) UU ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke
Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada
suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a. istri tidak dapat memnjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Ketentuan KHI
Pasal 56
(1) Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin
dari PA.
(2) Pengajuan permohonan Izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan
menurut pada tata cara sebagaimana diatur dalam Bab.VIII PP No.9 Tahun
1975.
(3) Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat
tanpa izin dari PA, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 57
PA hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih
dari seorang apabila :
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Syarat Poligami
Syarat Poligami
UUP KHI
Pasal 5
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 ayat (1) UU ini harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-
anak mereka.
Syarat Poligami dlm KHI
Syarat Poligami
Pasal 5
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 ayat (1) UU ini harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-
anak mereka.
Pasal 59
Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan
permohonan izin untuk beristeri lebih dari satu orang
berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55
ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang
pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang
bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap
penetapan ini, isteri atau suami dapat mengajukan banding
atau kasasi.
Kawin Mutah
Makna Kawin Mutah
Etimologi Terminologi
Bersuka-suka
Sunniy Syi’iy Imamiyah
) و"م""تعتك، و"أ"ن"كحتك،َّع بِ" " " " ِكَي ْوًما أَْو َش" " " ْه" ًرا (ز"و"ج"تك
ت مَ"
ت َ
"
أ َن
ْ"
أ ىل
َ "ع
َ اذَ "كَ ِ أ" ُْع ِط
يك
Contoh akad: َ َ
Tidak ada talak, perkawinan selesai dengan habisnya waktu
Jika lahir anak, maka nasabnya & warisnya tetap ke ibu bapaknya
Alasan yg membolehkan:
1. Lafazhnya Istamta`, bukan Nikah
2. Dari lafazh Ujur, berarti ini akad Ijarah
صي؟ َفَن َهانَا ُ كنَّا َنغْ ُزو َم َع النَّبِ ِّي 3. ولَْيس معنَا نِساءَ ،ف ُقلْنَا :أَالَ نَ ْختَ ِ
َ َ ََ َ ٌ
ب الم ْرأَةَ بِالث َّْو ِ ج وَّز ت ن
َ ن
ْ َ
أ كَ كَ ،فر َّخص لَنا بع َد ذَلِ َ َعن ذَلِ
َ َ َ َ ْ َ
َ َ َ ْ
4. Terdapat izin mutah dlm bbrp perang
Jawaban bagi yg Membolehkan
1. Lafazh istamta`tum, maknanya adalah “nikah”,
karena di ayat sebelum & sesudahnya
berbicara ttg nikah.
2. Izin mutah dlm bbrp perang karena unsur
darurat.
3. Mnrt I. Bayhaqiy & Abu `Awwanah, Ibn `Abbas
& Ibn Jurayj menarik kembali pendapatnya.
4. Banyak hadis sahih yg maknanya sama
mengharamkan nikah mutah:
اح ال ُْم ْت َع ِة
ِ َن َهى َع ْن نِ َك َن النَّبِ َّي َّ أ، َع ْن أَبِ ِيه،الربِي ِع بْ ِن َس ْب َرَة
َّ َع ِنo
)(صحيح مسلم
َو َع ْن،اح ال ُْم ْت َع ِة َي ْوَم َخ ْيَب َر
ِ َن َهى َع ْن نِ َك َن النَّبِ َّيَّ أ، َع ْن َع ِل ٍّيo
) (صحيح مسلم.ْح ُم ِر األَ ْهلِيَّ ِة ل ا ِ لُح
وم
ُ ُ
Konsekuensi Kawin Mutah mnrt Sunniy
قاله ع ش .ومحل عدم صحة التأقيت إذا وقع في صلب العقد ،أما
إذا توافقا عليه قبل وتركاه فيه فإنه ال يضر ،لكن ينبغي كراهته
(البجيرمي على الخطيب)/4136 ,
من تزوج امرأة بنية أن يطلقها إذا مضى سنة ال يكون متعة
(شرح المجلة لألتاسي)2/415 ,
ج و الز ر م ض َ
أ ول ا َم أو ا، ه ي ك فِي الْع ْق ِد لِلْمرأ َِة أَو ولِ ض ُّر بيا ُن ذَلِ ِ
َّ
َْ ْ َ َ َ ْ ََ ْ ُ ْ َ َّ ِّ َ َ َوال ُْم َ َ
فِي َن ْف ِس ِه أَ ْن َيَت َزَّو َج َها َما َد َام ِفي َه ِذ ِه الَْب ْل َد ِة أ َْو ُم َّد َة َسنَ ٍة ثُ َّم ُي َفا ِرُق َها
ك (حاشية الصاوي)2/387 , ت ال َْم ْرأَةُ ِم ْن َحالِ ِه ذَلِ َ
ض ُّرَ ،ولَ ْو فَ ِه َم ْ فَاَل يَ ُ
Nikah `Urfiy
Nikah `Urfiy
Nikah `Urfiy
Konteks Konteks
Indonesia Fiqh
Perkawinan yang
memenuhi syarat Nikah Tanpa Nikah ada Saksi
dan rukun, tapi tidak Saksi tapi dirahasiakan
tercatat
Mayoritas Malikiyah: Mayoritas Malikiyah:
ulama: Sah asal ulama: Tidak Sah
Tidak Sah diumumkan Sah
Nikah Tanpa
Wali & Saksi
Disepakati
tidak sah
Historisitas Pencatatan Perkawinan
Dari zaman awal Islam (masa Nabi Saw., dan
Sahabat), tidak ditemukan bukti adanya pencatatan
perkawinan.
Hanya ada pencatatan tentang perjanjian
muamalah, seperti hutang-piutang, perdamaian, dll.
(QS. Al-Baqarah , 282)
Nikah Misyar
Akad Sering/banyak
Perkawinan Bepergian
Pendapat Ulama