Anda di halaman 1dari 5

NIKAH

 Pengertian
Nikah ialah ijab qabul antara wali calon isteri atau wakilnya dan
calon mempelai laki-laki atau wakilnya dengan ucapan-ucapan
tertentu serta memenuhi syarat dan rukunnya; atau aqad yang
mengandung dibolehkannya hubungan suami isteri dengan kata
“inkah” (‫ )انكاح‬atau “tazwij” (‫)تزويج‬.
 Landasan a.l.
a. Al-Qur’an :
َ‫اليَامىََمَنَكَمََ َوالصَالَحَينََمَنَعَبَادَكَمََ َواَمَآئَكَم‬
َ ‫َواَنَكَحَوا‬
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di
antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari
hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan” (S.
An-Nuur : 32)
b. Al-Hadits :
ََ‫يَا َمَعَشَرَ َالشَبَابَ َمَن َاسَتَطَاعَ َمَنَكَمَ َالَبَآءَةَ َفَلَيَتَزَ َوجَ َفَإَنَهَ َاَغَض‬
.َ‫لَلَبَصَرََ َواَحَصَنََلَلَفَ َرجََ َومَنََلَمََيَسَتَطَعََفَعَلَيَهََبَالصَ َومََفَإَنَهََلَهََ َوجَاء‬
“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian telah
mampu nikah, maka segeralah nikah karena dapat meredam
pandangan dan menjaga kehormatan diri; dan barang siapa
tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa karena dapat
menjadi benteng baginya”. (HR. Bukhari Muslim dari Ibnu
Mas’ud)
 Hukum
Hukum Aqad Nikah atau pernikahan pada asalnya Sunnah sesuai
Sunnatir Rasul, tetapi dalam praktik sehari-hari berkembang
menjadi 5 macam hukum:
a. Wajib ; bagi orang yang telah memiliki kemampuan serta
khawatir atau tidak dapat menghindarkan diri dari
perbuatan zina bila tidak menikah.
b. Sunnah ; bagi pria yang telah memiliki kemampuan serta mem-
punyai hajat nikah; dan bagi wanita yang telah mem-
punyai hajat nikah serta bersedia patuh kepada suami
atau belum mempunyai hajat nikah tapi membutuhkan
perlindungan atau nafkah dari seorang suami.
1
c. Mubah ; bagi pria yang telah mempunyai hajat nikah tapi belum
memiliki kemampuan, atau sebaliknya telah memiliki
kemampuan tapi belum mempunyai hajat nikah; dan
bagi wanita yang belum mempunyai hajat nikah.
d. Makruh ; bagi pria yang belum memiliki kemampuan serta
belum mempunyai hajat nikah; dan bagi wanita yang
telah mempunyai hajat nikah tetapi meragukan
dirinya mampu memenuhi kewajiban sebagai
seorang isteri.
e. Haram ; bagi pria atau wanita yang bermaksud tidak akan
menjalankan kewajiban sebagai seorang suami atau
isteri.
 Rukun
a. Calon Suami ; dengan syarat beragama Islam; jelas laki-laki;
tertentu orangnya; tidak sedang ber-ihram
Haji/Umrah; tidak ada paksaan yang tidak sah;
b. Calon Isteri ; dengan syarat beragama Islam atau kafir Ahli
Kitab; jelas perempuan; tertentu orangnya; tidak
sedang ber-ihram Haji/Umrah; tidak bersuami
atau tidak sedang menjalani masa iddah dari
pria lain; dan tidak ada hubungan mahram
dengan calon suami;
c. Wali ; dengan syarat beragama Islam; merdeka; jelas
laki-laki; aqil baligh; dan tidak fasiq;
d. Dua Saksi ; dengan syarat beragama Islam; merdeka; jelas
laki-laki; aqil baligh; dan adil;
e. Ijab Qabul ; dengan syarat menggunakan kata-kata tertentu
yang tegas, berasal dari kata “inkah” (‫ )انكاح‬atau
“tazwij” (‫ )تزويج‬atau terjemahannya; diucapkan
langsung oleh yang bersangkutan (Wali/calon
suami) atau wakilnya; tidak ada pembatasan
waktu; tidak digantungkan pada sesuatu; antara
ijab dan qabul selaras serta berturut-turut;
didengar langsung oleh yang bersangkutan
(wali/calon suami dan dua saksi).

2
 Macam Perempuan
a. Bikr (perawan) ; yakni yang masih terjaga keperawanannya,
baik dari perbuatan halal (nikah) atau haram
(zina); dalam hal ini wali ayah atau kakek
berhak melakukan ijbar (paksaan nikah tanpa
persetujuan), tapi tetap di-sunnah-kan meminta
persetujuan yang bersangkutan;
b. Tsayyib (janda) ; yakni yang sudah hilang keperawanannya,
baik dengan cara halal (nikah) atau haram
(zina); dalam hal ini wali ayah atau kakek
tidak punya hak lagi melakukan ijbar.

 Hubungan Mahram
Ialah hubungan antara pria dan wanita yang tidak boleh dinikah,
yakni karena:
a. hubungan nasab ; yaitu ibu ke atas; anak perempuan ke bawah;
saudara perempuan (kandung, seayah atau
seibu); saudara perempuan ayah; saudara
perempuan ibu; anak perempuan dari
saudara laki-laki; anak perempuan dari
saudara perempuan;
b. hubungan radla’ ; yaitu sama dengan hubungan nasab;
c. hubungan mertua ; yaitu ibu dari isteri; anak perempuan dari
isteri ba’da dukhul; isteri ayah; isteri anak
laki-laki;
d. penggabungan ; yaitu antara isteri dan saudara perempuan-
nya; antara isteri dan saudara perempuan
ayahnya; antara isteri dan saudara
perembuan ibunya.
Hubunga mahram karena radla’ (persusuan) dinilai mengikat bila bayi
yang menyusu belum berusia dua tahun dengan lima tahap susuan
(bukan sedotan) meski melalui botol susu, tidak secara langsung.
Anak suami (dari isteri lain sebelumnya) dan anak isteri (dari suami
lain sebelumnya) tidak ada hubungan mahram, dalam arti boleh
melangsungkan pernikahan.

3
 Mahar
Ialah suatu harta atau manfa’at yang wajib atas seorang laki-laki
terhadap seorang perempuan disebabkan adanya hubungan
pernikahan atau wathi syubhat. Mahar ada yang Musamma
(disebutkan di dalam aqad) dan Ghoiru Musamma atau Mahar
Mitsil; ada yang Mu’ajjal (diberikan qabla dukhul) dan Mu-ajjal
(diberikan ba’da dukhul).
Hak atas Mahar bagi Isteri yang dicerai:
a. Mahar utuh ; bila dicerai ba’da dukhul;
b. Separuh Mahar ; bila dicerai qabla dukhul;
c. Mut’ah ; bila dicerai qabla dukhul sedang maharnya
ghoiru
d. musamma/mahar mitsil.

 Thalaq & Ruju’


Thalaq dilakukan secara serius atau becanda, sengaja atau tidak,
tidak ada bedanya, dalam arti tetap jatuh. Thalaq Sharih tanpa niat
tetap jatuh, sedang Kinayah harus ada niat. Thalaq dengan tulisan
dinilai sebagai Kinayah.
Thalaq Raj’iy adalah thalaq satu atau dua, sedang thalaq tiga,
bertahap atau sekaligus disebut Thalaq Ba-in atau Bainunah
Kubro.
Cara ruju’ bagi thalaq Raj’iy sebelum habis masa iddah cukup
dengan pernyataan ruju’, tapi bila dilakukan setelah habis masa
‘iddah (disebut Bainunah Shughro) harus dengan aqad nikah lagi.
Cara ruju’ bagi Thalaq Ba-in harus dengan aqad nikah lagi setelah
disela-selai pihak ketiga (muhallil) yang telah melakukan aqad
nikah, dukhul dan thalaq ba-in pula serta habis masa iddah-nya.
Perjanjian di bawah tangan antara mantan suami dan muhallil
tidak mempengaruhi keabsahan aqad nikah, hanya mengakibatkan
hukum makruh.
Khulu’ ialah salah satu bentuk thalaq yang inisiatifnya muncul dari
si isteri dengan memberi imbalan tertentu sebagai tebusan, dan
bila bermaksud ruju’ kembali harus dengan aqad nikah baru
sekalipun dilakukan masih di dalam masa ‘iddah.

4
 ‘Iddah
Ialah masa tenggang tidak boleh menikah bagi wanita karena
alasan untuk memastikan bersihnya rahim dari kehamilan atau
alasan ta’abbud. Masa ‘iddah wajib dilalui bagi wanita yang dicerai
atau suaminya meninggal dunia kecuali dicerai sebelum dukhul.
Ringkasnya sbb:
a. Tanpa ‘iddah ; cerai hidup qabla dukhul; (mahar hanya
separuh);
b. 3 kali suci ; cerai hidup ba’da dukhul, (bagi yang haidl);
c. 3 bulan ; cerai hidup ba’da dukhul, (bagi yang tidak
haidl);
d. 4 bulan 10 hari ; suami meninggal dunia (di samping wajib
ihdad);
e. Wadl’ul hamli (lahir normal atau gugur kandungan yang telah
berbentuk); bila hamil.

 Masa’il Syatta
o Wali ‘adlal ialah wali yang tanpa alasan syar’iy menolak
menikahkan anak perempuannya, setelah dinyatakan oleh
Hakim (Pengadilan Agama), dan hak wali pindah ke wali hakim
(Kepada Kantor Urusan Agama/KUA).
o Wanita tidak bersuami yang hamil akibat zina tetap sah
melangsungkan pernikahan dengan pria pelaku zina sendiri
atau pria lain, hanya saja makruh menyetubuhinya.
o Tajdidun Nikah hukumnya boleh dan tidak mempengaruhi
keabsahan aqad pertama.
o Seseorang yang mewakili seorang Wali tidak harus
menyebutkan diri sebagai wakil ketika ijab.

em nadjib hassan

Anda mungkin juga menyukai