Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muhammad Irfan Alrasid

NIM : D01217019

Kelas : Ushul Fiqh C

A. Ayat Al-Qur’an

‫ِّس ِاء‬
‫ن‬‫ال‬
َ َ ْ َ‫ن‬‫م‬ِ ‫وِإ ْن ِخ ْفتُم َأال ُت ْق ِسطُوا يِف الْيتَ امى فَانْ ِكحوا م ا طَاب لَ ُكم‬
َ ُ َ َ ْ َ
ِ ِ ِ
‫ت‬ْ ‫اع فَ ِإ ْن خ ْفتُ ْم َأال َت ْع دلُوا َف َواح َد ًة َْأو َم ا َملَ َك‬
َ َ‫الث َو ُرب‬
َ ُ‫َم ْثىَن َوث‬
ِ
َ ‫َأمْيَانُ ُك ْم َذل‬
‫ك َْأدىَن َأال َتعُولُوا‬
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya.

B. Menganalisis Ayat Dengan Perspektif Ilmu Ushul Fiqh

‫َوِإ ْن ِخ ْفتُ ْم َأال ُت ْق ِسطُوا يِف الْيَتَ َامى فَانْ ِك ُحوا‬


Potongan ayat di atas menjelaskan tentang pentahksisan ayat tersebut
dikarnakan menyamakan dengan pembagian khos yaitu: ‫فة‬...‫د بالص‬...‫التقيي‬
(bergantung dengan sifat). Yang mana ayat tersebut terdapat jumlah
syaratiyah, yang mana jumlah tersebut memberikan suatu taqyid (batasan)
yang berupa sifat yang mertujuan untuk mentakhsis. Dan lafadz tersebut bisa
berarti hakekat untuk perintah menikah selain anak yatim yang mereka asuh
dan ataupun juga bisa bermakna majaz untuk berlaku adil terhadap maskawin
anak yatim tersebut kalau bersedia menikahinya. Dan dilaltul ‘ibaroh pada
ayat diatas yaitu: perintah berbuat ‘adil terhadap anak yatim yang akan ia
nikah.

‫ِّس ِاء‬
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ن‬‫م‬ِ ‫فَانْ ِكحوا ما طَاب لَ ُكم‬
َ َ ْ َ َ ُ
Lafadz ‫ فَا ْن ِكحُوا‬disini menunjukkan pada lafadz amr dikarenakan lafadz
‫ فَا ْن ِكحُوا‬merupakan shigot dari fi’il amr. Dan lafadz ‫ فَا ْن ِكحُوا‬menunjukkan pada
dalil ‫ر لإلباحة‬..‫ االم‬kata perintah yang menunjukkan kebolehan atau hanya
sebatas anjuran, karena disambungkan dengan lafadz ‫وَِإ ْن ِخ ْفتُ ْم َأال تُ ْق ِسطُوا‬, kalau ia
mampu berbuat adil untuk perihal maskawin untuk anak yatim yang mereka
asuh yang akan mereka nikah maka amr itu hanya bersifat anjuran, dan
sebaliknya kalau mereka tidak mampu berbuat adil maka amr tersebut bersifat
wajib ‫االمر للوجوب‬. Untuk menikahi wanita lain selain anak yatim yang mereka
asuh. Dan dilalatun nashnya perintah untuk menikahi wanita yang kalian suka.

ِ‫ِّساء‬
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ن‬‫م‬ِ ‫فَانْ ِكحوا ما طَاب لَ ُكم‬
َ َ ْ َ َ ُ
Lafadz tersebut menunjukkan lafadz ‘am dikarnakan menyamakan
dengan pembagian ‘am ‫( وما في ما اليعقل‬lafadz ma untuk yang tidak berakal).
Dan ‫( االسم الواحد المعرف با لالم‬isim mufrod yang dima’rifatkan dengan alif lam).

‫اع‬ ِ ‫ِمن الن‬


َ َ‫الث َو ُرب‬
َ ُ‫ِّساء َم ْثىَن َوث‬
َ َ
Lafadz tersebut bisa bermakna sebagai lafadz yang dhohir yang berarti
jelas dikarenakan jelasnya ayat tersebut yang telah memberikan suatu batasan
kepada seorang laki-laki untuk menikahi wanita tidak boleh lebih dari empat
dan juga bisa menjadi bayan dari hadist:

‫عن قيس بن احلارثة قال أسلمت وعندى مثان نسوة فأتيت النيب صلى اهلل‬
‫عليه وسلم فقلت ذلك له فقال اخرت منهن أربعا‬

ِ ‫فَِإ ْن ِخ ْفتُم َأال َتع ِدلُوا َفو‬


ً‫اح َدة‬ َ ْ ْ
Potongan ayat di atas menjelaskan tentang pentahksisan ayat tersebut
dikarnakan menyamakan dengan pembagian khos yaitu: ‫فة‬...‫د بالص‬...‫التقيي‬
(bergantung dengan sifat). Yang mana ayat tersebut terdapat jumlah
syaratiyah, yang mana jumlah tersebut memberikan suatu taqyid (batasan)
yang berupa sifat yang mertujuan untuk mentakhsis yaitu, “jika kalian takut
untuk tidak dapat berbuat ‘adil”. Dan hal itulah yang menjadi alasan sebab
pentakhsisan itu. Dan lafadz tersebut bisa berarti hakekat untuk berlaku adil
terhadap istri-istri kalian yang kalian nikah.

‫ت َأمْيَانُ ُك ْم‬ ِ
ْ ‫َف َواح َدةً َْأو َما َملَ َك‬
Pada lafadz ً‫ فَ َوا ِح َدة‬termasuk lafadz amr, karena lafadz ً‫اح َدة‬
ِ ‫ فَ َو‬merupakan
dari bentuk masdar untuk sebagai pengganti fiil. Yang mana hal itu termasuk
bagian dari bentuk fiil amr.

‫ فانكحوا واحدة‬:‫”"واحدة مفعول به لفعل حمذوف تقديره‬


Dan lafadz ‫دة‬...‫ واح‬merupakan termasuk dari dilalatul iqtidho’ (dalil yang
dikehendaki) karena disitu kita belum tau apa yang dikendaki dari lafadz ‫واحدة‬
(satu). Dan dilalatul iqtidho’nya adalah:

‫فانكحوا واحدة‬
ِ
َ ‫ت َأمْيَانُ ُك ْم َذل‬
‫ك َْأدىَن َأال َتعُولُوا‬ ْ ‫َما َملَ َك‬
Lafadz tersebut menunjukkan lafadz ‘am dikarnakan menyamakan
dengan pembagian ‘am ‫( وما في ما اليعقل‬lafadz ma untuk yang tidak berakal)
dan ‫ َما‬disini juga merupakan isim maushul. Dan lafadz ‫ َأ ْي َمانُ ُك ْم‬juga merupakan
kalimat ‘am karena ada lafadz jama’ yang di idhofahkan dengan isim dhomir.

Dan disini lafadz yang dapat mengandung hukum ta’lili adalah:

‫َوِإ ْن ِخ ْفتُ ْم َأال ُت ْق ِسطُوا يِف الْيَتَ َامى‬


Yaitu perintah berlaku adil terhadap maskawin anak yatim. Apakah
hanya itu saja yang menjadi hukum? Tentu tidak. Kalaupu ia si anak yatim itu
sudah dinikahi dengan maskawin yang adil, tetapi setelah menikah anak yatim
tersebut diterlantarkan ayat ini tetap berlaku.

‫وها َكالْ ُم َعلَّ َق ِة‬ ِ


َ ‫فَال مَت يلُوا ُك َّل الْ َمْي ِل َفتَ َذ ُر‬

Anda mungkin juga menyukai