Anda di halaman 1dari 33

Bahasa Indonesia

“Pilihan Kata (Diksi)”

Fiqih Maria Rabiatul Hariroh., S.E., M.M

Program Studi Manajemen


Fakultas Ekonomi Bisnis dan Ilmu Sosial
Universitas Pelita Bangsa
Pengertian Diksi
Pilihan kata atau diksi pada dasarnya merupakan hasil dari upaya memilih kata
tertentu untuk dipakai dalam suatu tuturan bahasa. Pemilihan kata dilakukan
apabila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan, artinya
diksi atau pilihan kata adalah kemampuan memilih satu kata yang tepat di antara
sejumlah kata bersinonim untuk digunakan dalam konteks tertentu.
Pemakaian kata bukanlah sekadar memilih kata yang tepat, melainkan juga kata
yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai dengan konteks di mana kita berada,
dan maknanya tidak bertentangan dengan nilai rasa masyarakat pemakainya.
Untuk mendayagunakan bahasa secara maksimal diperlukan kesadaran akan
pentingnya menguasai kosakata. Kesadaran itulah yang memotivasi kita untuk lebih
rajin membuka kamus –baik kamus sinonim maupun antonim– dan tesaurus
sebagai gudangnya kata. Apa beda kedua sumber tersebut? Sejauh mana sumber itu
mempengaruhi diksi?
Kamus
Untuk memahami arti kata beda, misalnya, Anda dapat membuka Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) terbitan Balai Pustaka (1993: 104-105).
Contoh kata ”beda”
Informasi apa yang Anda peroleh dari entri beda dalam KBBI? Paling tidak ada lima hal.
• Pertama, kita mendapat informasi tentang jenis atau kelas dari kata dasar beda dan kata
turunannya (nomina atau verba).
• Kedua, kita memperoleh informasi tentang makna kata beda itu sendiri.
• Ketiga, kita diberi contoh penggunaan karta dasar beda dan kata turunannya dalam kalimat.
• Keempat, kita mengetahui bahwa dari kata beda dapat diturunkan kata berbeda, berbeda-beda,
perbedaan, membedakan, membeda-bedakan, terbeda-bedakan, memperbedakan, pembeda, dan
pembedaan.
• Kelima, kita memperoleh pula informasi tentang sinonim dari kata berbeda, yaitu berlainan,
berselisih, berpautan, dan masing-masing berlainan.
Tesaurus

Tesaurus merupakan khazanah kata yang disusun menurut sebuah


sistem tertentu, terdiri dari gagasan-gagasan yang mempunyai pertalian
timbal balik sehingga setiap pemakai dapat memilih istilah atau kata
yang ada di dalamnya (Keraf, 1988: 69).
Apa yang akan kita membuka tesaurus? Tidak hanya kelima
informasi seperti yang kita peroleh dari membaca kamus, tetapi kita
juga akan mengetahui asal kata (etimologi), antonimnya, dan kata-kata
yang berhubungan dengan entri tertentu. Jika Anda ingin menelusuri
tentang kata beda, tentu saja dalam bahasa Inggris, cobalah buka
Websters New World Thessaurus (1995: 197).
Syarat Ketetapan Pemilihan Kata
Kemahiran memilih kata terkait erat dengan penguasaan kosakata. Seseorang
yang menguasai kosakata, selain mengetahui makna kata, ia juga harus memahami
perubahan makna seperti yang telah diuraikan dalam bab empat buku ini. Di
samping itu, agar dapat menjadi pemilih kata yang akurat, seseorang harus
menguasai sejumlah persyaratan lagi.
Syarat tersebut menurut Keraf (1994: 88) ada enam. Berikut ini adalah rincian
keenam syarat itu beserta contohnya dan anjuran untuk melatih ketajaman
pemahamannya.
a) Dapat membedakan antara denotasi dan konotasi.
Contoh:
1. Bunga edelweis hanya tumbuh di tempat yang tinggi (gunung).
2. Jika bunga bank tinggi, orang enggan mengambil kredit bank.
Syarat Ketetapan Pemilihan Kata
b. Dapat membedakan kata-kata yang hampir bersinonim.
Contoh:
1. Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
2. Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu adalah peubah
peraturan yang selama ini memberatkan pengusaha.
c. Dapat membedakan kata-kata yang hampir mirip dalam ejaannya.
Contoh:
intensif-insentif
interferensi-inferensi
karton-kartun
preposisi-proposisi
korporasi-koprasi
Syarat Ketetapan Pemilihan Kata
d. Dapat memahami dengan tepat makna kata-kata abstrak.
Contoh:
keadilan, kebahagiaan, keluhuran,
kebajikan, kebijakan, kebijaksanaan
e. Dapat memakai kata penghubung yang berpasangan secara tepat.
Contoh:
Contoh pemakaian kata penghubung yang salah:
• *Antara hak dengan kewajiban pegawai haruslah berimbang.
Pasangan yang salah Pasangan yang benar
• *Korban PHK itu tidak menuntut bonus, melainkan pesangon.
• *Baik dosen ataupun mahasiswa ikut memperjuangkan reformasi.
antara ... dengan ... antara ... dan ...
• *Bukan aku yang tidak mau, tetapi dia yang tidak suka.
tidak ... melainkan ... tidak ... tetapi ...
Contoh pemakaian kata penghubung yang benar;
baik ... ataupun ... baik ... maupun ... • Antara hak dan kewajiban pegawai haruslah berimbang.
• Korban PHK itu tidak menuntut bonus, tetapi pesangon.
bukan ... tetapi ... bukan ... melainkan ... • Baik dosen maupun mahasiswa ikut memperjuangkan reformasi.
• Bukan aku yang tidak mau, melainkan dia yang tidak suka
Syarat Ketetapan Pemilihan Kata
f. Dapat membedakan antara kata-kata yang umum dan kata-kata yang khusus.
Kata melihat adalah kata umum yang merujuk pada perihal ‘mengetahui sesuatu
melalui indera mata’. Kata melihat tidak hanya digunakan untuk menyatakan
membuka mata serta menunjuk objek tertentu, tetapi juga untuk mengetahui hal
yang berkenaan dengan objek tersebut.
Untuk lebih jelasnya perhatikan dan bandingkan contoh berikut ini.
Contoh:
Kata umum : melihat;
Kata khusus : melotot, membelalak, melirik, mengerling, mengintai,
mengintip, memandang, menatap,memperhatikan, mengamati,
mengawasi, menonton, meneropong.
Gaya Bahasa dan Idiom
 Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah cara penutur mengungkapkan
maksudnya. Banyak cara yang dapat dipakai untuk menyampaikan sesuatu. Ada cara yang memakai
perlambang (majas metafora, personifikasi); ada cara yang menekankan kehalusan (majas eufimisme,
litotes); dan masih banyak lagi majas yang lainnya. Semua itu pada prinsipnya merupakan corak seni
berbahasa atau retorika untuk menimbulkan kesan tertentu pada komunikan/mitra kita berkomunikasi.
Sebelum menampilkan gaya tertentu, ada enam faktor yang mempengaruhi tampilan bahasa seorang
komunikator dalam berkomunikasi dengan komunikannya, yaitu:
a) Cara dua media komunikasi: lisan atau tulis, langsung atau tidak langsung, media cetak atau media
elektronik;
b) Bidang ilmu: filsafat, sastra, hukum, teknik, kedokteran, dan lain-lain;
c) Situasi: resmi, tidak resmi, setengah resmi;
d) Ruang atau konteks: seminar, kuliah, ceramah, pidato;
e) Khalayak: dibedakan berdasarkan umur (anak-anak, remaja, orang dewasa); jenis kelamin (laki-laki,
perempuan); tingkat pendidikan (rendah, menengah, tinggi), status sosial;
f) Tujuan: membangkitkan emosi, diplomasi, humor, informasi.
Gaya Bahasa dan Idiom
 Idiom dan Ungkapan Idiomatik
Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak secara langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsurnya
(Moeliono, 1984: 177). Menurut Badudu (1989: 47), “...idiom adalah bahasa yang teradatkan...” Oleh katena itu, setiap
kata yang membentuk idiom berarti di dalamnya sudah ada kesatuan bentuk dan makna. Sebagian besar idiom yang
berupa kelompok kata, misalnya gulung tikar, adu domba, muka tembok, tidak boleh dipertukarkan susunannya
menjadi tikar gulung, domba adu, tembok muka karena ketiga kelompok kata yang terakhir itu bukan idiom.
Kelompok kata bertemu dengan, dibacakan oleh, misalnya, bukan idiom, tetapi berperilaku idiom, tetapi
berperilaku idiom. Pasangan kelompok kata semacam ini pantas disebut ungkapan idiomatik.
Kedua contoh kata di bawah ini belum idiomatik.
(1) Polisi bertemu maling.
(2) Berita selengkapnya dibacakan Sazli Rais.
Dengan alasan ekonomi bahasa pun contoh (1) dan (2) tetap salah karena terasa timpang. Pembentulannya tidak
lain adalah dengan cara menempatkan pasangan bagi kata bertemu dan dibacakan, yaitu dengan dan oleh.
(1a) Polisi bertemu dengan maling.
(2a) Berita selengkapnya dibacakan oleh Sazli Rais.
Gaya Bahasa dan Idiom
Jadi, dalam hal pemakaian kata adakalanya kita perlu memperhatikan kata berpasangan karena kedua kata itu secara
bersama dapat menciptakan ungkapan idiomatic. Di bawah ini didaftarkan beberapa kata berpasangan yang dimaksud.

Perhatikan contoh pemakaian kata berpasangan yang salah dalam kalimat


berawal dari disebabkan oleh berikut. Perbaikannya adalah dengan memakai pasangan kata yang
berdasar pada sampai ke ditempatkan dalam tanda kurung.
bergantung pada sehubung dengan
• Kemelut ini disebabkan karena kelalaian kita. (disebabkan oleh)
berjumpa dengan sejalan dengan
• Sembako itu diperuntukkan untuk rakyat kecil. (diperuntukkan
berkenaan dengan sesuai dengan bagi)
bertalian dengan terbuat dari • Sesuai keputusan rapat ... (sesuai dengan)
dibacakan oleh terdiri atas/dari • Dari Jakarta sampai Bogor 60 km. (sampai ke)
diperuntukkan bagi bergantung pada • Hasil ini berdasarkan atas permintaannya. (berdasarkan pada)
• Rombongan itu terdiri enam pria dan empat wanita. (terdiri atas/dari)
• Keputusannya bergantung atasan. (bergantung pada)
Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata
dan Kata
1) Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata yang, mana, di mana, daripada
Selain ungkapan idiomatik yang telah dicontohkan, ada juga gabungan kata yang lain yang fungsinya berbeda dengan
ungkapan idiomatik. Gabungan kata yang dimaksud adalah yang mana, di mana, dan daripada. Ketiga bentuk itu sengaja
diangkat di sini karena pemakaiannya di tengah masyarakat masih banyak yang keliru. Perhatikan contoh pemakaian di
mana, yang mana, dan daripada yang salah dalam kalimat di bawah ini.
(1) *Marilah kita dengarkan sambutan yang mana akan disampaikan oleh Pak Lurah.
(2) *Dalam rapat yang mana dihadiri oleh para ketua RT dan Ketua RW telah dibacakan ...
(3) *Demikian tadi sambutan Pak Lurah di mana beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun bekerja.
(4) *Kita perlu mensyukuri nikmat di mana kita telah diberi rezeki oleh Tuhan.
(5) *Mari kita perhatikan kebersihan daripada lingkungan kita.
(6) *Tujuan daripada pertemuan ini adalah untuk memperkenalkan pejabat baru di lingkungan unit kerja kita.
Kalimat (1) sampai (4) kerapkali kita dengar dalam aktivitas kita bermasyarakat. Kalau kita amati, ada dua jenis
kesalahan dalam pemakaian bentuk gabungan di atas;
Kesalahan pertama, dalam sebagian besar kalimat itu terdapat kata yang berlebihan atau mubazir yang mengakibatkan
terjadinya polusi bahasa. Kata mana dalam kalimat (1) dan (2) tidak diperlukan. Cobalah baca kalimat (1) dan (2) tanpa
mengikutsertakan kata mana; kedua kalimat itu menjadi efektif bukan? Demikian juga kalimat (5) dan (6), cobalah dibaca
tanpa mengikutsertakan daripada, pasti kalimatnya menjadi mulus. Hal itu membuktikan pemakaian bentuk gabung yang
mana dalam kalimat (1) dan (2) dan daripada dalam kalimat (5) dan (6) tidak tepat
Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata
dan Kata
Kesalahan kedua, dalam sebagian besar kalimat di atas terjadi salah pakai alias salah
alamat. Bentuk gabung di mana tidak boleh dipakai dalam kalimat (3) dan (4) karena –seperti
juga dua bentuk gabung lainnya- peruntukannya salah. Fungsi di mana dan yang mana
bukan sebagai penghubung klausa-klausa, baik di dalam sebuah kalimat maupun penghubung
antarkalimat. Kalimat (3) harus dipecah menjadi dua kalimat, yaitu:
(3a) Demikian tadi sambutan Pak Lurah.
(3b) Beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun bekerja.
Ataupun perbaikan kalimat (4) dapat dilakukan dengan menempatkan kata karena sebagai
kata penghubung yang tepat untuk menggantikan di mana sehingga bunyi kalimatnya
menjadi:
(4a) Kita perlu mensyukuri nikmat (Tuhan) karena (kita) telah diberikan rezeki oleh
Tuhan
Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata
dan Kata
Sesuai dengan fungsinya yang benar, pemakaian dimana, yang mana, dan daripada yang tepat adalah sebagai berikut.
a) Bentuk gabung di mana dipakai sebagai kata tanya untuk menanyakan tempat.
Contoh:
Di mana Anda tinggal?
Anda tinggal di mana?
Di mana disket itu kamu simpan?
b) Bentuk gabung yang mana di pakai dalam kalimat tanya yang mengandung pilihan, termasuk dalam pertanyaan retoris.
Contoh:
Anda akan memakai computer yang mana?
Komputer yang mana yang akan kita bawa?
Karena kembar, sukar membedakan yang mana Ana yang mana Ani.
c) Bentuk gabung daripada dipakai untuk membuat perbandingan atau pengontrasan sesuatu terhadap yang lainnya.
Contoh:
Biaya rental internet lebih mahal daripada rental komputer.
Daripada kuliah di kota A lebih baik di kota B.
Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata
dan Kata
2) Kesalahan Pemakaian Kata dengan, di, dan ke
Pemakaian kata dengan dalam kalimat sering tidak tepat. Perhatikan contoh yang salah berikut
ini.
a. *Sampaikan salam saya dengan Dona.
b. *Mari kita tanyakan langsung dengan dokter aslinya.
c. *Rumahnya digunakan dengan baik bank.
Kata dengan pada kalimat (1), (2), dan (3) harus diganti dengan kepada. Jika tidak, kepada siapa
salam ditunjukan; kepada siapa pertanyaan diajakun; dan kepada siapa rumah diragukan; sebenarnya
belum jelas. Kata dengan tidak cocok dipakai dalam ketiga kalimat itu karena dengan dapat berarti
bersama. Bukankah pengertian kalimat Rudi pergi dengan Doni sama dengan Budi pergi bersama
Doni? Karena itu, kalimat (1), (2), dan (3) harus:
(1a) Sampaikan salam saya kepada Dona.
(2a) Mari kita tanyakan langsung kepada dokter ahlinya.
(3a) Rumahnya diagunkan kepada bank.
Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata
dan Kata
Selain untuk mengungkapkan arti ‘bersama’, kata dengan dapat difungsikan untuk menyatakan hal berikut.
a) Adanya alat yang digunakan untuk melakukan sesuatu.
Contoh:
Saya mengetik dengan komputer.
Dengan gas air mata polisi menghalau pengunjuk rasa.
b) Adanya beberapa pelaku yang mengambil bagian pada peristiwa yang sama.
Contoh:
Peneliti itu sedang bercakap-cakap dengan respondennya.
Secara kebetulan aku bertemu dengan guru SD-ku di pesta itu.
c) Adanya sesuatu yang menyertai sesuatu yang lain.
Contoh:
Bersama dengan surat lamaran pekerjaan ini, saya lampirkan CV saja.
Ujian akhir semester berlangsung dengan tertib.
Selain ketiga fungsi tersebut, kata dengan juga digunakan untuk membentuk kata berpasangan. Kata-kata seperti
berbeda, berkenaan, bersamaan, bertentangan, bertepatan, sehubungan, sesuai; jika ditambahi kata dengan seterusnya yang
dapat dimanfaatkan antara lain sebagai frasa transisi untuk membentuk kalimat dan alinea.
Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata
dan Kata
Senada dengan kekeliruan pemakaian kata sambung dengan, pemakaian yang keliru juga sering terjadi
untuk kata depan di dan ke yang seharusnya diisi oleh kata pada dan kepada. Kata depan di dan ke harus diikuti
oleh tempat, arah, dan waktu, sedangkan kata kepada harus diikuti oleh nama/jabatan orang atau kata ganti
orang.
Contoh:
• Buku agendaku tertinggal di rumah Andi.
• Jangan menoleh ke kiri!
• Masyarakat agraris umumnya berorientasi ke masa lalu.
• Permohonan cuti diajukan kepada direktur
Kesalahan diksi dalam ragam lisan/tidak resmi itu sering terbawa-bawa ke dalam ragam tulis/ragam resmi.
Perhatikan diksi yang salah berikut ini. Kata-kata yang seharusnya dipakai adalah yang ditempatkan dalam
tanda kurung.
• Dokumen itu ada di kita. (pada)
• Setelah tugas selesai, harap segera melapor ke dosen. (kepada)
• Tolong berikan buku ini ke Tuty. (kepada)
Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata
dan Kata
3) Dalam pertemuan formal di tengah masyarakat, kita sering mendengar kata berbahagia
dipakai secara keliru oleh pembawa acara dan juga oleh pembicara lain, termasuk para
pejabat yang meyampaikan kata sambutan. Umumnya kata berbahagia itu dimunculkan
pada bagian awal pembicaraan ketika pembicara menyapa hadirin, seperti contoh yang
keliru berikut ini.
(1)*Selamat malam dan selamat datang di tempat yang berbahagia ini.
(2)*Pada kesempatan yang berbahagia ini, kami mengajak hadirin untuk ....
Mengapa pemakaian kata berbahagia dalam kalimat (1) dan (2) dikatakan keliru, karena
kata berbahagia bukan sifat. Jika kata berbahagia pada kalimat (1) diisi oleh kata sifat,
misalnya aman, bersih, atau indah, tentu saja kalimatnya benar. Demikian juga jika kata
sifat langka atau baik menggantikan kata berbahagia pada kalimat (2), kalimatnya juga
menjadi benar.
Kesinoniman
Kesinoniman adalah keadaan yang menunjukkan bahwa sejumlah kata yang berlainan
bentuknya memiliki makna yang sama, sedangkan sinonim adalah kata yang memiliki makna
yang sama atau mirip dengan kata lain yang bentuknya berbeda. Pengguna bahasa, dalam
hubungan ini, dapat memilih bentuk kata mana dalam kesinoniman itu yang paling tepat untuk
digunakan sesuai keperluan dan konteks berlangsungnya komunikasi yang dilakukan.
Kesinoniman dapat dijadikan sebagai ranah pengambilan kata yang lebih tepat digunakan
dalam konteks tertentu, atau boleh jadi, juga untuk pengambilan sejumlah kata untuk
digunakan secara silih-berganti guna menghindarkan kejenuhan, seandainya satu kata yang
sama digunakan secara berulang.
Dengan penggunaan bentuk kata lain yang bersinonim, bahasa seseorang akan terasa lebih
hidup dan dinamis. Mungkin juga, akan semakin jelas tentang apa yang dimaksudkan dalam
bahasa komunikasi seseorang. Pengguna bahasa, dalam hubungan ini, dapat memilih bentuk
kata mana dalam kesinoniman itu yang paling tepat untuk digunakan sesuai keperluan dan
konteks berlangsungnya komunikasi yang dilakukan.
Kesinoniman
Perhatikan contoh kalimat berikut. Kalimat dengan tanda (*) menandai bahwa
kalimat dengan kata bersinonim yang digunakan di dalamnya kurang atau tidak
berterima dalam bahasa Indonesia.
(1)*Seorang jaksa agung harus berani.
(2)*Seorang jaksa besar harus berani.
(3)*Seorang jaksa akbar harus berani
Dari ketiga contoh kalimat di atas, yang berterima sebagai kalimat bahasa
Indonesia adalah kalimat (1), yang menggunakan kata agung; sedangkan kalimat (2)
dan (3) yang masing-masing menggunakan sinonim kata agung, tidak ditemukan
dalam bahasa Indonesia. Sebaliknya, pada kalimat yang di dalamnya terdapat kata atau
frasa yang menggunakan kata besar dan akbar, seperti rumah besar dan pawai akbar;
masing-masing dari kedua kata itu tidak dapat digantikan oleh kata agung. Jadi, tidak
ditemukan adanya bentuk rumah agung dan pawai agung dalam bahasa Indonesia
Kehomoniman
Kehomoniman adalah keadaan yang menunjukkan bahwa sejumlah kata yang berbeda
memiliki bentuk yang sama. Bentuk di sini dilihat dari kesamaan lafal atau ejaan di antara kata
yang homonim itu. Atas dasar perbedaan itu kehomoniman dapat dibagi atas tiga jenis. Yang
pertama adalah kehomoniman yang homofon; kedua, kehomoniman yang homograf; dan yang
ketiga, kehomoniman yang homograf dan homofon. Kehomoniman yang homofon terjadi
apabila dua atau lebih kata yang berbeda hadir dalam lafal yang sama, tetapi berbeda ejaannya.
Contoh:
sanksi ‘hukuman, denda’
sangsi ‘ragu, bimbang’
massa ‘orang banyak’
masa ‘waktu’
bank ‘lembaga keuangan’
bang ‘kakak laki-laki’
Kehomoniman

Kehomoniman yang homograf terjadi apabila dua atau lebih kata


yang berbeda hadir dalam lafal yang berbeda, tetapi sama ejaannya.
Contoh:
mental I (rusak mental)
mental II (bola mental di dinding)
sedan I (sedu-sedan)
sedan II (naik mobil sedan)
teras I (teras kayu)
teras II (teras rumah)
Kehomoniman
Kehomoniman yang homograf dan homofon terjadi apabila dua atau lebih
kata yang berbeda hadir dalam bentuk yang sama, baik dari segi lafal maupun
ejaannya.
Contoh:
kopi I ‘minuman kopi’ buku I ‘ruas’
kopi II ‘salinan’ buku II ‘kitab’
jarak I ‘sela’ mengukur I ‘mengira’
jarak ‘sejenis tanaman’ mengukur II ‘memarut’
terkarang I ‘sudah ditulis’
terkarang II ‘menabrak karang’
Kepolisemian
Berbeda dengan kesinoniman, dalam kepolisemian, yang dibicarakan adalah apabila sebuah kata
memiliki makna yang berbeda-beda. Terdapat kedekatan pengertian antara kepolisemian dengan
kehomoniman, yang membicarakan tentang dua kata yang berlainan, tetapi hadir dengan ejaan yang sama
atau dalam lafal yang sama. Jika dalam kehomoniman kita berbicara tentang dua kata atau lebih, dalam
kepolisemian kita berbicara tentang satu kata dengan makna yang dimilikinya saja.
Kepolisemian dapat dilihat, misalnya, pada kata kepala, yang dalam KUBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) diberi rincian makna, krang lebih sebagai berikut.
1) bagian tubuh di atas leher tempat terdapatnya otak dan pusat saraf manusia dan hewan;
2) bagian tubuh di atas leher tempat tumbuhnya rambut;
3) bagian benda sebelah atas (ujung, depan, dsb.);
4) bagian utama (yang penting, yang pokok);
5) pemimpin, ketua;
6) otak (pikiran, akal, budi);
7) orang.
Kehiponiman
Dalam kehiponiman, yang ditemukan adalah keadaan terdapatnya sejumlah
kata bawahan dari sebuah kata yang lebih luas cakupan maknanya. Dalam
hubungan ini, makna-makna khusus yang terdapat pada masing-masing kata
bawahan sudah terliput dalam makna kata hipernim atau atasannya. Kata-kata
berikut, misalnya, burung, ayam, itik, angsa, adalah hiponim dari kata unggas.
Demikian juga dengan kata-kata, seperti flamboyan, ros, anggrek, melati,
mawar, adalah hiponim dari kata bunga. Dalam hubungan ini perlu diketahui
bahwa kata yang merupakan hiponim dapat juga menjadi hipernim apabila kata
tersebut masih memiliki kata lain sebagai bawahannya. Sebagai contoh, kata
burung. Pada awalnya dia sebagai hiponim terhadap kata unggas. Namun,
karena masih memiliki kata lain sebagai bawahannya, pada gilirannya kata
burung dapat menjadi hipernim terhadap kata-kata yang menjadi bawahannya,
seperti merpati, balam, bonjol, gelatik, beo, nuri.
Kehiponiman
Kejelasan tentang peralihan kata dari hiponim kepada hipernim
seperti itu dapat diperoleh dengan memperhatikan bagan berikut.
Keantoniman
Keantoniman adalah keadaan terdapatnya dua kata yang berlawanan makna. Kata
yang maknanya berlawanan atau berkebalikan dengan kata lainnya disebut antonim.
Keantoniman tidak perlu dianggap sebagai kebalikan dari kesinoniman karena,
sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dalam kesinoniman tidak ditemukan sejumlah
kata dengan makna yang persis sama. Pada keantoniman ditemukan makna yang jelas
berkebalikan antara kata yang satu dengan lainnya. Melihat sifatnya, keantoniman itu
dapat hadir dalam berlawanan kebalikan dan berlawanan bertingkat.
Pada keantoniman berlawanan kebalikan, lazimnya kita berhadapan dengan dua
kata saja, yang makna kata yang satu berlawanan dengan makna kata yang kedua.
Contohnya:
bertanya x menjawab;
gadis x bujang;
putra x putri;
jantan x betina;
ibu x bapak;
Keantoniman
Pada keantoniman berlawanan bertingkat, di antara dua kata yang
berlawanan makna tersebut, secara implisit, masih dapat ditemukan sejumlah
kata yang menunjukkan tahapan. Keantoniman dingin x panas, misalnya, di
antara kondisi dingin, sebelum sampai ke tingkat kondisi panas, masih terdapat
sejumlah kata yang menunjukkan tahapan kenaikan suhu atau temperatur. Jika
dieksplisitkan, kata yang terdapat antara dingin dan panas itu adalah sejuk,
suam, hangat. Kemudian, untuk jelasnya, lihat lagi skema berikut.

dingin → sejuk → suam → hangat → panas


--------------------------------------------------------->
Makna konotatif dan denotatif

Makna konotatif dimaksudkan untuk makna subjektif penutur atau masyarakat


penutur yang diberikan kepada kata tertentu. Makna konotatif dapat juga dikatakan
makna yang menyimpang dari makna sebenarnya dari suatu kata. Penyimpangan
makna seperti itu dapat terjadi karena penutur atau masyarakat bahasa memiliki nilai
rasa tertentu dengan penggunaan suatu kata. dapat juga terjadi karena adanya kriteria
tambahan berkenaan dengan asas kesakralan, ketabuan, relasi sosial. Contohnya, kata
hitam. Makna kata hitam sebenarnya adalah ‘warna paling gelap, seperti arang’.
Namun, penutur atau masyarakatnya dapat saja memberi makna atau nilai rasa
tambahan yang berbeda terhadap kata tersebut.
Dengan kata hitam, mereka dapat mengasosiasikannya, misalnya, dengan ‘sihir,
kesalahan’; seperti terlihat pada ungkapan berikut.
mengambinghitamkan ‘menyalahkan’
yang hitam dikatakan putih ‘kebohongan’
‘ilmu hitam ‘ilmu sihir’
Makna konotatif dan denotatif

Perubahan zaman berpengaruh pada makna konotatif. Terlihat, misalnya,


pada diamankan. Kata ini memiliki makna dasar, yakni ‘dibuat menjadi aman’
atau dilindungi dari hal-hal yang membahayakan’. Namun, sekarang kata ini
sudah beroleh pemaknaan baru, dengan maksud ‘ditangkap’ atau
‘dipenjarakan’. Penggunaan kata bermakna konotatif sifatnya lebih operasional
dibandingkan dengan kata bermakna denotatif. Hal itu disebabkan adanya
faktor konteks situasi yang menghendaki dipilihnya kata yang memiliki nilai
rasa yang sesuai pada saat berkomunikasi.
Sebaliknya, makna denotatif adalah makna dasar atau makna umum. Makna
terakhir ini, secara kronologis, lebih dahulu diperoleh oleh sebuah kata
daripada makna-makna lain yang menyusul kemudian. Perbandingan antara
makna denotatif dan konotatif dapat dilihat, misalnya, pada kelompok kata
berikut ini.
Makna konotatif dan denotatif

Denotatif Konotatif
pembantu babu, jongos, pelayan, asisten
mati wafat, tewas, mangkat, mampus
tengah pusat, sentral, medio
bunting mengandung, hamil, berbadan dua, duduk
perut
pekerja karyawan, buruh, pegawai
tukang juru, ahli, montir
dikerjakan digarap, dilakukan, dibuat
penonton pemerhati, pemirsa, pengamat
Kata konkret dan abstrak

Kata konkret adalah kata yang acuannya dapat dicerap secara


empirik. Artinya, pancaindera kita dapat merasakan kehadiran
acuannya. Acuan seperti terdapat, misalnya, pada kata-kata tangisan,
harum, sejuk, lapuk,mentega, sepeda, surau, guru. Sebaliknya,
disebut kata abstrak apabila acuan kata tersebut sulit atau tidak
dapat dicerap oleh pancaindera. Untuk merasakan kehadirannya,
yang berperan adalah pikiran kita. Contoh kata seperti itu, di
antaranya adalah kerinduan, kemauan, maksud, harapan,
ketidakadilan, gagasan, kalbu. Peranan penggunaan kata-kata
abstrak dapat dilihat, misalnya, pada pengungkapan ide-ide
konseptual dan canggih.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai