Anda di halaman 1dari 45

Imbalan kerja, provisi,

kontinjensi dan pajak


penghasilan

Disusun oleh:
Kelompok 5
1. Choirunisak (2105036132)
2. Nurul Aulia R (2105036140)
3. M. Iqbal Bashay (2105036162)
Imbalan kerja
Imbalan kerja adalah imbalan yang diberikan kepada pekerja
atas jasa yang telah dilakukan. Imbalan diakui secara aktual
pada saat pekerja telah memberikan jasanya. Imbalan yang
diberikan dapat berupa gaji atau bentuk fasilitas seperti
kendaraan, rumah, fasilitas kesehatan dan asuransi
Imbalan kerja jangka pendek

PSAK 24 mendefinisikan imbalan kerja jangka pendek sebagai imbalan


kerja selain dari pesangon) yang diperkirakan akan diselesaikan
seluruhnya dalam waktu dua belas bulan setelah akhir periode
pelaporan saat pekerja memberikan jasa terkait.
Berdasarkan PSAK 24, Imbalan kerja jangka pendek meliputi:
1. Upah, gaji, dan iuran jaminan sosial;
2. Cuti tahunan berbayar dan cuti sakit berbayar,
3. Program bagi laba dan bonus, dan
4. Imbalan nonmoneter,
Imbalan kerja jangka pendek

PSAK 24 mendefinisikan imbalan kerja jangka pendek sebagai imbalan


kerja selain dari pesangon) yang diperkirakan akan diselesaikan
seluruhnya dalam waktu dua belas bulan setelah akhir periode
pelaporan saat pekerja memberikan jasa terkait.
Berdasarkan PSAK 24, Imbalan kerja jangka pendek meliputi:
1. Upah, gaji, dan iuran jaminan sosial;
2. Cuti tahunan berbayar dan cuti sakit berbayar,
3. Program bagi laba dan bonus, dan
4. Imbalan nonmoneter,
Program bagi laba dan bonus

Entitas mengakui biaya ekspektasian atas pembayaran bagi laba dan bonus jika,
dan hanya:
1. Terdapat kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif atas pembayaran
tersebut
2. Kewajiban tersebut dapat diestimasi secara andal Terkadang entitas tidak
menyatakan dalam kontrak kerja dengan pekerja bahwa akan ada pembayaran
bonus atau gaji ke-13. Namun setiap tahunnya entitas selalu membayarkannya.
Hal ini menyebabkan timbulnya kewajiban konstruktif karena tidak ada hal
realistis lain yang dapat dilakukan selain membayarkan bonus atau gaji ke-13
tersebut.
Imbalan pasca kerja

PSAK 24 mendefinisikan imbalan pascakerja sebagai imbalan kerja


(selain pesangon dan imbalan kerja jangka pendek) yang terutang
setelah pekerja menyelesaikan masa kerjanya. Contoh imbalan
pascakerja adalah tunjangan purnakarya seperti pensium dan imbalan
pascakerja lain, seperti asuransi jiwa dan tunjangan kesehatan
Program iuran Program imbalan/
pasti manfaat pasti
Program iuran pasti didefinisikan sebagai
imbalan pascakerja dimana pemberi kerja Program imbalan pasti didefinisikan
membayar iuran tetap kepada suatu entitas sebagai program imbalan pascakerja
terpisah dan tidak memiliki kewajiban selain program iuran pasti. Penggunaan
hukum atau konstruktif untuk membayar
program ini memberikan jaminan
iuran lebih lanjut jika dana tidak memiliki
kepada pekerja terkait jumlah manfaat
aset yang cukup untuk membayar seluruh
imbalan terkait jasa yang diberikan yang akan diterima di akhir masa kerja.
pekerja.
kondisi di Indonesia

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur


hubungan antara Pemberi Kerja dan Pekerja yang diantaranya menjadi
ruang lingkup PSAK 24, yaitu:
1. Perlindungan, pengupahan, dan kesejahteraan tenaga kerja
2.Pemutusan hubungan kerja UU 13/2003 pasal 156 mengatur besarnya
pesangon, penghargaan, dan penggantian hak yang wajib dibayarkan
pemberi kerja kepada pekerja untuk berbagai jenis pemutusan hubungan
Kerja ("PHK").
Sementara penggantian hak, sesuai dengan pasal 156
ayat 4 UU No.13/2003 meliputi sebagai berikut:

3
1

Cuti tahunan yang


2 Penggantian perumahan serta
pengobatan dan perawatan ditetapkan
Biaya atau ongkos pulang
belum diambil dan 15% dari uang pesangan dan/atau uang
untuk pekerja/buruh dan
belum hangus. penghargaan masa kerja bagi yang
keluarganya ke tempat di memenuhi syarat. Hal-hal lain yang
mana pekerja/buruh ditetapkan dalam perjanjian kerja,
diterima bekerja. peraturan entitas, atau perjanjian kerja
bersama.
Akuntansi untuk program
imbalan pasti
Akuntansi untuk program imbalan pasti memang memiliki kompleksitas yang
jauh lebih tinggi dari pada akuntansi untuk program iuran pasti. Hal ini
disebabkan oleh beberap diantaranya:
1. Penghitungan estimasi manfaat yang akan diterima sesuai dengan UU No. 13
Tahun 2008
2. Penggunaan teknik dan diskonto aktuarial, khususnya metode Projected Unit
Credit (PUC)

Penggunaan asumsi demografis, seperti tingkat mortalitas, perputaran pekerja,


pergantian karyawan, pensiun dini, klaim kesehatan, dll. Penggunaan asumsi
keuangan, berdasarkan estimasi pasar, seperti: tingkat diskonto dan imbalan
hasil gaji masa depan dan tingkat manfaat, biaya kesehatan masa depan, dil
Laporan posisi keuangan

Laporan posisi keuangan atau disebut juga statement of financial


position merupakan istilah lain yang sering digunakan untuk menyatakan
balance sheet. Seperti yang sudah diketahui, laporan ini mencakup
kondisi harta (aset), kewajiban, dan modal pada waktu tertentu.

Laporan Posisi Keuangan akan menyajikan nilai Aset Imbalan Pasti atau
Liabilitas Imbalan Pasti, yaitu selisih dari Nilai Kini Kewajiban Imbalan
Pasti dengan Nilai Wajar Aset Program, setelah disesuaikan dengan
dampak Batas Atas Aset.
Batas Atas Aset

Batas Atas Aset adalah nilai kini manfaat ekonomis dalam


bentuk pengembalian dana, atau pengurangan iuran masa
depan. Batas Atas Aset ini digunakan apabila selisih antara
Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti dengan Nilai Wajar
Aset Program menghasilkan angka surplus atmi Aset.
Dalam kondisi surplus, Aset Imbalan Pasti yang diakui
adalah mana yang lebih rendah antara:
• Nilai Wajar Aset Program
• Batas Atas Aset
Nilai Kini Kewajiban
Imbalan Pasti (NKKIP)

Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti merupakan nilai kini


dari estimasi pembayaran masa depan yang ditujukan untuk
menyelesaikan kewajiban atas jasa pekerja di periode
berjalan dan di periode-periode yang telah berlalu. Estimasi
atas pembayaran masa depan harus memenuhi aturan yang
berlaku di Indonesia, khususnya UU No.13 Tahun 2003.
Nilai wajar aset program

Nilai wajar aset program merupakan salah satu unsur yang


dikurangkan dari nilai kini kewajiban imbalan pasti dalam
rangka menentukan jumlah yang diakui dalam laporan posisi
keuangan. Jika harga pasar tidak tersedia, maka nilai wajar aset
program diestimasi
Biaya Jasa
Biaya Jasa Kini Biaya Jasa Lalu (Past
(current Service Cart) Service Cost)

Biaya Jasa Kini adalah perubahan Biaya Jasa Lalu adalah perubahan
Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti
yang berasal dari jasa pekerja pada akibat penerapan awal atau
periode berjalan. Entitas membatalkan program imbalan pasti
menentukan biaya jasa kini atau mengubah imbalan terutang
menggunakan asumsi aktuarial dalam suatu program imbalan pasti
yang ditentukan pada awal periode yang ada saat ini atau karena terjadi
pelaporan tahunan kurtailmen (Curtailment).
Amandemen PSAK 24 (2018) yang berlaku 1 Januari 2019,
menambahkan syarat penentuan Keuntungan/kerugian atas
Penyelesaian. Ketika menentukan keuntungan dan kerugian atas
penyelesaian, entitas mengukur kembali liabilitas (aset) imbalan
pasti neto menggunakan nilai wajar kini dari aset program dan
asumsi aktuarial kini, termasuk suicu bunga pasar dan harga pasar
kini yang lain, yang mencerminkan selain imbalan yang ditawarkan
dalam program dan aset program sebelum kurtailmen atau
penyelesaian program; juga mencerminkan imbalan yang
ditawarkan dalam program dan aset program setelah kurtallmen
atau penyelesaian program.
Bunga Netto atas Liabilitas (aset)
Imbalan Pasti

Bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto ditentukan dengan
mengalikan liabilitas (aset) imbalan pasti neto dengan tingkat diskonto,
keduanya ditentukan pada awal periode pelaporan tahunan, memperhitungkan
setiap perubahan dalam liabilitas (aset) imbalan pasti neto selama periode
sebagai akibat dari iuran dan pembayaran imbalan. Bunga Neto Liabilitas (Aset)
Imbalan Pasti terdiri dari:
• Biaya Bunga tingkat diskonto x Nilai Kewajiban Imbalan Pasti
• Pendapatan Bunga tingkat diskonto x Nilai Wajar Aset Program
• Bunga atas dampak Batas Atas Aset= tingkat diskonta x Dampak Batas Atas
Aset Seluruhnya dihitung berdasarkan data di awal periode.
Imbal Hasil Aset Program Yang Belum Diakui Dalam
Bunga Neto

Imbal Hasil Aset Program yang belum diakui dalam


Bunga Neto merupakan komponen Pengukuran
Kembali Liabilitas (Aset) Imbalan Pasti dan diakui
dalam OCI. Imbal Hasil Aset Program yang belum
diakui dalam Bunga Neto adalah selisih antara
realisasi imbal hasil aset program dengan Pendapatan
Bunga yang telah diakui dalam Bunga Neto.
Imbalan Kerja Jangka Panjang Lain

Imbalan kerja jangka panjang lain merupakan imbalan kerja


yang berupa bagi laba, imbalan cacat permanen, cuti besar,
penghargaan masa kerja, dan remunerasi tangguhan.
Imbalan Kerja Jangka Panjang Lain juga didefinisikan
sebagai seluruh imbalan kerja selain imbalan kerja jangka
pendek, imbalan pascakerja, dan pesangon. Contoh imbalan
kerja yang diklasifikasikan sebagai Imbalan Kerja Jangka
Panjang Lain adalah: Bagi Laba dan Bonus, Imbalan Cacat
Permanen, Cuti Besar, Penghargaan Masa Kerja, dan
Renumerasi Tangguhan.
Pesangon

Pesangon didefinisikan sebagai imbalan yang diberikan dalam


pertukaran atas penghentian perjanjian kerja sebagai akibat
pemberhentian pekerja sebelum usia purna karya normal atau
keputusan pekerja menerima tawaran imbalan sebagai pertukaran
penghentian perjanjian kerja. Pesangon diakui pada tanggal lebih
awal antara: ketika tidak dapat lagi menarik tawaran tersebut
(pekerja telah menerima tawaran, atau berlaku pembatasan
hukum atas penarikan tawaran); atau pengakuan biaya
restrukturisasi sesuai PSAK 57.
Pengakuan provisi& Kontinjensi
Provisi adalah liabilitas yang waktu dan jumlahnya belum pasti. Contohnya liabilitas garansi, belum pasti
berapa dan kapan akan dikeluarkan untuk menanggung penggantian garansi kepada konsumen dalam
masa garansi. Provisi diakui jika 3 kondisi di bawah ini terpenuhi:
1. Entitas memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum maupun bersifat konstruktif) sebagai akibat
peristiwa masa lalu
2. Kemungkinan besar penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar sumber daya yang
mengandung manfaat ekonomik; dan
3. Estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.

Liabilitas kontinjensi adalah:


1. Kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan
terjadi atau tidak terjadinya satu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada
dalam kendali entitas; atau
2. Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui karena:
(i) tidak terdapat kemungkinan besar entitas mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat
ekonomik untuk menyelesaikan kewajibannya; atau
(ii) jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.

Aset kontinjensi tidak diakui dalam laporan keuangan karena dapat menimbulkan pengakuan
penghasilan yang mung kin tidak pernah terealisasikan. Akan tetapi, jika tealisasi penghasilan sudah
dapat dipastikan, aset tersebut bukan merupakan aset kontinjensi, melainkan diakui sebagai asset
Pengukuran Provisi dan Kontinjensi

Dasar pengukuran untuk provisi adalah berdasarkan hasil


estimasi terbaik pengeluaran yang diperlukan untuk
menyelesaikan kewajiban kini pada akhir periode pelaporan.
Estimasi hasil dan dampak keuangan ditentukan dengan
pertimbangan manajemen entitas dilengkapi dengan
pengalaman mengenai transaksi serupa.
Penggantian, Perubahan dan
Penggunaan Provisi

Jika sebagian atau seluruh pengeluaran untuk menyelesaikan


provisi diganti oleh pihak ketiga, penggantian itu diakui
hanya pada saat timbul keyakinan bahwa penggantian pasti
diterima pada saat entitas menyelesaikan kewajibannya.
Penggantian tersebut diakui sebagai aset yang terpisah.
Jumlah yang diakui sebagai penggantian tidak boleh melebihi
nilai provisi.
Penerapan Aturan Pengakuan dan
Pengukuran

Beberapa pengaturan yang berkaitan dengan provisi adalah


sebagai berikut:
1. Provisi tidak boleh diakui untuk kerugian operasi masa datang.
2. Jika entitas terikat dalam suatu kontrak memberatkan, maka
kewajiban kini menurut kontrak tersebut diukur dan diakui
sebagai provisi jika terjadi restrukturisasi di entitas, provisi
terkait restrukturisasi hanya mencakup pengeluaran langsung
yang timbul dari restrukturisasi, yaitu yang memenuhi kedua
persyaratan berikut ini:
(a) benar-benar harus dikeluarkan dalam rangk restrukturisasi;
dan
(b) tidak terkait dengan aktivitas yang masih berlangsung pada
entitas
Pengungkapan Provisi dan Kontinjensi
Kewajiban pengungkapan untuk setiap jenis provisi adalah Kewajiban pengungkapan untuk liabilitas kontinjensi
sebagai berikut informasi komparatif tidak diharuskan adalah mengenai uraian ringkas mengenai karakteristik
1. Nilai tercatat pada awal dan akhir periode;
kewajiban kontinjensi, dan jika praktis
2. Provisi tambahan yang dibuat dalam periode
mengungkapkan juga sebagai berikut:
bersangkutan, termasuk peningkatan jumlah provisi yang
ada; 1. Estimasi dari dampak finansialnya
3. Jumlah yang digunakan, yaitu jumlah yang terjadi dan 2. Indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan
dibebankan pada provisi selama periode bersangkutan jumlah atau waktu arus keluar sumber daya; dan
4. Jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama 3. Kemungkinan penggantian oleh pihak ketiga Untuk
periode bersangkutan; dan aset kontinjensi, persyaratan pengungkapan dalam
5. Peningkatan, selama periode yang bersangkutan, dalam kondisi kemungkinan besar terjadi, yaitu ungkapan
nilai kini yang timbul karena berlalunya waktu dan
mengenai uraian singkat karakteristik asset kontinjensi
dampak dari setiap perubahan tingkat diskonto.
6. Uraian singkat mengenai karakteristik kewajiban dan
dan jika praktis, estimasi dampak keuangannya.
perkiraan saat arus keluar manfaat ekonomik terjadi;
7. Indikasi mengenai ketidakpastian saat atau jumlah arus
keluar tersebut jika diperlukan dalam rangka menyediakan
informasi yang memadai, entitas harus mengungkapkan
asumsi utama yang mendasari prakiraan peristiwa masa
depan
8. Jumlah estimasi penggantian yang akan diterima dengan
menyebutkan jumlah aset yang telah diakui untuk estimasi
penggantian tersebut.
PAJAK PENGHASILAN
Definisi Terminologi dalam pajak penghasilan

• Aset pajak tangguhan: jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa
depan sebagai akibat adanya (1) perbedaan temporer dapat dikurangkan; (ii) akumulasi rugi
pajak belum dikompensasi dan (iii) akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal
peraturan pajak mengizinkan.
• Beban pajak (penghasilan pajak): jumlah gabungan pajak kini dan pajak tungguhan yang
diperhitungkan dalam menentukan laba rugi pada suatu periode.
• Laba akuntansi: laba atau rugi selama suatu periode sebelum dikurangi beban pajak.
• Laba kena pajak atau laba fiskal (rugi pajak atau rugi fiskal): laba (rugi) selama satu periode
yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh otoritas perpajakan untuk
menghitung
• pajak penghasilan yang terutang Liabilitas pajak tangguhan: jumlah pajak penghasilan
terutang pada periode masa depan sebagai akibatnya adanya perbedaan temporer kena pajak.
• Pajak kini: jumlah pajak penghasilan yang terutang (dipulihkan) atas laba kena pajak (rugi
pajak) untuk suatu periode.
• Perbedaan temporer dapat dikurangkan: perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah yang
dapat dikurangkan dalam penentuan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan ketika
jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan atau diselesaikan.
• Perbedaan temporer kena pajak: perbedaan temporer menimbulkan jumlah kena pajak dalam
penentuan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan ketika jumlah tercatat aset atau
liabilitas dipulihkan atau diselesaikan.
Definisi Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan adalah pungutan wajib yang dikenakan pada
individu maupun sebuah perusahaan berdasarkan jumlah
pendapatan yang diterima dalam kurun waktu satu tahun. Saat ini,
UU pajak penghasilan di Indonesia adalah UU No. 36 Tahun 2008.
Pos terkait pajak penghasilan dapat dikatakan menjadi pos yang
paling banyak tersebar dalam laporan keuangan. Bukan hanya
dalam Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain,
pos-pos terkait pajak penghasilan juga terdapat dalam Laporan
Posisi Keuangan dan Laporan Arus Kas Hasil perhitungan pajak
penghasilan perusahaan di akhir tahun, disajikan dalam Laporan
Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain pada pos Beban /
Manfaat Pajak Penghasilani kini dan Beban / Manfaat Pajak
Penghasilan Tangguhan.
Pengakuan pajak penghasilan tangguhan juga akan memunculkan
pos Aset Pajak Tangguhan atau Deferred Tax Asset (DTA) dan/atau
Liabilitas Pajak Tangguhan atau Deferred Tax Liability (DTI) yang
akan disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan. Aset Pajak
Tangguhan dan Liabilitas Pajak Tangguhan boleh disajikan secara
saling hapus (off-set) dalam laporan keuangan tersendiri, namun
penyajian Aset Pajak Tangguhan dan Liabilitas Pajak Tangguhan
secara saling hapus tersebut tidak diperkenankan dalam laporan
keuangan konsolidasian.

Pajak penghasilan yang dipotong / dipungut oleh pihak lain


(witholding taxes) yang dapat dikreditkan dalam penghitungan
pajak penghasilan perusahaan di akhir tahun dan angsuran Pajak
Penghasilan (PPh) 25 yang dibayar oleh perusahaan juga akan
disajikan sebagai aset dalam Laporan Posisi Keuangan pada pos
Pajak Penghasilan Dibayar Dimuka (prepaid tax).
Pajak Lainnya
Selain pajak penghasilan, perusahaan sebenamya juga memiliki transaksi
terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Daerah. Pemenuhan
kewajiban perusahaan untuk melunasi Pajak Daerah seperti Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), akan dilaporkan langsung sebagai beban (diluar pos Beban
Pajak Penghasilan) dalam Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain.

Sedangkan terkait PPN, perusahaan akan mencatat PPN Masukan yang dapat
dikreditkan dari perolehan barang / jasa kena pajak seolah sebagai prepaid tax
terlebih dahulu. Di sisi lain, perusahaan akan mencatat PPN Keluaran dari
penyerahan barang/jasa kena pajak seolah sebagai utang pajak terlebih dahulu.
Pada akhir masa pajak, perusahaan akan menutup PPN Keluaran pada PPN
Masukan dimaksud dan mencatat selisihnya sebagai Utang PPN (bila kurang
bayar) atau Piutang PPN (bila lebih bayar).
Jurnal Standar Pajak Penghasilan

PSAK 46 adalah PSAK yang


mengatur bagaimana entitas
melaporan pajak penghasilan dalam
laporan keuangan baik dalam
laporan posisi keuangan maupun
dalam laporan laba rugi dan
penghasilan komprehensif lain.
Seringkali praktisi akuntan,
meremehkan keberadaan informasi
pajak dalam laporan keuangan.
Pencatatan akuntansi terkait pajak
penghasilan sebenarnya yang
menggunakan serangkaian ayat
jurnal standar , seperti pada ilustrasi
disamping.
Bila menggunakan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas
Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP), proses pencatatan
akuntansi terkait pajak penghasilan cukup sampai saat
penghitungan PPh Badan akhir tahun, tanpa perlu mencatat
pengakuan pajak tangguhan. Namun, bila mengikuti ketentuan
dalam PSAK 45, maka perusahaan perlu membuat satu jurnal
tambahan untuk mencatat pengakuan pajak tangguhan.

Dalam mencatat pengakuan pajak tangguhan, perusahaan tidak


dapat langsung menghitung beban / manfaat pajak tangguhan
karena nilai beban / manfaat pajak tangguhan baru dapat diketahui
setelah perusahaan menghitung nilai aset dan liabilitas pajak
tangguhan.
mengakui dan mencatat selisihnya sebagai Beban Pajak
Penghasilan Tangguhan (Deferred Income Tax Expense).
Sebaliknya, bila nilai Liabilitas Pajak Tangguhan lebih kecil
dari Aset Pajak Tangguhan, maka perusahaan akan mengakui
dan mencatat selisihnya sebagai Manfaat Pajak Penghasilan
Tangguhan (Deferred Income Tax Benefit).

Dengan demikian, nilai Beban Pajak Penghasilan menurut


akuntansi (beban pajak komersial) sama dengan jumlah pajak
kini dan pajak tangguhannya, sementara nilai Beban Pajak
Penghasilan menurut fiskal sama dengan jumlah yang diakui
sebagai Beban Pajak Penghasilan Kini saja. Sehingga, nilai
beban pajak komersial dapat lebih besar dari beban pajak
fiskal bila terdapat Beban Pajak Penghasilan Tangguhan atau
nilai beban pajak komersial dapat lebih kecil dari beban
pajak fiskal bila terdapat Manfaat Pajak Penghasilan
Tangguhan.
Perbedaan perhitungan pajak secara komersial
dan fiskal

Perbedaan Penghitungan Pajak Secara Komersial dan


Fiskal Penghitungan pajak penghasilan secara
komersial (secara akuntansi) berbeda dengan fiskal.
Penghitungan pajak penghasilan secara komersial
didasarkan pada PSAK, sedangkan penghitungan
pajak penghasilan secara fiskal didasarkan pada
Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (UU No.
36/2008).
Pajak penghasilan secara akuntansi dihitung dari laba komersial
sebelum pajak (earnings before tax) yang merupakan
penjumlahan dari seluruh pendapatan (revenue) maupun
keuntungan (gain) dikurangi dengan seluruh beban (expense)
yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan maupun
kerugian (losses) selama satu tahun buku, tanpa terkecuali.
Sementara pajak penghasilan secara fiskal dihitung dari laba
fiskal (laba kena pajak) yang merupakan penjumlahan dari
seluruh penghasilan yang menjadi objek pajak (taxable income)
dikurangi seluruh biaya yang dapat dikurangkan (deductible
expenses) atau dalam pengertian fiskal dikenal sebagai biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
(biaya 3M).
Bila merujuk pada UU Pajak Penghasilan yang berlaku
di Indonesia, pada dasarnya terdapat empat sumber
perbedaan yang membuat diperlukannya penyesuaian
atau koreksi fiskal. Keempat sumber tersebut adalah:
1. Penghasilan objek PPh final;
2. Penghasilan yang bukan objek pajak;
3. Biaya yang tidak boleh dikurangkan (nondeductible
expenses); dan
4. Penyesuaian atas perbedaan cara pengukuran secara
komersial (akuntansi) dengan fiskal.
Dasar Pengenaan Pajak

Terminologi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) memiliki


pengertian yang berbeda antara fiskal dan akuntansi komersial.
Pengertian DPP secara fiskal adalah total jumlah yang akan
dikalikan dengan tarif pajak terkait untuk memperoleh nilai
pajak terutang. Sedangkan pengertian DPP secara akuntansi
komersial adalah jumlah nilai buku fiskal (fiscal book value)
dari suatu aset atau liabilitas yang dapat berbeda dengan
jumlah tercatat atau nilai buku komersial (accounting book
value) dari aset atau liabilitas tersebut.
Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan

Sesuai dengan konsep akuntansi terkait pajak


tangguhan yang dirumuskan dalam PSAK 46,
pajak tangguhan timbul dari perbedaan temporer.
Aset pajak tangguhan timbul dari perbedaan
temporer dapat dikurangkan (deductible temporary
difference. Sementara liabilitas pajak tangguhan
timbul dari perbedaan temporer kena pajak (taxable
temporary differences).
Perhitungan Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan

• Pendekatan Penentuan Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan


Pada bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa dalam
penghitungan pajak tangguhan, PSAK 46 membandingkan nilai
DPP (fiscal book value) dengan jumlah tercatat (accounting book
value)untuk menghitung nilai beda temporer yang mengakibatkan
timbulnya pajak tangguhan.Bila nilai DPP aset lebih besar daripada
jumlah tercatat aset maka akan timbul beda temporer dapat
dikurangkan, sebaliknya bila nilai DPP aset lebih kecil daripada
jumlah tercatat aset maka akan timbul beda temporer kena pajak.
Sedangkan bila nilai DPP liabilitas lebih besar daripada jumlah
tercatat liabilitas maka akan timbul beda temporer kena pajak,
sebaliknya bila nilai DPP liabilitas lebih kecil daripada jumlah
tercatat liabilitas maka akan timbul beda temporer dapat
dikurangkan.
perhitungan Aset Pajak Tangguhan

Sesuai dengan standar akuntansi, perusahaan menghitung beban


piutang taktertagih secara komersial menggunakan metode
penyisihan (allowance), namun beban piutang taktertagih secara
fiskal dihitung menggunakan metode direct write-off.
Perusahaan menghitung beban dan penyisihan piutang taktertagih
menggunakan persentase penjualan (percentage of sales). Dengan
demikian, nilai penyisihan piutang taktertagih setiap tahunnya
akan diakumulasi menjadi jumlah tercatat penyisihan piutang
taktertagih
Perhitungan Liabilitas Pajak Tangguhan

Ilustrasi Penghitungan Liabilitas Pajak Tangguhan Pada awal


tahun 20X1, perusahaan membeli peralatan dengan biaya
berolehan senilai Rp1.000. Peralatan tersebut memiliki masa
manfaat komersial selama 5 tahun, namun secara pajak
dikategorikan dalam kelompok dengan masa manfaat fiskal
selama 4 tahun.
Perusahaan menghitung beban depresiasi menggunakan metode
garis lurus (straight line) dengan nilai depresiasi komersial =
Rp1.000/5= Rp200 per tahun dan nilai depresiasi fiskal =
Rp1.000/5=Rp250 per tahun. Dengan demikian, pada akhir tahun
20X1 sampai dengan tahun 20X4 terdapat koreksi fiskal negatif
sebesar Rp50 per tahun. Koreksi fiskal tersebut merupakan
perbedaan temporer karena hanya berasal dari perbedaan cara
pengukuran (estimasi masa manfaat) untuk menghitung beban dan
akumulasi depresiasi
Aset Pajak Tangguhan dan Kompensasi
Kerugian

Selain dari perbedaan temporer dapat dikurangkan, Aset Pajak Tangguhan juga dapat
berasal dari kompensasi kerugian (akumulasi rugi pajak belum dikompensasi).
Peraturan pajak di Indonesia saat ini membolehkan perusahaan sebagai wajib pajak
badan yang mengalami nagi fiskal pada tahun berjalan untuk melakukan kompensasi
atas kerugian tersebut terhadap laba komersial hingga 5 tahun ke depan (tax loss
carry-forward) atau hingga maksimal 10 tahun ke depan bila memenuhi kriteria
pajak tertentu. Dengan demikian, sampai dengan nilai kerugian pada tahun berjalan
habis dikompensasikan dalam jangka waktu tertentu di masa depan, maka
perusahaan tidak perlu membayar PPh Badan.sementara baik akuntansi komersial
maupun fiskal tetap sama-sama mengakui pos depresiasi itu sendiri. Oleh karena itu,
bila menggunakan pendekatan koreksi fiskal, maka beda temporer yang berasal dari
koreksi fiskal negatif merupakan beda temporer kena pajak.
Pajak Tangguhan Untuk Aset Dinilai Pada Nilai
Wajar
Wajar Penilaian aset pada nilai wajar, khususnya aset non-keuangan, dilakukan
melalui proses revaluasi Pengakuan pajak tangguhan dari revaluasi untuk menilai
aset pada nilai wajar bergantung pada apakah DPP aset disesuaikan sehingga
memengaruhi laba kena pajak (rugi pajak) atau tidak.Akuntansi untuk kombinasi
bisnis dilakukan menggunakan acquisition method yung mengharuskan, dengan
pengecualian terbatas, aset dan liabilitas teridentifikasi yang diperoleh dan diambil
alih dalam kombinasi bisnis diakui dengan nilai wajar pada tanggal akuisisi. Bila
dalam kondisi ini misalnya, jumlah tercatat aset disesuaikan ke nilai wajarnya tetapi
DPP aset tersebut tetap sebesar harga perolehannya, maka akan timbul perbedaan
temporer yang mengakibatkan juga munculnya aset atau liabilitas pajak tangguhan.
Namun, peraturan perpajakan di Indonesia menyatakan bahwa revaluasi aset untuk
keperluan kombinasi bisnis seperti ini harus dilaporkan kepada otoritas fiskal dan
dilakukan penyesuaian terhadap DPP aset sehingga nilainya sama dengan jumlah
tercatat pada nilai wajar setelah revaluasi. Sehingga, untuk kondisi peraturan
perpajakan di indonesia, revaluasi yang dilakukan dalam kombinasi bisnis tidak
akan menyebabkan pengakuan pajak tanggahan.
Perubahan Dalam status Entitas atau Para Pemegang
Sahamnya

Perubahan dalam status pajak entitas atau para pemegang sahamnya dapat
mengakibatkan baik peningkatan maupun penurunan aset atau liabilitas
pajak tangguhan. Hal ini mungkin terjadi pada saat pendaftaran instrumen
ekuitas entitas di bursa, restrukturisasi ekuitas entitas, atau bila pemegang
saham pengendali pindah ke negara asing. Sebagai contoh, sebuah
perusahaan di Indonesia dapat mengalami penurunan tarif PPh Badan dari
25% menjadi 20% bila minimal 40% instrumen ekuitasnya
diperdagangkan di bursa. Dengan demikian, sebuah perusahaan di
Indonesia yang melakukan penjualan sahamnya kepada publik hingga
minimal mencapai 40% dapat menyebabkan penurunan pada aset atau
liabilitas pajak tangguhannya.
Thank you!

Anda mungkin juga menyukai