Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
• Rumput laut atau seaweed merupakan sumber daya hayati yang sangat
melimpah di perairan Indonesia.
• Rumput laut memiliki banyak manfaat terutama dari senyawa bioaktif
yang ada didalamnya seperti antioksidan, antikoagulan, antiinflamatori,
dan immunostimulan.
• Proses ekstraksi perlu dilakukan untuk mendapatkan manfaat alami dari
Sargassum polycystum.
• Salah satu metode ekstraksi yang umum digunakan yaitu metode maserasi.
• Maserasi adalah teknik yang digunakan untuk menarik atau mengambil
senyawa yang diinginkan dari suatu larutan atau padatan dengan teknik
perendam terhadap bahan yang akan diekstraksi. Sampel yang telah
dihaluskan direndam dalam suatu pelarut organik selama beberapa waktu
(Ibrahim & Marham, 2013).
• Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi yaitu suhu, waktu ekstraksi,
ukuran partikel, jenis pelarut dan konsentrasi pelarut, rasio bahan dengan pelarut.
Konsentrasi pelarut berdampak pada kepolaritasan pelarut.
• Berdasarkan penelitian Noviantari et al., (2017) dan (Hernes et al., 2018)
konsentrasi pelarut aseton berpengaruh terhadap karakteristik ekstrak alga coklat
(Sargassum polycystum) seperti rendemen ekstrak, total fenolik, dan intensitas
warna.
2. Tujuan
Mengetahui pengaruh konsentrasi pelarut aseton terhadap karakterisik ekstrak
rumput laut coklat (Sargassum polycystum)
3. Manfaat
Seminar ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai karakterisik
ekstrak rumput laut coklat (Sargassum polycystum) yang diekstrak menggunakan
aseton pada berbagai konsentrasi
II. PEMBAHASAN
1. Sarggasum polycystum
Sargassum polycystum merupakan salah satu jenis rumput laut coklat yang banyak
tumbuh di perairan Indonesia. Sargassum polycystum sangat berpotensi untuk
dikembangkan karena memiliki kandungan pigmen salah satunya adalah fukosantin yang
berwarna oranye. Fukosantin merupakan senyawa bioaktif yang mudah rusak oleh
oksidasi, cahaya dan panas (Suhendra et al., 2014). Berikut klasifikasi Sargassum
polycystum menurut Algaebase.org :
2. Ekstraksi dengan Metode Maerasi
• Ekstraksi adalah proses pemisahan secara kimia dan fisika kandungan zat simplisia
menggunakan pelarut yang sesuai. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam.
• Teknik ekstraksi yang digunakan dalam penelitian Wati et al., (2019) dan Noviantari et al.,
(2017) adalah maserasi karena selain pengerjaannya lebih mudah, peralatan yang digunakan
sederhana.
• Proses maserasi sangat menguntungkan dalam ekstraksi senyawa bahan alam karena dengan
perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat
perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna (Pasaribu,
2009). Selain itu, proses maserasi dilakukan tanpa pemanasan sehingga tidak terjadi kerusakan
pada senyawa metabolit sekunder yang akan dianalisis (Meigaria et al., 2016).
3. Pelarut Aseton
• Pelarut aseton merupakan senyawa yang bersifat volatil, larut dalam air
dan memiliki toksisitas yang rendah, khususnya tanaman yang banyak
mengandung senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antibakteri.
• Aseton (C3H6O) lebih non polar bila dibandingkan dengan etanol
• pada tahap maserasi didasari oleh fakta bahwa aseton merupakan pelarut
organik yang bersifat polar dengan indeks polaritas sebesar 5,1 dan
memiliki titik didih sebesar 56°C
• sedangkan indeks polaritas dari etanol yaitu 5,2 dan memiliki titik didih
78°C sehingga proses penguapan menggunakan otary evaporator untuk
memperoleh ekstrak kental menggunakan aseton lebih cepat dari pada
menggunakan etanol.
4. Karakteristik Ekstrak Sargassum polycystum yang Diekstrak Menggunakan
Aseton pada Berbagai Konsentrasi
• Karakteristik ekstrak Sargassum polycystum yang diekstrak menggunakan aseton pada berbagai
konsentrasi telah dilakukan oleh Noviantari et al., (2017) dan Hernes et al., (2018).
• Berdasarkan penelitian Noviantari et al., (2017), pembuatan bubuk rumput laut Sargassum
polycystum dilakukan dengan pencucian untuk menghilangkan sisa kotoran dan benda asing yang
menempel. Rumput laut Sargassum polycystum dipotong-potong dengan ukuran ±1 cm x 1 cm,
kemudian ditempatkan pada tampah untuk ditiriskan dan dikeringkan dengan cara kering angin
dalam ruangan tanpa terpapar cahaya hingga kadar air bahan mencapai 12 ± 1%. Rumput laut
Sargassum polycystum yang telah kering selanjutnya dihancurkan dan diayak menggunakan
ayakan ukuran 40 dan 60 mesh. Proses pembuatan ekstrak Sargassum polycystum dilakukan
secara maserasi, yaitu dengan menimbang ±50 gram bubuk Sargassum polycystum kemudian
ditambahkan pelarut aseton dengan konsentrasi sesuai perlakuan (65, 75, 85, dan 95 %) masing-
masing sebanyak 250 ml.
• Penelitian karakteristik ekstrak Sargassum polycystum oleh Hernes et al.,
(2018), pembuatan bubuk rumput laut Sargassum polycystum dicuci
untuk menghilangkan sisa kotoran dan benda asing yang menempel.
Rumput laut Sargassum polycystum ditempatkan pada nampan untuk
ditiriskan dan kemudian dikeringkan dengan cara kering angin hingga
mencapai kadar air 15 ± 1%. Rumput laut Sargassum polycystum yang
telah kering selanjutnya dihancurkan dan diayak menggunakan ayakan 40
mesh. Rumput laut Sargassum polycystum yang telah kering kemudian
dihancurkan. Selanjutnya ditimbang seberat 25 gram kemudian
ditambahkan pelarut aseton teknis sebanyak 225 ml, 275 ml, 325 ml,
375ml, 425ml sesuai perlakuan.
Rendemen Ekstrak
Tabel 1. Nilai rata-rata rendemen (%) ekstrak rendemen alga coklat (S. polycystum) (Noviantari et
al., 2017).

Tabel 1. menunjukkan bahwa rata-rata rendemen tertinggi terdapat


pada perlakuan konsentrasi pelarut aseton 95% dan ukuran partikel
bubuk 60 mesh yaitu sebesar 1,41% Penggunaan konsentrasi pelarut
yang berbeda menyebabkan konstanta dielektrik yang berbeda dan
ukuran bubuk Sargassum polycystum yang berbeda saat proses ekstraksi
sangat mempengaruhi rendemen yang dihasilkan.
Gambar 1. Grafik nilai rata-rata ekstrak rendemen Sargassum polycystum
(Hernes et al., 2018)

Keterangan: Bahan: Aseton


P1= (1:9), P2= (1:11), P3= (1:13), P4= (1:15), P5= (1:17).

• Hasil analisis menunjukan bahwa pada perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton
(b/v) P4 (1:15) menghasilkan rendemen ekstrak Sargassum polycystum yang tertinggi, yaitu
2,40%
• Sedangkan perlakuan P1 (1:9) menghasilkan rendemen ekstrak Sargassum polycystum
terendah, yaitu 1,67%.
• Hal ini diduga terjadi karena pelarut yang digunakan sudah mencapai titik jenuh dan ini
menyebabkan kadar rendemen yang dihasilkan tidak mengalami kenaikan lagi pada perlakuan
(1:17)
Total Fenolik
Tabel 2. Nilai rata-rata total fenolik Sargassum polycystum (Noviantari et al., 2017).

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2, rata-rata total fenolik tertinggi


terdapat pada perlakuan konsentrasi pelarut aseton 95% dan ukuran partikel
bubuk 60 mesh yaitu sebesar 16,02 mg GAE/ 100g. Penggunaan ukuran bubuk
Sargassum polycystum yang berbeda dan konsentrasi pelarut yang berbeda
menyebabkan konstanta dielektrik yang berbeda saat proses ekstraksi sangat
mempengaruhi total fenolik yang dihasilkan. Penggunaan pelarut aseton dengan
konsentrasi tinggi dan ukuran partikel bubuk Sargassum polycystum yang lebih
kecil menghasilkan total fenolik yang lebih tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi pelarut aseton yang semakin rendah dan ukuran partikel bubuk
Sargassum polycystum yang semakin besar.
Gambar 2. Grafik nilai rata-rata total fenol ekstrak Sargassum polycystum (mgGAE/100g) (Hernes
et al., 2018).

Hasil analisis ini menunjukan bahwa pada perlakuan perbandingan bahan


dengan pelarut aseton (b/v) P4 (1:15) menghasilkan total fenol ekstrak
Sargassum polycystum yang tertinggi, yaitu 0,95 mgGAE/100g. Sedangkan
perlakuan P1 (1:9) menghasilkan total fenol ekstrak Sargassum
polycystum terendah, yaitu 0,86 mgGAE/100g. Hal ini menunjukkan
bahwa senyawa fenolik dapat terekstrak dan mencapai titik optimumnya.
Kemungkinan ini diakibatkan sifat fenol yang larut dalam pelarut organik
dan aseton merupakan salah satu pelarut organik yang mampu memecah
senyawa organik
Intensitas Warna (L*, a*, b*)
• Tingkat Kecerahan (L*)
Tabel 3. Nilai rata-rata tingkat kecerahan (L*) ekstrak warna Sargassum
polycystum (Noviantari et al., 2017).
Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan warna dari gelap sampai terang dengan
kisaran 0–100. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
terhadap nilai rata-rata tingkat kecerahan pada perlakuan konsentrasi pelarut
aseton dan ukuran partikel bubuk.
Sargassum polycystum yang diekstrak menggunakan konsentrasi pelarut aseton
95% memiliki tingkat kecerahan yang paling rendah dibandingkan dengan
menggunakan konsentrasi pelarut aseton 65%. Hal ini dikarenakan pigmen
karotenoid pada ekstrak Sargassum polycystum dengan konsentrasi pelarut
aseton 95% terekstrak lebih banyak sehingga tingkat kecerahan yang dihasilkan
semakin rendah (gelap)
Gambar 3. Grafik nilai rata-rata tingkat kecerahan (L*) ekstrak Sargassum
polycystum (Hernes et al., 2018)

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap nilai rata-
rata tingkat kecerahan pada perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut
aseton.
Perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton (b/v) P4 (1:15)
menghasilkan tingkat kecerahan (L*) ekstrak Sargassum polycystum yang rendah
yaitu sebesar 5,08. Sedangkan perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut
aseton (b/v) P5 (1:17) menghasilkan tingkat kecerahan (L*) ekstrak Sargassum
polycystum yang tinggi yaitu sebesar 5,38. Hal ini dikarenakan senyawa bioaktif
yang terkandung pada ekstrak Sargassum polycystum dengan perlakuan
perbandingan bahan dengan pelarut aseton (b/v) P4 (1:15) terekstrak lebih
banyak sehingga tingkat kecerahan yang dihasilkan semakin rendah (gelap).
• Tingkat Kemerahan (a*)
Tabel 4. Nilai rata-rata tingkat kemerahan (a*) ekstrak warna Sargassum
polycystum (Noviantari et al., 2017).
Nilai a* (tingkat kemerahan) menyatakan tingkat warna hijau sampai merah dengan
kisaran nilai –100 sampai +100.
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap nilai rata-rata tingkat
kemerahan pada perlakuan konsentrasi pelarut aseton dan ukuran partikel bubuk.
Sargassum polycystum yang diekstrak menggunakan konsentrasi pelarut aseton 95%dan
ukuran partikel bubuk 60 mesh memiliki tingkat kemerahan yang paling tinggi yaitu
sebesar -2,73. Nilai rata-rata tingkat kemerahan terendah diperoleh pada perlakuan
konsentrasi pelarut aseton 65% dan ukuran partikel bubuk 60 mesh yaitu sebesar -5,14.
Hal ini dikarenakan pigmen karotenoid pada ekstrak Sargassum polycystum dengan
konsentrasi pelarut aseton 95% dan ukuran partikel bubuk 60 mesh terekstrak lebih
banyak sehingga tingkat kemerahan yang dihasilkan semakin tinggi.
Gambar 4. Grafik nilai rata-rata tingkat kemerahan (a*) ekstrak Sargassum
polycystum (Hernes et al., 2018)
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap nilai rata-rata
tingkat kemerahan (a*) pada perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut
aseton.
Sargassum polycystum yang diekstrak menggunakan perlakuan perbandingan
bahan dengan pelarut aseton (b/v) P4 (1:15) memiliki nilai rata-rata tingkat
kemerahan yang paling rendah yaitu sebesar -5,46. Nilai rata-rata tingkat
kemerahan tertinggi diperoleh pada perlakuan perbandingan bahan dengan
pelarut aseton (b/v) P1 (1:9) yaitu sebesar -3,72. Hal ini dikarenakan pigmen
klorofil pada ekstrak Sargassum polycystumdengan perlakuan perbandingan
bahan dengan pelarut aseton (b/v) P4 (1 : 15) terekstrak lebih banyak sehingga
tingkat kemerahan yang dihasilkan semakin rendah.
• Tingkat Kekuningan (b*)
Tabel 5. Nilai rata-rata tingkat kekuningan (b*) ekstrak warna Sargassum
polycystum (Noviantari et al., 2017).
Nilai b* (tingkat kekuningan) menyatakan tingkat warna biru sampai kuning
kisaran nilai –100 sampai +100.
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap nilai rata-
rata tingkat kekuningan pada perlakuan konsentrasi pelarut aseton dan ukuran
partikel bubuk (Tabel. 5).
Sargassum polycystum yang diekstrak menggunakan konsentrasi pelarut aseton
95% dan ukuran partikel bubuk 60 mesh memiliki tingkat kekuningan yang paling
tinggi yaitu sebesar 38,66. Hal ini dikarenakan pigmen karotenoid pada ekstrak
Sargassum polycystum dengan konsentrasi pelarut aseton 95% dan ukuran
partikel bubuk 60 mesh terekstrak lebih banyak sehingga tingkat kekuningan
yang dihasilkan semakin tinggi.
Gambar 5. Grafik nilai rata-rata tingkat kekuningan (b*) ekstrak
Sargassum polycystum (Hernes et al., 2018)

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap nilai rata-
rata tingkat kekuningan (b*) pada perlakuan perbandingan bahan dengan
pelarut aseton
Sargassum polycystum yang diekstrak menggunakan perlakuan perbandingan
bahan dengan pelarut aseton (b/v) P4 (1:15) memiliki nilai rata-rata tingkat
kekuningan yang paling tinggi yaitu sebesar 54,00. Nilai rata-rata tingkat
kekuningan terendah diperoleh pada perlakuan perbandingan bahan dengan
pelarut aseton (b/v) P1 (1:9) yaitu sebesar 35,87.
III. PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
• Konsentrasi pelarut aseton berpengaruh sangat nyata terhadap parameter rendemen,
intensitas warna (L*,a*,b*), dan total fenolik Sargassum polycystum.
• Konsentrasi pelarut aseton 95% dan perbandingan bahan:aseton (1:15) berpengaruh
paling baik terhadap karakteristik ekstrak rumput laut (rendemen, intensitas warna
(L*,a*,b*), dan total fenolik Sargassum polycystum)

3.2. Saran

• Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai stabilitas kandungan fukosantin


ekstrak alga coklat (Sargassum polycystum) selama penyimpanan.

Anda mungkin juga menyukai