Anda di halaman 1dari 14

PPT HUKUM ADAT

EKSISTENSI HUKUM
KERABATAN,PERKAWINAN,
KEWARISAN,PEREKONOMIAN/
KEKAYAAN,DELIK ADAT DI
MASYARAKAT MANGGARAI NTT
CESYA TRI HELENA M ( 010002100092)
DHEA AULLIA (010002100111)
BHIMO DEVANO DHANENDRA
(010002100078)
PENDAHULUAN

Masyarakat Manggarai merupakan masyarakat yang kental adat istiadat maupun budaya, terutama
melestarikan budaya adat pembagian harta warisan untuk anak laki-laki maupun anak perempuan.
Dalam masyarakat Manggarai perkawinan yang sering dipraktekkan adalah perkawinan cangkang
karena perkawinan ini sesuai dengan ajaran gereja, dan perkawinan yang terjadi diluar suku. Nilai-
nilai yang terkandung dalam sistem perkawinan adat Manggarai adalah nilai filosofis , nilai sosial
dan nilai ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat manggarai barat menganut asas
patrilineal dalam pembagian harta warisan dimana pembagian harta warisan lebih banyak untuk anak
laki-laki, sementara anak perempuan tidak berikan harta warisan karena setelah anak perempuan ini
menikah maka akan mendapatkan harta warisan yang ada pada suaminya. Masyarakat adat di Desa
Golo Leleng sebagian menganut sistem mayorat laki-laki, yang apabila anak laki-laki tertua pada saat
tertua pada saat pewaris meninggal atau anak laki-laki sulung (atau keturunan laki-laki) merupakan
ahli waris tunggal. Anak laki-laki tertua sebagai pengganti orang tua yang telah meninggal dunia
bukanlah pemilik harta peninggalan ia berkedudukan sebagaimana dapat orang tua mempunyai
kewajiban mengurus anggota keluarga yang lain
KEKERABATAN DAN KEWARISAN

Proses pewarisan di Indonesia mengenal hak tiap-tiap ahli waris atas bagian yang tertentu dari
harta peninggalan, bagian warisan menurut ketentuan undang-undang (wettelijkerdeel – pasal
913 sampai dengan 929 KUHPerdata), dan mentukan adanya hak mutlak dari ahli waris
masing-masing untuk sewaktuwaktu menutut pembagian dari harta warisan (pasal 1066
KUHPerdata). Di Indonesia di samping menggunakan hukum positif berlaku (KUHPerdata)
dalam pembagian warisan kepada pewaris juga berlaku hukum adat dari setiap masyarakat
adat yang memiliki budaya dan aturan adatnya sendiri.
KEKERABATAN DAN KEWARISAN
Hukum adat mengenal kedudukan harta waris yang dipengaruhi oleh sistem kekerabatanya
yang ada pada masyarakat (seperti sistem matrilineal, parental atau bilateral dan patrilineal)
serta dipengaruhi bentuk perkawinannya dan bentuk serta jenis hartanya.
Pada masyarakat yang sistem kekerabatanya patrilineal yang mengutamakan garis keterunan
laki-laki (kebapaan) berlaku bentuk perkawinan jujur dengan memberi uang jujur atau
pembayaran uang jujur, dimana kedudukan istri tunduk pada hukum kekerabatan suami, maka
pada umumnya semua harta perkawinan dikuasai oleh suaminya sebagai kepala keluarga atau
sebagai rumah tangga.
Sedangkan dalam masyarakat yang sistem kekerabatanya matrilineal yang mengutamakan
garis keturunan perempuan (ibu), berlaku bentuk perkawinan adat semenda,dimana setelah
perkawinannya suami melepaskan kewargaa adatnya dan memasuki kewargaan adat istrinya.
Dalam hal ini, dilihat dari sudut kekerabatan istri, maka hak dan kedudukan suami lebih
rendah dari pada hak dan kedudukan istri.
KEKERABATAN DAN KEWARISAN

Kemudian pada sistem kekerabatan parental atau bilateral ini berbeda dengan 2 (dua) sistem
kekeluargaan sebelumnya, yaitu sistem patrilineal dan sistim matrilineal. Sistem kekeluargaan
parental atau bilateral ini memiliki ciri khas tersendiri, yaitu yang merupakan ahli waris adalah
semua anak laki-laki maupun anak perempuan tidak membedakan jenis kelamin. Mereka
mempunyai hak yang sama atas harta peninggalan orangtuanya, berupa harta asal bawaan.
Bapak dan ibunya serta harta bersama bapak dan ibunya dengan pembagian yang sama.
Masyarakat adat Rai yang menganut sistem perkawinan patrilineal yang berarti mengikuti
garis keterunan (bapak), dalam sistem ini yang berhak menerima warisan adalah ata one (laki-
laki) sedangkan ata pe’ang (perempuan) tidak memiliki hak atas warisan. Hal ini disebabkan
karena masyarakat Manggarai menganggap bahwa ata one (laki-laki) adalah pemilik klen
sedangkan ata pe’ang (perempuan) adalah orang yang keluar dari klen.
KEKERABATAN DAN KEWARISAN

Berhaknya seseorang atas warisan sudah dapat diketahui pada saat seorang anak lahir. Pada
masyarakat adat Rai dalam menyambut proses kelahiran (loas) seorang laki-laki dewasa
ditunjuk untuk memukul dinding dengan menggunakan tombak dari luar kamar persalinan
sebanyak tiga kali sambil mengajukan pertanyaan kepada orang yang berada dalam kamar
persalinan (keluarga dari ibu yang melahirkkan anak). Dalam bahasa daerah pertanyaan yang
diajukan berbunyi par-par-par (telah lahir) ata pe’ang (orang luar) ko ata one (orang dalam).
Apa bila yang lahir anak laki-laki disebut ata one (orang dalam) dan ata pe’ang untuk anak
perempuan (orang luar). Ata one mengandung makna yang bersangkutan setelah menikah dia
tetap tinggal di dalam klennya berhak atas warisan dan memikul tanggung jawab dan
kewajiban yang berkaitan dengan klennya sebaliknya ata pe’ang setelah menikah dia harus
meninggalkan klennya dan mengikuti klen suaminya. Konsekuensinya dia tidak berhak atas
warisan
PERKAWINAN
Masyarakat adat Manggarai, Nusa Tenggara, yaitu masyarakat adat Ruteng Pu'u menyebut
perkawinan hubungan darah itu dengan nama "Tungku". Perkawinan sedarah "Tungku" ini
merupakan hukum adat Manggarai yang memperbolehkan adanya Perkawinan sedarah. Ada
beberapa jenis/macam "Tungku" yaitu :
a. Tungku cu atau tungku dungka merupakan perkawinan sedarah antara anak dari kedua
saudara kandung.
b. Tungku neteng nara merupakan perkawinan yang ada hubungan darah antara anak dari
saudara sepupu perempuan dengan anak dari saudara sepupu laki-laki.
c. Tungku anak rona musi merupakan perkawinan hubungan darah dengan keluarga kerabat
pemberi istri mertua Iaki-Iaki.

Perkawinan sedarah "Tungku" bertujuan untuk menjaga hubungan kekeluargaan yang telah
terjalin dalam satu garis biologis agar tidak terputus. Berbagai jenis "Tungku" yakni Tungku
Cu, Tungku neteng nara, dan Tungku anak rona musi, semuanya masih berlaku di kalangan
masyarakat adat Manggarai sampai sekarang ini.
PERKAWINAN

Daerah Manggarai secara kultural merupakan salah satu daerah di NTT yang memberlakukan
sistem perkawinan yang dikenal dengan belis. Belis merupakan bentuk mas kawin yang
diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai bentuk mahar perkawinan.
Sejarah belis telah berlangsung sejak jam kerajaan Todo sampai dengan kedatangan kerajaan
Goa di daerah .Belis ini diberikan oleh anak wina (pihak laki-laki) kepada anak rona (pihak
perempuan). Belis yang diberikan berupa hewan ternak seperti kuda dan kerbau, dan biasanya
juga ditambah dengan babi. anggarai.
PEREKONOMIAN DAN KEKAYAN

Sepanjang sejarahnya, rupa roda perekonomian Manggarai, Nusa Tenggara Timur, silih
berganti. Namun, tidak bergeser dari mengandalkan kekayaan alam. Kini, pertanian dan
pertambangan bersaing untuk menjadi yang utama di wilayah barat pulau Flores ini.

Sejarah pertanian Manggarai dimulai sejak kedatangan Kraeng Mashur Nera Beang Bombang
Palapa atau lebih dikenal Mashur pada pertengahan abad XVII. Pertanian semakin berjaya di
bawah kepemimpinan Raja Alexander Baroek, keturunan Mashur yang diangkat oleh Belanda.
Dimulai tahun 1939, dengan sawah percontohan di lingko (lahan kebun milik suatu komunitas
keluarga garis keturunan ayah/patrilineal-disebut Laci, sebelah barat Cancar, Kabupaten
Manggarai, lahirlah budaya bertani padi sawah di tanah ini.
PEREKONOMIAN DAN KEKAYAN

Dalam waktu setahun, budaya ini menyebar ke daerah tetangganya. Lingko Loro, Nugi, dan
Lanar di Cancar langsung mengadopsi model pertanian baru ini.
Sejak abad XV, bumi Manggarai sudah menjadi daerah tujuan perdagangan para pedagang dari
daerah Bima (Nusa Tenggara Barat) dan Goa (Sulawesi Selatan). Hasil hutan seperti kayu
manis, lilin lebah (malam), madu hutan, dan hasil budidaya padi menjadi barang dagangan
yang menguntungkan.

Kini, produk pertanian ini mulai tergeser dengan hadirnya kegiatan ekonomi lain, seperti
tambang.

.
PEREKONOMIAN DAN KEKAYAN

Dalam waktu setahun, budaya ini menyebar ke daerah tetangganya. Lingko Loro, Nugi, dan
Lanar di Cancar langsung mengadopsi model pertanian baru ini.
Sejak abad XV, bumi Manggarai sudah menjadi daerah tujuan perdagangan para pedagang dari
daerah Bima (Nusa Tenggara Barat) dan Goa (Sulawesi Selatan). Hasil hutan seperti kayu
manis, lilin lebah (malam), madu hutan, dan hasil budidaya padi menjadi barang dagangan
yang menguntungkan.

Kini, produk pertanian ini mulai tergeser dengan hadirnya kegiatan ekonomi lain, seperti
tambang.

.
DELIK ADAT

Go’et adalah ungkapan-ungkapan, pepatah, amsal, dalam bahasa Manggarai yang kaya arti
dan nilai yang berfungsi sebagai tuntunan dalam mengarahkan manusia untuk mencapai
kehidupan yang sesuai dengan norma yang lebih baik. Ungkapan-ungkapan ini memberikan
model, arahan, dan petunjuk bagi manusia Manggarai dalam menjalankan hidupnya.

Go’et dalam perkembangannya pun bermacam motif dan tujuannya, seperti go’et yang
mengedepankan nilainilai religius, nilai kesehatan, tentang persahabatan, kebijaksanaan,
penguatan motivasi, menjaga nama baik, hubungan dengan leluhur, pergantian keturunan,
go’et dalam perkawinan, go’et yang dalam hubungannya dengan tempat tinggal, hingga
tentang permusuhan
.
KESIMPULAN
Pewarisan di Indonesia masih menggunakan sistem pembagian menurut hukum yang berlaku,
dan juga adat-istiadat mengenai pewarisan sendiri. Dalam pembagian pewarisan tergantung
pada hubungan kekerabatan yang mengatur siapa saja yang berhak untuk mendapatkan dan
yang tidak dalam pembagian pewarisan. Perkawinan juga merupakan salah satu cara untuk
dapat terhubungan sebagai keluarga dengan memiliki ikatan kekerabatan. Terjadinya hal ini
juga didukung dengan adanya perekonomian di mana jika dapat melakukan pengelolaan usaha
dengan baik maka akan medatangkan kekayaan yang berlimpah dan digolongkan kepada
kepmilikan aset pribadi. Unsur-Unsur ini memang sangat penting dalam kehidupan terutama
di NTT yang masih sangat teguh mempertahankan adat yang ada, dengan masih
diberlakukanya delik adat dalam kehidupan bermasyarakatnya. Di mana dalam
pengimplementasianya adalah untuk tercapainya kemajuan sekaligus menjalankan hukum adat
yang berlaku. Masyarakat adat Manggarai juga
menyadari akan pentingnya menanam nilai-nilai kearifan lokal masyarakat sendiri.
Masyarakat Manggarai menyadari pentingnya inventarisasi nilai adat mereka agar tidak
termakan zaman. Masyarakat adat Manggarai tetap menjunjung tinggi hubungan dengan
leluhur dengan tetap menjalankan tradisi turun temurun dari leluhur.
THANKS!
Do you have any questions?

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including icons by Flaticon,
and infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai